video16. di antara mejaku dan miguno-kun, siapa yang cintanya tidak terbalas?
Kenapa Ryou-kun tidak ingin aku membencinya, ya?
Aku agak tidak terbiasa dengan berisiknya isi kepalaku akhir-akhir ini. Ini jarang terjadi sebelumnya. Aku lebih sering tidak memedulikan bagaimana penilaian orang atau arti sikapnya terhadapku.
Tapi masalahnya dia orang dari masa laluku. Yang datang tanpa peringatan dan kembali memorakpondakan yang hampir sembuh itu.
Aku memanjangkan lengan di meja, menaruh samping kepalaku di atasnya. Sembari menyaksikan gorden kelas yang berkibar akibat angin, sebuah lagu berjudul Prologue mengalunkan lirik-liriknya ke telingaku.
Sekarang sudah bulan Mei. Aliran udara yang masuk ke ruang kelas terasa lebih hangat. Aku jadi mengantuk.
"Bertiga saja?"
"Iya."
"Jadi, dia satu-satunya perempuan di sana?"
Dengusan merendahkan terdengar.
"Ternyata mereka sudah sedekat itu, ya."
"Entahlah, aku tidak mau mendengarnya."
"Eh, dia bisa mendengarmu lho, Sakuna."
"Tidak apa-apa. Lanjutkan saja." Posisiku membelakangi mereka. Dan dengan kabel earphone yang terlihat di antara lenganku, tidak heran mereka mengira telingaku tuli sesaat. Ataukah itu disengaja?
Untuk sementara kembali hanya suara penyanyi perempuan yang aku dengar.
"Padahal baru satu bulan. Dia sudah menjual kecantikannya saja—"
"Terima kasih atas pujiannya."
Sekarang sudah jelas kami tidak akan makan bekal bersama lagi. Aku tidak sudi berkawan dengan gadis yang hanya memedulikan laki-laki di hidupnya.
"Sakuna-chan. Jika kau ingin sering bepergian bersama mereka, kau pindah ke daerahku saja. Aku akan senang lho, akhirnya punya teman perempuan yang bisa diajak berangkat sekolah bersama."
"Berisik."
"Bukankah kau yang berisik sampai suaramu mengalahkan penyanyi yang lagunya sedang kudengarkan?"
Suara ribut lain tercipta.
Ririsa di mana, sih?
Aku merasakan hawa keberadaan seseorang di dekat mejaku. Hawa panas yang bangkit akibat amarah yang siap dikeluarkan.
Ririsa, kumohon datanglah.
"Kau kira kau punya kekuatan yang lebih karena mereka berteman denganmu?"
Aku memundurkan kepala, kembali pada posisi duduk yang sedikit terkulai. Sesungguhnya aku masih mengantuk sehingga tidak mempunyai tenaga untuk sekadar melihat atau mendengar ocehannya.
Tidak tahu kenapa hari ini aku begitu malas melakukan segala hal.
"Kau itu tidak ada apa-apanya jika—"
"Memang."
"Jangan potong kalimatku!"
"Oh, maaf."
Dahi di wajah imutnya sampai mengeluarkan urat. Aku jadi merasa kasihan padanya karena memedulikan hal yang sangat tidak penting.
"Kau ternyata arogan ya, Serizawa-san."
Oh, oh, dia mengubah suffix pada namaku. Benar-benar, ya.
"Iya, dia memang arogan. Maka dari itu kau benci saja dia."
Alih-alih Ririsa, yang datang dari pintu belakang malah salah satu orang yang kami bicarakan. Dia mengambil sesuatu dari kolong mejanya tanpa melihat salah satu dari kami.
"Serizawa-san sangat arogan. Jadi semua orang wajib membencinya."
Aku kelepasan menahan tawa, menimbulkan lirikan maut dari si pembenci pertamaku di kelas dan sekolah. Mulai sekarang hal baik apa pun yang kulakukan pasti akan dianggapnya perbuatan jahat dan tercela.
Sakuna-chan melipat lengan, melihat lurus pada Miguno-kun. "Kau berteman dengannya pasti karena dia cantik, kan?"
"Iya. Begini-begini aku laki-laki pemuja gadis cantik, lho." Tangannya tak membawa apa pun dari kolong meja. Dia lalu melirikku. "Pinjam."
Tanpa meminta persetujuanku dulu, laki-laki itu melepas kabel earphone yang tersambung ke ponsel dan kedua telingaku. Cukup kasar hingga telingaku agak sakit dibuatnya.
"Pelan-pelan dong." Aku memegangi sebelah telingaku yang masih berdengung. Manusia ini sangat tidak sopan.
"Jika kau tertarik pada Ryou, menyerahlah." Miguno-kun sibuk sendiri memasang earphone-ku. "Serizawa-san adalah tipe gadis yang disukainya."
Perkataannya yang tiba-tiba itu membuat wajahku memerah tanpa sempat terpikir bisa saja itu adalah kebohongan. Miguno-kun itu suka bicara sembarangan demi membuat lawan bicaranya kesal.
Mulut Sakuna-chan terbuka, sementara temannya yang tadi mengobrol dengannya menangkap wajah malu-maluku dari tempatnya berada. Dia kemudian tersenyum.
Tidak, bukan begitu maksudnya!
Jangan salah paham dulu.
"Kalau kau ingin mendekati laki-laki lain, coba Kazuki-senpai dari kelas 2-1. Dia bertanggung jawab dan bisa diandalkan."
"Hei."
Aku buru-buru mengejar Miguno-kun keluar kelas, menyejajarkan langkahnya di sepanjang koridor.
"Kenapa kau membohongi Sakuna-chan?" Kulepaskan kabel earphone milikku di telinganya. Dia memegangi pergelangan tanganku untuk menghentikan perbuatanku itu.
"Sakuna-chan siapa?"
"Yang tadi menghardikku."
Ketika aku berhasil membebaskan tanganku darinya, Miguno-kun merebut lagi earphone yang tak sampai tiga detik aku genggam.
"Bukannya seharusnya aku mendapatkan terima kasih?"
"Tapi aku malu."
"Malu kenapa?"
"Kau menjadikanku bahan candaan!" Kesal karena dia terus menghindar dariku, akhirnya aku meninggikan suara. "Aku kan sudah bilang, aku tidak suka terus disanding-sandingkan dengan Nagare-kun."
"Ohh," responsnya, seperti baru diingatkan tapi tetap tidak peduli. "Maaf deh."
Begitu saja. Laki-laki itu pergi meninggalkan rasa kesalku yang belum puas kulampiaskan padanya.
Kalau begini caranya aku sangat rela dia lebih memilih Sakuna-chan dibandingkan aku. Aku sama sekali tidak membutuhkan salah seorang di antara mereka!
Kemudian besoknya di ruang kelas, para gadis membicarakan gosip baru dan hangat.
"Aku menonton latih tandingnya kemarin. Hakkai-kun keren sekali! Dia mengumpulkan banyak poin untuk tim."
"Hakkai-kun? Kok namanya tampak asing."
"Kalau tidak salah dari kelas 1-1."
"Jangan-jangan dia laki-laki ganteng yang sering kita lihat di belokan tangga?"
Lalu lingkaran itu berteriak-teriak tidak jelas ala perempuan saat konser. Seluruh penghuni kelas sampai kompak menoleh dan sebagiannya menyahut penasaran lalu ikut bergabung dan berteriak juga. Aku menemukan Sakuna-chan di antaranya.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Miguno-kun di mejanya.
Aku menengok ke arahnya dengan senyum lebarku yang tanpa basa-basi kupamerkan. "Akhirnya."
"Apa?"
"Kau dan Nagare-kun kalah."
"Kalah?"
Ah, hal ini memang bukan sesuatu yang bisa dimengerti kaum laki-laki, sih. Apalagi jika orang itu Miguno-kun.
"Omong-omong, perkataanku kemarin tidaklah bohong."
Sekarang aku yang mengerutkan kening.
Miguno-kun memperlihatkan layar ponselnya padaku, menampilkan ruang obrolan LINE-nya dengan Ryou-kun.
Miguno Kai
Ryou, siapa perempuan tipe idealmu?
Nagare Ryou
Kenapa tiba-tiba bertanya begitu
Miguno Kai
Serizawa-san bukan?
Nagare Ryou
Apa
Miguno Kai
Cepat jawab
Nagare Ryou
Kau ini kenapa sih, Kai
Miguno Kai
Mengelak artinya iya
Nagare Ryou
Sepertinya kau terlalu mengenalku
Miguno Kai
Serizawa-san, kan?
Nagare Ryou
Aku tidak mau menjawabnya
Miguno Kai
Bilang iya saja kenapa susah sekali
Nagare Ryou
Iya, IYA
Mataku terus terfokus pada satu kata itu saja. Aku membacanya lebih lama daripada yang seharusnya.
'Iya' apa, Ryou-kun?
Iya apa!
"Kau benar-benar tidak setia kawan, ya."
Miguno-kun tersenyum, menganggapnya pujian. "Tapi sayang sekali."
"Apa?"
"Ada yang tidak terbalas."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro