video13. di jalur lintasan lariku, dia memerhatikan ikatan rambutku
"Nee, katanya kemarin Nagare-kun tertangkap sedang berduaan dengan seorang gadis di kelas."
Tuhan, beri aku kekuatan untuk tidak gampang tersedak saat makan bekal bersama teman-temanku.
"Bilangnya sih bukan pacarnya. Tapi kok sampai berduaan di kelas begitu, ya? Seolah kedekatan mereka harus dirahasiakan saja."
Tenggorokanku terasa sakit.
Sakuna-chan menghela napas. "Biarpun aku hanya naksir saja padanya, ternyata rasanya lumayan sakit, ya?" Dia menopang dagu dengan satu tangan. "Siapa gadis beruntung yang mampu merebut hati Nagare-kun itu, ya. Atau kira-kira, Nagare-kun menyukai gadis yang seperti apa."
"Itu aku."
Ririsa saja ikut kaget. Potongan tamagoyaki yang baru masuk ke mulutnya sampai tidak dikunyah.
Aku menyiapkan diri. "Jangan salah paham dulu. Kemarin tidak terjadi apa-apa kok."
"Serius?" teriakan Sakuna-chan yang tiba-tiba, mengagetkan semua murid yang berada di kelas. Dia sendiri tidak sadar ucapannya barusan sangat keras. "Kenapa bisa, Serizawa-chan.... Ah."
Gadis itu mendadak memelankan suaranya di akhir, seperti kehilangan minat melanjutkan topik.
"Seharusnya aku tidak perlu heran."
"Apa maksudmu?" Aku sedikit tersinggung walau merasa telah melakukan perbuatan jahat juga. Padahal aku hanya mencoba jujur. Aku tak mau terus berpura-pura seakan aku tak terlibat. Tahu kan aku itu tidak pandai berakting?
Sakuna-chan tertawa sekenanya. "Yaa gadis seperti Serizawa-chan kan cocok, jika disandingkan dengan Nagare-kun? Apalagi kalian pernah jatuh bersama di kelas."
Tolong jangan ingatkanku lagi tentang insiden memalukan itu.
"Aku tanya sendiri saja deh."
Sakuna-chan yang memang banyak tingkah beranjak dari kursi yang digesernya ke mejaku, membawa dirinya menuju bangku Ryou-kun. Aku menahan napas selama tiga detik. Kemudian kucoba untuk memakan bekalku lagi.
Setelah beberapa saat yang bagiku sangat lama, Sakuna-chan mengumumkan sesuatu. "Iya, benar itu kau. Tapi katanya kalian memang tidak ada hubungan apa pun."
Aku menyunggingkan sebelah sudut bibir ke atas. "Ya memang benar. Kau jangan berpikiran yang aneh-aneh makanya. Kakakku bilang aku jangan menjalin kasih saat SMA kalau tidak ingin punya keinginan pindah dari sini."
Iya, aku tak berharap apa-apa.
Meski hubunganku dengan Ryou-kun sudah bisa dikatakan lebih dekat dibanding saat sekolah dasar dulu, bukan berarti dia beneran suka padaku, kan?
Yuna tidak boleh mengharapkan apa-apa.
Aku berjalan di lorong sendirian sambil mendekap sebuah buku. Sedikit lagi melewati kelas 1-1 sebelum seseorang yang muncul dari belokan tangga menghentikan langkahku.
"Yamane-san."
"Ah, kebetulan sekali." Yamane-san berlari kecil menujuku. "Mau lanjutkan yang kemarin, Serizawa-san? Hari ini kau ada jam olahraga kan, jadi kau membawa bajunya?"
Mataku berkedip-kedip memproses perkataannya. Dari mana dia tahu hari ini kelasku ada jam olahraga?
"Iya..., aku membawanya."
Senyum manisnya tercipta. "Baguslah. Kau bisa melawanku lagi kan, Serizawa-san? Kali ini ayo kita ambil beberapa ronde."
Aku masih terjebak dalam pikiran buntuku. "Oh. Baik." Aku tersenyum. "Ayo, kita berlari lagi, Yamane-san."
Maka beberapa menit setelah bel pulang berbunyi, aku berganti pakaian di toilet, tiba lagi di kelas dengan keadaan yang masih ramai.
"Wah, kau mau ke mana, Serizawa-san?"
Satu orang bertanya basa-basi.
Aku memasukkan seragam musim semiku ke dalam tas jinjing yang kubawa setiap hari Rabu dan jadwal klub atletik. "Ada latihan lari lagi."
"Rajinnya. Aku iri deh."
Ya kenapa tidak kau lakukan juga, hah? Masuk ke ruang klubmu dan lakukan apa saja untuk membuat orang lain iri.
"Tidak kok. Aku juga diajak temanku untuk melakukan ini." Ah, aku benci melayani perkataan seseorang yang sejujurnya tidak perlu kutanggapi. "Aku duluan, ya."
Di lapangan tengah sisi timur lintasan, di samping kegiatan klub pemandu sorak, aku dan Yamane-san melakukan peregangan sebelum mulai berlari. Ini memang dadakan, tapi telah kusiapkan diri untuk melakukan yang terbaik.
Ronde pertama, Yamane-san yang menang. Ronde kedua, Yamane-san lagi. Ronde ketiga, aku. Keempat, aku. Kelima, Yamane-san lagi.
Kami terengah hebat dengan punggung yang menempel ke lapangan, entah apa kaki ini bisa bergerak lagi atau tidak. Langit birunya terlihat indah dalam pandanganku yang agak kabur.
"Aku... masih... penasaran berapa perolehan... waktunya." Yamane-san bicara sedikit-sedikit, mengikuti irama napasnya yang tidak karuan. "Tapi tunggu dulu beberapa saat. Kita... harus memulihkan tenaga."
Aku menyerukan setuju dalam hati, menikmati setiap butir debu yang menyentuh kulitku.
Setelah beberapa saat yang dimaksud Yamane-san, kami saling membantu membersihkan sisa debu yang menempel di rambut, tengkuk, dan bahu.
"Teman yang Serizawa-san mintai tolong kemarin untuk ke sini, apa dia juga belum pulang?"
Debar jantungku serasa berhenti sepersekian detik, memalingkan tatap. "Tidak perlu dia deh." Aku mencoba bicara senormal mungkin.
"Kenapa?"
"Kemarin kami...."
Ah, masa bodoh.
"Iya. Sepertinya dia belum pulang."
Akan kubuat dia menderita!
Yamane-san menunjukkan senyum disertai lesung di kedua bawah sudut bibir. "Dia ada di kelas 1-6? Siapa namanya?"
"Nagare Ryou."
"Aku yang susul, ya?"
Ucapan 'eh' kagetku tidak sempat dia dengar, keburu menghilang dengan perasaan semangatnya yang belum pudar. Gadis satu itu sepertinya sangat menyukai olahraga lari.
Aku beristirahat cukup lama sampai akhirnya Yamane-san kembali bersama Ryou-kun yang melangkah pelan agak jauh di belakangnya. Bukannya laki-laki itu juga atletis? Terus kenapa terlihat loyo begitu!
"Kuat berapa ronde lagi, Serizawa-san?" Yamane-san membuka ikatan rambutnya kemudian memasangkannya lagi.
Aku menatapnya dari tempatku duduk. "Terserah Yamane-san saja."
"Ehh, jangan begitu dong." Alis menekuknya terlihat keberatan. "Aku kan yang mengajakmu berlari, jadi kau yang putuskan kita main berapa lama."
"Tiga."
"Tiga ronde? Oke."
"Ikatan rambutmu kelihatan berantakan, Serizawa-san."
Suara pukulan bola bisbol terdengar jelas melatarbelakangi munculnya hening di antara obrolan kami.
Aku mengganti tatap ke arah satu-satunya laki-laki di area ini. "Hah?"
"Tidak kau rapikan?"
"Apa?"
"Ikatan rambutmu."
Otomatis aku mengecek ikatan ekor kudaku yang memang sudah sangat mengendur. "Ah. Terima kasih."
Aku kira kenapa!
Latihan kembali dimulai. Aku dan Yamane-san bersiap di garis awal berlari, Ryou-kun menghitung waktu dengan stopwatch dari ponselnya. Kemudian Yamane-san pun menyerukan aba-aba mulai.
Ronde pertama, Yamane-san meraih skor 15,07 detik. Sementara aku 18,19 detik.
Ronde kedua, Yamane-san 15,92 detik, aku 20,21 detik.
"Maaf." Aku merasa sangat kelelahan. "Aku tidak bisa fokus."
"Baiklah," kata Yamane-san, yang kondisinya tampak lebih prima daripada aku. "Kita lanjutkan lain waktu saja, Serizawa-san."
Dengan begitu, kegiatan berlari bersama di luar waktu klub atletik pun menjadi rutinitasku dan Yamane-san yang baru.
Hari ini aku tampil buruk, gara-gara Ryou-kun!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro