Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9 - Terima Kasih, Matahariku

Chapter 9 – Terima Kasih, Matahariku

.

.

.

Hari Sabtu itu, terlihat seorang gadis yang tengah duduk di sebuah kursi roda yang berada di dekat jendela kamar rumah sakit yang ditempatinya, iya Kanao nampak sedang menunggu seseorang. Waktu menunjukkan masih siang hari, dimana banyak aktivitas lalu lalang di luar kaca jendela rumah sakit. Tapi bukan kesibukan orang-orang yang ia tangkap, melainkan sosok lelaki berambut hitam kemerahan yang sedang berjalan menuju area rumah sakit itulah yang membuatnya tersenyum ketika melihatnya.

Seperti biasanya, Tanjirou selalu mendatangi Kanao. Menjenguk gadis yang dicintainya. Meskipun hanya sekedar melihat wajahnya saja, namun Tanjirou sudah merasa bahagia. Setiap kali ia datang, senyuman Kanao selalu menyapanya. Menandakan bahwa gadis yang ia cintai itu masih baik-baik saja. Bahwa setiap dirinya melihat Kanao, hatinya masih bisa merasa lega.

.

.

"Moshi moshi, Kanao?"

" Eh, Tanjirou, Okaeri~"

"Tadaima~ hehe."

Tanjirou meletakkan oleh-oleh yang ia bawa di meja samping tempat tidur Kanao. Kemudian mengambil kursi yang tiap hari ia pakai untuk duduk menemani Kanao di dekat jendela kamar rumah sakit.

"Sudah kubilang tak perlu membawa oleh-oleh setiap kau datang kesini. Merepotkanmu tahu."

"Ah tidak apa-apa, karena aku juga yang ingin membawanya jadi tidak ada yang terepotkan."

"Tapi sudah terlalu banyak oleh-oleh yang bahkan beberapa ada belum yang terbuka. Jadinya, aku merasa tidak enak sendiri... Dari Nezuko-chan, kak Shinobu dan Giyuu-san, kemarin Kanroji-san dan Iguro-san juga datang menjengukku dan membawakan oleh-oleh. Sampai beberapa dibawa pulang oleh kak Shinobu karena saking banyaknya di meja jadi tidak muat. Dan kau juga membawa lagi hari ini. Aku merasa merepotkan kalian semua."

Kanao menjelaskannya kepada Tanjirou. Tanjirou hanya tersenyum sambil lebih mendekatkan kursinya sehingga mempersempit jarak antara mereka berdua. Ia menaruh telunjuknya di depan bibirnya, dan berkata.

"Ssstt.. kau tidak merepotkan kami. Itu yang disebut bukti perhatian kami kepadamu Kanao."

"Tapi kan sama saja."

"Em, bagaimana kalau semisal aku yang sakit.. terus Kanao membawakanku oleh-oleh. Apakah itu merepotkanmu?"

"T-tentu saja tidak.. huh, baiklah aku mengalah deh."

"Nah gitu kan lebih baik, hehehe."

Mereka tertawa bersama. Sambil sesekali berbincang-bincang dan bercanda. Mungkin cuma disaat bersama Tanjirou seperti inilah Kanao bisa merasakan suasana yang ramai di dalam rumah sakit.

"Kanao, mau jeruk?"

"Boleh."

"Sebentar.. sebentar.. aku kupas dulu."

Selesai mengupasnya, Tanjirou membagi buah jeruk tersebut menjadi 2 bagian, 1 untuknya dan 1 lagi untuk diberikan pada Kanao.

"Terima kasih."

"Bagaimana rasanya?" ucap Tanjirou

"Emm, rasanya sangat manis."

"Ah syukurlah haha."

Tanjirou tersenyum senang melihat Kanao menyukai jeruk yang dibawanya. Lalu Kanao bertanya.

"Kau membelinya dimana?"

"Oh, itu aku membelinya tadi pagi di pasar buah dekat stasiun. Aku penasaran katanya buah-buahan disitu segar dan rasanya manis. Lalu aku membeli beberapa jeruk dan benar ternyata rasanya sangat manis, bahkan melebihi dugaanku."

"Huhu, kau belum pernah mengajakku kesana kan?"

Seketika pandangan Tanjirou berubah menjadi sedikit sendu. Mendengar Kanao mengucapkan hal seperti itu membuatnya sedih dan tak tega. Kanao menyadari perubahan ekspresi Tanjirou dan segera menenangkannya.

"Ah jangan sedih seperti itu, aku hanya bercanda saja kok."

"...."

"Ya mau bagaimana lagi, karena kondisiku sekarang seperti ini, jadi aku tidak bisa menemanimu pergi ke tempat-tempat itu. Dan sebagai gantinya aku senang jika Tanjirou mau menceritakan apapun yang habis kau lakukan..."

"Kanao.."

"Dengan cara inilah setidaknya aku bisa ikut merasa senang karena bisa mendengar cerita keseharianmu."

Hug!

Tanjirou mendekap tubuh Kanao dari posisi depan. Posisi kursi roda kanao dengan kursi Tanjirou saling berhadapan, jadi Kanao bisa menenggelamkan kepalanya di dada Tanjirou. Mereka berdua lalu tersenyum. Senyuman rindu karena momen yang mereka lakukan sekarang adalah momen paling dekat yang bisa mereka lakukan.

"Mungkin, dengan cara inilah setidaknya aku bisa ikut merasakan apa yang Kanao sekarang rasakan." Ucap Tanjirou pelan seperti sedang berbisik kepada Kanao.

" Dasar Tanjirou.." ucap Kanao sambil terkikik.

Jeda sejenak di antara mereka berdua, sebelum pada akhirnya Kanao memulai lagi percakapan.

"Ne, Tanjirou.."

"Iya ada apa, Kanao?"

Kanao mendongakkan kepalanya, menatap mata Tanjirou. Ia mengernyitkan dahinya dan memasang ekspresi penasaran. Tanjirou yang melihatnya lalu melonggarkan pelukannya. Ikut menatap Kanao dengan ekspresi terheran-heran.

Kanao mendekatkan wajahnya ke arah Tanjirou. Jarak antaranya mungkin hanya sekitar 5 cm saja sekarang. Tanjirou blushing seketika, pikirannya pun kacau.

'A-apa yang Kanao lakukan?' begitulah batinnya berkecamuk, mencoba berpikir positif.

Kanao masih menatap wajah Tanjirou dengan ekspresi penasaran dan penuh curiga.

'Apa Kanao? Apa? Katakanlah sesuatu?'

Tanjirou yang masih kebingungan pun tidak bisa mengatakan apapun. Ia masih terkejut melihat tindakan mendadak Kanao ini. Ia menelan ludahnya sendiri, dan mulai sedikit berkeringat.

"Apakah.." Kanao mulai berkata sesuatu.

'Apakah?'

"Apakah.. kau membeli buah-buahan ini bersama gadis lain?"

'HAH?!'

'Ap-apa yang Kanao maksud itu?'

Tanjirou semakin kebingungan dengan maksud dari perkataan Kanao. Apa yang Kanao maksud dengan 'membeli buah-buahan ini bersama gadis lain?'.

Sedangkan Kanao masih menunjukkan ekspresi penuh kecurigaannya terhadap Tanjirou. Ia memundurkan kepalanya ke posisi semula. Namun, ekspresinya masih tetap sama.

"A-apa maksudmu Kanao?"

"....."

Grrrr...grrr...grrr...

Kanao masih diam saja. Ia menggertakan gigi-giginya menambahkan kesan kecurigaannya. Tanjirou malah semakin bingung dibuatnya.

"Kanao?"

"Apakah kau selama ini selalu berjalan bersama gadis lain? Apakah karena aku sekarang tidak bisa menemanimu saat berjalan berdua seperti dulu kau sekarang bersama dengan gadis lain? Seperti membeli buah-buahan itu?"

Tanjirou sontak syok dengan pernyataan Kanao. Mana mungkin ia melakukannya begitulah pikirnya.

"Tentu saja tidak. Aku hanya mencintai satu gadis, yaitu kau Kanao."

Tanjirou mengatakan yang sejujurnya, terlihat dari ucapannya yang terdengar sangat yakin sekali.

"Hmmm?"

Kanao makin mengernyitkan dahinya, kecurigaannya terhadap Tanjirou masih belum hilang. Tatapan curiganya malah bertambah.

"Apa kau tidak percaya padaku Kanao?"

"Hmm.. tentu saja aku percaya. Hanya saja.."

"Hanya saja?"

Kanao menyilangkan kedua tangannya di depan dada, masih memasang ekspresi curiga. Ia kemudian sedikit mendongakkan wajahnya ke atas dan menyipitkan kedua matanya. Ekspresinya seperti sedang mengintimidasi seseorang.

"Hanya saja, karena aku tidak tahu apa yang kau lakukan di luar sana, bisa saja kau berduaan dengan gadis lain dan melakukan semuanya bersama dengan gadis itu. Seperti berjalan berdua, membeli sesuatu berdua, belajar bersama berdua.. kan? Kan? Bisa saja Tanjirou melakukan semua itu kan? Karena sudah hampir 3 bulan aku tidak pergi keluar bersama Tanjirou, bisa saja Tanjirou mendapatkan gadis baru untuk melakukan semua itu menggantikan posisiku. Kan?"

Tanjirou benar-benar speechless mendengar ucapan Kanao. Gadisnya ini benar-benar bisa sangat cerewet jika sudah menyangkut perasaan. Menyangkut masalah Tanjirou dengan hal-hal percintaan.

Di sisi lain, ia merasa lega karena Kanao ternyata selama ini selalu mengkhawatirkan dirinya. Selalu posesif terhadap dirinya seperti ini. Tapi di sisi lain, ia berpikir dari mana Kanao bisa mendapatkan pemikiran seperti itu.

'Ah ternyata Kanao hanya merasa khawatir padaku. Mungkin ia merasa cemburu dengan semua orang yang tiap hari kutemui di luar sana. Aku pasti juga merasakan hal yang sama jika berada di posisi Kanao, tentu saja. Ia merasa takut jika aku berpaling dari Kanao karena ia sekarang tidak tahu bagaimana keseharianku di luar. Aku paham perasaan Kanao. Hanya saja, kenapa ia bisa memiliki pemikiran seperti itu? Semua orang juga tahu kalau aku hanya mencintai Kanao. Kan?'

"Kanao.. tenang saja. Aku tidak akan berpaling darimu kok. Aku hanya mencintaimu seseorang. Jadi, kau tak perlu khawatir. Setelah kau sembuh nanti, mari kita habiskan waktu bersama berdua..."

Kanao hanya mengangguk setuju, dirinya tentu saja merasa khawatir dengan Tanjirou di luar sana. Mengingat seberapa baiknya cowok pasangannya ini. Bisa saja banyak gadis yang menyukai Tanjirou lalu mengajak Tanjirou berpaling darinya dan Tanjirou melakukannya. Kekhawatiran itulah yang Kanao selalu rasakan ketika membayangkan Tanjirou saat sedang menatap ke luar rumah sakit.

"Aku hanya khawatir kalau sewaktu-waktu kau berpaling kepada cewek lain di luar sana. Aku hanya takut."

Tanjirou tersenyum dan menepuk kepala Kanao. Pelan-pelan ia mengusap kepalanya.

"Aku tidak akan jatuh hati ke gadis lain selain Kanao. Tenang saja." Tanjirou mencoba menenangkan Kanao.

"Emm." Kanao yang merasa sedikit lega, mengangguk tanda 'iya'.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan Kanao merasakan hal seperti itu. Dan kenapa baru membicarakannya sekarang?"

Kanao kembali mengingat alasan kenapa ia baru bisa membicarakannya sekarang.

"Aku sebenarnya sudah merasakannya sejak dulu, pertama kali aku dirawat disini. Namun, aku baru berani membicarakannya setelah 3 hari yang lalu Nezuko-chan bilang seperti ini kepadaku."

'Hah? Apa yang dikatakan Nezuko?'

"Apa yang dikatakan Nezuko?"

"Dia mengatakan..."

.

* Flashback : ON *

Kanao's POV

Pagi itu kira-kira 3 hari yang lalu, Nezuko-chan datang menjengukku.

"Kak Kanao, ini aku membawakan roti baumkuchen. Rasanya enak lho, jangan lupa dimakan ya?"

"Wah, terima kasih ya Nezuko-chan. Pasti akan kumakan kok."

Aku tersenyum kepadanya, setiap kali melihat Nezuko-chan rasanya sudah seperti memiliki seorang adik kandung sendiri. Ia sangat baik terhadapku, selalu ceria dan bersemangat, tak lupa ia juga suka bercanda.

"Oh iya, Nezuko-chan.. belakangan ini kau selalu datang sendirian, biasanya bersama dengan kakakmu kan?"

"Iya, karena kakak sedang sangat sibuk akhir-akhir ini."

"Oh jadi begitu ya."

Akhir-akhir ini Nezuko-chan sering datang menjengukku sendirian. Biasanya ia selalu ditemani oleh Tanjirou. Ya meski Nezuko-chan juga sering sih datang sendirian, namun belakangan ini ia selalu datang sendiri. Lalu pulang pada sekitar jam 2 siang dan sorenya baru Tanjirou datang menjengukku. Biasanya mereka berdua selalu datang berdua setelah sekolah selesai. Karena kita semua juga satu sekolah jadi aku tahu jam berapa waktu sekolah selesai. Memang bukan apa-apa sih, hanya saja ketika melihatnya aku merasa penasaran.

"Memangnya belakangan ini, kakakmu sedang sibuk apa?"

"Aku tidak tahu sih, mungkin juga tugas sekolah. Tapi kemarin aku melihatnya sedang berjalan dengan seorang gadis selepas pulang sekolah."

DEG... DEG...

'Eh? Tanjirou berjalan berdua dengan seorang gadis?'

Aku terkejut bukan main ketika mendengar Nezuko-chan mengatakan itu. Pasalnya aku sekarang tidak pernah tahu apa yang Tanjirou lakukan ketika di luar sana, baik di sekolah maupun setelah sekolah. Jadi mendengar kabar seperti itu membuatku sangat syok, dan hatiku serasa sakit.

"Kak Kanao?"

'Siapa gadis itu?'

'Apakah ia teman dekat Tanjirou?'

'Apakah belakangan ini mereka sering bersama?'

'Apakah mereka..'

"Kak Kanao? Ada apa?"

Nezuko-chan memanggilku berkali-kali, namun aku masih belum bisa menghentikan pikiran negatifku. Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Peraaan ini sangat menyesakkan.

"Kak?" ucap Nezuko-chan sambil memegang tanganku. Menyadarkanku dari lamunan yang membuatku susah berpikir.

"Ah tidak ada apa-apa kok."

"Apakah kak Kanao merasa cemburu?"

"Eh?"

Tentu saja Nezuko-chan, aku sangat cemburu. Aku cemburu melihat ada orang yang bisa berjalan bersama dengan Tanjirou akhir-akhir ini. Membayangkan orang-orang yang bisa menghabiskan waktunya bersama dengannya. Sedangkan aku hanya bisa duduk disini sambil menunggu kabar darinya. Aku sangat cemburu, cemburu sekali. Rasanya sangat sakit, menyakitkan, menyesakkan. Aku ingin menangis sekarang. Benar-benar menyesakkan.

"T-tidak kok."

Meskipun aku berkata seperti itu tapi di dalam hati aku sangat tidak bisa menerima kenyataan ini. Aku juga ingin menghabiskan waktu bersama Tanjirou dan yang lainnya seperti dulu lagi.

"Kak Kanao, jangan menangis." Ucap Nezuko-chan sambil mengusap air mataku yang jatuh.

'Eh, aku menangis?'

Iya, tanpa kusadari air mataku turun begitu saja. Aku sangat malu telah membuat Nezuko-chan melihatku dalam kondisi seperti ini. Tapi yang aku rasakan ini benar-benar nyata apa adanya.

"Maaf ya Nezuko-chan. Aku tidak bisa menahan rasa ini."

Nezuko-chan kemudian tersenyum, sambil menggenggam kedua tanganku. Apa yang ia lakukan benar-benar mirip dengan apa yang biasanya Tanjirou lakukan. Seketika melihat Nezuko-chan membuatku terbayang akan sosok Tanjirou. Mereka berdua memang sangat mirip.

"Kak Kanao, jangan khawatir ya. Meskipun kak Tanjirou itu dikelilingi banyak gadis, tetapi ia tidak pernah berpaling dari kak Kanao. Aku sangat yakin, karena cuma dengan kak Kanao lah aku bisa melihatnya benar-benar tersenyum tulus dan bahagia."

Nezuko-chan menenangkanku. Tak kusangka, ucapan Nezuko-chan lebih dewasa daripada kelihatannya, daripada perasaanku. Mereka berdua sama dewasanya. Aku merasa malu dengan diriku sendiri.

"Terima kasih ya Nezuko-chan. Maaf sudah membuatmu melihatku seperti ini."

"Tenang saja, aku akan menjaga kak Kanao. Nanti akan aku marahi kakak ketika sudah di rumah karena sudah berduaan bersama gadis lain. Aku pasti akan menghajarnya, hmm hmm."

Aku tertawa kecil melihat tingkah Nezuko-chan. Ia berdiri dari kursinya dan memperlihatkan pose sedang mengepalkan tangannya ke atas dan tangan satunya memegangi lengannya yang sedang mengepal tersebut, sambil mengangguk-angguk dan tersenyum ceria. Benar-benar lucu.

GREP!

Seketika tubuhku bergerak sendiri memeluk Nezuko-chan. Aku memeluknya dengan erat membuat Nezuko-chan berjongkok untuk menyamakan tingginya denganku yang berada di kursi roda. Aku sangat menyayangi gadis ini. Jika aku memiliki kakak yang aku sayangi yaitu kak Shinobu, maka Nezuko-chan adalah adik yang aku sayangi.

"Aku mengandalkanmu lho, Nezuko-chan. Hehehe."

Ucapku sambil mengelus rambutnya yang lembut.

"Serahkan padaku, kak Kanao, hmm hmm."

Kami berdua tertawa kecil saat itu, pembicaraan ringan seperti ini selalu bisa membuatku bahagia dan lupa akan kondisiku sekarang ini. Terima kasih ya Nezuko-chan.

.

End of Kanao's POV

* Flashback : OFF *

"Jadi begitulah..." ucap Kanao mengakhiri ceritanya.

"Oh jadi itu.. pantas saja waktu itu Nezuko memukuliku secara terus menerus dan berkata 'Apa yang kakak lakukan terhadap kak Kanao.' Jadi ini maksudnya.. Maafkan aku Kanao. Aku tidak bermaksud melakukan itu..."

"... saat itu aku hanya sedang membicarakan tentang tugas akhir semester dan persiapan upacara perpisahan di sekolah kita. Karena itulah belakangan ini aku juga datangnya sore. Jadi, aku minta maaf untuk apa yang telah aku lakukan. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk membuatmu merasakan seperti ini. Aku minta maaf, Kanao."

Tanjirou membungkukkan kepalanya, meminta maaf sebesar-besarnya terhadap Kanao. Ia benar-benar merasa telah menyakiti perasaan gadis di depannya ini.

"Hihihi..."

'Lho?'

Terdengar suara tawa dari Kanao. Iya, Kanao malah tertawa melihat Tanjirou.

'Kanao tertawa?'

"Aku dari tadi menahan tawa ketika kau menceritakan bahwa Nezuko-chan memukulimu, ternyata ia benar-benar melakukannya. Aku kira ia cuma bercanda saja, hihi."

Tanjirou yang melihat Kanao bisa tertawa seperti itu pun ikut tersenyum. Gadis ini telah memaafkannya.

"Aku sudah tidak apa-apa kok, aku selalu mempercayai Tanjirou. Hanya saja rasa sakit kemarin itu masih saja terbayang dan mengganjal di hati. Tetapi setelah menceritakannya, rasanya menjadi lebih lega, dan rasa sesaknya hilang..."

Kanao menghela napasnya sejenak lalu melanjutkan perkataannya.

"Aku memang cemburu melihat ada gadis lain yang bisa bersama Tanjirou di luar sana. Tapi aku memang tidak bisa menyalahkan karena aku juga tidak ada disana saat itu. Jadi, semua yang telah terjadi ya biarlah terjadi. Makanya, ketika tadi aku mendengar ceritamu membeli jeruk, aku jadi kepikiran mungkin saja kau membelinya bersama gadis itu juga. Uh, tapi ternyata hanya kesalahpahaman kecil, hihihi."

"Jadi, kau sudah memaafkanku kan, Kanao?"

"Emm, belum."

"Lho, katamu tadi semua yang sudah terjadi ya biarlah terjadi. Tapi, kok?"

"Aku akan memaafkanmu dengan syarat.."

"Syarat?"

"Tanjirou harus mengajakku pergi ke pasar itu ketika aku sudah sembuh nanti, hihihi. Oke?"

Mendengar ucapan riang dari Kanao, membuat hati Tanjirou seperti dibersihkan dari segala beban di dalamnya. Kanao selalu bisa menghiburnya, selalu bisa membuatnya tersenyum dan tertawa.

"Tentu saja. Aku berjanji, kita akan menghabiskan waktu kita berdua ketika Kanao sudah sembuh nanti. Janji."

"Ah, lega aku mendengarnya."

Kanao masih saja terkikik, ia senang bisa menggoda Tanjirou seperti ini.

'Janji ya?'

.

.

Waktu mulai memasuki sore hari. Tak terasa memang jika dihabiskan dengan bercanda dan bercerita bersama.

Lalu suatu hal terbesit di pikiran Tanjirou untuk ia tanyakan pada Kanao.

"Ne, Kanao.."

"Iya?"

"Pembahasan tadi membuatku berpikir, apakah kau sebelumnya pernah menyukai seseorang selain aku?"

Mendengar pertanyaan dari Tanjirou, Kanao terkekeh. Tanjirou mengangkat salah satu alisnya tanda tidak paham.

"Pernah tidak ya? Hihihi..."

Tanjirou menggembungkan pipinya merasa tidak puas mendengar jawaban dari Kanao. Sambil masih terkekeh, Kanao menghela napasnya sebelum kembali menjawab pertanyaan dari Tanjirou.

"Tentu saja tidak... Aku bahkan tidak terlalu mengerti hal semacam itu sebelumnya."

Kanao mengalihkan pandangannya dari Tanjirou ke jendela rumah sakit.

"Meskipun sering ada surat atau pernyataan cinta, tapi aku tidak terlalu peduli dengan hal-hal itu. Aku hanyalah seorang gadis pendiam yang bahkan hanya segelintir orang yang mengenaliku. Makanya aku tidak pernah merasakan perasaan seperti itu terhadap orang lain sebelumnya."

Kanao menghela napasnya lagi, dengan masih menatap suasana luar rumah sakit yang begitu tenang.

"Aku adalah gadis yang membosankan, begitulah aku menilai diriku sendiri..."

Tanjirou masih diam, tak ingin memotong cerita dari gadis di sampingnya ini. Ia juga ikut menoleh memandangi suasana di luar rumah sakit melalui kaca jendela. Benar sekali, rasanya begitu menenangkan.

"Hingga, akhirnya Tanjirou datang lagi dan disaat itulah aku mulai merasakan hal yang disebut 'cinta' ini.... ya begitulah kesimpulannya, fufu."

Kanao kembali menoleh ke arah Tanjirou dan seketika itu juga Tanjirou ikut menoleh ke arah Kanao. Dengan sedikit rona merah di kedua wajah mereka karena pembahasan yang membuat mereka kembali teringat dengan awal-awal hubungan mereka terjadi.

"Maaf ya Kanao, tiba-tiba menanyakan hal seperti ini."

Kanao menggelengkan kepala sebagai jawaban 'tidak apa-apa.'

"Tanjirou sendiri? Pernah menyukai seorang gadis sebelumnya?"

Sekarang balik Kanao yang bertanya kepada Tanjirou, dengan pertanyaan yang juga sama. Dengan memasang ekspresi berpikir Tanjirou mencoba menjawab pertanyaan Kanao.

Tanjirou menaruh tangannya di dagu, ekspresinya terlihat begitu serius ketika sedang berpikir mencari jawaban yang pas. Kanao yang melihatnya, terheran-heran dengan tingkah lelaki di sampingnya ini. Apakah harus sebegitunya untuk menjawab pertanyaan yang bahkan begitu ringan?

"Emm, pasti banyak ya?" ucap Kanao yang sedari tadi gemas melihat Tanjirou.

"Eh, b-bukan begitu. Hanya saja aku tidak bisa membedakan mana hal yang seperti itu dengan mana hal yang biasa..."

"Tapi kalau dipikir-pikir, cuma dengan Kanao lah aku bisa jatuh hati." Tanjirou kembali melanjutkan perkataannya.

'Uhh.' Wajah Kanao memerah, meskipun sering mendengar ucapan seperti 'Aku mencintaimu' dari Tanjirou, namun mendengar hal-hal seperti ini selalu bisa membuat hatinya senang, entah kenapa.

"Hanya saja dari dulu aku selalu mencoba bersikap baik kepada semua orang, entah siapapun itu. Jadi, aku rasa itu bukan didorong oleh perasaan semacam itu."

"Berbeda saat aku bersama denganmu, Kanao. Aku merasa seperti setiap hari yang aku lalui bersamamu itu selalu menyenangkan. Dan aku serasa ingin melakukan apapun untuk membuatmu bahagia. Melihatmu bisa tersenyum seperti sebuah syarat wajib bagiku. Seperti itulah, hehe." Tanjirou menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal, berharap jawaban darinya sesuai dengan pertanyaan Kanao tadi.

"Ah, kau membuatku malu saja. Uhh." Kanao memukul-mukul bahu Tanjirou pelan, tak tahan mendengarnya.

"Maaf maaf, aku saja tidak tahu apakah jawabanku itu sesuai atau tidak."

"Lebih dari sesuai, huft."

"Haha, syukurlah kalau begitu."

Keduanya tertawa kecil, di balik frame jendela rumah sakit yang menjadi saksi kebersamaan mereka. Membuktikan bahwa dimana pun mereka berada, mereka tetap bisa berbagi canda tawa dan cerita.

'Aku merindukan pembicaraan seperti ini, senang bisa mendengarnya lagi.'

Kanao tersenyum sambil memegang tangan Tanjirou yang berada di kursi samping kursi rodanya. Ia menyenderkan kepalanya ke bahu Tanjirou. Tanjirou yang peka segera merangkul Kanao, mengeratkan lagi jarak mereka berdua meski terpisah antara kursi roda. Keduanya memandang ke luar jendela. Menikmati matahari yang tenggelam secara perlahan. Menandakan suasana waktu sudah mulai petang.

"Ah, rasanya aku sedikit mengantuk..."

Kanao melemaskan tubuhnya. Dengan kepalanya yang masih bersandar di bahu Tanjirou, ia menidurkan tubuhnya.

"Kalau begitu aku akan menggendongmu ke kembali ke tempat tidurmu."

"Jangan!"

"Eh?"

"Aku masih ingin seperti ini... lebih lama lagi. Sekalipun nanti aku tertidur, aku ingin tertidur di posisi yang masih sama dengan sekarang."

Tanjirou yang mendengarnya tersenyum. Menggemaskan sekali melihat Kanao mengucapkan itu semua dengan nada yang setengah mengantuk.

'Imut.'

"Aku akan selalu ada disini kok. Tidurlah saja dulu, Kanao."

"Terima kasih Tanjirou, kedua mataku rasanya sudah sangat berat."

Tanjirou mulai mengelus rambut Kanao, supaya Kanao merasa lebih nyaman untuk tidur. Memandanginya selalu membuatnya bahagia, namun terkadang juga membuatnya sedih. Melihat kondisinya yang kian hari kian bertambah buruk, membuatnya tak pernah berhenti untuk khawatir. Ia benar-benar berharap Kanao bisa secepatnya sembuh dan kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Menjalani setiap harinya tanpa kursi roda dan menikmati udara segar di luar rumah sakit. Itulah harapan Tanjirou saat ini, yaitu kesembuhan Kanao.

'Aku selalu berharap..'

.

"Ne, Tanjirou..." Tiba-tiba saja Kanao memanggil Tanjirou dengan suara yang pelan, dirinya dalam kondisi setengah sadar sekarang.

"Iya Kanao?"

"Kalau semisal aku pergi.."

'Eh?'

"Aku berharap Tanjirou masih bisa tersenyum seperti biasa ya?"

'Eh?!'

"Apa maksudmu, Kanao?"

"Aku hanya ingin Tanjirou selalu tersenyum, kapan pun.."

Air mata Kanao turun di kondisinya yang masih setengah sadar itu. Meski begitu, Kanao tersenyum. Entah itu senyuman karena ia dengan sadar melakukannya ataukah karena alam bawah sadarnya yang menyuruhnya. Tapi senyumannya begitu tulus.

"Kanao, jangan berkata yang tidak-tidak.."

"Aku mencintaimu, Tanjirou.."

"Kanao?"

Kanao akhirnya terlelap dalam tidurnya. Ucapannya barusan membuat Tanjirou terperanga, mencoba mencerna matang-matang apa yang Kanao maksud. Namun, ia tak ingin memikirkan hal yang tidak-tidak.

Tanjirou lalu menggendong Kanao dari kursi rodanya dan menidurkan Kanao di tempat tidur, lalu menyelimutinya.

"Oyasumi~ Kanao. Semoga mimpi indah dan lekas sembuh ya."

Tanjirou mengecup kening Kanao dan perlahan meninggalkan kamar Kanao. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 8 malam, dan Tanjirou pun bergegas untuk pulang ke rumah.

'Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu Kanao, jadi kumohon cepat sembuh ya.'

.

.

.

Tanjirou's POV

Keesokan harinya, aku kembali menjenguk Kanao. Ah, aku tidak pernah bosan rasanya melangkahkan kakiku ke rumah sakit untuk menemui Kanao. Karena ini hari Minggu jadi aku bisa menemui Kanao lebih awal. Aku datang sendiri karena Nezuko sedang pergi bersama teman-temannya.

'Apa Kanao sudah bangun ya?' batinku karena aku sepertinya memang datang terlalu pagi.

Aku berjalan menaiki tangga menuju lantai kamar tempat Kanao dirawat. Ketika sampai di lantai 2, aku terkejut melihat Giyuu-san di luar kamar yang nampaknya sedang ikut menjenguk Kanao bersama Shinobu-san. Tetapi ada yang aneh..

"Ohayou, Giyuu-san."

"Oh Tanjirou, Ohayou."

"Giyuu-san datang pagi sekali ya, ngomong-ngomong kenapa Giyuu-san berada di luar? Dimana Shinobu-san?"

"Dia ada di dalam. Sebaiknya kau segera kesana memeriksa keadaan Kanao."

'Eh apa? Apa maksudnya?'

Jantungku langsung berdetak dengan cepat, pikiranku mulai aneh-aneh. Dengan segera aku pergi menuju kamar Kanao.

"Kalau begitu, aku permisi dulu ya Giyuu-san."

Aku memacu langkah kakiku, keringatku bercucuran meskipun aku hanya berjalan cepat. Firasatku sangat tidak enak. Jangan sampai..

Aku tiba di depan kamar Kanao. Kamarnya terkunci, dan sepertinya di dalam aku melihat banyak sekali orang termasuk Shinobu-san. Aku melihat melalui celah-celah jendela kamar. Aku benar-benar tidak bisa merasa tenang saat ini.

'Ada apa ini?!'

Ckleek...

Pintu kamar Kanao terbuka, keluarlah dokter dan beberapa suster yang tadi berada di dalam. Lalu aku melihat Shinobu-san yang juga ikut keluar. Wajahnya terlihat pucat pasi. Membuatku tak henti-hentinya berhenti khawatir. Shinobu-san menyadari dan segera menghampiriku.

"Ada apa Shinobu-san? Apa yang terjadi dengan Kanao?"

Aku langsung menanyakan kekhawatiranku ini pada Shinobu-san. Berharap mendapatkan jawaban yang bisa menenangkan perasaanku saat ini.

"Tanjirou-kun.."

Shinobu-san nampak menggigit bibir bawahnya, terlihat raut wajahnya yang juga sedang khawatir. Ia lantas menghela napasnya sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

"Kanao, dia akan dipindahkan ke ruang ICCU..."

DEG!

'Itu bohong kan? Apa yang aku dengar tadi itu semua bukan kenyataan kan?'

Sejauh ini, Kanao dirawat di ruangan khusus rehabilitasi ringan, ruangannya bebas namun akan ada suster yang memeriksannya setiap 3 kali sehari. Namun, mendengar Kanao akan dipindahkan ke ruangan ICCU membuat jantungku seperti berhenti berdetak.

'Kanao..'

"Kata dokter yang merawatnya, kebocoran klep jantung Kanao makin parah. Jadi Kanao harus dirawat secara intensif di ruang ICCU."

Mataku tidak bisa berhenti terbelalak mendengar penjelasan dari Shinobu-san. Rasanya sangat menyesakkan, serasa ingin berteriak sekencang-kencangnya.

"Apakah Kanao akan baik-baik saja?"

"A-aku juga tidak tahu, semoga saja begitu. Dokter akan memindahkannya siang nanti dan setelah itu Kanao akan dirawat secara intensif..."

Ekspresiku dan Shinobu-san sama, sama-sama khawatir, tidak tenang dan sedih. Lalu Shinobu-san memegang pundakku dan tersenyum, senyumannya terlihat begitu mencerminkan perasaan sedih.

"Tanjirou-kun.. mari kita doakan yang terbaik untuk Kanao ya. Semoga dia bisa lekas sembuh lagi."

Aku bisa melihat Shinobu-san mengeluarkan air mata sebelum ia mengusapnya dengan cepat. Aku paham dengan apa yang Shinobu-san rasakan, aku paham karena aku sekarang ini juga sedang merasakannya. Kugigit bibir bawahku untuk menahan air mata yang dari tadi ingin keluar.

"Itu pasti Shinobu-san, aku selalu berharap akan kesembuhan Kanao."

"Terima kasih banyak ya Tanjirou-kun."

Shinobu-san masih mengusap air matanya, kemudian tersenyum sekilas padaku. Ia lalu pergi dan turun untuk menemui Giyuu-san. Aku pun segera bergegas masuk ke kamar Kanao dirawat.

Aku melihat ia terbaring tak sadarkan diri. Sakit sekali rasanya melihat Kanao seperti ini. Air mataku akhirnya keluar.

Aku kemudian mengambil kursi yang biasanya aku pakai untuk duduk, kugeser supaya dekat dengan tempat tidur Kanao. Aku duduk di sebelahnya, sambil menyandarkan daguku di pinggiran ranjang aku mengamati wajah Kanao.

"Aku akan menemanimu Kanao, aku akan berada disini, bersamamu."

.

.

Siang hari tiba, dokter menyuruh beberapa suster untuk memindahkan Kanao ke ruang ICCU. Selama itu aku, Shinobu-san & Giyuu-san mengikuti kasur dorong yang membawa Kanao menuju ruang ICCU. Perasaan kami sangat tak karuan, keringat dingin terus bercucuran karena sehabis ini Kanao akan menjalani perawatan yang lebih intensif. Jadi yang ada di hati kami saat ini adalah perasaan risau.

'Apakah Kanao akan baik-baik saja ya?'

.

.

.

3 jam sudah Kanao berada di ruang ICCU menjalani perawatan yang benar-benar intensif. Berbagai macam alat medis masih melekat di tubuh lemah Kanao. Aku seperti teriris melihat Kanao selama ini menahan rasa sakit seperti itu. Sedangkan Shinbou-san terus saja menangis dengan ditenangkan oleh Giyuu-san. Kami benar-benar tidak bisa melepaskan mata kami dari sela-sela bilik jendela yang sedikit memperlihatkan bagian dalam ruangan ICCU.

Tak lama kemudian, pintu ruang ICCU terbuka dan dokternya pun keluar. Ia mengatakan bahwa sekarang ini kondisi Kanao sedang kritis dan butuh beberapa perawatan intensif lagi. Seketika kami hanya bisa menelan ludah, merasa bahwa kekhawatiran ini belum sepenuhnya selesai.

"Lalu kapan kira-kira Kanao bisa kembali sadar, Dok?" tanya Shinobu-san kepada si dokter.

Dokter itu pun menjawab.

"Sebentar lagi, kondisi Kanao-san saat ini memang masih dalam fase kritis. Namun, paling tidak nanti sore ia sudah bisa kembali sadar."

"Terima kasih, Dokter."

"Kalau begitu, kami permisi dulu ya." ucap Dokter itu, pergi meninggalkan kami.

Sedangkan di dalam ruang ICCU, masih ada beberapa suster yang sedang merawat Kanao.

Mendengar Dokter tadi mengatakan bahwa Kanao akan segera siuman, membuat kami sediit merasa lega. Meskipun, kekhawatiran kami tak begitu saja hilang. Lalu salah satu suster mendatangi kami dan mengatakan kalau kami sudah diperbolehkan untuk masuk.

'Ah, hal yang kami tunggu-tunggu...'

.

.

Begitu masuk, kami mendapati sebuah mesin ventilator yang terpasang dan menghubungkan Kanao dengan mesin itu. Kami merasa seperti ditusuk saat melihatnya. Melihat mesin itu terpasang, membuat pikiran kami menjadi aneh-aneh dan tak henti-hentinya untuk khawatir. Setiap detik serasa itu adalah detik yang menyakitkan bagi kami. Ketika melihat mesin itu mengeluarkan suara dan menampilkan grafik naik turun sesuai dengan kecepatan detak jantung Kanao, jantung kami serasa bisa berhenti kapan saja.

Dit... Dit.... Dit....

Bunyi mesin itu terdengar begitu nyaring. Senyaring degupan jantung kami yang berdegup sangat cepat.

'Aku berharap Kanao lekas sadar..'

End of Tanjirou's POV

.

.

.

Kanao's POV

Dit.. Dit.. Dit... Diiiiiit..

'Suara apa itu? Aku seperti sedang mendengar suara sebuah mesin yang begitu keras.'

Suasana disini begitu gelap, aku tidak bisa membuka mataku. Apa yang terjadi? Kenapa rasanya begitu menyakitkan. Jantungku, tubuhku rasanya sangat sakit. Hanya bergerak sedikit saja, rasanya daging di dalam tubuhku seperti diiris. Benar-benar menyakitkan.

"Kanao-chan.."

Aku mendengar suara.

Suara itu..

Suara Kak Kanae?!

"Kak Kanae?"

'Dimana Kak Kanae? Aku hanya bisa mendengar suaranya saja.'

'Disini begitu gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa.'

Cahaya putih perlahan muncul di depan mataku. Sedikit menyilaukan tapi rasanya begitu menenangkan. Rasa sakit yang aku rasakan tadi juga sudah menghilang. Rasanya tubuhku menjadi sangat ringan sekarang. Aku seperti sedang melayang.

'Dimana ini?'

'Apakah ini di Surga?'

Tiba-tiba, ada yang memegangi tanganku dari belakang. Aku menoleh dan mataku membulat terkejut, ternyata..

"T-Tan-Tanjirou?!"

'Dia Tanjirou?'

Benar aku tidak salah lihat, orang yang memegangi tanganku adalah Tanjirou. Kenapa ia bisa ada disini?

"Tanjirou? Kenapa kau bisa berada disini? Dimana ini? Kenapa kau menangis?"

Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Namun, ia hanya diam dan malah mengeratkan genggaman tangannya padaku. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Tangan Tanjirou terasa begitu lemah ketika memegangku. Dan, aku menangis?

Aku memeluk sosok yang seperti Tanjirou itu, aku benar-benar merasa rindu dengannya. Meskipun aku tahu semua ini tidak nyata, tetapi rasanya aku seperti sudah lama sekali tidak bertemu dengannya. Ia kemudian balas memelukku. Aku mendengarnya membisikkan sesuatu.

"Kumohon Kanao, jangan pergi ya. Aku sudah berjanji untuk mengajakmu menghabiskan semua waktuku bersamamu. Kau ingat kan?"

'Aku tahu, aku tahu itu... hiks.' Aku menangis.

"Ne, Kanao.. ayo kita menikah disini. Ayo.. kita buat keluarga bahagia disini.. Aku menunggumu. Kumohon jangan pergi dulu ya, Kanao."

Aku terisak. Semua itu adalah mimpiku yang aku harap bisa menjadi kenyataan di kemudian hari. Aku selalu memimpikan kehidupan bahagia bersama dengan Tanjirou dan yang lainnya kelak di kemudian hari. Aku selalu bermimpi bahwa suatu hari nanti, aku dan Tanjirou bisa menikah dan menjadi sebuah keluarga bahagia. Aku ingin mimpi seperti itu..

.... menjadi kenyataan di kehidupan nyata. Bukan disini.

Aku mengusap air mataku, lalu melepaskan pelukanku dari sosok mirip Tanjirou itu.

'Aku tahu ini tidak nyata.. aku tahu ini hanyalah halusinasiku. Tidak..'

"Maafkan aku, tapi aku masih memiliki Tanjirou yang asli. Aku masih ingin menemuinya meskipun hanya sebentar saja. Aku masih ingin mengucapkan 'selamat tinggal' lagi kepadanya... Ia saat ini sedang menungguku. Aku mencintaimu Tanjirou, tetapi aku berharap aku bisa bertemu dengan Tanjirou ku di dunia nyata yang saat ini sedang menungguku.."

"Kanao?"

Aku berusaha sekuat mungkin berlari mengikuti cahaya yang semakin meredup itu, meninggalkan sosok Tanjirou yang semakin memudar bayangannya. Sosok itu pun memudar, berubah wujud menjadi seseorang.

"Kak Kanae?!"

"Semoga beruntung ya Kanao-chan. Aku selalu bersamamu... Terus berlari, jangan berhenti..."

"... Mereka semua menunggumu, Kanao-chan. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini. Kau pasti bi-"

Kak Kanae tersenyum sambil melambaikan tangannya sebelum akhirnya benar-benar memudar. Sambil menahan air mataku, aku terus berlari.. tubuhku yang ringan itu pun kembali terasa berat, napasku terengah-engah tak karuan, namun rasa sakitnya sudah tidak terasa lagi. Langkahku semakin pelan meskipun aku sudah berlari sekuat tenaga. Cahayanya pun juga menjadi semakin redup.

'Ayolah Kanao, tinggal sedikit lagi. Kau pasti bisa melakukannya. Tinggal sedikit lagi saja!'

Tinggal beberapa langkah lagi, aku berhasil mencapainya. Kegelapan di belakangku seakan mengikutiku dengan sangat cepat, menghapuskan semua cahaya yang ada. Aku takut, tapi aku harus tetap berlari..

"Tinggal sedikit lagi.. ayolah kaki!"

Aku melompat, menuju ke titik cahaya yang terakhir. Aku tidak tahu apakah aku berhasil atau tidak karena pandanganku saat itu sudah gelap. Apakah aku gagal?

'Ah, aku terlambat..'

Aku menutup mataku, semuanya sudah berubah menjadi gelap. Aku tidak bisa melihat apapun sekalipun aku membuka mataku. Ah, aku gagal rupanya.

'Maafkan aku, Tanjirou..hiks... aku gagal untuk menemuimu.'

Tubuhku serasa melayang-layang entah dimana, rasanya seperti jatuh dari sebuah ketinggian yang tidak kuketahui jaraknya.

"Kanao? Kanao?"

'Itu suara Tanjirou!'

"Kanao.."

Tiba-tiba aku melihat cahaya yang muncul lagi.. aku membuka mataku dengan sangat berat. Begitu kulihat sekitar, aku menyadari ini berada di rumah sakit. Dan pandanganku langsung teralihkan kepada sosok Tanjirou yang sedang tak henti-hentinya menangis, ia tersenyum. Senyuman yang membuatku lega karena akhirnya aku bisa melihatnya lagi. Senyuman yang membuat air mataku keluar dengan derasnya.

Tanpa pikir panjang aku memeluknya. Aku tidak peduli rasa sakit yang saat ini tengah aku rasakan. Aku sangat merindukan Tanjirou, rasanya sudah benar-benar lama sekali aku tidak menemuinya. Ia terkejut bukan main waktu aku tiba-tiba memeluknya. Ia juga mengeratkan pelukannya, sangat erat. Aku bisa merasakan perasaannya dalam pelukannya ini.

"Kanao, kau.........."

Kami semua menangis pada saat itu, aku juga tidak terlalu mengerti kenapa semuanya sampai menangis seperti ini. Apakah aku.......

.

End of Kanao's POV

Tanjirou, Shinobu dan Giyuu masih menunggu Kanao tersadar. Hingga akhirnya tangan Kanao bergerak dan semuanya terkejut. Mata Kanao perlahan terbuka, menampilkan iris berwarna ungu indah yang seperti sedang bingung dengan keadaan sekitar. Shinobu menangis lega akhirnya adik kesayangannya itu sudah sadar.

"Kanao, kami sangat khawatir terhadapmu.. Kanao. Syukurlah kau sudah sadar." Ucap Shinobu sambil merangkul Kanao, menenggelamkan kepalanya ke tubuh Kanao yang sedang terbaring.

"Terima kasih kak, aku sudah sedikit baikan sekarang."

"Syukurlah Kanao, syukurlah. Kami semuanya senang melihatmu sudah sadar."

Kanao juga balas memeluk tubuh kakaknya itu. Ia menangis di dekapan sang kakak yang sedang khawatir terhadap dirinya. Kanao lalu melihat sekeliling dan baru menyadari ada Tanjirou dan Giyuu disana.

"Syukurlah, kau sudah siuman ya Kanao." Ucap Giyuu sambil tersenyum tipis di wajahnya. Ia juga turut merasa lega atas sadarnya Kanao.

Kanao tersenyum dan membalas. "Terima kasih banyak, Giyuu-san."

Lalu Shinobu, melonggarkan pelukannya. Dan sepertinya paham dengan situasi antara Tanjirou dan Kanao. Ia lalu mengajak suaminya Giyuu untuk keluar dari kamar ICCU.

"Ne, Kanao.. aku tinggal keluar dulu ya. Aku bersyukur kau sudah sadar. Kalau begitu, dadah. Ayo, anata." Ucap Shinobu sambil menggandeng lengan suaminya.

"Dan Tanjirou-kun, tolong jaga Kanao yah. Aku selalu mengandalkanmu, hihi. Dadah kalian berdua." Lanjut Shinobu yang sekarang sudah keluar dari kamar rawat Kanao.

.

Terjadi keheningan sesaat di antara mereka berdua. Dengan rona merah menjalar di antara keduanya dan bekas air mata yang masih tersisa. Akhirnya Tanjirou mengucapkan sesuatu.

"Ne, Kanao.. syukurlah kau sudah kembali sadar ya. Aku sangat mengkhawatirkanmu lho tadi. Aku benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih, bahkan wajahku sudah pucat pasi tadi. Tapi, syukurlah.. kau sudah sadar." Senyuman yang ditunjukkan Tanjirou merupakan senyuman yang ikhlas dan tulus apa adanya. Karena ia sangat khawatir dengan keadaan Kanao tadi.

"Aku juga senang akhirnya bisa melihat Tanjirou dan semuanya lagi. Aku senang Tanjirou mengkhawatirkanku." Satu tetes air mata jatuh membasahi pipi Kanao.

"Tentu saja aku khawatir, kita semua khawatir tahu. Tapi, sudahlah.. Kanao sudah sadar sekarang. Aku lega."

"Oh iya, ngomong-ngomong, ini dimana?" Kanao bertanya.

"Ini di ruang ICCU, tadi siang dokter memindahkanmu dan katanya kau harus dirawat secara intensif. Makanya kami tadi sangat risau."

"Ruang ICCU?"

"Iya, aku juga terkejut pada awalnya. Disini kita sudah tidak bisa bebas mengunjungimu seperti di kamar rawatmu yang dulu jadi aku akan memaksimalkan waktuku saat menjengukmu Kanao."

"Aku rindu ruangan yang sebelumnya, meskipun baru saja aku dipindahkan tetapi aku sudah rindu dengan kebersamaan kita semua saat berada disana.." ucap Kanao sambil mencengkeram erat-erat selimut ranjangnya.

"Dan juga, dokter bilang bahwa aku sudah tidak bisa memakai kursi roda lagi. Karena otot-otot di kaki dan pinggulku sudah tidak kuat menopang berat tubuhku, jadi setiap hari aku hanya akan terbaring di kasur saja. Sedih sih, tapi mau bagaimana lagi kan? Hehe." Ucap Kanao dengan nada sedihnya, bahkan kekehan Kanao terasa seperti menyayat hati.

Tanjirou benar-benar tidak kuat melihat Kanao sedih seperti itu. Meski harus diakui, bahwa dirinya juga tidak terima dengan kenyataan ini. Sangat tidak menerimanya.

"Ne, Kanao.. aku akan selalu menemanimu kok disini, hihi. Selama ada Kanao, aku bisa selalu tersenyum untuk membuatmu senang seperti yang aku bilang sebelumnya kan."

"Hemm, iya aku tau kok. Aku juga senang Tanjirou selalu berada bersamaku. Ketika melihat wajah Tanjirou, aku seakan lupa bahwa aku sedang sakit. Semoga aku bisa segera sembuh ya? Supaya bisa jalan-jalan lagi bersamamu. Aku rindu melakukannya." Ucap Kanao sambil tersenyum.

"Aku yakin, Kanao pasti akan segera sembuh. Dan pasti, kita akan kencan lagi seperti yang kita lakukan dulu. Itu pasti, Kanao." Tanjirou tersenyum lebar, membuat hati Kanao cerah lagi seperti biasanya.

"Terima kasih, Tanjirou. Doakan ya?" ucap Kanao sambil sedikit terkikik.

"Itu pasti, hehe."

'Terima kasih, Tanjirou. Tapi semoga aku benar-benar bisa sembuh sesuai harapanmu dan semua orang. Meskipun aku tadi mendengar dokter mengatakan bahwa umurku tak akan bertahan lama lagi, tetapi mendengar Tanjirou mengatakan itu, membuatku paling tidak mempunyai harapan untuk bisa hidup lebih lama. Terima kasih.'

.

.

.

Beberapa hari belakangan ini, Kanao dirawat dengan intens. Keadaannya tak kunjung membaik, malah semakin memburuk. Dokter sudah memastikan bahwa umur Kanao tidak akan bertahan sampai besok. Kanao sudah tahu bahwa dirinya akan berakhir seperti ini, sejak awal ia juga sudah tahu. Selama ini Kanao hanya mencoba untuk menghibur dirinya sendiri. Sekarang, ia ingin setidaknya menghibur orang-orang yang selama ini selalu menghiburnya, mengkhawatirkannya dan menjaganya setiap pagi sampai malam. Ia ingin membalas semuanya.

.

.

Ini adalah malam terakhir Kanao dirawat di rumah sakit. Setelah menjalani perawatan intensif oleh dokter, akhirnya Kanao bisa bernapas lega. Bahwa sebentar lagi, ia tidak akan merasakan rasa sakit yang selama ini ia rasakan. Tidak akan ada lagi operasi perbaikan klep jantung ataupun penggantian klep jantung. Tidak akan ada lagi pembedahan ataupun suntikan dosis obat yang selalu menghantuinya. Kanao akan terbebas dari semua belenggu yang menyakitkan ini.

Shinobu, Giyuu dan Nezuko sudah diperbolehkan masuk ke dalam ruangan. Menyisakan Tanjirou yang masih belum terlihat. Semuanya tak henti-hentinya menangis, bahkan Giyuu juga terlihat seperti sedang menahan air matanya. Shinobu langsung memeluk tubuh ringkih Kanao, keduanya menangis di pelukan itu.

"Ne, kak. Jangan menangis terus ya. Aku tidak ingin saat aku pergi, yang aku lihat adalah wajah sedih kakak. Aku ingin melihat semuanya tersenyum sehingga ketika aku pergi meninggalkan dunia ini, aku bisa pergi dengan keadaan tersenyum. Kak Shinobu adalah sosok kakak yang paling aku s-sayangi. Kakak lah dan kak Kanae yang telah memberiku kehidupan yang layak, karena kakak aku jadi bisa melakukan semuanya, berkat k-kakak yang selalu mendukungku, aku bisa tumbuh menjadi sosok Kanao yang sesungguhnya.. A-aku sangat menyayangi kakak. Aku akan merindukan kakak, aku akan se-selalu bersama kakak.. meskipun aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Seperti kak Kanae, aku juga akan mengamati kak Shinobu sampai mempunyai keluarga yang bahagia, di alam sana. Aku juga akan turut senang ketika kakak berhasil menciptakan sebuah keluarga yang bahagia kelak dengan Giyuu-san. Dan Giyuu-san, aku mohon selalu jaga kakakku ya, selalu jaga kakakku dengan segenap jiwa dan raga. Sosok kakak yang benar-benar membuatku tak ingin melepaskannya. Aku menyayangi kalian." Kanao terisak, menangis di dalam pelukan Shinobu.

"Kanao... kumohon jangan tinggalkan aku, hiks. Aku tidak ingin kehilangan orang yang paling kusayangi lagi.. Aku tidak mau kehilangan adikku yang sangat aku sayangi. Kaulah satu-satunya saudara kakak yang tersisa, Kanao. Siapa yang akan menemaniku bersama di rumah Kanao? Rumah akan sangat sepi. Kanao, ak- aaaaaa.."

Shinobu menangis keras, melepaskan seluruh air matanya saat itu juga. Kanao hanya bisa tersenyum sendu melihat kakaknya sesedih ini. Air matanya terus saja mengalir, membasahi pipinya. Kanao mengeratkan pelukannya kepada kakaknya itu. Dan membisikkan sesuatu.

"Kak, aku akan selalu merindukan kakak. Jadi, kumohon untuk permintaan terakhirku ini. Aku hanya ingin kakak tersenyum."

"A-aku sangat menyayangimu Kanao, aku sangat menyangimu.. sangat sayang. Kami-sama, aku mohon jangan rebut adikku ini aaaaa hiks. Aku.. aku menyayangimu Kanao."

"Aku j-juga menyayangi kakak, selalu menyayangi kakak."

Shinobu melepaskan pelukan Kanao, ia tersenyum. Senyuman yang tulus dan benar-benar didasari atas perasaan sayang Shinobu ke Kanao.

"Terima kasih, Kakak."

Kanao membalas senyumannya. Shinobu dan Giyuu keluar dari kamar Kanao dan mempersilahkan Nezuko untuk masuk.

'Terima kasih untuk segalanya ya kak, terima kasih sudah mendukungku, mendukungku dalam hubunganku bersama Tanjirou. Memilihkan baju untukku kencan, memakaikan yukata pada saat festival kembang api itu serta selalu merawatku selama ini. Aku sayang kakak.'

.

"Nezuko-chan... kemarilah."

Kanao memanggil Nezuko yang masih terisak dalam tangisannya. Nezuko menghampiri Kanao, dan Kanao memeluk Nezuko. Membuat Nezuko menangis, mengeluarkan semua air matanya.

"Kak Kanao, jangan pergi.. aku sangat menyayangi kakak. Aku sudah menganggap kakak sebagai kakak kandungku sendiri. Aku tidak tah-"

"Yosh.. yosh.. aku tidak akan pergi kok Nezuko-chan. Aku akan selalu bersamamu, selalu mengawasi Nezuko-chan sampai nanti dewasa. Umur kita hanya terpaut beberapa tahun kan, pasti nanti Nezuko-chan bisa lebih dewasa dari aku saat seumuranku. Jadilah gadis yang baik ya Nezuko-chan. Karena kamu sudah baik sejak awal maka jadilah gadis yang bisa menyebarkan kebaikan itu ke semua orang. Aku j-juga sudah menganggap Nezuko-chan sebagai adik kandungku sendiri. Setiap kita bertemu, pasti kita selalu bercanda, membicarakan tentang rahasia Tanjirou satu sama lain. Aku akan sangat merindukan candaan kita selama ini.. Nezuko-chan, terima kasih atas dangonya dulu ya. Aku baru teringat saat itu aku belum mengucapkan terima kasih atas dango itu. Karena dango itu, kita bisa menjadi seakrab ini kan ya? Hehehe, sudah cukup lama ternyata..."

"Kak Kanao... hiks."

"Bahkan pada awal dulu, aku mengira Nezuko-chan adalah pacar Tanjirou. Karena saat itu, Nezuko-chan baru pertama kali pindah kesini. Dan kalian kelihatan akrab sekali, membuatku sedikit cemburu, hihihi. Tetapi setelah aku mengenal Nezuko-chan, aku bisa mengerti bahwa Nezuko-chan memang orang yang mudah akrab dengan siapapun."

Napas Kanao mulai terasa berat, rasa sesaknya semakin terasa. Namun ia masih ingin menyampaikan semua pesan yang ada di dalam hatinya.

"Nezuko-chan, jagalah Tanjirou ya? Karena aku sudah tidak lagi ada di sampingnya, maka Nezuko-chan lah yang harus selalu mendampinginya. Selalu jaga dia agar dia tidak menyukai banyak gadis sekaligus, oke? Karena dia itu orangnya terlalu baik... hiks. Aku akan sangat senang apabila ia sudah menemukan gadis lain yang bisa menjaganya sampai tua nanti..." Kanao mengigit bibir bawahnya, ia benar-benar tak tahan menyelesaikan kalimatnya. Air matanya terus mengalir tanpa henti. Ia tidak kuat.

"Kak Kanao.. aku akan selalu menjaga kakak sesuai perintah dari kak Kanao. Aku tidak akan membuat kakak kecewa. Kak Kanao lah yang tetap akan menjadi nomor satu di hati kakak. Kak Kanao, terima kasih untuk segalanya ya, untuk setiap candaannya. Aku sangat senang bisa berbagi tawa bersama kak Kanao... hiks. Aku akan selalu mengingat kakak, karena kak Kanao lah.. orang yang telah membuat kakakku bahagia."

"Aaaaa... aku juga akan sangat merindukanmu Nezuko-chan. Kuharap kita bisa menghabiskan waktu lebih lama lagi ya."

Kanao mengeratkan pelukannya pada Nezuko. Air mata keduanya tak bisa berhenti untuk terus mengalir. Momen yang mereka bagi saat ini adalah momen paling berharga bagi keduanya.

'Terima kasih, Nezuko-chan untuk semuanya.. aku berharap aku bisa menghabiskan waktu lebih lama bersamamu. Tetapi, aku senang bahwa Nezuko-chan selalu membuat setiap waktuku yang sebentar ini menjadi begitu menyenangkan.'

.

"Ne, Nezuko-chan.. Dimana kakakmu, Tanjirou?"

Sambil mengusap air matanya, Nezuko kemudian mengatakan bahwa Tanjirou tidak siap untuk menerima kenyataan ini.

"Jadi, dia tadi pergi ke toilet, kak."

"Oh begitu ya."

'Maaf ya Tanjirou, kau harus merasakan ini.'

.

Kanao melihat bayangan Tanjirou yang sudah berada di luar kamarnya. Ia tersenyum tipis melihat Tanjirou yang masih ragu untuk masuk.

"Ne, Tanjirou.."

Masih belum ada jawaban dari Tanjirou, Kanao kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Apakah kau ingin berada disana terus?"

Akhirnya Tanjirou masuk ke dalam ruangan tempat Kanao dirawat. Ia tidak bisa menatap wajah Kanao, bahkan saat ini ia tak bisa lagi menahan air matanya yang daritadi ingin keluar.

Menyadari itu, Kanao sedikit terkekeh. Kemudian ia tersenyum.

"Ne, Tanjirou..."

Kanao kembali memanggil Tanjirou dengan suara lirihnya. Dengan bekas air mata yang masih membeas di pipinya, membuat Tanjirou tidak tahan lagi.

"Kemarilah, mendekatlah. Aku tidak bisa melihat wajahmu kalau kau terus menunduk seperti itu, hihi."

Bahkan dengan keadaan yang sudah selemah itu, Kanao masih bisa tersenyum.

"Kanao.. aku.."

"Aku ingin mengatakan banyak hal kepadamu Tanjirou, tapi... uhuk."

"Aku akan meringkasnya saja, tidak apa-apa kan ya?"

"Kanao.."

Hug!

Tanjirou memeluk erat Kanao. Memeluk gadis di depannya ini seakan tidak mau kehilangannya.

"Kanao, jangan meninggalkanku.. aku tidak ingin hanya aku yang terus-terusan melihatmu menderita. Aku ingin sekali-kali, aku yang menderita.. merasakan apa yang kau rasakan. Aku tidak kuat melihatmu selalu kesakitan selama ini..." Air mata Tanjirou akhirnya turun.

"Tanjirou, aku sudah tidak merasakan sakit lagi kok, setelah ini aku sudah tidak akan merasakan sakit ini lagi. Aku bisa terbebas dari rasa sakit ini.. jadi, Tanjirou tidak perlu mengatakan itu. Semuanya sudah diatur, itu tandanya aku memang ditakdirkan untuk hidup sampai umur segini. Aku sudah berhasil melewatinya kok."

"Kanao, aku sangat mencintaimu.. aku bahkan belum bisa menghiburmu disaat kau seperti ini. Kumohon jangan pergi dulu, Kanao.. aku masih ingin membicarakan banyak hal denganmu, masih ingin mengunjungi banyak tempat denganmu. Jangan jadikan melihat kembang api kemarin adalah kencan kita yang terakhir... aku masih ingin melihat senyumanmu lagi, aku masih ingin membuatmu bahagia, aku ingin kita kelak hidup menjadi sebuah keluarga.. Kanao jangan membuatku memimpikan semua itu sendirian..."

"Ssstt.. aku juga ingin melakukan semua itu denganmu Tanjirou. Bahkan aku ingin kencan bersamamu lagi seperti dulu, aku ingin disaat terakhirku ini aku bisa merasakan jalan-jalan lagi. Namun, sepertinya tidak bisa ya... Kalau begitu, suatu hari nanti.. aku harap aku bisa mendengar cerita dari Tanjirou lagi seperti yang biasanya kau ceritakan..."

"... Ah, kenapa rasanya begitu menyedihkan ya hihihi."

Kanao mengeratkan pelukannya kepada Tanjirou, ia tak ingin melepaskannya dan pergi begitu saja. Setidaknya ia ingin memeluk lelaki yang sangat dicintainya ini sampai napas terakhir yang ia miliki.

"Ne, Tanjirou.. kau ingat waktu pertama kali kau datang menemuiku saat kita masih kecil? Andai saja kau tak menemuiku waktu itu mungkin saat ini aku tidak akan merasakan hal-hal seperti ini. Andai kau tak melakukan itu, aku mungkin tidak akan sebahagia ini di detik terakhir hidupku. Aku sangat bersyukur Tanjirou menemukanku. Dan pertemuan kita di toko bunga milik Kanroji-san, mungkin juga adalah takdir ya. Aku jadi teringat kalau karena bunga lily putih lah kita dipertemukan kembali dan juga bunga lily putihlah alasan kita harus berpisah...."

"... Aku akan merindukan momen-momen itu. Momen dimana Tanjirou untuk pertama kali menggendongku, momen saat aku pertama kali aku mengenal Nezuko-chan... momen saat kita saling menyatakan perasaan masing-masing.. aku harap perasaan itu akan kubawa sampai nanti... hiks. Aku juga senang saat Tanjirou mengajakku pergi berkencan untuk pertama kalinya waktu itu, sampai-sampai kita membeli banyak oleh-oleh ya, hihi. Aku juga ingin selalu mengingat betapa pedasnya roti yakisoba yang biasanya kau bawa itu saat makan siang di sekolah. Kapan lagi ya aku bisa mencicipinya?"

"......" Tanjirou hanya bisa menangis dan tak bisa menjawab sepatah kata pun. Ia membiarkan Kanao mengeluarkan semuanya.

"Lalu waktu Tanjirou menggendongku untuk melihat festival kembang api. Aku benar-benar terharu, melihat perjuangan Tanjirou hanya untuk menepati janji kita melihat kembang api. Aku memang menjadi beban untuk Tanjirou saat itu, tetapi sekarang tidak lagi.. Aku akan bisa berjalan namun tidak di dunia ini. Tetapi aku.... hiks, aku ingin berjalan bersama Tanjirou disini. Aku ingin membuat Tanjirou juga merasakan bahagia seperti yang Tanjirou selalu lakukan padaku. Aku selalu memimpikan suatu hari nanti kita bisa menikah dan memiliki keluarga yang bahagia kelak. Aku selalu berandai-andai seperti itu, aku benar-benar naif ya. Tetapi, keinginanku itu nyata adanya. Apakah Tanjirou juga memiliki keinginan yang sama?"

'Iya, tentu saja. Aku ingin hidup bersama Kanao sampai tua, juga.'

"I-iya...ten-tu saja... hiks."

"Syukurlah, aku lega ternyata Tanjirou juga memiliki keinginan yang sama denganku..." Kanao tersenyum di sela-sela tangisannya yang tiada henti itu.

"Kanao.." Tanjirou semakin kuat mendekap tubuh Kanao.

"Tapi, maafkan aku ya Tanjirou.. aku harus pergi meninggalkan Tanjirou duluan..."

'Tidak Kanao, tidak..'

"Aku harap Tanjirou bisa menemukan seorang gadis lain yang bisa membuat Tanjirou kembali bahagia. Bisa menjaga Tanjirou ketika sedang sakit atau susah, selalu berada di samping Tanjirou bagaimana pun keadaannya. Aku harap Tanjirou bisa menemukan sosok itu.. Maaf, karena aku tidak bisa menjadi sosok yang akan menemani Tanjirou kelak saat dewasa. Maaf ya aku harus sebentar saja bersamamu. Sebenarnya, aku sangat ingin menjadi pendamping hidup Tanjirou, tetapi..."

'Tidak Kanao, kau lah gadis yang aku inginkan.'

"... tetapi kenapa Kami-sama harus melakukan ini padaku?! Aaaa."

Kanao terisak, ia berteriak. Ia sudah tidak tahan lagi harus menahan perasaan yang sesungguhnya.

"Ne, Tanjirou, aku takuuut!"

"Kanao?"

Tangan Kanao menggenggam erat kain baju Tanjirou, ia menangis sekuat-kuatnya disana.

"Aku sangat takut, Tanjirou. Aku mengatakan ke semuanya bahwa aku baik-baik saja namun sejujurnya aku takut. Aku takut harus meninggalkan dunia ini, aku belum siap untuk pergi. Aku belum siap untuk meninggalkan kalian semua. Aku masih ingin hidup disini bersama dengan Tanjirou dan yang lain.. aku benar-benar takut, Tanjirou. Aku berbohong karena aku tidak ingin membuat semuanya sedih atas kepergianku.. tapi di dalam hatiku, aku sangat takut... Tanjirou, tolong aku. Aku tidak ingin meninggalkanmu, aku ingin hidup bersamamu sampai kita tua nanti tetapi kenapa aku harus meninggalkan Tanjirou duluan. Kenapa Kami-sama?! Aku tidak sanggup menahannya lagi. Akuu tidaaak sanggup, Tanjirou, aaaahh."

"Kanao! Aku juga tidak ingin kehilanganmu Kanao, aku juga tidak ingin hidup tanpamu. Aku ingin Kanao selalu ada dalam hidupku seperti yang kita berdua impikan, aku selalu ingin Kanao menjadi istriku kelak, aku tidak ingin siapapun masuk ke hatiku lagi, tidak mau. Hatiku hanya milikmu saja Kanao. Aku naif ya, tapi itulah yang aku rasakan."

"T-tapi, aku-"

Cup..

Tanjirou mencium bibir Kanao di tengah kesedihan tengah mereka rasakan. Membuat Kanao terkejut.. namun Kanao kemudian juga membalas ciuman itu.

Hati mereka mendadak menjadi lebih tenang, meski tetap saja perasaan sesak masih mereka rasakan. Mereka menyudahi ciuman itu, dan menatap wajah masing-masing, mata mereka bertemu. Dengan air mata yang masih nampak jelas di mata keduanya. Senyum merekah pada wajah mereka berdua.

"Ne, Tanjirou.."

"... aku mencintaimu, selalu mencintaimu. Saat ini, aku sudah tidak bisa menggerakkan tubuh dengan bebas lagi, bahkan untuk bernapas pun rasanya sangat sakit."

'Aku juga mencintaimu, Kanao. Selalu mencintaimu.'

Kanao menghela napasnya sejenak, sebelum melanjutkan kalimatnya. Tangan kanan Kanao memegangi pipi Tanjirou, dengan refkleks Tanjirou memegangi tangan Kanao yang sudah sangat lemah itu.

"Tanjirou, selalu tersenyum ya meskipun nanti aku sudah tiada, aku ingin selalu melihatmu tersenyum dari sana..."

"Kanao.."

"Lanjutkan hidupmu, carilah gadis yang cocok bagi Tanjirou dan buatlah keluarga yang bahagia ya? Seseorang sepertimu pasti bisa dengan mudah mendapatkan gadis yang lebih baik dariku..."

'Tidak ada gadis yang sebaik dirimu, Kanao.'

"Tapi jangan menyukai terlalu banyak gadis lho ya, aku yang disana juga akan cemburu jika Tanjirou menjadi orang seperti itu, hihihi. Tadi, aku juga berpesan pada Nezuko-chan untuk selalu mengawasimu, hehe..."

'Sikapmu, kecerewetanmu, kepedulianmu, keceriaanmu, kesederhanaanmu, senyumanmu dan tawamu inilah hal yang membuatku tidak bisa jatuh cinta ke gadis lain.'

"... Selalu jalani kehidupan ini dengan bahagia ya? Aku akan selalu bersamamu selama kau bahagia kok. Bukankah itu kata-katamu dulu ya? Saat kau menjelaskan arti sebenarnya dari bunga lily putih padaku..."

"... cerita tentang bunga yang meski sudah layu namun masih bisa terus tumbuh karena ada matahari. Tanjirou, adalah matahari jadi Tanjirou harus menumbuhkan bunga lain yang lebih indah dan cantik untuk menemani Tanjirou. Aku hanyalah salah satu dari 'bunga' yang sudah selesai Tanjirou sinari. Pasti akan tumbuh lagi bunga lain selama 'Matahari' masih terus bersinar..."

'Tidak Kanao, kau salah. Kau lah yang akan selalu menjadi 'bungaku' Kanao.'

"Tanjirou.."

Tanjirou masih mendekap tubuh Kanao yang rasanya bisa jatuh kapan saja itu.

"Terima kasih ya telah memberikan arti kehidupan yang sangat indah bagiku selama ini. A-aku akan selalu mengingatnya, bahwa aku pernah mengenal seorang laki-laki yang begitu baik padaku, m-memberiku makanan, harapan dan arti dari sebuah kehidupan kepada gadis lemah se-sepertiku." Kanao tersenyum tulus, keduanya mengingat semua kenangan yang selama ini telah mereka lalui.

.

"Kau lapar? Ini makan saja."

"Siapa namamu?"

"K-kanao? Jadi itu namamu? Kalau namaku Tanjirou, salam kenal."

"Ne, Kanao, kau makan bareng lagi?"

"Oh hari ini aku membawa yakisoba saja sih, rasa ramen goreng. Kanao mau?"

"Kanao, ayok beli gelang kain ini. Ini sangat cantik lho."

"Ne, Kanao.. bagaimana kalau kapan-kapan kita datang kesini lagi?"

"Ne, Kanao.. kau tidak apa melihat kembang api bersamaku seperti ini?"

"Aku hanya ingin membuat Kanao menyadari bahwa sekarang umur Kanao sudah 18 tahun sekarang. Sudah dewasa kan."

"Aku mencintaimu, Kanao."

.

Tangis Tanjirou makin deras saja ketika mendengar suara Kanao yang terdengar semakin pelan.

.

"Terima kasih, Matahariku."

"Ja-ngan lu-pa-kan a-ku.. ya?"

Kanao masih bisa tersenyum untuk terakhir kalinya, senyuman yang sangat indah. Sebelum akhirnya kelopak mata indah Kanao menutup dengan perlahan, diikuti senyuman di bibirnya yang sedikit demi sedikit memudar. Kanao telah menemukan apa arti kehidupan bagi dirinya.

"Aaaaaaa... Kanao, aku mencintaimu. Aku mencintaimu, selalu."

.

.

"Ano nona, menurutku, bunga lily putih ini merupakan simbol dimana kematian dan kehidupan merupakan suatu hal yang tak dapat terpisahkan. Dua hal yang sangat dekat, namun tidak dapat dilihat. Kematian bukanlah perpisahan, namun merupakan dimulainya kehidupan baru. Kehidupan dimana semua hal akan terasa lebih berharga. Setiap detik dari waktu kehidupan akan selalu berarti. Yang mana mempunyai arti 'tidak ada hal yang tidak penting di dunia ini', semua itu hanyalah kesempatan untuk lebih menghargai waktu dan kehidupan. Dengan adanya itu, semua orang bisa hidup lebih bahagia. Kebahagiaan seseorang yang telah pergi pun akan selalu bersama kita selama kita juga selalu menjalani kehidupan ini dengan penuh kebahagiaan. Meskipun saat sulit, itu merupakan sebuah kesempatan untuk meraih kebahagiaan yang lebih besar. Aku sangat yakin akan hal itu."

.

Tanjirou..

.

.

Sayonara~

.

.

.

.

Next? Epilog

.

.

.

Terima kasih kalian semua :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro