CHAPTER #43
"I can control my invest,
time and energy. But,
I can't control my feeling
to marry you."
─Raphael
[ otw jadi husband nana ]
***
CHAPTER #43
***
"Lo dulu."
"Lo aja lah goblok,"
"Lo aja lah, Rie! Bisa-bisanya lo menjebak gue?!"
"Gue nggak menjebak lo, Kampret! That your damn woman so stubborn."
"Sial, Nana nggak bisa dibilangin."
"Sudah gue bilang."
Raphael membuang napas dengan kasar begitu juga dengan Arie. Katanya, malam ini adalah girls party. Iya, party anak gadis yang bikin emosi para lelaki dua. Karena apa? Dinda dan Nana baru saja memasuki kelab tanpa mengabari pawang mereka masing-masing.
Arie jelas marah, Raphael? Jangan ditanya. Celebrate menuju first album Nana memang agak sedikit ngaco. Itu kenapa rasanya Raphael ingin protes pada Marcell.
Selama tiga bulan ini, Nana berhasil Raphael gantung soal lamar-melamar yang belum cukup prefer. Karena pertama, alasannya Raphael mengalah atas rujuknya Mama dan Papanya. Lalu yang kedua, karena dia ingin mencari waktu yang baik melamar Nana.
Dia ingin membuat segalanya terkesan untuk Nana. Apa lagi? Memang ada yang tidak ingin Raphael lakukan untuk Nana? Jelas banyak. Hanya saja, sesuai kesepakatan meskipun Raphael tahu Nana ini sudah mengkode dirinya beberapa kali perihal melamar.
Jadi, sebagai bentuk dari unjuk rasa, gadis itu pergi ke kelab bersama Dinda yang dia ajak dengan sengaja. Sebenarnya, Raphael tidak melarang, bagaimana pun Nana menikmati kehidupannya dan bagi Raphael kelab bukan suatu tempat yang terlarang, toh sesekali kalau dia pusing pun dia selalu pergi ke tempat hingar bingar itu.
Memakai pakaian samaran, membuat keduanya terlihat aneh. Raphael memakai wig, sedangkan Arie memakai topi pantai. Out of the box setelah berhasil membongkar kamar Ina.
"Anjing ya, gatel banget ini wig!" rutuk Raphael yang menggaruk kulit kepalanya.
Arie yang ada disebelahnya terkekeh pelan. "Gue bilang apa? Jangan pakai wig!"
"Kampret, gue nggak mau dibilang calon suami posesif ya! Harga diri gue dimana kalau Nana tahu gue ikuti dia?"
"Anjing juga. Gara-gara lo gue berasa jadi stalker Dinda!"
Raphael berdecak kesal. "Lo resek!"
"Lo yang lebih resek! Buruan masuk!" dorongnya kepada Raphael.
Raphael membulatkan matanya. "Bentar dong, Rie! Anjir ya gue bukan malu, masalahnya kalau di dalam kelab ada orang yang kenal sama gue, gimana?!" protesnya.
"Lo takut?"
"Gue nggak takut tapi wig ini kampret banget!" tunjuknya penuh emosi. "Belum lagi, gue nggak mau bikin ribut di dalam."
"Bang Marcell udah bilang semua oke, karena ada bodyguard yang jaga Nana. Dan siapa manajer Nana? Loli? Dia juga ikut di dalam, Raf."
"Nggak! Gue tetap mau ajak Nana pulang."
Arie menghela napasnya dengan sabar. "Ya udah, lo masuk sekarang!"
"Sebentar─"
Arie kehabisan emosi, benar-benar menghadapi Raphael yang penuh drama memang mengesalkan. Akhirnya, Arie menyeret Raphael masuk dan ketika masuk betapa kagetnya melihat Nana yang tengah berdiri menari di atas meja Bartender.
Gadis itu menjaga keseimbangan tubuhnya pada tiang besi para penari pole dance atau bahasa jelasnya striptis.
"Anjing ini manajemen Label si Marcell beneran nggak mantau Nana? Dia joget di sana..."
Baru saja Arie mengoceh Raphael sudah membuang wig-nya dengan emosi dan turun menuju floor bawah dimana lautan manusia tengah menikmati musik berdentum keras itu. Beberapa dari mereka merekam video Nana yang tengah menari random menikmati dentuman musik. Sementara Dinda sudah terkapar di sofa yang sudah di pesan.
Arie lari menuju area DJ yang tengah memainkan musiknya. Dalam seketika, Raphael berlari menuju arah Nana dan menarik lengan gadis itu.
"Lo!" bentak Raphael pada Nana.
Arie sudah berhasil membujuk DJ untuk mematikan musik. Raphael menahan tubuh Nana dan menatap satu persatu orang yang tengah merekam Nana dengan ponselnya.
"KALAU SAMPAI ADA VIDEO ATAU FOTO PACAR GUE TERSEBAR DI MEDSOS, GUE AKAN MEMBAWA LO SEMUA KE RANAH HUKUM ATAS PENYEBARAN VIDEO DAN FOTO YANG TIDAK DIIZINKAN OLEH SANG PEMILIK!"
Ancaman Raphael berhasil melumpuhkan satu persatu kamera yang menyorot Nana sejak tadi.
"Pulang!" seret Raphael pada Nana.
Wajah sayu Nana dan betapa gilanya Nana tipsy membuat Raphael geram akan kemarahan. Bisa-bisanya, Nana memang tidak bisa dipercaya. Mengundang kemarahan Raphael bukan begini caranya.
"Nggak mau!" rengek Nana seperti anak kecil.
Jaket kulitnya dilepaskan begitu saja, Nana melemparkannya ke bawah meja Bartender dan membuat Raphael memungutnya. Lolita, manajer gadis itu baru saja datang dan hampir berteriak.
"Oh Tuhan..." gumam perempuan itu melihat semua kekacauan yang terjadi.
Arie segera mengeksekusi Dinda yang sudah teler, dan sementara itu Lolita memanggil empat bodyguard Label yang akan memeriksa setiap ponsel milik pengunjung atas rekaman video Nana.
"Na, kamu tahu kalau aku sebal melihat kamu yang memberontak seperti ini!" tekan Raphael pada Nana.
Raphael turun pertama dari meja Bartender dan setelahnya dia menurunkan Nana dengan mengangkat tubuh gadis itu bak karung beras pada bahunya.
"Lo sengaja, kan? Mau balas dendam?" balas Nana tak karuan.
Raphael rasanya ingin memukul bokong Nana. Jika ini bukan tempat umum dia ingin menyadarkan gadis itu.
"Balas dendam apa?!" Raphael keluar dari kelab dan berjalan menuju basement.
"Lo bilang mau lamar gue! Sengaja banget biarin gue nunggu tiga bulan?! Nyebelin!" gerutu Nana yang kini memukuli punggung Raphael.
Raphael menurunkan tubuh Nana dan menyandarkannya di mobil. "Aku cari waktu tepat okay? Mama dan Papaku baru rujuk, kamu tahu itu!"
"You said you want give me a RING!" teriak Nana sembari menunjuk jari manisnya. "Gara-gara lo, gue jadi diincar sama Produser musik video gue!"
Kening Raphael berkerut seketika. "Apa, Na?"
Namun Nana yang tipsy bukanlah waktu yang tepat untuk mengajaknya bicara.
Raphael mengusap wajahnya dengan kasar, membuka pintu mobil dan membantu Nana masuk ke dalamnya.
"Kamu hutang penjelasan sama aku, Na." gerutu Raphael sembari memasangkan safety belt.
"Bukan aku yang pengen.." gumam Nana lagi sembari terpejam. "Dia yang kejar-kejar aku, aku bilang aku punya pacar... Tapi dia─"
"Dia siapa?!"
"Dia..."
"Siapa?!"
"Aku..." Nana menarik napasnya dan sebelum kepalanya jatuh ke sisi kanan Raphael buru-buru menangkapnya.
"ARGH!" Raphael mengutuk dirinya sekarang. Bagaimana bisa dia teledor dengan orang-orang yang bekerja dengan Nana?
***
Marcell Oetama terkejut melihat Raphael, kekasih Nana bertandang ke rumahnya dan kini tengah disuguhi minuman oleh istrinya, Ina. Marcell tahu, bagaimana eratnya hubungan persahabatan yang sudah seperti keluarga itu.
Tapi melihat wajah kusut Raphael jelas membuat Marcell merasa serba salah. Ina memang insentif, saat Nana pertama debut dan memiliki masalah, gadis itu cenderung mengurung diri dan itu sebabnya banyak dari pihak keluarga Nana agar tidak memberatkan Nana dengan beberapa pekerjaan.
Tapi tawaran kerja sama dan kontrak dilakukan secara sadar. Dimana, pihak artis lah yang menyetujui secara langsung atas beberapa kontrak kerja. Termasuk di Label.
Nana memiliki keistimewaan tersendiri. Selain Nana adalah adik iparnya, Marcell memastikan bahwa gadis itu memiliki mental yang cukup baik untuk menghadapi dunia musik dan entertainment yang terkadang kejam.
"Maaf ya, gue pagi-pagi datang ke sini, Kak." ujar Raphael pada Ina.
Ina menggeleng dengan tawa yang renyah. "Apa sih, Raf? Datang aja lah, lo kan udah kayak adik gue. Kenapa? Ada masalah sama Nana?"
Raphael langsung muram. "Memangnya kalau gue datang ke sini harus lagi ada masalah sama Nana?"
"Nggak," gurau Ina. "Tapi kan lo memang begitu, cari gue kalau kalian ribut... Mulu kerjaannya."
"Ini bukan soal ribut, Kak."
"Terus apa?"
"Gue mau tanya sama Bang Marcell."
Marcell tersentak. "Saya?"
Raphael mengangguk. "Iya, semalam Nana masuk kelab tapi untungnya semua video yang di ambil orang udah di takedown dan minta untuk hapus sama para bodyguard. Semalam Lolita lengah, lo tahu, Kak?" ujarnya kini beralih pada Ina. "Nana naik ke atas meja Bartender dan dia dance like a crazy girl."
Ina tertawa puas, sementara Marcell membulatkan matanya. "Nggak heran, buat gue Nana begitu sudah biasa, Raf. Tapi memang nggak wajar kalau sampai ada video kesebar, Nana bisa aja kena skandal."
"Nah, kan?! Lo tahu Kak, gimana negeri ini?! Respon warganet Indonesia kan kalau soal kontroversi dan skandal cepat banget. Gue nggak mau Nana dirundung sama netizen."
"Iya, gue ngerti.." balas Ina. "Terus anaknya dimana sekarang?"
"Apartemen gue, kayaknya masih belum bangun. Gue tinggal aja, mana mungkin Nana bisa bangun pagi setelah mabuk gitu?!"
"Terus, apa hubungannya sama suami gue?" tanya Ina lagi.
"Produser musik video dia siapa?!" tanya Raphael.
Marcell mengerutkan keningnya. "Kalau produser ya gue, mungkin produser kameraman kali? Yang mengarahkan Nana kalau lagi syuting?"
"I don't know." balas Raphael. "Katanya dia di incar sama produser itu, Nana sudah bilang kalau dia punya gue, tapi produser itu tetap dekati Nana."
Marcell tersedak secara tiba-tiba dan memandang Ina penuh curiga. "There's something wrong?" tanya Ina penuh hati-hati.
"... Aku akan memastikan semuanya. Kalau memang benar Arjun─"
"Jadi namanya Arjun?" balas Raphael tak sabaran. "Kenapa dia?"
"Nggak.. Maksud saya, memang ada desas desus kalau Arjun suka sama Nana. Tapi itu dulu, sejak Nana baru masuk Label. Saya kira nggak berlanjut sampai sekarang."
"Apa Nana ngerasa risih kali ya?" tebak Ina. "Tapi dia pernah cerita sih, sama Mama tapi. Mama yang kasih tahu aku kalau katanya Nana dikejar-kejar cowok."
"Nana nggak ada bilang apa-apa sama gue, Kak." timpal Raphael.
"Dia takut kali sama lo." balas Ina. "Lagian, Raf. Biasanya Nana tuh kalau sama cowok yang nggak dia suka bakal nggak diladeni kok."
"Kampret, mana ada nggak diladeni? Semakin Nana nggak meladeni dia yang dikejar." gerutu Raphael.
Ina menghela napasnya. "Lo tanya-tanya deh sama Nana, takutnya memang gue yang salah atau informasi dari Mama juga nggak lengkap."
Baru saja, dia meyakinkan Nana bahwa Nana harus bertahan di industri musik. Bahkan, Raphael mengira kalau karir Nana tidak akan mengganggu hubungan mereka. Tapi kini? Kenapa semuanya terlihat sangat salah?
Apa yang sebenarnya Nana tutup-tutupi darinya? Jika benar Arjun, nama pria yang Marcell katakan menyukai Nana dan mengincar Nana terus menerus itu tidak berhenti, dan itu kenapa Nana semalam... Meminta cincin? Oh Tuhan..
"Ya udah Kak, gue balik dulu ya." pamit Raphael.
"Lho, kok buru-buru? Nggak mau makan di sini dulu?"
"Nggak deh, nanti aja kapan-kapan sama Nana. Gue takutnya dia udah bangun."
Ina mengangguk. "Ya udah, baik-baik ya, Raf. Jangan ada ribut lagi."
"I'll try it."
***
"Raf?"
Nana terbangun dan melihat ruangan di sekitarnya yang sudah dia kenali. Kamar apartemen Raphael yang kini sudah terang, sepertinya Raphael dengan sengaja membuka tirai agar cahaya matahari dapat membangunkan Nana.
Semalam dia mabuk, padahal hanya minum tiga gelas cocktail dan one shot vodka. Tapi rasanya kepada Nana pening, dan sesuatu dalam perutnya sudah mengocok isi perutnya.
Nana pergi menuju toilet, memuntahkan semua yang berhasil mengaduk isi perutnya. Sialan, dia butuh obat pengar. Nana memang tidak pandai mabuk, tapi semalam sepertinya dia salah memakan sesuatu?
Nana duduk di atas lid dan menarik napasnya, membasahi tubuhnya sekalian mandi. Nana keluar memakai bathrobe milik Raphael dan berencana meminjam pakaian Raphael.
Walk in closet Raphael selalu di dominasi dengan pakaian warna hitam. Beberapa kaus hitam yang sering Raphael pakai membuat Nana ingin memakainya satu.
"Na?" panggil Raphael.
"I'm here!"
Raphael menggeser pintu walk in closet-nya dan menghela napas melihat Nana yang baru saja memakai baju miliknya yang kebesaran seperti dress hingga tengah pahanya.
"Udah mandi?"
"Iya.. Tadi aku muntah, nggak enak banget jadi langsung mandi. Aku pinjam baju kamu.."
Raphael tersenyum sekilas. Ia mendekati Nana dan berusaha membuka handuk yang menggulung rambut basah gadis itu.
"Aku bantu keringkan, ya?"
Nana mengangguk. "Boleh,"
Raphael menyalakan hair dryer dan mengeringkan rambut Nana. Gadis itu terpejam meresapi gerakan tangan Raphael pada helaian rambutnya.
"Na,"
"Mm?"
"Aku mau tanya, dan kamu harus jawab jujur."
Nana mengangguk santai. "Tanya aja."
"Na, Arjun siapa?"
Nana langsung membulatkan matanya dan mengambil alih hair dryer dari tangan Raphael dan mematikannya. "Kamu.. Tahu Arjun darimana?"
Raphael turun dan berlutut di atas karpet menatap Nana dari bawah. "Nggak penting aku tahu kamu darimana, kamu jawab aja siapa Arjun? Aku nggak akan marah, Na."
"Raf... Aku─"
"Siapa dia, Na?"
"Dia Produser, aku nggak─" Nana menarik napasnya. "Oke, ini konyol."
Raphael mengerutkan keningnya. "Apa yang konyol?"
"He said he loved me."
Raphael menahan napasnya, lalu mengangguk dengan santai meski rasanya dia ingin melampiaskan amarah pada pria bernama Arjun itu yang berani-beraninya mencintai Nana.
"Aku tolak dia, multiple times. For sure, aku bilang kalau aku sudah punya calon."
"Mm, then?"
"He not believe me, dan terus mengganggu aku tiap aku syuting di set. Dia sudah masuk jadi Tim yang kerja sama aku, Raf. Dan sebagian dari talent yang kerja di Label pasti akan bertemu dengan dia sebagai pemberi arahan."
"..."
Nana menangis, Nana-nya menangis. Raphael buru-buru mengusap air mata yang turun itu. "Aku takut, aku nggak mau kasih tahu kamu tadinya. He had a video of me."
"Video apa, Na?" tanya Raphael tercekat.
Nana menggeleng. "Aku lagi di wardrobe, ganti pakaian buat filming yang selanjutnya. That I never know kalau dia ada di sana."
"Lalu?"
"He filming me, aku lagi ganti pakaian, Raf.."
"Shit!" umpat Raphael dengan kesal. "Lalu apa yang terjadi lagi, Na? Bilang sama aku. Semuanya."
Nana menahan tangisannya yang kian menjadi. "Dia ancam aku, foto telanjangku sudah tersebar di setiap staf, tapi memang kayaknya Marcell belum tahu."
Raphael mengepalkan kedua tangannya dan menarik napas penuh emosi. Nana buru-buru menggenggam lengan Raphael. "Raf, aku takut... Dia ngelakuin itu semua karena dia terus menerus aku tolak. It's not love, dia cuman obsesi aja sama aku!"
"Sekarang diam dan berhenti menangis, okay?" Raphael memeluk Nana dan mengusap puncak kepala gadis itu. "Aku percaya kamu, aku selalu percaya kamu."
"Rasanya aku mau berhenti aja Raf, gimana jadinya kalau semua karir aku hancur karena Arjun? Aku nggak suka dia, aku nggak mau dia. Aku bilang, kalau aku udah punya kamu."
"Iya, sudah shuuussh.." Raphael mengecup puncak kepala Nana. "Aku yang akan turun okay? It's time for gentleman had a face to face. Kamu punya aku, dan dia nggak berhak melakukan itu semua."
"Aku takut..."
"Ada aku di sini.."
Nana memeluk Raphael kian erat, sementara Raphael berpikir keras. Apa dia akan menjadi egois jika meminta Nana untuk mundur dari industri hiburan?
***
a/n:
Calon istri sedang dipertimbangkan untuk menjadi istri yang sebenarnya. Apakah Raphael akan menjadi strict husband?
Kangen sama si gondrong.
Bandung, 8 Februari 2022.
Menuju tamat nih guysssssss...
Kesan dan pesan kalian apa nih buat dua bucin?
Dipersilakan:
1) Nana:
2) Raphael:
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro