Chapter 6 - Date?
“Ne Tanjirou..”
“Ada apa, Kanao?”
“Besok hari Minggu, kau sibuk?”
‘Hah? Kanao menanyakan ini padaku? Jangan-jangan ia mengajakku untuk..’
.
.
.
Chapter 6 : Date?
Hari Minggu ini merupakan hari yang sangat spesial bagi Kanao dan Tanjirou. Pasalnya mereka berdua akan menjalani kencan pertama mereka. Kencan? Iya kencan resmi mereka berdua. Kemarin mereka telah menyatakan perasaan masing-masing dan resmi dinyatakan sebagai pasangan kekasih.
Sebenarnya Tanjirou dan Kanao juga sudah sering jalan-jalan berdua, namun saat itu mereka belum mengetahui perasaan sebenarnya dari masing-masing. Jadi ini adalah pertama kalinya bagi mereka untuk menjalani kehidupan sebagai sepasang kekasih baru.
Meski harus diakui, keduanya sendiri belum pernah menjalani hubungan seperti ini sebelumnya. Hubungan mereka kemarin hanya sebatas Tanjirou dan Kanao saja sebagai teman dekat, tetapi ini saatnya bagi mereka untuk melangkah ke tahap yang lebih jauh lagi. Apakah mereka bisa?
.
.
Di pinggir trotoar jalan raya, nampak seorang laki-laki yang berpakaian sangat rapi sedang berdiri di samping pohon yang cukup besar. Ia terlihat sangat rapi dengan kaos panjang berwarna putih ditutupi dengan kemeja berwarna krem tua dengan motif kotak-kotak perpaduan warna hitam dan krem muda pada bagian atas sampai pada bagian dada. Ia tidak mengkancingkan kemeja pada bagian atasnya sehingga kaosnya sedikit kelihatan.
Menggunakan celana jeans panjang berwarna hitam, dan memakai sepatu hitam putih bertali. Ia terlihat sedang menunggu seseorang. Ia sesekali melihat jam tangannya, memastikan waktu saat ini.
Tanjirou’s POV
Ah, aku sangat gugup sekali hari ini. Ini merupakan hari kencan pertamaku bersama Kanao. Setelah kita saling menyatakan perasaan satu sama lain kemarin, kali ini aku dan Kanao resmi menjadi sepasang kekasih. Uh, aku sangat malu jika disuruh mengingat kejadian kemarin. Begitu bodohnya aku sampai Kanao harus menyatakan perasaannya padaku terlebih dulu. Aku memang yang terburuk.
Saat ini aku sedang menunggu Kanao, aku sangat menantikan momen ini sejujurnya. Walau sebenarnya, aku dan Kanao juga sudah sering jalan-jalan berdua, namun ya karena sekarang status kita sudah menjadi pasangan makanya aku tidak bisa menyembunyikan degup jantungku yang terasa begitu cepat ini. Perasaan ini tidak akan pernah datang dua kali, apalagi gadis yang bersamaku ini adalah Kanao.
Aku sudah sangat tidak sabar ingin melihatnya hari ini. Sekilas wajahku sedikit merona membayangkannya saja. Sesekali aku melihat jam yang masih menunjukkan pukul setengah 9 pagi. Masih sangat pagi memang, dan Kanao pasti sedang berada dalam perjalanan menuju kemari.
“Tanjirou..”
Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namaku. Seketika aku menoleh ke arahnya. Detak jantungku seakan berhenti seketika, aku dibuat blushing melihatnya. Iya, Kanao hari ini sangat cantik sekali. Kapan lagi aku bisa melihat Kanao dengan versi seperti ini. Rasanya aku ingin segera memeluknya, uh gemas sekali melihat gadis ini rasanya.
Ia mengenakan kaos berwarna biru muda dan dengan dibalut sweater berkancing warna pink yang tidak ia kancingkan. Terlihat sangat imut saat ia memakainya. Sedangkan bawahannya, ia mengenakan rok ungu berukuran sedang dibalut dengan celana yang panjangnya sedikit dibawah lututnya. Tak lupa, ia juga membawa tas kecil yang pasti isinya adalah dompet. Benar-benar sangat manis, aku boleh memeluknya kan? Kan?
“Maaf membuatmu menunggu..”
Kanao menundukkan kepalanya, meminta maaf atas keterlambatannya. Tentu saja aku sama sekali tidak mempermasalahkannya. Justru aku lah yang harus minta maaf sepertinya.
“A-ah tidak apa-apa, Kanao. Kau datang saja aku sudah senang, kok.”
Aku mengucapkannya dengan sangat gugup. Sejak kapan aku menjadi segugup ini? Apakah karena ini hari pertama kita menjalani hubungan sebagai kekasih. Aku tidak tahu, aku tidak tahu sama sekali. Intinya, Kanao hari ini sangat kawaii.
Kanao terlihat sedang memutar-mutarkan salah satu kakinya di tanah, sambil menundukkan kepalanya. Aku melihat semburat merah di pipinya, apakah dia juga merasakan hal yang sama?
“Ne.. Kanao.”
Aku memanggil namanya dengan pelan, ia perlahan menengok ke arahku. Mata kami bertemu, matanya itu selalu membuatku terpana akan keindahannya.
“Iya?”
“Kau terlihat sangat cantik hari ini.”
Yes, aku berhasil mengatakannya! Aku berhasil, akhirnya. Aku melihat ke arah Kanao, wajahnya sangat merah. Tapi aku juga melihatnya tersenyum, senyuman yang membuatku meleleh seketika.
“T-terima kasih, Tanjirou.”
Ia mengatakannya dengan pelan, namun aku masih bisa mendengarnya. Kemudian ia juga mengatakan hal yang hampir serupa.
“K-kau juga terlihat berbeda hari ini. Sangat cocok denganmu.”
Ah, dia membalasnya. Seketika jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya, tak kusangka Kanao bisa mengatakan hal seperti ini. Seketika wajahku memanas dan aku salah tingkah. Kanao melihatku dan tersenyum kecil, pasti karena melihat tingkahku yang seperti ini. Ah aku membalas senyumannya juga kali ini. Sungguh suasana yang cukup canggung setelah apa yang kita lalui selama 2 bulan ini.
End of Tanjirou’s POV
.
Kanao’s POV
Ah akhirnya kencan pertamaku dengan Tanjirou dimulai juga. Aku sangat gugup sekali hari ini kalau boleh jujur. Karena ini adalah kencan pertama kita setelah menjadi pasangan. Duh, mengatakannya saja membuatku tersipu malu. Serta, aku menyisikan beberapa uang hasil kerjaku untuk hari ini dan aku harap uangku itu cukup. Semoga aku masih bisa mengendalikan diriku, hehe.
Aku bergegas menuju tempat Tanjirou menunggu. Aku berlari dengan sekuat tenagaku, aku tidak habis pikir apa yang akan terjadi jika kencan pertama kita telat. Aku melihat arlojiku dan ternyata sudah menunjukkan pukul 8.30, ah jangan sampai telat kumohon.
(Author’s note : Di jaman ini belum ada android ya, hp pun saat masih jarang di jaman ini, jadi mereka tidak bisa berkomunikasi lewat chat atau yang lainnya ya.)
Waktu di rumah, kak Shinobu memilihkanku semua pakaian ini karena aku sama sekali tidak pernah berdandan ataupun berpenampilan seperti ini sebelumnya. Jadi aku menyerahkan segalanya kepada kak Shinobu, dia memang yang terbaik. Kak Shinobu selalu mendukungku dan waktu aku memberitahukan bahwa aku akan pergi kencan dengan Tanjirou, ia terkejut. Ia memang sudah mengira bahwa kami akan berpasangan namun tidak secepat ini tentunya. Bahkan mengetahui bahwa kita melakukan kencan tepat sehari setelah melakukan kokuhaku.
Benar-benar, adiknya ini tidak bisa dihentikan apabila sudah mempunyai keinginan dan tekad, begitulah sekiranya pikirnya. Namun kak Shinobu mendukungku dan Tanjirou, ia sangat percaya kepada Tanjirou bahwa ialah pemuda yang layak untuk menjagaku. Duh, membicarakan hal ini sangat membuatku malu.
Kembali lagi ke kejadian saat ini. Aku akhirnya sampai di tempat Tanjirou menunggu. Sebenarnya Tanjirou ingin menjemputku, namun aku menolaknya dengan alasan itu akan merepotkannya. Jadinya, kita memutuskan untuk bertemu di suatu tempat. Ketika aku sampai, aku meminta maaf kepada Tanjirou karena telah terlambat namun ia tak mempermasalahkannya. Aku senang, aku mempunyai sosok Tanjirou di dalam hidupku.
Aku mengalihkan pandanganku terhadapnya, ia terlihat sangat berbeda dari biasanya. Style pakaian yang ia gunakan terlihat sangat cocok terhadapnya. Baju putih yang dibalut kemeja warna krem bermotif kotak-kotak di bagian dadanya membuatnya terkesan rapi. Pandanganku kualihkan ke bawah sambil kaki kananku kugerakkan seperti sedang mengais tanah. Berharap ia menyadari dan memuji penampilanku hari ini. Duh, terlihat sangat berharap.
“Kau terlihat sangat cantik hari ini.”
Tiba-tiba ia mengatakan itu dengan wajahnya yang sedikit tersipu malu. Sedangkan aku? Tentu saja kata-kata barusan membuatku meleleh dan wajahku sangat merah. Detak jantungku benar-benar naik secara drastis karena perasaan sangat senang ini. Sejenak aku takut bila terjadi apa-apa padaku, namun ini kan hanya perasaan senang pastinya tidak akan terlalu berpengaruh padaku. Kemudian aku tersenyum padanya, ia menyadari senyumanku dan langsung membalasnya dengan sebuah senyuman juga. Ah aku ingin memeluk laki-laki ini.
Lalu aku juga balas memuji penampilannya hari ini, penampilan yang sangat pas untuk dirinya. Ketika mendengarnya, ia terlihat salah tingkah. Bahkan aku bisa melihat semburat merahnya itu menjalar di wajahnya.
‘Sangat imut.’ Pikirku seketika.
Lalu aku tersenyum sambil sedikit tertawa kecil. Ia juga terlihat tersenyum canggung ke arahku. Ah, suasana canggung ini kembali lagi kepada kita setelah 2 bulan ini. Aku akan sangat merindukan momen ini.
End of Kanao’s POV
.
.
“Kita hari ini mau kemana?” tanya Kanao yang sepertinya sudah tidak sabar ingin segera memulai kencan ini.
“Em, bagaimana kalau kita ke mall dulu?” Ajak Tanjirou kepada gadis di depannya ini, yang disetujui saja oleh Kanao dengan antusias.
“Kanao sering ke mall?”
“Aku jarang ke mall. Mungkin waktu aku masih kecil, saat kak Kanae mengajakku dan kak Shinobu ke mall untuk membeli barang. Tetapi itu sudah lama sekali.”
Kanao menjelaskannya kepada Tanjirou yang dibalas dengan anggukan paham olehnya. Mereka masih sangat bingung dengan tujuan kencan mereka hari ini. Namun, lebih baik melakukannya daripada tidak sama sekali.
“Kalau begitu ayo kita ke mall, biasanya jam segini masih sepi kok.” Ajak Tanjirou dengan wajah yang bersemangat. Kanao mengangguk dan menuruti ajakan dari Tanjirou. Mereka kemudian bergegas menjauh dari situ untuk menuju ke tempat tujuan pertama mereka, yaitu mall.
.
.
Sesampainya di mall
“Wah ternyata sudah ramai sekali ya. Mall memang setiap hari entah di jam berapa pun selalu ramai, entah kenapa.”
Tajirou dan Kanao sibuk melihati suasana mall yang begitu ramai saat itu padahal jam masih menunjukkan pukul 9 pagi. Mereka melihat beberapa orang lalu lalang di antara mereka, dan ya itulah yang mereka dapatkan.. keramaian dari pengunjung mall tersebut.
“Ne, Kanao.. mau lihat-lihat di sebelah sini.”
Tanjirou menunjuk ke salah satu tempat aksesoris dan ornamen khas Jepang yang sangat unik dan lucu. Mereka pun masuk ke dalamnya. Tanpa sengaja Tanjirou menggandeng tangan Kanao yang tentu saja membuat Kanao blushing parah. Mereka pernah saling berpegangan tangan sebelumnya namun tidak di situasi sekarang ini, ingat status mereka sudah menjadi kekasih.. begitulah pikir mereka berdua ketika suatu hal yang dulu biasa dilakukan sekarang menjadi sangat canggung untuk dilakukan.
‘Jujur saja, aku kaget waktu Tanjirou memegang tanganku barusan. Bisa-bisanya ia melakukan itu dengan santai. Padahal aku masih belum terbiasa dengan hal semacam ini...’
‘... dasar cowok ini.’
Tanjirou yang menyadari tangannya sedang menggandeng tangan Kanao kemudian dengan spontan melepasnya, dan meminta maaf. Mungkin ia melakukannya karena terdorong oleh naluri prianya yang tanpa sadar tubuhnya seperti bergerak sendiri.
“Um, Kanao aku minta maaf.. aku tadi tidak sengaja melakukannya.. etto.”
Wajah Tanjirou memerah, dirinya sama sekali tidak menyadari apa yang barusan ia lakukan. Sedangkan Kanao masih saja terdiam, dengan rona merah tipis di pipinya.
“Em, tak apa-apa...”
“.. aku senang..”
Kanao mengatakan hal yang sangat tak terduga bagi Tanjirou. Meski perkataannya barusan pelan, namun ia berhasil menangkap maksudnya.
‘A-Apa?! Aku benar-benar tidak tau apa yang sedang kulakukan, tapi Kanao malah senang? Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan saat kencan, huh Kanao maafkan aku yang telah menjadi kekasih yang buruk.’
Tanjirou memukul dahi super kerasnya itu beberapa kali, ia melakukannya supaya ia tidak salah lagi dan lebih peka terhadap kencan pertamanya ini.
“E-eh, Tanjirou? Apa yang kau lakukan?”
Kanao terlihat kebingungan saat melihat Tanjirou melakukan hal konyol itu.
“Ah, aku baik-baik saja. Aku hanya sedang melamun tadi. Ayo, Kanao.”
Dengan semangat yang menggebu-gebu Tanjirou mengajak Kanao untuk masuk ke tempat penjualan aksesoris tersebut. Tidak mempedulikan apa yang barusan terjadi pada keduanya.
.
“Kanao, kau lihat apa?”
Tanjirou menghampiri Kanao yang sedang melihati gantungan kunci dengan bermacam-macam bentuk. Ia tertarik dengan salah satu bentuk yaitu kupu-kupu. Kanao tak henti-hentinya mengamati gantungan kunci tersebut. Tanjirou yang menyadarinya segera mengambil tindakan.
“Permisi, berapa ya harga gantungan kunci ini?”
Tanpa basa-basi, Tanjirou menanyakan harga gantungan kunci yang sedang diamati Kanao kepada si pemilik toko. Kanao tentu saja terkejut melihat apa yang Tanjirou lakukan. Dirinya cuma melihat dan mengamati macam-macam bentuk gantungan kunci tersebut dan belum mempunyai niat untuk membelinya. Apakah Tanjirou mencoba untuk peka?
“A-apa yang kau lakukan Tanjirou?”
Tanya Kanao dengan matanya yang masih membulat tak percaya. Sedangkan Tanjirou, dirinya hanya tersenyum tipis padanya.
“Ah tidak apa, aku cuma menanyakan harganya saja kok.”
“B-bukan itu maksudku. Tapi-”
Perkataan Kanao terpotong oleh perbincangan Tanjirou dengan ibu penjual gantungan kunci.
“Ini harganya 200 yen, nak.”
“Oh ini bu, terima kasih ya.”
.
“Ini Kanao, hadiah untukmu.” Ucap Tanjirou sambil memberikan gantungan itu kepada Tanjirou.
Kanao hanya bisa terbelalak melihat apa yang terjadi di depan matanya. Tanjirou membeli gantungan kunci itu tanpa menanyakannya.
‘Duh, apakah karena aku mengatakannya tidak peka, dia malah jadi bertindak seperti ini.’
Kanao lalu mengambil salah satu gantungan kunci berbentuk binatang rakun, kemudian juga membelinya. Tanjirou ikut terkejut, kenapa Kanao malah membeli gantungan kunci lagi.
‘Hah? Apa? Kenapa Kanao membeli gantungan kunci lagi? Apakah ia tidak menyukai gantungan yang kubelikan? Apakah aku salah membelikannya? Ah ampun, aku tidak paham.’
Dengan kebingungan Tanjirou menggigit jarinya, merasakan kekhawatiran karena menganggap dirinya telah salah membelikan hadiah untuk Kanao. Ia merasa tak berguna sama sekali. Tiba-tiba suara Kanao memanggilnya.
“Ini Tanjirou, hadiahmu. Terima kasih ya untuk gantungan kuncinya.”
Kanao tersenyum, senyum yang mencairkan kekhawatiran Tanjirou. Ternyata Kanao membeli gantungan kunci itu untuk dirinya. Ia merasa gagal sebagai kekasihnya Kanao.
‘Aku gagal sebagai seorang laki-laki. Kanao jangan lihat aku, aku sangat malu sekarang. Aaaa.’
“Ne Tanjirou...”
Kanao memanggil Tanjirou. Otomatis ia menatap gadis di sampingnya itu.
“Sini sini aku melihat hal yang bagus.” Sambil melambaikan tangannya, Kanao menyuruh Tanjirou untuk menghampirinya. Tanpa disadari, Kanao sudah berada di kios yang berbeda.
‘Sejak kapan Kanao berada disitu?’ batin Tanjirou sambil memasang wajah kebingungannya. Karena sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri mengenai cara menjadi kekasih yang baik, dirinya sampai lupa untuk memperhatikan gadis yang ia kencani tersebut.
Sambil bergegas menuju ke tempat Kanao berada, ia ingin membuang semua pikiran anehnya dan fokus terhadap kencan ini.
“Kanao, ada apa?”
“Lihat ini.”
Tanjirou melihat apa yang Kanao tunjuk, ia terkagum seketika. Mereka berdua melihat sebuah lukisan yang disana terlukiskan gambar sebuah bunga yang disinari matahari di atasnya. Sebuah lukisan yang memiliki banyak makna. Mereka berdua masih terfokus dengan gambar yang ada di lukisan itu, terdiam sejenak sambil memandanginya.
“Lukisan yang sangat cantik...” Kanao tiba-tiba memecah keheningan, menjeda kalimatnya sejenak sebelum kembali melanjutkannya. Tanjirou mengalihkan pandangannya dari lukisan ke Kanao yang seperti sedang mengartikan arti lukisan tersebut.
“... lukisan tentang sebuah bunga yang sangat cantik, lalu di atasnya ada sebuah gambar matahari yang seperti sedang memberi penerangan dan cahaya kehidupan terhadap bunga itu.” Kali ini Kanao juga mengalihkan pandangannya ke Tanjirou, mereka berdua bertatapan.
“Tanjirou, lukisan ini.. mewakili kisah kita. Kisah pertemuan kita maupun setelahnya.”
Pandangan mata yang Kanao pancarkan saat ini seperti menceritakan apa yang telah ia lalui selama ini. Tanjirou dapat mengartikannya, mengartikan apa yang sedang mereka berdua rasakan. Seperti..
.
30 menit sudah mereka melihat-lihat bagian aksesoris tersebut. Hingga akhirnya keduanya berhenti di salah satu tempat yang menjual berbagai macam gelang kain.
“Kanao, ayok beli gelang kain ini. Ini sangat cantik lho.”
Tanjirou mengambil salah satu gelang yang dipajang kemudian ia mengarahkannya ke Kanao.
“Ini sangat bagus Kanao, motifnya bunga. Cocok sekali untukmu. Sebentar, aku akan membelikannya untukmu.”
“Etto, tidak usah. Aku akan membelinya saja sendiri. Itu akan merepotkanmu, Tanjirou.”
Tanjirou memegang punggung tangan Kanao untuk menahan tangannya dari mengambil dompetnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, yang dapat diartikan ‘tidak usah’. Kemudian ia mengeluarkan tatapan yang seperti menjelaskan bahwa ‘aku berniat untuk membelikanmu, jadi jangan sungkan.’
Kanao yang mengerti maksud itu pun hanya mengangguk menyetujuinya. Di dalam hati ia senang, namun ia juga merasa tidak enak.
“Kanao..” panggil Tanjirou yang sudah membayar 2 buah gelang kain pilihan mereka.
Ia memasangkan gelang tersebut kepada pergelangan tangannya dan yang satunya ia pasangkan ke pergelangan tangan Kanao. Kanao yang terkejut pun hanya terdiam sambil melihat Tanjirou yang nampak sedang sibuk memasangkan gelang pada pergelangan tangannya.
‘Tanjirou..’
“Terlihat sangat cocok kan?” ujar Tanjirou yang sedang menjajarkan tangannya dengan tangan Kanao. Menyamakan posisi gelang yang sedang mereka pakai. Terlihat sangat pas dan cocok sekali pada keduanya.
“Bunga dan Matahari, kan? Aku paham kok maksudmu. Bunga adalah Kanao dan Matahari adalah aku, kita semua saling terhubung. Jika tidak ada salah satu dari ini, maka akan terlihat sangat kosong, hampa. Jadi mari kita jaga gelang ini masing-masing yah, jangan sampai salah satunya menghilang, Oke?”
Tanjirou menjelaskan maksud motif gelang yang sudah mereka pilih tersebut, Tanjirou memilih motif matahari sedangkan Kanao dipilihkan motif bunga oleh Tanjirou. Ia kemudian tersenyum, senyum gembira yang ia tunjukkan itu adalah gambaran suasana hatinya saat ini. Kanao yang sedari tadi diam pun terkekeh melihat penjelasan Tanjirou. Dirinya tak menyangka Tanjirou bisa sedramatis dan sepuitis ini.
“Ternyata kau juga bisa sepuitis ini yah Tanjirou, seperti bukan dirimu saja, hihihi.”
Melihat reaksi balasan dari Kanao, Tanjirou mati kutu. Wajahnya memerah karena malu. Disaat dirinya berpikir telah melakukan hal yang benar sesuai keadaan, ia malah mendapatkan reaksi yang tak terduga dari Kanao.
‘Ah, perasaan aku sudah melakukannya dengan timing yang pas. Apakah salah lagi?’
“Ngomong-ngomong, terima kasih ya Tanjirou. Makna yang kau jelaskan tadi sangat dalam. Aku paham kok hihihi, hanya saja aku sedikit tak bisa menahan gelak tawaku tadi jadi ya keluar begitu saja. Seharusnya daritadi kau menjadi diri sendiri saja, tak usah berusaha menjadi seperti orang lain. Tunjukkan saja seperti inilah Tanjirou saat kencan.”
Tanjirou melihat wajah Kanao seperti bersinar terang, ia seperti ditampar dan bangun dari mimpi, kekasihnya menyadarkannya.
“Huhuhu, terima kasih Kanao. Kata-katamu sangatlah terang sekali didengar. Aku akan melakukan sesuai perkataanmu, aku jamin.” Ucap Tanjirou sambil meyakinkan dirinya bahwa ia mampu membuat pengalaman first date terbaik.
.
.
.
Setelah 2 jam waktu mereka habiskan untuk berkeliling mall, dan membeli beberapa pernak-pernik tadi. Mereka akhirnya menuju ke tempat tujuan kedua, yaitu ke sebuah pameran yang memang dekat dari jarak mall tersebut.
“Tanjirou, aku dengar di dekat sini ada sebuah pameran yang diadakan 1 bulan. Dan katanya minggu ini pameran itu berlangsung selama 3 hari nonstop. Ayo kita kesana.”
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke pameran yang jaraknya mungkin hanya sekitar 400 meter saja dari mall tempat mereka berbelanja tadi.
“Wah itu pamerannya, Kanao. Ayo cepat kesana.”
Tanjirou menggandeng tangan Kanao yang kali ini ia lakukan atas keinginannya sendiri dan secara sadar. Kanao sendiri juga sudah mengetahuinya jadi tidak terkejut lagi seperti sebelumnya.
.
.
Ada banyak hal yang dipamerkan disana, tidak hanya barang-barang komersial saja, namun senjata kuno, lukisan tradisional, beberapa jimat keberuntungan, buku-buku tua atau lama, serta berbagai macam makanan khas jepang pun turut dipamerkan disana.
.
“Ne, Kanao Kanao.. lihat ini. Senjatanya keren sekali.”
“Wah, makanannya banyak sekali.”
“Banyak sekali buku yang dijual ya.”
“Hmm.. aku penasaran apa bahan dari guci ini.”
“Lihat Kanao, lukisan bergambar katak.”
“Tanjirou, lihat ada patung berbentuk kucing kecil. Imut sekali.”
“Woah, ramai sekali.”
“Kanao, ayo beli ini.”
“Ne Tanjirou, kemari.. ada sesuatu yang menarik.”
“Kanao, ayo kita kesana.”
“Wah, indah sekali ya.”
.
Mereka berdua sangat antusias menghampiri setiap stand demi stand untuk melihat apa saja yang dipamerkan. Dan tak hanya melihat saja, terkadang mereka juga membeli beberapa barang atau makanan yang menurut mereka perlu dan tentu saja sesuai dengan porsi dompet mereka.
Akhirnya mereka berdua beristirahat di sebuah bangku kecil yang memang terdapat di sepanjang jalan pameran. Waktu menunjukkan pukul setengah 3 sore, tak berasa mereka menghabiskan waktu hampir 4 jam di pameran tersebut. Dengan membawa satu bungkus takoyaki, mereka memakannya sambil berbagi cerita.
.
“Umm, takoyakinya enak. Begitu lunak saat dikunyah.” Ujar Tanjirou dengan takoyaki yang masih ia kunyah di dalam mulutnya. Kanao mengangguk tanda setuju.
“Tadi banyak sekali hal-hal yang menarik perhatianku lho.”
Setelah menghabiskan takoyakinya, Kanao kemudian mulai bercerita. Nada antusias terdengar dari kalimatnya. Tanjirou mengusap mulutnya yang tadinya masih berisikan takoyaki, beberapa saat kemudian ia menimpali perkataan Kanao barusan.
“Apa saja contohnya?”
“Seperti tadi aku melihat sebuah alat yang bisa menciptakan gelembung sangat banyak sekali sekaligus, di gelembung itu pun terdapat banyak sekali biasan warna. Lalu saat disentuh, gelembungnya tidak langsung pecah tapi berubah warnanya untuk beberapa detik, kemudian barulah pecah. Uh, benar-benar sangat unik.”
Mata Kanao berbinar-binar saat menceritakannya, ia benar-benar terlihat seperti anak TK yang baru pertama kali melihat sebuah mainan. Tanjirou tersenyum gemas sekaligus gembira. Di saat seperti inilah mereka bisa benar-benar tersenyum, tertawa, gembira dan berbagi cerita tanpa memikirkan hal lain lagi.
“Wah aku ingat kalau Kanao sangat menyukai gelembung, pantas saja tadi kau tidak fokus saat aku memanggilmu, hehe.”
“M-maaf, habisnya aku terlalu terbawa suasana senang dengan apa yang sedang aku lihat. Kalau Tanjirou, apa yang sangat menarik perhatianmu?”
“Kalau aku sih, tadi aku melihat seseorang menari tarian tradisional yang kupikir tarian itu sudah sangat lama sekali. Orang itu menarikannya dengan sangat luwes dan hebat, iramanya teratur, pergerakannya pun lincah namun tetap terkondisi. Dan satu lagi, pakaian yang ia pakai waktu menari tadi terlihat seperti membara dan anggun disaat yang bersamaan. Dengan topeng yang ia pakai di wajahnya juga menambah kesan misterius pada sosok sang penari. Oh iya, dia juga memakai sebuah tongkat? Atau pedang ya tadi, ya semacam itulah. Dia mengayunkannya dengan sangat mahir, sudah seperti seorang prajurit jaman samurai. Keren sekali, hehe.”
“Wah, kau menjelaskannya dengan sangat detail ya, hihi. Sebenarnya banyak sih yang membuatku penasaran. Oh iya, apa Tanjirou tadi melihat orang dengan dandanan hitam putih di pinggir jalan tadi?”
“Iya aku melihatnya, dia bisa melenturkan tubuhnya sampai bisa masuk ke dalam sebuah box kecil ya.” Ujar Tanjirou menanggapi perkataan Kanao.
“Iya, aku saja sampai merinding melihatnya. Benar-benar tidak normal, tapi unik huft.”
“Ah Kanao ini, semuanya juga dibilang unik kalau gitu.”
“Ya habis semuanya benar-benar jarang ada atau dijumpai, makanya aku bilang itu unik. Seperti kau juga contohnya.”
Mendengar Kanao mengatakan dirinya unik, Tanjirou mengernyitkan dahinya heran. Kenapa ia salah satunya?
“Aku? Kok bisa? Apa yang membuatku unik?”
Sambil tertawa kecil, Kanao menjelaskannya kepada Tanjirou.
“Kau itu unik, mana ada anak berusia 5 tahun yang mau membagikan burgernya kepada pengemis jalanan yang bahkan tidak pernah ia kenal. Dan lagi, kau mengajaknya berbicara dan menanyakan kabarnya gimana terus menanyakan namanya. Apakah itu tidak unik? Lalu belasan tahun kemudian, kau menjumpainya lagi dan tak menyadari bahwa pengemis itu telah tumbuh menjadi seumurannya, tetapi kau malah mengajaknya pergi. Bahkan kau tidak pernah mengetahui namanya, dan akhirnya bagian paling unik adalah kau mengajaknya untuk makan? Kau yakin? Mentraktir orang yang belum pernah kau kenal? Huft.”
Kanao menjelaskan dengan nada yang sedikit mengejek, namun perkataannya jujur. Disertai seringaiannya untuk menambah kesan satirnya lebih mengena. Tanjirou tentu saja paham apa yang ingin disampaikan gadis disampingnya ini meskipun dengan nada mengejek sekalipun. Tanjirou hanya tertawa masam, lalu ia memikirkan sesuatu untuk membalas sindiran Kanao tersebut.
“Hm, bagaimana ya, orang itu memang ada sih di dunia.” Tanjirou mengucapkannya dengan nada sangat percaya diri disertai sikap yang seperti sedang berpikir. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya.
“Memang benar orang seperti itu aneh, sangat aneh. Bahkan tidak masuk akal kalau ada di dunia nyata sekalipun. Namun meski begitu, orang tersebut berhasil membuat seorang gadis jatuh hati padanya, lho. Meski orang itu juga memendam perasaan kepada si gadis, tetapi tetap saja si gadis yang menyatakan perasaannya dulu kepada orang tadi. Dan si orang unik tadi berhasil mendapatkan gadis itu.. walaupun sering membuatnya menangis sih. Tetapi sekarang si gadis yang malah mengajak orang aneh bin sinting tadi kencan? Ternyata si gadis juga unik ya? Apakah sebenarnya yang unik itu justru gadisnya?”
Penjelasan dari Tanjirou tersebut sukses membuat wajah Kanao merah padam. Mungkin campuran antara kesal dan malu, walau porsi malunya lebih dominan. Skak mat dari Tanjirou, karena selepas mengatakan itu Kanao hanya terdiam dan menundukkan kepala. Sedangkan Tanjirou tentu saja tertawa bangga.
“Ahahahahaha, siapa yang lebih satir disini? Aku yang menang kan? Ne.. Kanao?”
Kanao masih terdiam dan menundukkan kepalanya. Beberapa detik kemudian, ia menoleh ke arah Tanjirou dan..
“Aaaaa, Tanjirouuuuu.” Sambil memukul-mukul bahu Tanjirou pelan, ia melampiaskan perasaan kesalnya terhadap laki-laki di sampingnya ini. Perkataan yang berubah menjadi bumerang itu sukses membuat Kanao sangat malu.
“Hahaha, kau sendiri kan yang memulainya. Aku hanya membalasmu. Dan sekarang kita impas.” Ujar Tanjirou sambil mengelus-elus kepala Kanao, mencoba untuk sedikit menghiburnya.
“Tanjirouuu....”
Keduanya pun akhirnya tertawa bersama, tak bisa menahan keabsurdan dan ketidakjelasan tingkah mereka sendiri. Ditemani oleh-oleh di samping mereka yang akan diberikan kepada orang tersayang mereka di rumah.
Tanjirou membeli untuk kakeknya Urokodaki dan tentu saja adik perempuannya Nezuko, sedangkan Kanao membeli untuk diberikan kepada kakak perempuannya Shinobu. Oleh-oleh mereka berdua duduk manis di samping hangatnya candaan dan tawa keduanya, menjadi saksi bahwa hubungan mereka berdua memanglah unik.
.
.
“Ne, Kanao.. bagaimana kalau kapan-kapan kita datang kesini lagi?”
“Apakah kau takut datang sendirian?”
“T-tentu saja tidak.”
Kanao masih menyempatkan diri membalas sindiran dari Tanjirou tadi. Sambil terkekeh, ia pun melanjutkan.
“Sudah kubilang kan, aku akan membalasnya? Fufufu.”
Sambil menyenderkan kepalanya ke bahu Tanjirou, menutup kedua matanya dan menikmati kehangatan bahu pasangannya. Ia kemudian menambahkan satu kalimat lagi.
“Tentu, aku pasti mau.”
“Baiklah, kapan-kapan lagi ya?”
Tanjirou kemudian merangkul bagian pundak Kanao, mendekatkannya ke tubuhnya. Sambil memandangi Kanao yang sepertinya masih diam menikmati kehangatan bersandar di pundaknya. Ia tersenyum dan kemudian menatap langit.
‘Aku akan selalu bersamamu, Bungaku.’
.
Kanao tiba-tiba membisikkan sesuatu kepada Tanjirou, dengan posisi yang masih seperti tadi, kedua matanya masih tertutup menikmati senderannya. Ia mengatakannya dengan sangat pelan.
“Ne Tanjirou..”
“Iya, Kanao?”
“Aku ingin melakukan apapun, kapan pun dengan orang yang aku cintai...”
Meskipun pelan, namun Tanjirou masih bisa mendengarnya. Suara Kanao yang terdengar sangat pelan itu.
‘Apakah ia mengantuk?’
Kemudian Kanao melanjutkan kalimatnya, dengan Tanjirou yang siap untuk mendengarkan lanjutannya.
“... aku ingin melihat kembang api bersamamu.”
“... kapan-kapan, gantian kau ya yang mengajakku? Tanjirou.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Kanao terjatuh dari senderan bahu Tanjirou. Dengan sigap, Tanjirou segera memegangi tubuh Kanao yang tak sadarkan diri itu. Dengan ekspresi yang sangat khawatir dan terkejut, ia kemudian mencoba membangunkan Kanao dengan pelan.
“Kanao bangun.. apakah kau kecapean?”
‘Kanao.. Kanao.. Kanao..’
.
.
.
Chapter 6 kelar, maaf untuk update yang agak lama ini ya. Ide habis nih, hehe. Dan ini merupakan chapter paling ringan yang ada di fic ini.
.
Next Chapter : Rahasia yang Tidak Perlu
.
.
Terima kasih ya yang sudah mampir dan review, selamat membaca fic abal-abal ini. Selalu semangat :D
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro