Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bunda!!

"Bunda!!! Temani Riku main bola, mau?! "

Kau yang masih mengumpulkan nyawa sambil menggaruk pelan rambut acak-acakanmu hanya menatap pemuda yang menguarkan aura ceria cenang cerah. Masih tidak ingin membuka mulut, terlalu malas menjawab. Badanmu juga terasa remuk, antara bekas begadang semalam dan cara tidurmu yang tidak bergerak sama sekali. Mirip simulasi. Tenang, simulasi tidur nyenyak maksudnya.

Tentu tidur nyenyak yang langsung bertemu yang Maha Kuasa.

Bohong, kok. Jangan khawatir.

Tapi tergantung yang Maha Kuasa juga.

Enthor hanya memprediksi, ahaha.

Itu kursinya diturunkan, manis. Jangan marah begitu. Kita damai.

Riku, pemuda berambut merah itu mendekatkan wajah. Menatapmu dengan pipi mengembung sebelah. Mulutnya mengucut, sedikit menunjukkan tatapan memelas andalannya. Kau segera melebarkan mata. Rasa kantukmu menghilang dan segera menghantamkan bantal ke wajah manis kekasih rambut merahmu. Yang herannya, entah mengapa bantal itu bisa masih tergenggam ditanganmu.

"Bunda jahat!!! Kok mukul Riku?! "

Kau mengelus pelan jantungmu yang berdetak kencang. Semburat tipis merah muda mewarnai pipimu. Kau menatap was-was Riku yang merengek sambil menggoyangkan kedua tangannya yang terkepal keatas dan kebawah. Bahaya sekali pemuda cabe satu ini. Diam anak manis, bergerak membuat hati ketar-ketir meringis.

Salahkan juga jantungmu yang suka berdetak tak sopan dan menyesakkan namun hangat ketika melihat tingkah ceria atau tak terduga dari Riku.

"Ma-maaf... Aku kaget tadi... "

Riku mengembungkan kedua pipi gembilnya, membuang muka sambil bersedekap. Memasang wajah sok kesal. Kau menghela napas, mengelus pelan pipi kekasihmu yang membuang muka. Tersenyum jahil dengan menahan tawa.

"Yakin mau marah? Nanti aku jalan sama–"

Belum sempat kau menyelesaikan ucapanmu. Badanmu tertarik kedepan. Refleks kau memekik tertahan, dagumu diangkat keatas. Tatapan serius tercetak dimanik merah Riku. Kau membeku. Tenggelam dalam tatapan dalam namun lembut miliknya.

"Jangan. Tak akan kubiarkan kesayanganku berjalan dengan pemuda lain. Kau itu milikku, (Name). "

Segera seluruh warna merah memenuhi wajahmu, respon jantungmu juga tak kalah cepat. Berdetak cepat dengan rasa meletup-letup.

"Ri-riku... "

Kau bergumam lirih, hanya itu yang bisa dikeluarkan oleh mulutmu yang lidahnya terasa kelu. Terlalu terkejut dengan 'serangan' tiba-tiba dari kekasih manismu.

"Hm? "

Riku berdeham, mengambil sejumput helaian rambutmu lalu dengan lembut menyelipkannya ke daun telingamu. Senyum tipis tersemat dibibirnya. Pemuda itu menatapmu, tanpa berkedip.
Kau menunduk, menghindari tatapan Riku. Bisa mati muda dirimu jika terus melihat tatapan 'gentle' dari seorang Nanase Riku.

"Kakak bayik! Mau ngajak aku main bola, kan?! Ayo ke lapangan, kita tinggalin aja kakak bau iler itu! "

Kau menatap adik lelakimu yang menyeret paksa kekasihmu. Dengan tertatih, Riku segera menyeimbangkan diri dan berusaha mengikuti langkah cepat adik lelakimu. Adik lelakimu menoleh kebelakang, mengeluarkan lidah sambil memasang wajah kemenangan yang terlihat begitu menyebalkan dimatamu. Urat mulai menonjol di dahimu.

"Dasar adik biadab... "
"Ahaha! Aku biadab, kakak kurang adab! "

Umpatan kembali keluar dari bibirmu ketika mendengar balasan menyebalkan dari adik lelakimu. Lihat saja nanti, kau berencana 'memberitahu' kedua orang tuamu jika adik lelakimu sudah mempunyai 'sesuatu'

'•'

"Ayo kakak bayik, oper kemari! "
"Hei, adik kurang ajar! Jangan kau panggil Riku dengan julukan seperti itu! "

Adik lelakimu tak membalas, masih tertawa terbahak ketika mendapat operan apik dari Riku. Adik lelakimu segera berlari kencang sambil menendang gencar si bola lalu dengan waktu yang tepat, ia menendang kuat bola itu. Dengan telak, bola masuk dengan mulus tanpa ditangkap oleh kiper lawan.

Riku bersorak riang, berlari menuju adikmu lalu saling berpelukan dan lompat ditempat bersama-sama. Kawan tim mereka ikut mendekat, memeluk keduanya dengan erat dan penuh canda tawa. Kau tersenyum tipis, memangku dagu sambil duduk direrumputan. Alas kakimu kau lepas, sebagai penganjal agar celana yang kau pakai tidak kotor oleh tanah.

Kau menatap Riku yang tertawa lebar, rambut merahnya terlihat berkilauan dibawah terpaan sinar mentari senja.

"Manisnya... "

Gumamanmu terdengar lirih bersamaan dengan jantung kembali berdetak kencang, sekali lagi kau jatuh cinta kepada Nanase Riku. Memang pesona pemuda berambut merah dengan senyum lebar itu mampu membuatmu tak bisa berpaling.

Riku balas menatapmu, melambaikan sebelah tangan dengan ceria.
"Bunda!!! "
Kau balas melambaikan tangan, senyumanmu semakin lebar. Tapi senyum itu segera berganti menjadi ringisan ngilu ketika sebuah bola sepak menghantam lenganmu dengan keras.

Riku segera berlari menghampirimu, berjongkok disampingmu dengan raut khawatir.
"Bunda tak apa?! "
Kau hanya mengangguk, masih meringis ngilu sambil mengelus pelan lenganmu.

"Aneh sekali memanggil kekasih sendiri dengan kata 'Bunda' memangnya kau bayi, ahaha! "

Kau menatap tajam tim lawan Riku, mereka tertawa terbahak-bahak sambil menatap rendah. Emosimu tersulut, adik lelakimu juga meamasang wajah marah, keinginannya untuk merangsek maju ditahan oleh teman-temannya. Adikmu berdecih kesal, menatap nyalang tim lawan.

Riku terdiam, raut wajahnya murung. Keceriaan yang tergambar jelas diwajahnya hilang tak berbekas. Kau tertegun. Tawa nyaring dari tim lawan Riku semakin bergema, kau meremas tangan Riku.
Riku menunduk, menyembunyikan wajah dibalik poni panjangnya.

"Memangnya kenapa? "

Riku berkata sedikit keras, tawa dari tim lawan Riku menjadi senyap.

"Memangnya kenapa kalau aku memanggilnya Bunda?! "

Kau tersentak, sedikit terkejut dengan nada suara Riku yang naik. Belum habis rasa terkejutmu, tiba-tiba dalam satu hentakan kau berada digendongan Riku dengan gaya pengantin. Kembali kau memekik, segera mengenggam baju Riku sebagai pegangan.

"Aku memanggilnya Bunda untuk latihan, karena aku yakin ia akan jadi Ibunda dari anak-anakku! Tidak seperti kalian yang hanya bisa menunggu tanpa kepastian!!! Dasar lelaki korban ghostingan!!! "

Kau melebarkan mata dengan mulut terbuka lebar, adikmu ikut melotot dengan mulut mengangga lebar. Tim dari Riku bersorak riang, siulan bersahutan terdengar nyaring.
Riku masih memandang tim lawannya,

"Sudah korban ghostingan, tidak dianggap, digantung pula! Masih mendingan aku, punya kekasih imut seperti Bunda! "

Panah imajiner menembus keenam laki-laki yang berada di tim lawan Riku. Suara batuk saling bersahutan.

"Ka-kau?! "

Riku melotot,

"Apa?! Kau yang paling ngenes! Sudah ditolak tiga kali dalam lima menit masih gencar menanti, dasar ngenes! "

Telak. Pemuda itu jatuh terduduk sambil memegang dadanya, kelima kawannya ikut jatuh terduduk.
Riku bernapas kembang-kempis, sebelah pipinya mengembung. Uap imajiner keluar dari kepalanya.

Kau menutup wajahmu yang memerah sempurna, Ya Tuhan... Jantungnya serasa ingin meledak.

"Oi, Gaku. Kisah lelaki menyedihkan itu mirip denganmu. "
"Berisik, bocah! Kupukul kepala merah mudamu kalau kau masih mengoceh! "
"Sudahlah, teman-teman... Ayo berdamai... "

Keenam pemuda itu meneguk ludah pelan, menatap takut ketiga laki-laki yang baru saja datang.

"Jadi... Coba kulihat seberapa lebar mulut kalian yang tak beradab ini ketika kutarik... "

Pemuda berambut merah muda itu tersenyum tipis, menekuk pelan jari-jari tangannya. Rekan disampingnya yang berambut abu hanya mengangkat bahu tak peduli, menyeret kawannya satu lagi untuk menyingkir dari lahan 'eksekusi'

"Kak Tenn! "

Pemuda dengan rambut sewarna permen kapas itu menoleh ke adik kembarnya,

"Semangat membuat permen dari tubuh mereka! Sekalian buat jadi permen kapas! "

Tenn menyeringai, kembali menatap keenam pemuda yang bergetar ketakutan. Bahunya ditepuk pelan, Tenn menoleh ke samping. Adikmu menatap Tenn dengan senyum lebar,

"Aku ikut, Kakak ipar. Sepertinya lebih seru jika koki yang 'memasak' mereka bertambah... "

Adikmu mengucapkan kalimat itu sambil menatap rendah keenam pemuda itu.

"Baiklah. Mari kita bersenang-senang..."

Riku membalikkan badan masih mengendongmu. Tak peduli dengan teriakan nista dari belakangnya. Kau melirik sedikit dari balik badan Riku, meringis ngilu namun memberi kata 'Mampus' dalam hati. Esok ia akan memberi perhitungan tersendiri.

"Ayo kita kesana, Bunda. "

Kau menatap Riku yang menatap kedepan dengan senyum lebar,

"Kalau Riku malu, tidak usah memanggilku 'Bunda' "

Riku menghentikan langkah kakinya, kau mengalihkan pandangan. Tidak ingin melihat wajah Riku. Satu kecupan didahi terasa ringan bagai hinggapan kupu-kupu. Kau segera menatap Riku dengan bibir bergetar. Riku hanya tersenyum tipis, lalu mendekatkan wajahnya dengan manik mengunci manikmu.

"Kau calon Ibunda anakku, jadi aku akan terus memanggilmu seperti itu. Karena itu salah satu tanda jika aku benar-benar mencintaimu, kesayanganku. "

Refleks tanganmu menjambak rambut Riku, kau berteriak nyaring dengan wajah memerah sempurna. Riku ikut berteriak, ia sedikit oleng karena serangan tiba-tiba darimu.

"Li-lihat saja kalau kau membual! Akan kujabak rambut cabemu ini sampai rontok, Ayah! "

Riku membeku, wajahnya ikut memerah sempurna.

"Ta-tadi Bunda memanggilku Ayah?! Ayah sayang Bun–"

Kau kembali menarik rambut merah Riku, melampiaskan emosimu yang bercampur aduk. Riku kembali memekik, namun tawa segera terdengar dari bibirnya. Riku menganti posisi gendongan padamu. Sekarang kau duduk dilengan kokoh Riku dengan tubuh lebih tinggi dari Riku. Tanganmu memegang bahu lebar Riku, sepertinya Riku hari ini memang sedang senang membuat jantungmu hampir meledak.

Dengan senyum lebar dan tawa riangnya, Riku menatapmu dengan mata penuh cinta dan kasih sayang.

"Aku mencintaimu, Bunda. Mari menikah saat kita sudah cukup umur nanti. "

____________________________________

Special tag Anggun_P1004

Makasih ya, Ngun. Kau memang gudang inspirasiku.
/emot blekmun

Gak bikin mleyot?

Maaf, ya :"))

Enthor nulis ini ngebut pake banget, oneshot ini juga pelepas stress karena materi yang ditulis gak abis-abis... Kalau kata-katanya belibet maaf, ya :"))

Next mungkin bakal direvisi, aneh memang... Kurang tidur malah ngetik cerita roncom...

TAPI NGETIK CERITA RONCOM ITU BIKIN MOOD MELONJAK DRASTIS, UEUEUEUE!!!

Dan lagi... Entah kenapa dari sekian banyak chara Ainana, menurut Enthor yang paling enak diketik ya si Riku...

Oshi sendiri dianak tiri in
/nyengir

Haaa~

Nulis roncom emang yang terbaik buat pelepas stress~

Mungkin sekian? Sampai jumpa di oneshot lainnya~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro