video11. di ruang klub videografi, dia melakukan ketidaksengajaan lagi
Apakah aku belum benar-benar mengenal Ryou-kun?
Jawabannya sudah pasti iya.
Satu kelas selama enam tahun berturut-turut apalagi tidak pernah mengobrol intens, aku menganggap hubungan kami cuma sebatas saling tahu saja.
Aku pun menyukai Ryou-kun karena dia memiliki wajah yang ganteng. Memang sih karena dia pintar dan bertubuh tinggi juga, sempat berbuat baik padaku juga, karena kami mirip juga, tapi kan tetap saja alasan pertamanya karena fisik.
Tentu kan, pastinya aku tidak tahu sisi dia yang lain?
Dan meski sesungguhnya wajah Ryou-kun lebih terlihat seperti laki-laki nakal, tapi selama ini kepribadiannya tidak begitu kok. Selain makiannya padaku di kelas enam SD.
....
Benarkah aku tidak tahu sisi dia yang lain?
"Nagare-kun belum datang, ya?" Baru kusadar aku menanyakan pertanyaan bodoh saat dua kepala itu menolehku bingung.
Sudah jelas sedari tadi aku diam di sini dan Ryou-kun tidak ada. Untuk apa ditanyakan lagi!
"Ah, maafkan aku."
"Serizawa-chan." Osuka-senpai menempelkan kedua tangannya di pipi. "Kau benar-benar tertarik ke Nagare-kun, ya?"
Aku tersekat. "Bukan begitu, Senpai."
"Lalu?"
"Dia menyakitiku di masa lalu. Aku merasa sakit hati padanya. Jadi segala hal tentang dia selalu membuatku sensitif."
"Masa?" Osuka-senpai tidak percaya. "Tidak kelihatan begitu, ah. Nagare-kun terlihat seperti laki-laki baik."
Benar, kan?
Aku sendiri bingung, Senpai. Kenapa Ryou-kun tiba-tiba menyakitiku setelah awalnya dia bersikap baik padaku?
"Buku catatan sejarahku juga tidak dia kembalikan."
"Mungkin karena dia ingin kau mengajaknya mengobrol lagi?"
Pipiku merona sekejap. "N-Nagare-kun tidak punya perasaan apa-apa terhadapku, Osuka-senpai."
"Memang benar, sih."
"Astaga, Senpai. Jangan membuatnya putus asa begitu dong." Kazuki-senpai membelaku. Seperti biasa dia sibuk dengan laptopnya. "Tapi Serizawa-san sendiri berharap tidak, Nagare-kun mempunyai perasaan khusus terhadap Serizawa-san?"
Kenapa jadi bertanya begitu!
Sudah jelaslah aku pasti berharap Ryou-kun menyukaiku.
Tapi aku tidak seberharap itu kok.
"Terserah dia saja," aku menjawab lurus. "Aku tidak punya urusan soal itu."
"Hee. Begitukah?" Osuka-senpai menampilkan ekspresi yang menyebalkan. "Tahu tidak, Serizawa-chan? Saat kemarin kami berkeliling sekolah bersama, Nagare-kun terlihat terdiam sebentar lho saat kau mengirim fotomu, Miguno-kun, dan Zuki-kun ke grup."
"Ya... terus kenapa, Senpai?" Aslinya dadaku sudah kocar-kacir tak jelas.
"Kalau ternyata Nagare-kun memang menyukaimu, bagaimana?"
"Apa?"
Aku juga terkejut. Tapi yang menyuarakan kekagetannya itu bukan aku. Melainkan orang yang tadi kami bicarakan.
Hening dengan saling menatap satu sama lain.
"Kau menyukai siapa, Ryou?" Miguno-kun di sebelahnya bertanya.
"Ayolah cepat duduk. Kau menghalangi jalan." Aku mencoba menetralkan kondisi.
"Memang siapa lagi yang akan masuk ke ruang klub ini selain kita berlima?"
Osuka-senpai membuat suara menangis.
Miguno-kun! Kebiasaan.
Mereka yang baru tiba pun duduk di kursinya masing-masing. Posisi yang sama ketika sesi perkenalan berlangsung.
Dia kembali berada di sana.
Huh....
Sudah pernah mengobrol dengannya, kan? Jadi kurasa tidak akan apa-apa.
Pada saat itu, suara dering ponsel terdengar sangat nyaring di ruangan hening itu.
Ternyata milik Miguno-kun. Tanpa berkata apa-apa dulu, dia langsung mengangkat panggilan keluar ruang klub. Aku curiga dia aslinya ketua organisasi gelap.
Osuka-senpai menatapku penuh arti. "Nagare-kun."
"Iya?" Dia yang semula berfokus pada ponselnya, kini memusatkan perhatian penuh pada kakak kelas perempuannya itu.
Osuka-senpai masih menatapku penuh arti. Perasaanku sangat tidak enak. "Tadi Serizawa-chan—"
"Hei, kau membawa buku catatan sejarahku tidak!" Intonasiku kelewat tinggi untuk sekadar menanyakan perihal gituan. Akibatnya Kazuki-senpai terlonjak kaget.
"Bi-biasa saja dong bicaranya!" protesnya.
"Bagaimana bisa santai jika dia seenaknya membawa bukuku ke rumahnya. Padahal jelas-jelas aku memintanya secara baik-baik!"
Alis Ryou-kun menyatu dalam-dalam. "Baik-baik?"
"Iya. Kau tidak beranjak dari kursi sebelum aku memanggilmu 'Ryou-kun', kan?" Baguslah, aku berada di atas angin.
Laki-laki itu tercenung sesaat. "Iya, sih."
Semua orang terkejut.
"Lalu kenapa kau tidak datang ke rumahku?"
"Apa?"
"Kukira kau akan seberusaha itu mengambil catatanmu kembali."
Koakkan burung gagak terdengar dari jendela dua bingkai ruang klub.
"A-aku kan... tidak tahu... di mana rumahmu...." Aku hampir kehilangan kekuatan suaraku.
"Kai tahu."
"Aku juga tidak tahu rumah dia di mana."
"Oh."
Ruang klub yang hening itu semakin hening.
Ryou-kun menggaruk rambutnya. Membuka risleting tas, memeriksa sesuatu di dalam, kemudian, "Sepertinya tertinggal di keranjang sepedaku."
Bisakah orang ini berhenti mengungkapkan kata-kata di luar prediksi?
"Sepedamu di mana?"
Di stasiun.
"Stasiun."
"Kalau begitu mau bagaimana lagi. Kalian harus pulang bersama." Osuka-senpai memutuskan sepihak.
"Enak saja!" Aku tentu langsung menolak. "Jauh sekali jika harus jalan ke stasiun, naik kereta, terus berjalan lagi sampai ke rumah. Bisa-bisa besok aku tepar."
"Tidak sejauh itu kok," kata Ryou-kun, seolah menyetujui ide pulang bersama denganku. "Kau juga jangan merepotkan Kai terus."
"Hah?"
"Dia lebih suka pulang sendirian."
Seingatku Miguno-kun pernah sangat rela berkeliling ke sepenjuru sekolah hanya untuk mencariku untuk pulang bersama.... Ah, percakapan itu kan hanya mimpi. Apa sejujurnya Miguno-kun memang tak suka pulang bareng bersamaku?
Osuka-senpai menahan tawa. "Lihat. Secara tidak langsung Nagare-kun mengajakmu pulang bersama, Serizawa-chan. Kok kau tidak peka, sih."
Tidak, Senpai. Maksud dia bukan begitu!
Pasti bukan begitu!
Ryou-kun tidak menampik. Dia memutar pandang ke langit sore di balik jendela ruang klub. Burung-burung beterbangan bersama-sama menuju ufuk.
Senpai....
Aku sudah tidak mau berharap lagi.
Aku berusaha berpikir negatif.
Jadi tolong mengertilah aku, Ryou-kun. Jangan beri aku perhatian apa-apa karena aku akan kesulitan menganggap kau tidak suka padaku.
Tidak mungkin kan, Ryou-kun? Karena nantinya kau akan menyakitiku lagi, kan?
"Kasih aku alamat rumahmu saja."
"Eh?"
"Atau kau juga tidak mau, aku mengetahui rumahmu di mana?"
"Buk—"
"Aku hanya ingin berbuat baik padamu, Serizawa-san. Kenapa kau tidak mengerti, sih!"
'Ryou itu aslinya pemarah'.
"Eh." Ryou-kun terkejut oleh perubahan intonasi suaranya yang tiba-tiba meninggi. Raut wajahnya pun dengan cepatnya berubah kalut.
Selama sepersekian detik barusan, kepribadiannya berubah menjadi sesuai wajahnya. Laki-laki nakal yang rajin sekali mengejek perempuan serta mengeluh dan mengerutkan kening.
"Ma—"
"Ibu menyuruhku pulang sekarang." Miguno-kun datang tanpa tahu apa-apa. Mencangklong tasnya yang dia letakkan di atas meja. "Serizawa-san, tidak apa-apa pulang sendirian? Atau mau bareng Ryou?"
"Sendiri saja."
"Baguslah. Ryou orangnya tidak asyik."
"Iya, tidak asyik."
Ryou-kun terperangah mendengarku menyetujui gurauan temannya.
Tidak usah pura-pura terkejut begitu!
Esok harinya, dia pun mengembalikan buku sejarahku di kolong meja kelasku. Beserta sebuah tulisan berbunyi, 'Maafkan aku.'
Maaf untuk apa?
Kesalahanmu banyak!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro