Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Di Penghujung Hidup

Untuk terakhir kalinya, sebuah jarum suntik kembali masuk ke dalam daging dan juga saraf-saraf tubuh dengan pemaksaan.

Penyakit yang dapat membuat penderitanya merasakan sakit yang begitu besar, dan penyakit yang membuat penderitanya seperti tak mampu untuk bergerak dengan leluasa akibat terlilit oleh akar-akar aneh.

Barangkali, ya kalian benar, barangkali aku akan mati dengan tidak hormat di tempat ini.

Mati sebagai istri yang setia dan juga cemburuan terhadap suaminya sendiri, sebuah kenangan pahit yang sedang aku kenang di dalam memori paling dalam di hidup, sebelum pada akhirnya berbagai macam teriakan panik dapat aku dengar.

Di atas sebuah tempat tidur yang empuk, serta ruangan yang putih lagi bersih, sebuah ruangan yang tak dapat lagi dicari kebenaran positifnya.

Semua orang berteriak dengan penuh tanda tanya dan juga kepanikan, sementara aku hanya fokus pada gambaran samar pemuda berambut merah di sebelah kananku. Suamiku yang begitu muda, suami yang begitu baik lagi sopan, dan suami yang barangkali pribadi setia.

Tanjirou, betapa lamanya ia hidup bersama denganku, entah sudah berapa lama kita menjalin semua ini, atau bahkan tak terhingga lagi.

Di ruangan putih inilah akhirnya, di ruangan penyembuhan inilah ujungnya, selamat tinggal jikalau aku tak tertolong nantinya.

...

Sayup-sayup terdengar suara memohon kepadaku, dan suara itu adalah Tanjirou yang tampak menyesal.

Posisi sendiri kami memang sedang saling bersebalahan, satu sama lain, hanya saja kali ini sungguh berat rasanya untuk mengucapkan satu kata untuknya.

Kembali masa lalu itu datang dengan sendirinya, masa lalu dimana kami berdua mengikrarkan janji bersama di depan penghulu dan juga kawan-kawan yang ada, akankah diri ini menyesal? Atau justru marah kepada sang pencipta karena tak dapat memberi buah hati untuknya?.

Oh, Tanjirou ku yang malang, andaikata engkau tak memilih orang penyakitan seperti diriku, barangkali hidupmu akan lebih makmur dari sebelumnya.

Tak lama setelahnya sebuah tangisan mengiringi seluruh ruangan.

Ya, tangisan, tak salah lagi, tak ragu lagi dan tak ada keraguan lagi didalamnya.

Sebuah tragedi akan terjadi pada pasien ini.

Dimana Tanjirou? Tak dapat aku dengar suara paraunya lagi, dan tak dapat aku rasakan lagi sentuhan tangan yang khas itu. Kemana dia? Pergi lagi atau kemana lagi pula anak ini?!

Jangan berikan wanita tua ini emosi lagi, jangan berikan pula wanita tua ini beban pikiran lagi, kau sudah jadi suami jangan tinggalkan istrimu lagi.

Perlahan, mulai timbul perasaan aneh, tubuh ini terseret ke bawah tempat tidur menembus semua materi padat yang ada dan secara tiba-tiba aku sudah berada di tengah-tengah sebuah padang rumput yang luas dengan berlangitkan langit malam yang indah beserta bulan sabit dan bintang-bintang fajar di atasnya.

Di depanku sudah berdiri seorang pria yang kukenal, dan yah dia adalah Tanjirou lengkap bersama setelan jas putih di badannya, sementara diri ini hanya mengenakan semacam dress kecil.

" Ada apa? Mengapa kita ada di sini?" Tanyaku kepada Tanjirou.

" Ini adalah pikiran bawah sadarmu, dan aku hanyalah manisfestasi dari sosok yang paling engkau sayangi. Muzan, sungguh kita akan berpisah, di luar sana orang-orang sudah melarikan dirimu ke ruang oprasi untuk penyelamatan nyawamu.

" Tapi, ini adalah pertanyaan terberat yang barangkali akan menjadi pertanyaan terakhir bagi hidupmu, apakah kamu mau ingin hidup lagi?" Tanya si manisfesto.

Tertegun, jadi ini adalah penentuan dari semua? Dari semua rasa cinta, kasih dan sakit yang sudah aku alami?

Sungguh aku bingung, akan tetapi. Apakah dengan hidup Tanjirou akan lebih bahagia denganku? Bukankah itu tampak seperti egoisme?

Tidak! Tapi, apa ada jaminan ketika aku hidup nanti semua akan kembali normal dan hidup sesuai dengan kaidahnya, aku rasa ini sudah saatnya pergi, meninggalkan Tanjirou untuk menjadi lebih bahagia.

Agar dia tidak lagi pergi keluar kota hingga negara hanya untuk mencari obat, dan dia bisa mendapatkan kebahagiaannya lagi meski aku harus menanggung cemburu manakala dia akan beristri lagi.

Tapi, hei! Ini adalah penentuan, maka aku tatap Tanjirou palsu itu dan berkata.

" Aku memilih pergi, akan aku biarkan dia untuk istirahat dan menikmati kebahagiannya, dan aku harap pula jangan pernah lupakan semua yang telah aku dan dia lalui.

" Aku ingin, dia mendapatkan yang lebih baik tapi, ah sudahlah! Aku hanya ingin dia istirahat!" Aku meraung, menangis, dan marah di waktu yang bersamaan.

Tak sadar manifestasi Tanjirou itu kini sudah memeluk diri ini, dan berbisik lembut di telinga kanan.

Dia berkata.

" Terimakasih atas semua yang kau berikan, maaf terus-menerus meninggalkanmu bersama Nakime di ruang kamar, dan maafkan pula kebodohanku karena tidak bisa menjadi suami yang baik, sisanya pergilah dengan tenang, Muzan aku mencintaimu."

Kami menangis di waktu itu selama beberapa menit, sebelum pada akhirnya sesuatu menarik tubuhku ke atas langit hingga aku tak bisa lagi melihat Tanjirou dengan utuh.

.
.
.
.

" Sungguh aneh, selamat tinggal Tanjirou."

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro