Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER #50

"It's time to announcement
a gender!"

─Raphael

***

CHAPTER #50

***

Kehamilan membesar membuat Nana semakin hari semakin kesusahan. Bukan karena tidak senang, melainkan karena terlalu senang sampai Nana berpikir apa dia akan baik-baik saja dengan kehamilannya ini? Berat badan dia sudah naik secara drastis. Perbedaan cukup jauh, mengenal Ina, kakaknya sendiri mengandung satu bayi hanya baik tujuh kilogram, sedangkan Nana baru mengandung sekitar enam bulan sudah naik dua belas kilo.

Ina sudah dekat dengan due date-nya Marcell bilang, satu minggu ke depan mereka akan stay di rumah sakit. Sementara Nana, masih sibuk merenungi perubahan yang telah terjadi pada tubuhnya yang kian membesar. Dia selalu merengek kepada Raphael kalau dia sudah jadi bayi dugong.

Sayangnya, bayi dugong yang Nana sebutkan terlalu spesial di mata Raphael.

Seperti sebelumnya, Nana terus mengoceh kalau dia tidak bisa tidur dan tidak bisa lagi bergerak aktif. Terkadang, hanya untuk bangun dari tidur pun Nana membutuhkan banyak bantuan dari orang-orang.

"Sumpah aku udah jadi dugong banget apa ya?" kata Nana kali ini, setelah melihat Raphael keluar dari kamar mandi.

Aroma shower cream dan shampoo kesukaan Nana yang kini menjadi shampoo kesukaan Raphael juga menggelitik indra penciuman Nana.

"Kalau aku iya-in nanti kamu marah." Raphael mengusap telinganya dengan handuk kecil, sementara itu handuk masih melingkar di seputar pinggangnya. "Kalau aku jawab nggak pasti dikira bohong, aku nggak mau jawab."

Nana manyun, dia melihat tengkuk Raphael yang basah dan dia segera menarik lengan Raphael agar duduk di sisi ranjang bersama dirinya.

Kehamilan memang membuat Nana senang sekaligus rendah diri. Tapi demi kesehatan mental anak-anaknya, Nana selalu menekankan diri agar bisa bersikap bodo amat.

"Aku beneran gendut ya, Raf?" tanya Nana lagi kali ini dengan suara yang lebih kecil.

Raphael menarik lengan Nana dan membuat Nana duduk di pangkuannya. "Aku masih sanggup buat pangku kamu berjam-jam, apa lagi kalau kamu woman on top, mantap banget."

Nana berdecak, menjewer telinga Raphael dan berteriak. "Lihat anak-anak, Bapak kalian memang mesum! Masa dirty talk mulu?!"

Raphael tertawa puas, dia selalu suka melihat bagaimana Nana mengadu pada kedua anaknya tentang sikapnya yang menyebalkan.

Raphael mencium pipi kiri Nana, mengelus permukaan perut Nana yang begitu menonjol. "Mama sama Oma kapan datang?"

"Minggu depan, tapi nggak tahu ya.. Kak Ina kan bentar lagi lahiran."

"Mm," Raphael tidak akan berhenti menciumi Nana setelah ini, perubahan pada ibu hamil itu membuat Raphael yakin—semakin senang ibu hamil, maka aura kecantikan ibu hamil akan semakin terpancar. "... Kak Ina jadinya caesarea? Kamu mau gimana? Ambil SC aja gimana?"

Namun Nana malah memberikan jawaban gelengan kepala. "... Takut."

"Hah?! Kok takut?!"

"Ya takut lah!" protes Nana. "Mau normal juga ngeri, kalau kembar─otomatis aku mulas dua kali, harus ngeden dua kali juga. Tapi nggak apa-apa deh," ujar Nana kali ini dengan pasrah.

Sekarang, malah Raphael yang kena mental. Benar juga, melahirkan satu bayi saja menurut dari cerita orang-orang begitu penuh perjuangan dan pertarungan antara maut dan hidup. Sementara Nana? Nana akan melahirkan dua anaknya dalam sekaligus? Wah bukan main..

"Na.. Sc aja ya?" pinta Raphael kali ini.

"Raf.. Masih lama, Dokter Amira juga bilang kalau nggak ada masalah aku bisa lahiran normal, lagian ya.. Ada hal penting buat mikirin sc atau normal."

"Apa memang?"

"Gender mereka." Nana menaik turunkan alisnya dan tersenyum mencium bibir Raphael. "Aku nggak sabar pengen tahu gender mereka."

Raphael tersenyum, ikatan emosi antara dia dan Nana memang sudah sangat bermakna bagi dirinya. Dia dan Nana sudah berikrar untuk saling mencintai, menghormati, setia dan bahkan memberikan bantuan secara lahir dan batin.

"Raf," panggil Nana lagi. "Kok diam aja sih?"

Ya masalahnya, sekarang yang terkena gejala depresi bukan Nana. Tapi Raphael.

"Na aku bisa apa sih nanti kalau kamu lahiran?" rutuk Raphael kali ini, Raphael menjatuhkan keningnya di atas bahu Nana dan menghela napas pasrah. "Paling sama Dokter Amira disuruh ikut berpartisipasi."

"Iya memang, Sayang..." Nana tertawa ringan. "Memang kamu mau ikut bantuin partus?"

"Bukan gitu.." erang Raphael frustrasi. "Seenggaknya, bantuan yang harus aku berikan bukan cuman ikatan emosional antara aku, kamu dan mereka." tunjuk Raphael pada perut Nana. "─hal positif? Aku nggak yakin aku bisa kasih itu sama kamu, Na."

Nana mengerutkan keningnya, baru saja tadi dia yang insecure karena berat badannya naik drastis, tapi kini Raphael malah terlihat putus asa?

It's ridiculous...

"Aku lusa mau ke JSH." kata Nana meminta izin.

"Mm, terus?"

"Ya, jadi setelah kita tahu gender mereka apa, aku mau konser." kata Nana lagi dengan ringan, tanpa beban.

Raphael jadi bingung, tiga bulan ke depan secara mental Nana akan berubah kembali. Jangankan dalam jangka bulanan, jangka harian pun mood Nana tidak bisa ditebak oleh Raphael.

Kecemasan semakin dirasakan karena informasi yang didapatkan tidak komprehensif atau tidak pada tempatnya. Maka dari itu, bukan Raphael tidak ingin mencari tahu, tapi sejujurnya akhir-akhir ini dia pernah membaca satu artikel yang mengatakan kalau kelahiran dengan bayi kembar beresiko lebih tinggi meningkatkan kematian pada ibu.

Like what the hell?

"Kamu konser sama Pak Gatra?" Raphael tidak mau memperlihatkan ketakutannya saat ini.

Nana mengangguk. "Iya, Pak Gatra minta aku buat temani dia. Tapi ya.. Aku curiga perutku nggak bakalan bisa nahan Cello lagi deh, Raf."

"Belum di coba."

"Kayaknya memang harus dicoba."

Raphael tersenyum senang mendengarnya. "Kita test drive yuk? Besok kan mau USG."

Nana memutarkan bola matanya malas. "Gak usah makasih." tolaknya.

"Tahu nggak sih, Na? Secara teori, mereka harus sering dikunjungi sama Bapaknya?" tanya Raphael dengan lugu.

Nana menggeleng, kukuh dia ingin segera tidur. "Kamu yang enak aku yang capek, bangun tidur aja udah pakai bengek sekarang, kamu mau nambah-nambah kerjaan aku aja?"

"Ayolah..." rengek Raphael.

Sumpah Nana tidak ingat sudah berapa kali dia di sabotase oleh Raphael. "Malam ini nggak dulu,"

"Terus kapan?" tagih Raphael.

"Nanti balik beres konser di JSH."

Raphael hanya mampu menghela napasnya dengan pasrah, dan itu artinya dua malam lagi.

***

Dokter Amira selalu mengatakan kehamilan Nana adalah kehamilan yang paling beruntung dan banyak diinginkan oleh setiap wanita. Tidak semua orang bisa mendapatkan anugerah dengan kehamilan anak kembar sekaligus, dalam keadaan sehat.

Ada beberapa faktor yang bisa mendukung kesehatan Ibu, jelas salah satunya faktor kebahagiaan batin. Jika dilihat-lihat, Nana memang bahagia karena mendapatkan suami yang mencintainya, menerima kehamilannya, dan orang tua mereka yang saling support demi kesehatan calon cucu mereka.

Ya, kalau dibilang khawatir jelas Nana khawatir. Dia belum pernah menjadi orang tua sebelumnya, tapi dengan Raphael setidaknya dia yakin kalau dia dan Raphael akan menjadi teman untuk anak-anak mereka.

Mendidik? Apa Nana tahu caranya? Jelas tidak. Mama dan Papanya dulu selalu mengajarkan Nana hal baik ini dan itu, tapi belum tentu dalam kehidupan nyata, saat ini contohnya dia bisa menerapkan ajaran Mama dan Papanya. Dan hal itu akan berlaku untuk anak-anaknya.

Cerminan anak adalah orang tua, semasa hidup Nana yakin dia baik-baik saja dengan semua apa yang dia dapatkan dari Mama dan Papanya.

Dia berbuat baik, berusaha, mengembangkan, menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan catatan mengerti makna kehidupan untuk diri sendiri dan orang lain. Mungkin, itu kunci besar ajaran yang akan Nana terapkan.

Sentuhan tangan Raphael pada lengannya membuat Nana tersadar, kegiatan screening hari ini yang akan dilakukan bersama Dokter Amira tengah disiapkan.

"Melamun.." tegur Raphael kepadanya.

Nana hanya tersenyum tipis, dia melihat Dokter Amira yang sudah bersiap dengan gel yang akan dioleskan di atas permukaan perut Nana.

"Siap, Ibu Katarina? Hari ini kita screening Twins A dan Twins B, sekaligus mencari tahu gender mereka berdua. Mau taruhan?" tawar Dokter Amira dengan senyumannya kepada Nana.

Aroma difuser yang ada di ruangan membuat Nana merasa lega, dia yakin kedua bayinya akan baik-baik saja selagi dia pun merasa menjaga mereka baik-baik saja.

"Ya, taruhan apa nih, Dok?" tanya Nana.

Dokter Amira terkekeh pelan, memulai semuanya dengan apik monitor pun sudah nyala dan Raphael tampak antusias menunggu apa yang akan Dokter Amira lakukan pada Nana.

Nana melirik pada Raphael lalu seketika dengan cengiran jahilnya Raphael berkata. "Kalau cowok dua-duanya, harus dikasih adik cewek ya, Dok?" timpalnya.

Dokter Amira tidak bisa menahan tawa. "Kasih jarak ya, Pak Raphael.. Biar Ibu Katarina bisa punya time masing-masing merawat si kembar. Lebih bagus, lima tahun. Kalau si kembar sudah lebih dari lima tahun, kalian boleh merencanakan adik buat si kembar."

"Kelamaan nggak, Dok?"

Nana melengos malas. "Nggak lah," jawab Dokter Amira dengan sabar. "Ada yang jaraknya antara kakak dan adik sepuluh tahun lebih, bahkan dua puluh tahun. Tadi, sebelum Ibu Katarina, ada pasien saya anaknya sudah kuliah usianya 21 tahun eh.. Ibunya kedapatan isi lagi, jarak usia kakak sama adiknya sekarang jauh banget malah."

"Wah... Itu sih.." Raphael malah menggeleng dengan tawanya yang khas. "Bisa direncanakan nanti setelah si kembar dewasa, iya kan, Na?"

Nana menggeleng malas. "Nggak tahu deh.. Dua ini aja belum keluar!"

"Well, kita mulai ya.." ujar Dokter Amira. Monitor itu mulai menampilkan dua fetus yang tengah bergerak secara bersamaan. "Oke.. Lihat fetus A ya.. Oh my God.." puji Dokter Amira. "Lihat Mam, Baby A dadah-dadah nih!"

Kedua mata Nana dan Raphael membulat tak percaya, melihat lambaian tangan salah satu anak mereka kepadanya. Nana tertawa perlahan, dan dia tersenyum senang melihat sapaan yang ditujukan untuk dirinya dan Raphael.

"Oalah.. Plasenta bagus ya, Ibu Katarina.. Implantasi normal, bagus seperti bulan lalu ya masih aman semuanya." Dokter Amira dengan konsentrasi menjelaskan satu persatu.

Dari mulai tali pusar, irigasi cairan di otak janin, sampai tulang tengkorak janin yang sudah tertutup dengan sempurna. Melihat itu semua Nana dibuat takjub, dia benar-benar merasa bermanfaat setelah menghabiskan sekian kilogram makanan yang membuat berat badannya meningkat pesat, dan semua nutrisi mencukupi seluruh kesehatan anaknya.

"Tidak ada penyumbatan ventrikel ya, detak jantung Baby A sangat bagus. Tulang belakang bagus, tidak ada spina bifida[1], usus normal, lihat ini lambung Baby A!"

Raphael menghela napas lega. Ketika Dokter Amira menunjukkan sisi baru lagi kepada Nana membuat Nana tergerak semangat. Tendangan bisa Nana rasakan di sisi kanan, dimana si Baby B merasa iri karena belum diperhatikan oleh sang Dokter.

"Sebentar ya, Baby B.." Dokter Amira yang mengerti kecemburuan itu lantas terkekeh pelan. Pemeriksaan masih lanjut dan akhirnya sampai pada hal yang ditunggu-tunggu.

Dokter Amira menyipitkan matanya. "Ibu, Pak.."

"Kenapa, Dok?" tanya Nana dan Raphael bersamaan.

"Janji sama saya, setelah ini Ibu dan Bapak Raphael boleh buat dua warna sekaligus untuk memberitahu keluarga nanti ya?"

"Maksudnya?" tanya Nana tak mengerti.

"Nih bagian kiri si Baby A.." Dokter Amira tersenyum lebar. "Dia laki-laki, nih.."

Raphael mengeratkan genggaman tangannya pada Nana. "Serius, Dok?" tanyanya.

Dokter Amira mengangguk. "Serius, kita lihat kanan ya.. Si Baby B yang paling aktif, tiap malam katanya suka teror Mamanya, kan?"

Nana tertawa dan mengangguk. "Iya, paling nggak bisa diam, kasian sama saudaranya kalau udah gitu pasti ikut kebangun juga."

"Mm, well.."

"..."

Nana dan Raphael menunggu dengan sangat penasaran. "Gimana, Dok?"

"Baby B is a girl. Selamat Pak Raphael, Ibu Katarina.. Kalian dapat sejodoh nih."

"Sepasang?!" tanya Nana lagi. "Kemarin-kemarin dia kan ngumpet terus."

"Iya namanya juga cewek, jaim."

Raphael tertawa pelan. "Jaim, tiap malam paling berisik dan nggak mau diam tapi."

Ketika Dokter Amira menyelesaikan semua pemeriksaannya, Nana meminta dokumentasi hasil USG hari ini dan berterima kasih kepada Tuhan. Kenapa semua ini bisa terjadi kepadanya? Maksudnya.. Kebahagiaan yang berturut-turut datang kepadanya.

"Selamat ya, Ibu Katarina, Pak Raphael.. Semangat, masih banyak minggu-minggu yang harus kalian lalui."

Seperti biasa, setiap akhir sesi Dokter Amira memberikan semangat dan motivasi yang tiada henti membuat Nana bersyukur. Nana bahkan tidak melepaskan genggaman tangannya pada Raphael seharian itu, berharap mereka berdua bisa menjaga kedua anak mereka dengan baik.

"Hei.." panggil Raphael ketika mereka baru saja masuk ke dalam mobil.

Parkiran rumah sakit masih terasa sesak dan penuh, Nana menoleh kepada Raphael dengan wajah yang tak biasa, membuat suaminya merasa bahwa hari ini Nana perlu diberikan sesuatu olehnya.

"Mau hadiah apa?" tawar Raphael.

Kening Nana berkerut tak mengerti. "Hadiah?"

"Mm, hadiah buat istri aku yang cantik.." tangan kanan Raphael mampir di atas perut buncit Nana dan mengelusnya. "Mau apa?"

"Aku.. Mau apa, ya?" Nana berpikir keras, setelah memikirkan gender kedua anaknya. "Aku mau pulang ke rumah,"

"Itu bukan hadiah!" tegur Raphael kesal.

"Dengerin dulu.. Aku belum beres!" Nana manyun dan mencubit punggung tangan Raphael.

"Iya-iya, apa?"

"Aku mau pulang ke rumah.."

"Mm, terus?"

"Terus berendam di jacuzzi sama kamu."

Sebelah alis Raphael terangkat begitu saja. "Sama aku? Tumben.."

Nana tersenyum manis sampai rasanya Raphael lupa kalau Nana punya senyum paling imut sejak kecil. "Iya, soalnya aku kan udah janji sama kamu soal semalam, setelah kita tahu gender the babies aku mau kasih kamu─"

"OKAY I GOT IT." pungkas Raphael dengan penuh semangat. "... Then let me give you a gift for today okay?"

Nana mengangguk saja. "Mm, mau kasih apa memang?"

"Nanti di rumah."

***

Tiga bulan kemudian...

Masih segar dalam ingatan Raphael ketika naungan suara tangis dua bayi kembar yang baru saja Nana keluarkan tadi malam membuat tubuh Raphael diserang rasa merinding dan ketakutan yang tidak berujung. Selama dua jam proses persalinan Nana yang begitu panjang, menit demi menit hingga detik yang dilewati untuk menyelamatkan dua anak bayi kembar dengan persalinan normal itu membuat Raphael diserang rasa tidak percaya.

Dua bayi itu dilahirkan dari satu rahim yang sama. Istrinya, baru saja melahirkan dua bayi sekaligus dalam waktu yang berbeda. Pertama, bayi perempuannya lahir pada tanggal 31 Desember, Raphael mengiri dalam hati memikirkan anak-anaknya memiliki hari lahir yang sama seperti istrinya.

Saat siang, Nana sering disibukkan oleh kontraksi palsu, awalnya dia pun tergerak untuk tidak memenuhi semua rasa sakit Nana yang selalu Nana bilang bahwa itu kontraksi palsu. Tidak sampai dua puluh empat jam, anak-anaknya lahir, dengan bangga dia mengatakan kepada Prav dan Arie bahwa dia akan menengadah dengan kedua tangannya membantu persalinan Nana.

Tapi apa daya? Masuk ruang persalinan, melihat Nana mengejan hingga berpeluh ria demi mengeluarkan anak-anaknya saja membuat Raphael nyaris diam membisu.

Anak pertamanya, perempuan yang selalu dinamai Baby B─bayi kedua yang diketahui gender-nya perempuan itu menjadi bayi pertama yang lahir ke dunia tepatnya, pukul dua puluh tiga lewat lima puluh lima menit, selang sepuluh menit setelah bayi perempuan itu lahir Nana sudah diserang kontraksi kedua untuk mengeluarkan bayi kedua mereka yang berjenis kelamin laki-laki pada pukul dua belas malam lewat sepuluh menit.

Mereka kembar, namun lahir di tahun yang berbeda. Baby B secara resmi memiliki tanggal lahir yang sama seperti Nana, 31 Desember. Sementara Baby A, lahir pada tanggal 1 Januari.

Nana mengerang ringkih kepalanya menoleh ke kanan dan melihat suaminya yang tengah berdiri di antara dua box berisikan bayi kembarnya. Nana kira, Mama dan Omanya sudah datang tapi yang ada di ruangannya hanya Ina dan Raphael saja.

"Mama masih jaga Andrew, kayaknya nanti siang ke sini deh." kata Ina kepada Raphael setelah mematikan ponselnya.

Raphael mengangguk, lalu dia menoleh kepada Nana yang terlihat begitu lemah dan berusaha bangkit.

"Sayang? Mau apa? Haus?" tanya Raphael berbondong-bondong.

Nana merasakan darah menyeruak keluar begitu banyak pada selangkangannya, jahitan yang dia terima karena melahirkan si kembar tentu saja jahitan yang sangat luar biasa sampai Nana menggigil kedinginan.

Dari informasi yang dia dapatkan dari Dokter Amira, kepala bayi perempuan mereka terlalu besar, mau tak mau Nana harus dijahit luar dalam.

"Aku belum bisa.. Argh.." ringisnya lagi kali ini.

Ina sampai-sampai berdecak ngilu, dia melahirkan Andrew dengan cara sesar, itu pun harus melalui berbagai pemeriksaan yang ketat, sementara Nana? Melahirkan dua anaknya dengan persalinan normal, Ina tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi dan bentuk selangkangan Nana kini.

"Nggak usah banyak gerak kenapa?" omel Ina dengan gemas. "Nanti makin ngilu, udah mau pipis belum?" tanya Ina lagi.

Nana menggeleng. "Belum, nanti aja."

"Sakit nggak?" tanya Raphael.

Nana mengangguk lemah. "Sakit."

Ina menggeleng sebal melihat kelakuan Raphael. "Ya kali dia nggak sakit setelah melahirkan dua anak kembar lo?!"

"Ya.. Gue kan cuman tanya, Kak!"

"Duh... Pengen milo." adu Nana kepada Raphael.

Raphael melongo setelah mendengarkan permintaan Nana yang tidak biasa. "What?"

"Milo, Raf! Milo!" tuntutnya kali ini.

"Susu?"

"Iya lah bego!" kali ini Ina yang membalas. "Lo jadi Bapak baru berapa jam jangan kelewat bego dulu elah.."

"Sumpah gue masih nggak mudeng, Nana baru aja sadar.. I mean, harus banget milo?"

"Ya aku inginnya itu!" timpal Nana.

Nana merintih untuk kesekian kalinya, lalu pintu kamarnya terbuka begitu saja menampilkan Arie, Prav bersama Mamanya Jane dan Naka, Omanya yang baru saja datang.

"Ya ampun.." rintih Nana melihat semua tamu yang datang, bahkan jam dinding di kamar rawatnya saja baru menunjukkan pukul enam pagi.

"Halo, Sayang.."

Nana menerima pelukan serta ciuman hangat dari Jane dan Naka. Mereka mengucapkan selamat dan terima kasih kepada Nana karena telah berhasil dan selamat melahirkan dua bayi kembar yang tidak mudah.

"Oma senang.." Naka mengusap sudut matanya yang basah karena tangis bahagia yang ia dapatkan di tahun baru ini. "Oma masih punya waktu buat lihat cicit Oma, ngerasain tahun baru sama cicit Oma."

"Oma.." Ina memeluk Naka dengan haru. "Andrew mirip aku kan, Oma?"

Naka lantas menggeleng dan tertawa. "Kalau soal itu, Oma sudah setuju kalau Andrew mirip sekali dengan Papanya."

Prav dan Arie tertawa dengan jahilnya. "Puas lo Kak! Nggak dapat apa-apa lo selain mengandung Andrew doang!" ledek Prav.

Arie menatap kedua bayi Nana yang tertidur pulas padahal mereka berdua baru mendapatkan satu kali kesempatan meminum asi Nana yang tak seberapa. Karena inisiasi menyusui dini yang Nana lakukan kepada mereka terlalu terburu-buru dan masih banyak ketakutan yang membuat Nana tidak maksimal dalam memberikan asi pertama.

"Tapi gue rasa..." Arie melihat bayi perempuan yang diselimuti oleh selimut pink itu menggeliat memerah. "Yang cewek mirip Nana, yang cowok mirip banget Raphael."

"Masa?" timpal Raphael tidak terima. "Gue yakin yang cewek mirip gue kali.."

"Dih, mata lo kan mata orang tua ini bayi!" balas Arie. "Ini kan penglihatan gue, anak bayi perempuan lo mirip Nana!"

"Mirip gue ah!"

"Mirip Nana, tuh lihat pahatan wajah lo ada sama bayi laki-laki!"

"C'mon guys!" hardik Prav dengan tawanya, dia mengeluarkan dua box dengan merk Pandora yang sudah dia bawa dari studio-nya. "Om punya hadiah nih, Sayang.." kata Prav kepada dua bayi yang sedang tertidur itu.

Kotak Pandora itu berisikan dua kalung rantai kecil, Nana tertawa melihatnya dan berkata. "Kirain buat gue.."

"Lho, kalau Mamanya minta aja sama Papanya ya, Sayang. Yang ini kan buat ponakan Om!"

"Udah dikasih berlian aje!" lawan Arie tak mau kalah, lalu Arie membuka mobile banking yang ada di ponselnya. "Gue transfer ke Mama lo berdua aja ya guys!"

Prav memukul bahu Arie dengan cukup kencang. "Gimana ceritanya lo bicara begitu sama dua mahkluk tanpa dosa ini?!"

Arie meringis lalu memukul Prav balik. "Chill! Lo jadi Paman jangan kampungan gitu dong, memang lo mau jadi Paman-Paman bangkotan?!"

"What?!"

"Lo berdua sudah bangkotan secara harfiah." tegas Ina melerai keduanya.

Raphael tertawa, sembari duduk di sisi ranjang Nana dan mencium pelipis istrinya. "Well, dua yang bikin jantungan." katanya kepada Nana.

Nana menyipitkan matanya. "Masih mau nambah?"

Kini giliran Raphael yang meringis. "Duh.."

"Raf," panggil Naka kepada Raphael.

Raphael mengerjap cepat. "Iya, Oma?"

"Siapa nama cicit Oma, Raf?"

Raphael memandang Nana yang mengangguk dan tersenyum, seolah sudah setuju dan siap memberitahukan nama si kembar pada seluruh keluarga yang menunggu dengan antusias.

"Well, bayi pertama yang lahir dengan tanggal lahir yang sama dengan Nana, she's really have a cute face and big heart─Kiraz Retnomoertya Arjanta." ucap Raphael pada semua orang.

Jane dan Naka tersenyum ketika mendengarnya. "And his brother is Andante Narendra Arjanta."

Raphael mencium kening Nana sekali lagi dan ketika nama kedua bayinya telah diumumkan, kedua bayi kembar itu menangis secara bersamaan.

"I love that name," puji Prav kepada Raphael dan dia mendekati dua box bayi yang tengah menangis bersama itu. "Kiraz Retnomoertya Arjanta, and Andante Narendra Arjanta."

Nana menarik wajah suaminya dan mencium pipi Raphael sekilas. "I love you Raphael Naryama Arjanta."

Raphael tersenyum lebar mendengarnya dan mencium kening Nana dengan sangat lama. "I love you too Katarina Sie Damarys.."

***

END

***

a/n:

Ending!

Guys, I'm so sorry.. Janjinya, Bumerang akan tamat minggu-minggu kemarin, but I have some bad news, aku positif COVID-19 dan ya.. Imun tubuhku turun, aku sakit dan rasanya nggak bisa mikir untuk menyelesaikan ending Bumerang yang bahkan nggak begitu banyak.

Ending Bumerang terpaksa harus menggantung di draf selama berhari-hari, aku kepikiran kalau Bumerang nggak selesai karena aku menahan ending terlalu lama. Sampai akhirnya, aku mengeluarkan intermezzo Raphael POV buat kalian.

Hari ini, isoman hari ke-4 aku. Doakan ya, semoga hasil dari isoman yang aku jalani membuahkan hasil yang baik nantinya.

Maaf, karena Bumerang baru bisa diselesaikan hari ini. Cerita Nana Raphael, Prav dan Jean dan tentunya Kokoh Arie bakal masih terus berlanjut di cerita lain. I'm so happy, karena akhirnya aku bisa menyelesaikan cerita Nana dan Raphael.

Nana dan Raphael itu dua karakter yang paling aku sayang, jadi gimana.. Kalau mau move on juga rasanya nggak mau cepat-cepat.

Selalu pantau komentar kalian yang begitu excited dengan cerita ini buat aku nggak nyerah berhenti di tengah jalan. Terima kasih karena sudah mau membaca Nana dan Raphael! Bagaimana dramanya kisah cinta mereka, dan berbelit-belitnya aku tahu kalian kesal wkwkwk.

Akhir kata..

Tetap semangat, jaga kesehatan, dan untuk kalian semua pembaca yakinlah.. Setiap cinta yang kalian temui, kalian jalani, atau yang kalian akhiri dalam setiap cerita akan memiliki awal dan akhir.

Selalu bahagia untuk kita semua!

Ketemu lagi di cerita lainnya!♥

Bandung, 20 Februari 2022.

─ Pejuang COVID wkwkwk.

[1] Spina bifida penyakit cacat bawaan lahir ketika sumsum tulang belakang bayi gagal berkembang dengan baik.

Pipa Raphael

Mima Nana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro