Chapter 7 - Rahasia yang Tidak Perlu
“Kanao? Kau tak segera bangun?”
“Tidak mungkin.”
“Eh, T-Tanjirou?”
.
.
.
Chapter 7 : Rahasia Yang Tidak Perlu
Tanjirou's POV
Hari ini merupakan hari ke-3 Kanao, dimana ia belum sadarkan diri sejak pingsan waktu kencan hari Minggu kemarin. Apakah terjadi sesuatu dengannya ya? Aku sama sekali tidak mengerti bagaimana kondisi Kanao. Ia sering pingsan belakangan ini, bahkan terkadang aku melihat Kanao seperti sangat kelelahan waktu aku bersamanya selepas pulang bekerja.
Namun Kanao selalu tersenyum menanggapinya, seolah-olah dirinya baik-baik saja. Seolah ada rahasia yang disembunyikan oleh Kanao selama ini. Seperti sebuah rahasia yang tidak perlu ia ceritakan kepada siapapun. Rahasia yang ingin ia simpan sendirian.
Aku selalu menjenguk Kanao di kediamannya, yaitu rumah kupu-kupu. Setiap aku berkunjung kesana, aku selalu disambut dengan hangat oleh Shinobu-san. Ia merupakan kakak dari Kanao, meskipun bukan kakak kandung namun ia sudah menganggap Kanao sebagai adik kandungnya sendiri. Shinobu-san orangnya sangat baik dan sering tersenyum. Ia selalu memberiku jamuan, dan itu membuatku seperti merepotkannya saja. Meski begitu, ia tak pernah terlihat marah sama sekali. Bahkan waktu pertama kali aku berkunjung kesini, ia malah tersenyum penuh makna seakan sedang menggodaku. Dan 2 bulan sudah aku mengenalnya, ia masih bersikap seperti itu.
Shinobu-san memiliki tunangan yang bernama Tomioka Giyuu, namun sampai sekarang mereka belum saja menikah. Pernah suatu hari aku menanyainya, lalu ia malah menjawab kalau dirinya akan menikah setelah Kanao bisa menemukan seseorang yang bisa menjaga dan merawatnya. Tentu saja wajahku saat itu langsung memerah, ia membuat alasan seperti itu hanya untuk menggodaku.
Namun, sepertinya Shinobu-san tak sepenuhnya bercanda ketika mengatakannya. Terlihat dari ekspresinya yang saat itu berubah menjadi sedikit serius. Ya, aku hanya bisa berharap bahwa Tomioka-san dan Shinobu-san segera menikah secepatnya, umur mereka pun sudah sangat layak untuk menikah. Soalnya mereka berdua menurutku sangat cocok. Sesekali Tomioka-san datang kesini dan mereka seperti anak kecil yang terkadang suka bertengkar dan tak jarang juga mereka akur serta melakukan hal-hal yang romantis. Kanao dan aku yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya.
Oh iya, kita kembali ke hari ini. Hari dimana Kanao belum juga bangun dari pingsannya. Aku sangat khawatir melihatnya terbaring seperti ini. Shinobu-san terkadang menyuruhku untuk menginap di sini sambil menjaga Kanao. Ia benar-benar telah mempercayakan Kanao kepadaku, mempercayaiku untuk menjaganya. Rasanya aku seperti bersalah karena telah membuat Kanao seperti ini. Kanao, kenapa kau tak segera bangun? Aku menunggumu di sini.
.
.
Jam hari ini menunjukkan pukul setengah 11 malam, sambil duduk di samping Kanao dan memegangi tangannya, aku menidurkan kepalaku ke bagian pinggir ranjang tempat Kanao berbaring. Rasa kantuk mulai menghampiriku, rasanya aku akan segera terlelap dalam beberapa detik.
Dan benar, hanya beberapa detik saja aku sudah terlelap. Dengan posisi yang masih sama, aku mengistirahatkan kepalaku di samping gadis yang aku cintai ini. Hangat, itulah rasanya.
Tiba-tiba, aku merasakan sebuah pergerakan dari tanganku. Itu berasal dari tangan Kanao yang sedang aku pegangi. Seketika aku terbangun dari tidurku, kemudian melihat jam yang ternyata sudah pukul 12 malam. Aku mengalihkan pandanganku ke arah Kanao, mataku membulat sempurna.
'Kanao? Dia sudah mulai sadar?’
Begitulah pikirku saat itu. Aku melihat Kanao yang dengan perlahan menggerakkan tangannya, mengeratkan pegangannya padaku. Dan tak lama kemudian, matanya sedikit demi sedikit mulai terbuka. Cahaya itu, akhirnya muncul lagi. Ia tersadar, iya benar.. Kanao sudah tersadar. Akhirnya setelah 3 hari lamanya. Ia menoleh ke arahku, dan kemudian terkejut.
“Eh, T-Tanjirou?”
Aku langsung memeluknya, memeluk gadis yang membuatku sangat khawatir ini. Akhirnya ia sadar juga, aku menangis entah kenapa. Takut kehilangan orang yang aku cintai ini. Aku tidak ingin melepaskannya, tidak ingin.
“Tanjirou? Ada apa?”
“Okaeri~ Kanao, jangan membuatku khawatir lagi seperti itu, kumohon. Aku.. takut..”
Aku mengeratkan pelukanku padanya. Kanao hanya bingung sambil menatapku, mungkin ia tidak paham dengan situasi sekarang ini, dimana aku ada di kamarnya pada tengah malam, sambil menangis memeluknya.
Kemudian aku merasakan tangannya yang sepertinya membalas pelukanku. Ah Kanao, kau selalu memberiku kejutan.
“Terima kasih ya Tanjirou, aku jadi merepotkanmu.”
Kanao mengatakan itu dengan nada yang sangat lembut, namun dengan ekspresi yang agak sedih (?). Aku hanya mengangguk, kemudian melepaskan pelukanku dan menatap wajahnya sambil kedua tanganku memegang bahunya. Ekspresiku terlihat sangat serius.
“Aku mencintaimu, Kanao. Aku mohon, jangan mengatakan sesuatu seperti 'aku merepotkanmu'. Aku tidak menyukainya. Atau lain kali seperti ini saja ya 'Tanjirou bodoh, sama sekali tidak berguna, kenapa kau membuatku seperti ini.’ Begitu lebih baik, hihi.” Ucapku yang mencoba menghiburnya.
“Mana mungkin aku mengatakan hal seperti itu padamu. Huft.”
Sepertinya ia sudah bisa sedikit tertawa, lucu sekali ekspresinya, menggemaskan.
Kemudian aku memberinya segelas air putih untuk mencegahnya dari dehidrasi. Lalu aku mencoba untuk menemui Shinobu-san, memberitahukan bahwa Kanao sudah sadar. Namun tiba-tiba, Kanao memegangi lenganku, seperti ingin menghentikan niatku tersebut.
“J-jangan...”
Aku bisa melihat Kanao sedang menggigit bibir bawahnya, seperti sedang menahan rasa canggung. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya.
“Aku ingin kau menemaniku disini, untuk malam ini.”
Kanao mengatakannya dengan wajah yang memerah. Tentu saja, siapa yang tidak merona ketika ada seseorang yang mengatakan itu. Rona merah juga muncul di pipiku. Tapi aku paham maksudnya. Kemudian aku kembali duduk di kursi samping ranjang Kanao dan memegang tangannya.
“Baiklah, aku akan menemanimu, Kanao. Jangan bangun terlalu lama lagi ya?”
Kanao mengangguk dan tersenyum. Ia kemudian membalas.
“Selama tangan Tanjirou menjagaku, aku pasti akan tetap terjaga kok. Aku akan bangun disaat Tanjirou juga bangun.”
Perkataan Kanao tersebut sukses membuat jantungku berdegup kencang. Tak kusangka Kanao yang masih dalam kondisi seperti ini bisa mengatakan hal semanis itu.
“Kanao.. selamat beristirahat. Jangan dipaksakan ya.”
Aku tersenyum kepadanya, ia juga membalas senyuman dan perkataanku.
“Tanjirou juga, selamat beristirahat. Jangan kemana-mana ya, hihi.”
Ah, gadis ini. Sudah larut malam seperti ini, masih saja bisa bercanda. Aku ingin memeluknya sekali lagi, tidak tahan dengan tingkahnya.
“Aku akan selalu disini kok.”
Dan kami berdua pun akhirnya terlelap dalam tidur masing-masing. Dan Kanao kali ini benar-benar tertidur karena keinginannya sendiri untuk beristirahat.
‘Semoga selalu sehat ya, Kanao.’
'Terima kasih sudah menjagaku ya, Tanjirou.’
End of Tanjirou's POV
.
.
.
Sudah 4 hari semenjak Kanao kembali sadar. Shinobu yang mengetahuinya esok hari segera memeluk Kanao dan bahagia melihat adiknya sadar. Dan 3 hari semenjak itu, Kanao disuruh oleh Shinobu untuk beristirahat dulu. Jadi, selama 3 hari itu dirinya hanya berada di dalam kamar/rumah. Mencegah jika sewaktu-waktu Kanao kembali tak sadarkan diri.
Dan hari ini, Kanao sudah merasa sanggup untuk menjalankan aktivitas seperti biasanya. Shinobu mengizinkannya untuk kembali sekolah dan bekerja, asalkan jangan terlalu memaksakan diri. Kanao menyetujui syarat tersebut, dan sudah kembali menjalani kesehariannya.
Dan selama 4 hari itu, Tanjirou selalu menemani Kanao untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Tanjirou masih penasaran dengan apa yang disembunyikan Kanao. Soalnya, ia merasa Kanao menyembunyikan sesuatu dari semua orang. Ia khawatir dengan Kanao.
Terkadang ia mencoba untuk menanyakannya, namun Kanao hanya menjawab dengan 'Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja kok’ yang disertai dengan senyuman miliknya. Seperti ada sebuah rahasia tentang dirinya.
.
.
1 bulan sudah terlewat semenjak kejadian Kanao tak sadarkan diri. Ia menjalani kehidupannya dengan normal seperti biasanya. Ia semakin sering bersama dengan Tanjirou, setiap ada waktu dan kesempatan. Dan hari ini, Kanao mengajak Tanjirou ke rumahnya lagi. Mengajaknya untuk mengerjakan tugas sekolah bersama. Meskipun status mereka adalah sepasang kekasih namun hubungan mereka layaknya sahabat yang sangat akrab.
“Ne, Tanjirou kau sudah?”
“Kurang sedikit lagi sih ini. Kanao sendiri?”
“Aku sudah sih, makanya aku menanyaimu.”
“Ah kau ini ya, bantu aku dong mengerjakan soal yang terakhir.”
“Eh bukannya kau bisa mengerjakan soal seperti itu?”
“Bisa sih, hanya saja aku ingin kau juga ikut membantuku mengerjakannya hehe.”
“Oh, dasar ya.”
Ya kira-kira seperti itulah obrolan mereka berdua. Sampai akhirnya tugas mereka selesai dan keduanya berbaring di lantai kamar Kanao.
“Tanjirou, kau lapar?”
Merasa terpanggil, Tanjirou melirik Kanao yang daritadi sudah memandanginya. Ia mengangguk tanda iya.
“Bagaimana kalau kita masak?” ajak Kanao yang masih terbaring di atas lantai.
“Masak?”
“Iya, bagaimana?”
“Boleh sih, hanya saja kau tahu kan kalau aku tak terlalu bisa memasak..”
Kanao kemudian bangkit dari lantai, dan duduk dengan menengok ke arah Tanjirou yang masih terbaring. Ia tersenyum.
“Tenang saja, aku akan membantumu kok.”
Tanjirou kemudian ikut duduk di atas lantai. Merenggangkan semua otot tubuhnya lalu menoleh ke arah Kanao.
“Kau benar-benar seorang istri idaman, Kanao.” Tanjirou mengatakannya dengan senyum penuh makna yang langsung membuat Kanao blushing.
“Heiss, belum waktunya tahu.” Ucap Kanao sambil menyenggol kaki Tanjirou, kemudian ia terkekeh pelan.
“Tapi, semoga saja kau berhasil mendapatkannya ya hihihi.”
Kanao melanjutkan kalimatnya, dengan sedikit nada menggoda kali ini. Yang membuat Tanjirou sangat gemas dengan tingkahnya.
“Aku kan sudah mendapatkanmu.”
Tanjirou membalas ucapan Kanao tadi, sama-sama dengan nada menggoda tentunya.
“Tapi itu berbeda..”
Kalimat Kanao terjeda, ia kemudian berdiri dan menaruh telunjuk kanannya di depan bibir seperti isyarat untuk berbicara pelan.
“Tapi belum sebagai istrimu..ups.”
Setelah mengatakan itu, Kanao segera lari keluar dari kamar sambil terkikik. Menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat sekarang. Lalu apa yang terjadi dengan Tanjirou? Tentu saja dirinya membeku dengan wajah yang sangat merah. Ia terkejut dengan apa yang dikatakan Kanao.
'Ha? Kanao? Kau mengatakan itu dengan santainya?’
Seperti masih terhipnotis, Tanjirou butuh waktu beberapa detik untuk kembali sadar ke dunia nyata. Mungkin setelah ini mereka berdua tidak akan bisa tidur untuk semalaman, karena terngiang kalimat barusan.
“Ne, Kanao tunggu aku. Akan aku balas perkataanmu itu. Tunggu saja ya.”
.
.
Setelah proses masak dan makan mereka selesai, mereka kemudian mencuci semua peralatannya. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, sangat cepat bagi mereka.
Sehingga mungkin Tanjirou akan menginap semalaman disini. Ini bukan pertama kalinya juga sih dirinya menginap di kediaman kupu-kupu. Bahkan sebelum menjadi pasangan, Tanjirou juga sudah pernah menginap disini. Jadi itu merupakan hal yang biasa bagi dirinya.
“Tanjirou, kau dulu atau aku dulu yang mandi?”
“Kanao dulu saja, aku agak nanti.”
“Baiklah.”
.
Tanjirou's POV
Sambil menunggu Kanao selesai mandi, aku duduk di salah satu kursi yang berada di ruang keluarga kediaman kupu-kupu. Semuanya terjadi sangat cepat hari ini, namun terasa begitu menyenangkan. Aku berharap suatu hari nanti Kanao dan aku bisa benar-benar.. ah memikirkannya saja membuatku sangat malu. Belum saatnya memang, jalan kami masih panjang.
Namun, tidak ada salahnya juga kan berandai-andai, semua orang pasti juga memiliki impian untuk hidup bersama orang yang dicintainya. Aku hanya berharap bahwa aku dan Kanao bisa selalu seperti ini, itu saja.
Sambil sesekali menguap, aku menyandarkan kepalaku pada bantalan kursi. Baru jam segini tapi rasanya aku sudah mengantuk.
Hoam..
Belum sampai benar-benar mengantuk, tiba-tiba aku mendengar sebuah suara? Seperti suara Shinobu-san yang sedang berteleponan dengan seseorang.
‘Siapa ya?’
Karena penasaran, aku mendekati sumber suara. Memang tidak sopan sih tapi tubuhku serasa menyuruhku untuk bergerak mendekatinya. Aku sedikit bersembunyi sambil menguping pembicaraan mereka. Aku dapat mendengarnya semakin jelas.
Ternyata Shinobu-san sedang berteleponan dengan seorang dokter (?) Tetapi, aku merasa janggal dengan pembicaraan mereka. Dan nada Shinobu-san seperti sedang bersedih?
(‘Itu tidak mungkin, dokter..’)
(‘Maaf Shinobu-san..’)
(‘Tapi kan saya selalu memeriksakannya sesuai anjuran dari anda..’)
(‘Saya paham kok, tetapi penyakitnya itu sudah naik ke tingkat yang lebih tinggi. Hasil pemeriksaannya 1 minggu kemarin menunjukkan bahwa pendarahan yang ada pada jantungnya itu semakin menambah luka bocor kepada katup/klep jantungnya.’)
('Tapi akhir-akhir ini, dia masih bisa menjalani aktivitas seperti biasanya, dia masih sehat saja, dok. Iya memang beberapa kali dia seperti merasa kelelahan dan terkadang pingsan. Tetapi tidak terjadi pembengkakan atau apapun yang aneh pada dirinya..’)
Keringat dingin mulai membasahi kepalaku, aku tidak ingin memikirkan sesuatu yang tidak-tidak saat ini. Aku mencoba sedang berpikir positif, meski saat ini rasanya aku sudah ingin pingsan saja.
‘Siapa yang dimaksud dokter itu? Siapa? Aku mohon siapa? Aku..’ begitulah batinku berkecamuk.
('Maafkan kami Shinobu-san, memang tidak semua menimbulkan gejala pembengkakan, namun ada kalanya katup/klep jantung ini tidak tertutup dengan sempurna sehingga aliran darah yang seharusnya mengalir ke tempat lain, justru kembali lagi ke jantung..’)
Jeda sebentar dari si dokter yang tak lama kemudian ia kembali melanjutkan kalimatnya.
('Untuk itulah berdasarkan pemeriksaan kemarin, penyakit klep jantung bocor yang dideritanya naik tingkat menjadi berat..’)
‘Apa? Klep jantung bocor? Siapa? Aku mohon siapa?!’
(‘Tapi, saya tidak ingin terjadi apa-apa dengan adik saya, dok...hiks’)
Deg!
(‘Kami sudah berusaha semaksimal mungkin Shinobu-san, dan memang cuma operasi sajalah satu-satunya jalan yang bisa sedikit membantu penyembuhan klep jantung bocor Kanao-san.’)
Deg! Deg!
(‘Tapi aku hanya memilikinya dok, aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi. Aku sangat menyayanginya.’)
(‘Maka dari itu, aku mohon Shinobu-san.. dengan operasi inilah cara yang mungkin dapat menyembuhkan Kanao-san. Pengobatannya selama 2 tahun belakangan ini memang lancar dan membuatnya bisa beraktivitas dengan normal, tetapi ternyata di bagian klepnya itu semakin bocor, memang tidak terasa sakit di awal. Namun efeknya lebih ke rasa lelah, sesak napas dan terkadang sering pingsan dan tak sadarkan diri selama berhari-hari. Semua penderita klep jantung bocor memang akan seperti ini, jadi kita mengusahakan yang terbaik untuk Kanao-san.’)
(‘Baiklah dokter, terima kasih atas informasinya.’)
Deg! Deg! Deg!
Apa ini? Tidak mungkin kan? Ini cuma mimpi kan? Mungkin saja aku telah tertidur tadi, jadi ini pasti mimpi. Aaaaaa seseorang katakan padaku bahwa ini cuma mimpi. Tolong siapapun, aku..
Mataku perlahan mulai kehilangan cahayanya, wajahku sudah pucat pasi, keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuhku, kepalaku sangat pusing, mataku rasanya sangat panas, jantungku seakan berhenti berdetak, perasaan apa ini? Ini sakit sekali, benar-benar menyakitkan. Siapapun katakan padaku bahwa ini semua tidak nyata.
“Tanjirou-kun?”
Suara Shinobu-san mengagetkanku, dengan ekspresi yang sudah seperti orang mati, aku menoleh ke arahnya. Ia seperti sudah mengetahui apa yang aku rasakan. Terlihat jelas di ekspresinya.
“Ne, Tanjirou-kun.. kau telah mengetahuinya kan? Maaf ya selama ini aku maupun Kanao tidak pernah memberitahukan ini kepadamu. Kami tidak mau kau merasa sedih sehingga membuat Kanao juga ikut bersedih. Aku hanya ingin membuat Kanao bisa bahagia meskipun ia sedang seperti ini.”
Meski ucapan Shinobu-san terdengar tenang, namun air matanya mengalir dari kedua matanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya, karena aku sendiri sedang merasakannya.
“Tapi kenapa?”
“Kenapa Shinobu-san?! Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi pada Kanao?!”
Dengan ekspresi yang masih terlihat seperti orang mati, aku bertanya kepada Shinobu-san.
“Ne, Tanjirou-kun.. aku harap kau selalu mencintai Kanao ya, selalu menjaga dan menemaninya meskipun kau sudah tau dengan keadaannya. Aku mempercayaimu Tanjirou-kun.”
Shinobu-san memegang kedua bahuku, mencoba menenangkanku. Tentu saja tidak bisa, aku tidak sekuat itu. Air mataku mengucur deras, rasanya aku sudah seperti orang mati. Kenapa bukan aku saja yang di posisi Kanao. Aku tidak bisa menerima kenyataan ini, aku tidak mau. Ternyata setiap hari Kanao merasakan semua ini? Aku memang 'tidak berguna'.
“Tanjirou-kun.. jadi..”
.
.
~ FLASHBACK : ON ~
2 tahun yang lalu
(Author's POV)
Setelah kehilangan kakaknya Kanae, Kanao syok berat. Ia sangat stres dan mengurung diri di kamarnya selama berhari-hari. Bahkan dirinya tidak makan selama 3 hari karena saking syoknya selepas kepergian Kanae.
Tiba-tiba, Kanao terjatuh dan tak sadarkan diri. Shinobu yang cemas segera membawa Kanao ke dokter untuk diperiksa keadaannya. Kondisi Kanao saat itu sangat memprihatinkan, badan Kanao sangat panas, detak jantungnya tidak beraturan, bahkan tubuhnya terasa sangat lemah sampai untuk bernafas Kanao sangat kesusahan.
Ketika dokter memvonis Kanao menderita klep jantung bocor, Shinobu pingsan seketika. Baru beberapa hari dirinya kehilangan kakaknya, sekarang adiknya divonis menderita penyakit yang seperti ini? Shinobu sangat depresi dan drop. Untuk beberapa hari ia menemani Kanao yang memang sedang dirawat di rumah sakit. Ia melihat Kanao dengan tatapan kosong. Ia tak tega melihat adik kecilnya ini menderita penyakit separah ini. Kenapa bukan dia saja? Begitu pikirnya.
'Aku tidak mau kehilangan siapa-siapa lagi.’
Tiba-tiba, mata Kanao terbuka, dirinya terkejut mengetahui ia sudah berada di rumah sakit. Dan di sampingnya duduk kakaknya, Shinobu yang menatapnya dengan ekspresi sendu namun terlihat begitu kosong.
“Kak? A-ada apa? Kenapa a-aku di rumah sakit?”
Dengan masih terbata-bata, Kanao bertanya kepada kakaknya. Yang hanya dibalas pelukan oleh Shinobu. Shinobu menangis, ia menggenggam erat tubuh Kanao itu, seperti tidak ingin melepaskannya. Ia takut kehilangan orang yang ia sayangi lagi. Tidak, tidak mau lagi.
“Maafkan aku ya Kanao, maafkan aku. Aku tidak.. hiks.”
.
.
Setelah seminggu, Kanao diperbolehkan untuk pulang. Dan kemudian dokter menginstruksikan kepada Shinobu untuk selalu memeriksakannya setiap 2 bulan sekali secara rutin.
Kanao harus beristirahat dulu untuk beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit, dirinya belum boleh menjalani aktivitas seperti biasanya. Setelah mendengar cerita dari kakaknya tentang penyakit yang dideritanya, Kanao benar-benar seperti sudah pupus harapan. Ia tak tahu lagi bagaimana cara menjalani hidupnya, kehidupan ini seperti sangat membencinya. Kanao seperti tidak diperbolehkan merasa apa itu yang dinamakan kebahagiaan. Sejak kecil sampai sekarang, ia benar-benar seperti ditakdirkan untuk terus-terusan bersedih.
Namun, lambat laun Kanao menolak semua pemikiran negatifnya tersebut. Ia tak mau hanya menjadi beban saja. Kemudian ia memiliki keinginan untuk bekerja, ya membantu kakaknya Shinobu dan juga untuk meringankan biaya hidupnya. Sempat terjadi pertengkaran hebat antara Kanao dan Shinobu karena keinginan Kanao bekerja ini. Shinobu sebenarnya sangat melarang adiknya untuk bekerja, mengingat sakit yang dideritanya itu.
Namun keinginan keras Kanao itu sulit untuk dihentikan. Ia akhirnya memperbolehkan Kanao untuk bekerja paruh waktu dengan alasan, jangan memaksakan dirinya. Kanao pun menyetujui syarat kakaknya tersebut.
Tujuan Kanao bekerja sebenarnya untuk menggantikan peran sang kakak Kanae. Ia tidak mau menjadi orang yang pasrah dan menyerah begitu saja kepada takdir hanya karena penyakit yang dideritanya. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya itu kuat, bahwa dirinya bisa melakukan apa yang orang lain juga bisa lakukan. Ia ingin melakukan semua hal yang mungkin tidak bisa ia lakukan kelak, ia ingin mengenal banyak orang, ingin jatuh cinta kepada seseorang, ingin menikah, mempunyai sebuah keluarga seperti layaknya kehidupan orang pada umumnya.
Namun sepertinya Kanao hanya bisa membayangkan semuanya itu, saat ini. Karena vonis dokter mengatakan bahwa dengan penyakit klep jantung bocor yang dideritanya, usia Kanao tidak akan lama. Meski di dalam hatinya ia menangis sekencang-kencangnya, hancur semua impiannya namun Kanao mencoba tetap tegar. Dan menjalani semuanya dengan normal. Ia selalu tersenyum supaya orang-orang menganggap dirinya baik-baik saja. Terkadang ia menangis ketika sedang sendirian di rumah. Tak jarang juga, Shinobu juga ikut menenangkan diri Kanao.
Dan semenjak hari itu, Kanao adalah Kanao yang sekarang. Meskipun sakit namun ia tetap berusaha menjadi dirinya sendiri. Ia tidak mau menceritakan kesedihannya ini kepada siapapun, karena membuat orang lain sedih hanya akan menambah kesedihannya saja. Hingga akhirnya ia berjumpa lagi dengan Tanjirou, dan menemukan apa arti dari kehidupannya ini, sebuah harapan dan kebahagiaan yang dapat mengubah kesedihannya menjadi perasaan menyenangkan.
~FLASHBACK : OFF ~
.
.
Setelah mendengar cerita dari Shinobu-san, perasaanku makin hancur. Dalam diriku, ingin rasanya aku berteriak tidak terima dengan apa yang terjadi pada Kanao. Semua senyuman, tawa, dan canda yang ia tunjukkan padaku hampir 4 bulan ini, semuanya hanyalah untuk menutupi rasa sakit yang sedang ia rasakan.
Aku merasa gagal, benar-benar gagal sebagai seorang laki-laki. Ia justru sering menghiburku disaat aku sedang sedih, ia yang justru membuatku tertawa? Aaaaaa apa sebenarnya aku ini.
“Ne, Tanjirou.. aku minta maaf ya.”
Ini, ini suara Kanao. Aku membalikkan badanku, melihat Kanao dengan tangan yang masih memegang handuk, ia sudah selesai mandi. Ia menatapku dengan senyuman sendu di wajahnya. Ia menangis. Iya, ia menangis namun sambil tersenyum.
“Kanao!”
Aku berlari ke arahnya, memeluknya dengan sangat erat. Aku tidak ingin kehilangan seseorang seperti dia. Ya Tuhan, aku mohon jangan berikan cobaan berat ini kepada Kanao. Aku sangat tersiksa melihatnya tersenyum seperti ini. Tubuhnya terasa sangat lemah ketika aku memeluknya, aku bisa mendengar isakannya, pelan memang namun terdengar sangat lirih.
“Tanjirou, syukurlah kau akhirnya tau ya. Aku memang sangat lemah, namun jika Tanjirou ada di sampingku, aku perlahan bisa menjadi lebih kuat. Makanya aku selalu berterima kasih kepadamu, aku sangatlah lemah jika kau tak ada...hiks.”
Keluarkan semuanya Kanao, aku ada disini kok. Aku ada di sini untukmu. Aku bersedia mendengarkan semua curahan hatimu, jadi kumohon keluarkan semuanya.
“... Aku minta maaf aku tidak pernah memberitahukan ini kepadamu. Aku hanya tak mau, hiks... Tanjirou ikut sedih. Cukup aku saja yang merasakannya, Tanjirou biar saja selalu tersenyum. Karena melihat senyumanmu, aku jadi lupa rasa sakit yang aku rasakan ini...”
Aku semakin menguatkan pelukanku padanya, aku tidak ingin ia menahannya lagi sendirian. Aku ada disini untuk berbagi kebahagiaan, juga kesedihan.
“...jika aku menceritakannya kepadamu, hubungan kita pasti tidak akan menjadi seperti ini lagi. Tidak ada bercandaan ataupun gelak tawa di antara kita. Hubungan kita pasti setiap hari akan selalu sedih, aku tidak mau itu. Makanya aku tidak ingin menceritakan apa yang sedang kualami. Aku hanya ingin Tanjirou menganggapku sebagai Kanao yang seperti biasanya, meskipun dengan kondisi yang seperti ini...”
“Jadi, aku minta maaf ya Tanjirou, karena tidak mau menceritakannya kepadamu. Kau tidaklah salah, jadi jangan meminta maaf setelah ini ya. Aku masih Kanao yang biasanya kok, hanya sedikit operasi tidak akan mengubah sikapku ataupun perasaanku padamu.”
“Kanao.. aku minta maaf. Aku tidak tahu jika selama ini kau menderita, kau selama ini merasakan rasa sakit seperti ini. Aku hanyalah orang bodoh yang tidak tau apa-apa. Aku bahkan tidak bisa membuatmu tersenyum di saat seperti ini...”
“Sst.. jangan meminta maaf, kan aku sudah bilang tadi. Aku tidak apa-apa kok. Aku hanya butuh sedikit pengobatan saja, nanti aku pasti akan sembuh.”
“Aku khawatir dengan keadaanmu Kanao. Aku tidak mau kau sakit seperti ini..”
Kanao mengusap rambutku pelan, sambil tersenyum lirih. Air matanya yang terus jatuh menandakan betapa sedihnya perasaannya sekarang. Air mataku terus saja mengalir setiap ia selesai mengatakan kalimatnya. Aku tidak bisa menahannya.
“Aku akan baik-baik saja, Tanjirou.”
Dari kejauhan, Shinobu-san melihat kami berdua. Ia menangis, namun tersenyum. Beberapa saat kemudian, ia masuk ke dalam kamarnya. Ya, aku sangat paham kok. Aku mengerti.
“Ne, Kanao..”
Ucapku dengan posisi yang masih memeluk Kanao.
“Iya?”
“Bagaimana kalau kita melihat kembang api bersama?”
“Kau masih ingat?”
“Tentu saja aku masih ingat, tidak mungkin aku melupakannya. Kan kau yang bilang kalau lain kali, gantian aku yang mengajakmu.”
Kanao melonggarkan pelukannya kemudian menatapku dengan tatapan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Tatapan mata yang lembut.
“Ayo, aku sangat menantikannya.. hihi.”
Senyuman di wajahnya menarik kedua ujung bibirku untuk ikut tersenyum. Ah, terima kasih Kanao.
“Aku juga sangat menantikannya.”
End of Tanjirou’s POV
.
'Aku berharap, aku bisa menontonnya.’
.
.
.
Yah, selesai juga chapter 7. Maaf ya updatenya ngadat, charger laptop lagi rusak soalnya :v
.
.
Next Chapter : Kembang Api
.
.
Makasih ya sudah mau mampir dan review, kalian penyemangatku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro