Chapter 10 - Epilog
"Ayah, ayah.. gendong aku."
Ucap seorang anak laki-laki yang sedang berlari menghampiri ayahnya. Sedangkan si Ayah sedang duduk di kursi ruang tamu dengan meminum sebuah teh hangat.
Melihat kehadiran anaknya yang begitu bersemangat, membuat si Ayah juga ikut tersenyum. Ia bangun dari duduknya dan menggendong anaknya tadi yang kira-kira masih berumur 6 tahun.
"Waaahh, aku terbang!"
"Hahaha, kau benar Haruki. Terbanglah setinggi langit." Seru si Ayah sambil mengangkat tubuh anaknya dan memutarkannya perlahan. Haruki, nama anak laki-laki itu. Keduanya tertawa bersama hingga seorang gadis kecil menghampiri dan melihat keasyikan mereka berdua.
"Ayah, aku juga mau!" ucap gadis itu yang umurnya satu tahun lebih muda dari Haruki, anak laki-laki sebelumnya.
"Wah wah, Koharu datang ya. Ne, Haruki.. gantian dengan adikmu ya?" ucap si Ayah sambil menurunkan Haruki.
"Tapi kan Ayah, aku juga baru sebentar." Nada bicara Haruki terdengar lemas. Namun ayahnya hanya tersenyum dan mengusap kepalanya.
"Nanti lagi, tenang saja." bisik si Ayah kepada Haruki yang dibalas oleh anggukan olehnya.
Si Ayah kemudian menghampiri anak perempuannya yang bernama Koharu, yang sudah memposisikan tangannya untuk siap digendong.
"Ayo Koharu, sekarang giliranmu untuk terbang ya."
"Waaah, aku takut." Ucap Koharu sambil menutup matanya dengan kedua tangannya.
"Jangan takut, Ayah memegangimu kuat-kuat kok.. tenang saja."
Mendengar ucapan si Ayah, Koharu membuka matanya perlahan. Melihat seberapa tinggi jarak tubuhnya dengan tanah sekarang ini. Awalnya ia memang takut, namun pegangan si ayah membuat rasa takutnya hilang.
"Siap Koharu? Satu... dua.. tiga... Wiiiwww."
Koharu terlihat sangat menikmati gendongan ayahnya. Ia bisa melihat ruang tamu yang seakan berayun-ayun pelan mengikuti pandangan matanya. Rasanya menyenangkan, begitu nyaman dan aman.
"Terima kasih, Ayah." Ucap Koharu senang dan langsung dibalas dengan senyuman oleh ayahnya.
.
.
.
15 menit telah berlalu, Haruki dan Koharu masing-masing telah puas mendapatkan jatah bersenang-senang dengan ayahnya. Mereka bertiga duduk di kursi ruang tamu berdampingan dengan sang ayah. Lelah tetapi senang yang mereka bertiga rasakan. Si Ayah tersenyum puas karena bisa membuat kedua anaknya ini senang.
.
"Ne, Ayah.."
Mendengar ada yang memanggilnya, si Ayah pun menoleh ke sumber suara.
"Iya Haruki?"
"Bagaimana Ayah bisa bertemu dengan Ibu?" tanya Haruki dengan wajah polosnya.
Ayahnya terkejut, kenapa Haruki tiba-tiba bertanya hal seperti itu.
"Iya, Koharu pun juga ingin mendengar ceritanya..." Tiba-tiba, Koharu ikut menyahut perkataan kakaknya.
"Koharu ingin mengetahui bagaimana Ibu dan Ayah dulu bertemu dan berkenalan... Koharu penasaran sekali, Yah." Ucap Koharu bersemangat dengan mata yang berbinar-binar.
Melihat ekspresi penuh rasa penasaran dari kedua anaknya itu membuat si Ayah tidak bisa menolak permintaan mereka berdua.
"Baiklah, akan Ayah ceritakan kepada kalian. Kalian dengar baik-baik ya?"
"Baik." Seru Haruki dan Koharu bersamaan dengan antusias.
Si Ayah menghela napas sejenak sebelum akhirnya mendekatkan Haruki dan Koharu ke dalam rangkulannya. Ia kemudian mulai bercerita bagaimana ia bisa bertemu dengan wanita yang menjadi istrinya sekarang ini.
"Jadi, Ayah-"
'Ne, Tanjirou..'
'Eh?'
Tiba-tiba, seperti ada seseorang yang memanggil nama si Ayah. Ia terkejut bukan main. Mendengarnya membuat bulu kuduknya merinding seketika. Suara itu terdengar sangat dekat baginya. Membuatnya kembali teringat bahwa usianya sekarang sudah tidak muda lagi. Tetapi semua ingatan itu terasa seperti baru-baru ini terjadi.
Iya, si Ayah yang bernama Tanjirou itu sekarang telah memiliki dua orang anak yang sangat manis. Yang laki-laki bernama Haruki Kamado dan yang perempuan bernama Koharu Kamado. Mereka berdua masing-masing memiliki wajah yang tampan dan cantik rupawan. Tanjirou begitu bahagia dengan kehidupannya sekarang, meskipun ia juga tidak bisa melepas kisah hidupnya waktu masih muda dulu. Kisah dan kenangan yang mengantarkan Tanjirou ke kehidupan yang saat ini.
Di umurnya yang sekarang ini menginjak usia 31 tahun, ia masih tidak bisa melepas semua kenangan masa lalunya. Setiap hari ia selalu mengingat, mengingat betapa berharganya waktu itu.
'Kanao?'
"Ayah?"
Suara Koharu memecah lamunan Tanjirou. Ia kembali tersadar dengan dunianya sekarang ini, dimana kedua anaknya sedang menunggu cerita darinya. Ia sudah membuat kedua buah hatinya ini menunggu terlalu lama.
"Maaf ya Haruki, Koharu.. Ayah sedang tidak fokus." Ucap Tanjirou sambil mengelus kepala mereka berdua.
"Yahh, Ayah." Terdengar seruan lesu dari mereka berdua.
"Maaf.. maaf, Ayah akan kembali menceritakannya kepada kalian, hehe."
"Yes, aku sudah tidak sabar." Seru mereka berdua.
'Akan aku ceritakan bahwa dulu Ayah bertemu dengan sosok wanita yang sangat cantik, baik hati, sederhana, cerewet dan juga menggemaskan. Wanita itulah yang bisa membuat ayah jatuh cinta padanya.. sosok yang tak akan pernah Ayah lupakan. Karena sampai sekarang, Ayah masih sangat menyayanginya. Ayah selalu mencintainya sampai kapanpun.'
.
.
.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki yang perlahan mendekati ruang tamu. Siluet samar-samar di samping pintu itu mulai terlihat sedikit demi sedikit. Koharu dan Haruki yang telah selesai mendengar cerita dari ayahnya kemudian pergi menghampirinya sambil menangis.
"Ibu, aku sayang Ibu..." Koharu menenggelamkan kepalanya di tubuh sang Ibu yang sedang menyamakan tingginya dengan tinggi Koharu. Sedangkan Haruki ikut memeluk ibunya.
Tanjirou menoleh ke arah mereka bertiga. Ia tersenyum melihat sosok istrinya yang begitu cantik itu.
Ia jadi teringat pesan Kanao dulu..
"Lanjutkan hidupmu, carilah gadis yang cocok bagi Tanjirou dan buatlah keluarga yang bahagia ya? Seseorang sepertimu pasti bisa dengan mudah mendapatkan gadis yang lebih baik dariku..."
"Tapi jangan menyukai terlalu banyak gadis lho ya, aku yang disana juga akan cemburu jika Tanjirou menjadi orang seperti itu, hihihi. Tadi, aku juga berpesan pada Nezuko-chan untuk selalu mengawasimu, hehe..."
Setetes air mata Tanjirou jatuh membasahi pipinya tanpa ia sadari. Ia akhirnya bisa memenuhi pesan dari Kanao itu dan mendapatkan jodohnya... Kanao benar, ia selalu mengatakan sesuatu dengan benar.
'Kanao, semua pesanmu dulu.. semuanya benar-benar terjadi padaku. Semuanya.. hiks. Benar-benar terjadi sesuai perkataanmu dulu.'
"... Aku ingin membuat Tanjirou juga merasakan bahagia seperti yang Tanjirou selalu lakukan padaku. Aku selalu memimpikan suatu hari nanti kita bisa menikah dan memiliki keluarga yang bahagia kelak. Aku selalu berandai-andai seperti itu, aku benar-benar naif ya. Tetapi, keinginanku itu nyata adanya..."
'Kau benar Kanao, kau selalu benar.'
'Aku akhirnya merasakan apa yang dinamakan kebahagiaan seperti yang dulu kau pernah bilang.'
"... Selalu jalani kehidupan ini dengan bahagia ya? Aku akan selalu bersamamu selama kau bahagia kok..."
'Terima kasih ya Kanao.. kau memang benar. Semuanya...'
"Aku harap Tanjirou bisa menemukan seorang gadis lain yang bisa membuat Tanjirou kembali bahagia. Bisa menjaga Tanjirou ketika sedang sakit atau susah, selalu berada di samping Tanjirou bagaimana pun keadaannya. Aku harap Tanjirou bisa menemukan sosok itu.."
"Aku berhasil menemukannya Kanao. Aku akhirnya berhasil menemukannya.. hiks. Aku menemukan seseorang yang bisa selalu mendampingiku, baik susah, senang maupun sedih. Seorang wanita yang membuatku bisa merasakan lagi kebahagiaan..."
Tanjirou menangis dalam kebahagiaan dan perasaan haru. Semua perasaan yang ia bawa selama ini membuatnya mencapai titik dimana ia benar-benar bisa merasakan kebahagiaan yang disebut keluarga.
"Ne, Tanjirou.."
Tanjirou yang merasa terpanggil pun menoleh ke arah sumber suara yang tak lain adalah sang istri. Melihat wajah istrinya yang sangat cantik, membuatnya tak pernah bosan meskipun setiap hari ia melihatnya. Ia sangat menyayangi istrinya itu.
"Kenapa anak-anak bisa menangis? Apakah barusan terjadi sesuatu?" ucap sang istri dengan nada suara yang begitu lembut didengar.
Tanjirou kemudian berdiri menatap sang istri dengan air mata yang masih membekas. Ia memeluknya.. Istrinya pun kaget melihat suaminya yang tiba-tiba memeluknya. Apa yang sebenarnya terjadi? Batinnya.
"Eh, ada apa Sayang? Kenapa tiba-tiba sekali?"
"Aku sangat merindukanmu."
"E-eh?"
Tanjirou semakin mengeratkan pelukannya pada sang istri, membuat kedua anaknya yang melihat dari pintu ruang tamu kebingungan.
"Tadi aku menceritakan kisah bagaimana kita bertemu kepada anak-anak..." Tanjirou menjeda kalimatnya. Membuat istrinya itu langsung paham mengapa kedua anaknya itu bisa menangis.
Sang istri pun balas memeluk Tanjirou, ia merasa pelukannya kali ini adalah spesial. Karena perasaan mereka saat saling berpelukan, adalah perasaan yang mereka bawa selama ini. Perasaan penuh kenangan dari awal pertemuan mereka sampai akhirnya menjadi keluarga.
'Perasaan ini, perasaan yang pertama kali kurasakan..'
"Kau menceritakan ke anak-anak bagaimana?" tanya halus oleh sang Istri kepada Tanjirou.
"Aku menceritakan semuanya pada mereka, hehe..."
Tanjirou dan Istrinya tersenyum, mereka mengenang kembali semuanya.
"Aku menceritakan bahwa dulu aku bertemu dengan sosok wanita yang sangat cantik, baik hati, sederhana, cerewet dan juga menggemaskan. Wanita itulah yang bisa membuat aku bisa jatuh cinta padanya.. aku benar kan?"
Sang istri hanya mengangguk menanggapi cerita suaminya. Ia tersenyum malu karena semua yang dikatakannya benar.
"Lalu, bagaimana bisa anak-anak sampai menangis?" ucap sang Istri dengan nada yang sedikit menggoda.
"Kau ini sudah berkepala 3 tetapi masih saja suka menggodaku ya...
.... Kanao?"
Ucap Tanjirou yang sedikit membalas godaan dari istrinya, ya siapa lagi kalau bukan Kanao Tsuyuri, yang tentu saja sekarang marganya telah berubah menjadi Kamado.
"Kau juga, meski sudah jadi suamiku dan berkepala 3 tetapi masih suka membuatku merona ya, T-an-ji-ro-u, Hihihi." Ucap Kanao yang tak ingin kalah dengan godaan Tanjirou.
Keduanya tertawa kecil. Mereka menenggelamkan diri dalam sebuah percakapan penuh nostalgia. Membicarakan hal-hal seperti ini membuat keduanya teringat masa-masa awal mereka dekat.
'Kanao.. Kanao, kau selalu bisa membuatku tersenyum.'
Kemudian Tanjirou kembali melanjutkan ceritanya.
"Pertemuan kita saat masih kecil dulu, kau masih ingat kan? Aku menjelaskannya dari situ.."
'Ah, benar-benar sudah sangat lama ya, Tanjirou.'
"Baik, sekarang aku paham kok, Sayang.. hehe." Ucap Kanao yang sedikit terkekeh ketika melihat wajah Tanjirou yang menurutnya masih sama dengan waktu mereka muda.
"Makanya, aku tadi bilang sangat merindukanmu. Meskipun tiap hari kita selalu bertemu."
"Tanjirou no baka.. hihihi."
"Eh? Kenapa? Memangnya ada yang salah?"
"Tidak ada, huft."
"Kenapa obrolan kita masih sama seperti saat kita muda dulu ya. Seperti tidak pernah berkembang sedikit pun, hehe." Ucap Tanjirou yang sedikit terkekeh sambil menatap wajah cantik Kanao dewasa.
"Itu salahmu karena memilihku, coba saja kau pilih wanita lain.. pasti obrolanmu tidak akan membosankan seperti ini, huhu." Kanao menggembungkan pipinya, membuat ekspresi kesal jadi-jadian. Tanjirou yang melihatnya pun gemas tak tahan. Ia mencubit hidung istrinya itu dan kemudian tertawa jahat.
"Rasakan itu, karena kau sudah mengatakan hal yang tidak-tidak, hahaha."
'Kami sudah berusia 30 tahunan tetapi tingkah kami masih seperti bocah ya? Duh, kebiasaan waktu masih muda.' Batin Tanjirou yang menyadari tingkah kekanakannya.
Ia kembali melihat Kanao yang masih terdiam menunduk. Ada apa?
'Apa Kanao marah? Waduh.'
Tanpa disangka..
Cup!
Ciuman lembut mendarat di bibir Tanjirou. Iya, Kanao istrinya lah pelakunya. Kanao mencium bibir suaminya yang membuat bola mata si suami membulat sempurna.
'Mendadak sekali, Kanao.'
"Rasakan juga pembalasanku, fufufu." Seru Kanao yang sudah melepaskan ciumannya.
Tanjirou hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah istrinya ini.
'Tenang saja, aku pasti akan membalasmu, Kanao.'
.
"Ngomong-ngomong, itu curang, tahu." Ucap Tanjirou tidak terima dengan nada bercanda.
"Selama itu untuk balas dendam, itu diperbolehkan, Sayang, hehe." Kanao mengeluarkan tawa mengejeknya kepada si suami yang hanya bisa tersenyum gemas.
'Ah kita benar-benar keluarga yang moody. Kadang-kadang sedih, senang, sedih lagi, senang.. begitu seterusnya. Tapi, kita bagaimanapun juga, kita adalah keluarga yang bahagia.' Batin Tanjirou
Tanjirou kembali memeluk istrinya itu dan langsung dibalas pelukan juga oleh Kanao.
'Terima kasih, Kami-sama.. kau telah mengabulkan doaku untuk bisa hidup kembali dan menjalankan sebuah keluarga bahagia bersama pria yang sangat kucintai ini. Terima kasih. Aku benar-benar bersyukur.'
Batin Kanao yang menenggelamkan kepalanya ke dada sang suami. Ia menangis bahagia, membayangkan semua ini adalah hal yang sedari dulu ia mimpikan. Semua yang nyaris tak bisa ia rasakan ini, akhirnya bisa ia rasakan. Bukan wanita lain melainkan dirinya. Sesuai apa yang ia sampaikan dulu. Ia sangat senang, bahagia dan tentu saja bersyukur.
"...aku ingin berjalan bersama Tanjirou disini. Aku ingin membuat Tanjirou juga merasakan bahagia seperti yang Tanjirou selalu lakukan padaku. Aku selalu memimpikan suatu hari nanti kita bisa menikah dan memiliki keluarga yang bahagia kelak. Aku selalu berandai-andai seperti itu..."
"Akhirnya aku bisa sembuh total dari penyakitku dan bisa berjalan lagi dengan Tanjirou, di dunia ini. Hal yang selalu kuimpikan menjadi nyata. Tanjirou-anata, terima kasih ya."
.
.
.
"Ne, Kanao.."
"Iya sayang, ada apa?"
"Bagaimana kalau anak-anak melihat?" ucap Tanjirou sambil membuka sedikit matanya.
"Mereka sudah melihatnya kok, hihi. Nanti biar aku yang akan menjelaskannya." Kanao mengedipkan salah satu matanya kepada Haruki dan Koharu yang sekarang ini masih menatap bingung orang tua mereka.
Lalu Kanao menyuruh anak-anaknya untuk mendekat.
"Haruki, Koharu, kemarilah sayang."
Dengan langkah cepat, Haruki dan Koharu pun ikut memeluk orang tuanya.
"Aku sangat menyayangi ayah dan ibu.. uuuu." Ucap Haruki kepada kedua orang tuanya.
"Aku juga, Koharu juga sangat sayang kepada ayah dan ibu." Seru Koharu yang tak mau kalah untuk mengucapkan ucapan sayang.
"Kami juga menyayangi kalian semua kok, selalu." Ucap sang ibu, Kanao kepada buah hatinya.
Mereka melepaskan pelukannya dan duduk di kursi panjang ruang tamu. Tanjirou memangku Haruki dan Kanao memangku Koharu.
"Haruki, Koharu.. kami akan selalu menjaga kalian. Ayah dan ibu sangat menyayangi kalian. Nama kalian masing-masing memiliki arti yang sama yaitu.. Matahari kecil yang akan selalu bersinar. Jadi tumbuhlah menjadi orang yang bisa menyebarkan kebaikan kepada orang lain ya? Seperti matahari yang selalu bersinar. Jangan ragu untuk melakukannya." Tanjirou menjelaskan kepada anak-anaknya. Sambil masing-masing mengelus rambut anaknya itu dan tak lama kemudian keduanya tidur.
"Kanao sayang.. terima kasih ya."
Tanjirou mencium Kanao singkat, kemudian mereka beranjak dari ruang tamu sambil masing-masing menggendong anaknya yang sudah terlelap. Sambil berjalan menuju kamar anaknya, mereka memandangi kedua anaknya dengan tatapan yang lembut. Mereka bersyukur telah dianugerahi buah hati yang begitu manis ini.
Setelah menidurkan Haruki dan Koharu di ranjang kamarnya, Tanjirou dan Kanao keluar dari kamar anaknya itu. Lalu dengan perlahan menutup pintu kamar.
"Selamat tidur, Haruki, Koharu. Beristirahatlah."
.
.
.
"Ne, Anata.. kau lapar?" tanya Kanao pada sang suami Tanjirou.
"Bagaimana kau bisa tahu?" ucap Tanjirou heran, ia merasa belum mengatakan apapun. Tetapi istrinya ini bisa mengetahui bahwa dirinya sedang sangat lapar.
Kanao terkikik, ia kemudian membalasnya.
"Sudah bertahun-tahun aku bersamamu, mana mungkin aku tidak hafal dengan muka kelaparan suamiku ini, hihi."
Krucuk krucuk
"Nah kan.." lanjut Kanao dengan masih terkikik, sedangkan Tanjirou hanya bisa tersenyum malu.
"Kau ini ya Kanao.."
Sambil memeluk Kanao dari belakang, Tanjirou menyenderkan kepalanya di pundak sang istri. Si Istri yang terkejut hanya bisa tersenyum memaklumi tingkah suaminya itu. Sambil tangannya mengelus rambut merah si suami, mereka berkecupan singkat.
"Ne, Tanjirou..."
"Iya?"
"Terima kasih ya.. untuk semuanya."
"Jangan.. aku lah yang harusnya berterima kasih karena kau bisa kembali bersamaku Kanao. Aku benar-benar mencintaimu, aku bersyukur aku menikahi wanita sepertimu di dunia ini..." ucap Tanjirou sambil mengeratkan pelukannya.
".... aku bersyukur kau bisa kembali dengan selamat, Kanao. Semua itu tidak akan pernah kulupakan."
"Aku juga sangat bersyukur, aku bisa diberikan kesempatan kedua kalinya untuk kembali berjalan bersama Tanjirou. Aku benar-benar sangat bersyukur."
.
.
.
"Kanao, kau.........." (Lanjutan dari adegan di chapter 9)
"..... kau hidup?!"
'Aku tidak percaya ini.'
'Kami semua menangis pada saat itu, aku juga tidak terlalu mengerti kenapa semuanya sampai menangis seperti ini. Apakah aku.......'
'..... kembali hidup lagi? Tapi aku tidak merasakan rasa sakit apapun sekarang. Bahkan aku bisa menggerakkan kakiku dengan mudah. Mukjizat apakah ini?'
'Aku benar-benar kembali hidup? Bahkan sekarang tubuhku terasa lebih ringan. Aku melihat Tanjirou yang sedang memelukku dan menangis di depanku. Semuanya ada di sana, kak Shinobu, Giyuu-san dan Nezuko-chan, mereka semua menangis menatapku dan memelukku bergantian. Bahkan dokter yang baru datang pun serasa tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.'
"Dengan ini, Kanao-san bisa kembali seperti normal." Ucap dokter yang kembali memeriksa keadaanku.
'Apa aku.. mati suri?'
"Kau kembali Kanao, hiks... Kau kembali! Syukurlah." seru Tanjirou yang masih menangis.
'Terima kasih, Kami-sama.'
.
.
.
"Kalau begitu, aku masak dulu ya Sayang. Tunggu sebentar."
"Aku selalu menunggumu kok, Sayang."
"Aku menyayangimu, Istriku."
"Aku lebih menyayangimu, Suamiku."
Kanao mengecup dahi Tanjirou dan kemudian pergi ke dapur untuk memasak. Tanjirou yang duduk di kursi meja makan terus memandangi punggung sang Istri yang menuju ke dapur. Senyuman manis terukir di bibirnya..
"Aku akan selalu bersamamu, Bungaku."
.
.
.
.
.
.
.
Bunga & Matahari : Fin
.
.
.
.
.
.
.
.
Chapter 10 - Epilog (END)
.
.
.
Ah akhirnya selesai juga fic ini. Ini adalah chapter terakhir, atau epilog dari fic ini. Happy ending yah ternyata hehehe. Semua cerita ini sebenarnya sudah dirancang dari awal mau kemana alurnya, tapi ya pasti ada improvisasi ide di tengah-tengah cerita. Tapi memang dari awal, aku sudah menetapkan fic ini happy ending. Soalnya di genre, nggak aku masukin 'Angst' kok.
Bagi yang penasaran "Kenapa Kanao bisa hidup kembali?" Itu terdapat pada chapter 9 pas bagian dimana Kanao bertemu sosok mirip Tanjirou di dunia yang gelap. Disitu kan Kanao berlari dari dunia gelap (sebut saja kematian). Sosok Tanjirou di dunia gelap itu adalah sosok yang ingin membuat Kanao untuk tetap tinggal di dunia itu. Tetapi, Kanao lebih memilih untuk kembali ke dunia nyatanya karena masih ada kesempatan untuknya kembali. Jadi, adegan itu adegan setelah Kanao menghembuskan napas terakhirnya di akhir chapter 9. Aku sengaja memasukkan adegan itu di sela-sela Kanao yang belum sadar pasca operasi supaya tidak terlalu mencolok. Seakan-akan dunia gelap itu terjadi setelah Kanao operasi, namun tidak. Bagi yang masih ingin tahu adegan yang mana, bisa baca kembali chapter 9 bagian monolog Kanao (Kanao's POV) sebelum dia sadar.
Lalu aku ucapkan terima kasih bagi semua orang yang sudah membaca, mengikuti, vote dan mereview fic ini dari awal sampai akhir. Tanpa kalian mungkin fic ini tidak akan bisa sampai selesai seperti ini. Terima kasih banyak ya kalian yang udah support fic ini wkwk. Kalian memang yang terbaik Drama banget ya aku, duhh.
.
.
.
.
.
Dan ini bonus ilustrasi buatan sendiri tentang keluarga bahagia ini... :D
Tanjirou, Kanao,dan kedua anaknya yaitu Haruki dan Koharu
Tanjirou, Kanao,dan kedua anaknya yaitu Haruki dan Koharu (2)
Tanjirou & Kanao Dewasa (1)
Tanjirou & Kanao Dewasa (2)
Terima kasih dan semangat berkarya! 😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro