CHAPTER #42
"Marry your bestfriend is
a journey life like a mutual
relationship."
─Nana
***
CHAPTER #42
***
PERAYAAN birthday Valen, Mama Arie dirayakan di salah satu cafe milik Agatha. Semua kerabat tentu saja datang, cafe sudah dipenuhi oleh tamu undangan Valen yang mengucapkan selamat ulang tahun pada wanita tua berusia 57 tahun. Cafe bertema cozy, warm itu sangat nyaman dan membuat para tamu undangan senang memantau setiap sudut cafe.
Gaya sentuhan bergaya Timur menambah kesan mewah pada Chandelier cafe yang menggantung dengan cantik. Arie sengaja membuat surprise untuk Mamanya dan sengaja membuat Nana menjadi penyanyi utama yang akan meramaikan suasana ulang tahun wanita berusia 57 tahun itu.
Stage kecil yang sudah disiapkan oleh Arie, membuat Nana berdiri di sana dengan canggung. Di hadapannya beberapa tamu keluarga Arie, dan tentu saja Dinda, Ina, Marcell, Prav, dan Raphael tengah menunggu aksi Nana yang tengah menyelaraskan beberapa chord gitar.
"Mm, test.." Nana mencoba mic yang berdiri di hadapannya.
Nana tersenyum kepada semua orang yang kini tengah menunggu pertunjukan sang Cellist cantik itu.
"Selamat sore semuanya." Nana menyapa semua orang lagi.
"... SORE!!!" teriak para tamu undangan.
Nana terkekeh pelan dan tersenyum sekilas pada Raphael. "Apa kabar semuanya? Sehat?"
"... SEHAT DONG!!!" jawab mereka serentak. Nana, lagi-lagi tertawa.
"Dalam rangka birthday Ate Valen yang ke 57, I will said happy birthday for you, Ate.."
Valen menyatukan kedua tangannya dan menyangga wajahnya di sana. "Thank you, Sayang!"
"Semoga, selalu sehat... Tetap jadi Ate Valen yang baik, memotivasi, dan menjadi pribadi yang lebih baik dan bijaksana. Dalam usia ke 57, Ate sudah banyak merasakan banyak hal. I know you, Ate.. Sakit kepala? Vertigo?" tanya Nana dengan nada bercanda hingga semua tamu tertawa. "... Untuk usia selanjutnya, aku mau Ate sehat dan selalu menjadi Ate favorit di kalangan Perdana Grup."
Perdana Grup adalah nama circle yang dibuat oleh Wilson, Ayah Arie yang kini tengah tertawa paling keras. Perdana Grup berisikan para orang tua Ina dan Nana, orang tua Prav, Tante Mauli, dan kedua orang tua Raphael.
"... So, today I will tell you a secret, Ate."
Valen mengerjapkan matanya menunggu Nana dengan antusias. "Apa tuh?"
"In 57 years old, you're always beautiful!"
Ucapan Nana berhasil menarik perhatian semua orang hingga Valen tersipu malu. Arie, di sisi Valen memeluk Mamanya dengan erat. "Aku bilang apa kan, Ma? Keriput-keriput Mama ini sangat cantik, I'm so glad to have mother like you, Ma.. Thanks ya."
Valen mengecup pelipis putranya. "I'm so glad too have a son like you."
"That's a wrap, so.. This song for you, Ate!"
Nana mulai memainkan gitar akustiknya dan membuat semua orang terpukau atas penampilan gadis itu yang sangat manis. Bagaimana kedua kaki jenjang itu menyangga gitar di atasnya, dan suara lembut Nana yang menyapa semua gendang telinga orang.
Raphael tersenyum, menyangga dagu di atas tangannya dan memandang Nana dengan penuh hangat hingga Prav di sisinya menyikut lengan Raphael dengan jahil.
"That's love from your eyes so intens."
"Sirik aja lo! Makanya punya pacar, biar ngerti kasmaran!" balas Raphael.
"... Selamat ulang tahun cinta."
"Kalau gue punya pacar, lo sama Nana kalah lah. Jelas gue yang bakal lebih bisa membuat semua dunia geger."
"Lo pikir pacaran itu kompetisi? Gue sayang sama Nana, dan nggak ada niat buat kompetisi sama siapa pun. Lagian, lo harusnya cari cewek sesuai standar lo, ingat jangan pakai gimmick."
"... Hari ini lembaran terindah, saat ini usiamu bertambah."
Lalu Raphael kembali memfokuskan pandangannya pada kekasihnya kembali yang lagi-lagi tengah mendapatkan pujian dari para tamu Valen.
"... Kau lewati hari dengan cinta, di waktu lalu."
Valen menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri menikmati suara lembut Nana. "... Kali ini kau lebih berarti. Saat aku memandang dirimu begitu indahnya."
Nana membalas tatapan haru serta hangat Valen yang tengah tersenyum kepadanya. Jarinya tak berhenti memetik nada tiap nada.
"... Kau hadapi waktu dengan cinta di masa nanti."
"... Perjalanan waktu takkan melihat, siapa dan apa dari dirimu."
Usia adalah anugerah yang Tuhan berikan. Tuhan mendatangkan kita pada kehidupan, dan Tuhan akan menjemput kita kembali untuk sebuah kehidupan yang kekal.
"... Tapi bagaimanakah, kau mengisi hidupmu menjadi lebih indah saat hari ulang tahunmu.."
Tuhan mengasihi kita, dan mengangkat segala beban. Nana percaya, Tuhan tidak pernah membuat seorang hambanya kecewa. Semua impian, akan nyata pada waktunya di usia yang tepat.
"... Perjalanan waktu takkan melihat, siapa dan apa dari dirimu."
"... Tapi bagaimanakah kau mengisi hidupmu menjadi lebih indah saat hari ulang tahunmu."
Nana meresapi setiap kata-kata yang dia nyanyikan kepada semua orang. Benar, kasih Tuhan kepada umatnya begitu memancar keluar seperti air di mata air. Bahkan, di setiap embusan napas pun, Nana rasa dia harus membagikan setiap kebahagiaan yang dia miliki pada orang lain.
Tapi.. Kenapa rasa bahagia yang dia miliki terasa jelas ingin Nana bagikan pada Raphael?
"... Selamat ulang tahun."
Apa keinginan untuk menghabiskan usia bersama orang yang Nana cintai itu salah? Sepertinya tidak.
Dari makna lagu ini, menghabiskan usia dengan orang-orang yang kamu cintai akan sangat bermakna, bukan? Tidak peduli, perjalanan waktu tidak akan melihat siapa dirimu, tapi bagaimana kita menghabiskan usia yang Tuhan tentukan dengan penuh rasa cinta.
"... Selamat ulang tahun cinta."
Suara riuh tepuk tangan menyadarkan Nana dari lamunannya. Dia membungkukkan tubuh di hadapan semua orang, penuh hormat dan bahagia karena entah kenapa.. Untuk saat ini, dia ingin mendekap Raphael dengan penuh rasa bahagia.
"Once again, happy birthday Ate.."
***
"Raf," panggil Nana pada pria itu yang tengah fokus menyetir.
Raphael menoleh sekilas sembari menjemput tangan kanannya yang kini tengah dicium. "Ya, Sayang?"
"Tahu nggak? Gue dapat ilham waktu tadi nyanyi buat Ate Valen."
Raphael terkekeh pelan mendengarnya. "Ilham apa tuh?"
"Kalau usia itu, nggak bisa di ukur. Okay, we are going 26 years old. Awalnya, gue pikir menikah di usia semuda ini, dan gue masih sibuk di Label belum lagi kontrak gue sepuluh tahun ke depan buat gue berpikir kalau menikah dengan lo akan banyak menghabiskan waktu nggak jelas."
"What?! Kok menghabiskan waktu nggak jelas, Na?" tanya Raphael tak mengerti.
"I never ready. Gue mau seperti Mama, mengurus suami, anak dengan loyal tanpa harus bekerja. Tapi, gue udah ambil kontrak sepuluh tahun sama Label."
Jujur, Nana sangat over-thinking. Terlebih, dia adalah wanita karir yang mungkin akan banyak menghabiskan waktu di studio daripada di rumah. Itu kenapa, dia merasa sangat bersalah kalau mengambil keputusan menikah dengan Raphael. Padahal, lamaran tempo lalu di rumah, Nana tetap belum memberikan jawaban pada Raphael.
"Hei.." Raphael menghentikan mobilnya di sisi jalan. Perjalanan dari cafe menuju rumah Nana memang tidak terlalu jauh, tapi untungnya Raphael menghentikan mobil di jalan yang cukup sepi.
Lelaki itu melepaskan safety belt dan meraih dagu Nana dengan tangannya agar Nana menatap wajah Raphael. "Look at me, gue nggak membebankan lo, gue nggak akan memaksa lo. I really know, you really loved your music. Dan untuk hal itu, gue tidak akan mengganggunya."
Nana menatap Raphael dengan sendu. "Tapi, lo mengajak gue menikah, dan gue belum menjawab ajakan lo, gue─"
"Listen me, Sayang." Raphael memotongnya dengan lembut. "I really want marry you, I swear to God that you a woman that I want for my life. Gue nggak akan meminta lo berhenti dari Label, lo masih boleh berkarya─"
"Lo nggak ngerti!" balas Nana kini mulai merasa cemas. "Dibandingkan jadi istri lo, nanti gue lebih sering berada di studio daripada di rumah. Gue nggak mau, Raf.. Kalau lo jadi suami gue, dan gue tidak bisa mengurus lo, gue merasa gagal banget, Raf.."
Entah darimana datangnya harga diri Nana yang mendadak turun. Dia mengerti bahwa karir, dan kehidupan pernikahan begitu banyak tantangan.
"Nana, dengar." suara Raphael terdengar tegas sekarang. "I ask you to pass through life at my side." tatapan Raphael yang begitu dalam dan berusaha meyakinkan Nana agar tidak menyerah padanya. "To be my second self, and my earthly companion. Kamu adalah perempuan yang aku inginkan."
Bagaimana berubahnya gaya bicara Raphael padanya membuat Nana terenyuh. Kedua mata mereka saling mengikat satu sama lain.
"You have your own life, Sayang.." tekan Raphael lagi menyatukan kedua kening mereka. "Aku nggak minta kamu untuk berhenti, teruslah berkarir. Kejar dunia musikmu. Lakukan apa pun yang membuat namamu besar. Tapi biarkan aku tetap di sisi kamu, Na."
Nana menangis. Dia belum pernah mendengar kata-kata seindah ini, kenapa Raphael begitu menakjubkan hingga membuatnya rapuh seperti ini?
"I'll be a proud husband, soon─jika kamu terus melanjutkan hidup kamu dalam dunia musik. I love you, Sayang. Semua yang ada pada kamu, musik kamu, bakat kamu, dan kehidupan kamu. Aku harus apa kalau kamu nggak mau menikah dengan aku?"
Raphael mengusap pipi Nana yang basah karena air matanya. "Tapi.. Kalau aku sibuk, dan kamu─"
"Percayalah," potong Raphael dengan senyuman yang paling menenangkan. "Aku, akan lebih suka kamu sibuk dengan dunia musik kamu daripada kamu sibuk dengan hal-hal yang nggak jelas."
"Kamu serius?"
Raphael mengangguk. "Serius...."
Nana menarik napasnya. "You have place in my heart, Raf." mengusap rahang lelaki itu dan mengecupnya. "No one else ever could have."
Raphael menundukkan wajahnya dan terkekeh pelan. "That's a sweet word, Sayang."
Nana mengangguk, telapak tangannya masih mengusap rahang Raphael. "Sadar sesuatu lagi nggak?"
"Apa?"
"We got aku-kamu conversation. Tadi."
Tawa Raphael menyembur begitu saja. Nana pun ikut tertawa, aneh rasanya ketika telat menyadari apa yang sudah mereka lakukan tadi.
Raphael mengerti ketakutannya, dan Nana merasa beruntung akan hal itu.
"Tapi..." Raphael mengusap dagunya dengan gayanya yang menyebalkan. "Kayaknya memang kita harus ubah gaya bicara kita, iya nggak sih?"
"Kenapa?"
"Aku-kamu, very sweet.. Kita kelihatan jadi pasangan asli, kan?"
Nana membulatkan matanya dramatis. "Jadi, selama ini nggak kayak pasangan? Jangan aneh-aneh deh, Raf."
Raphael memeluk Nana dan mengecup pelipis gadis itu. "Pulang?"
Nana mengangguk. "Mm, pulang."
"Mau pulang kemana?"
"Rumah."
"Nggak ikut ke apartemen aku?"
Nana menyemburkan tawanya yang berusaha dia tahan sejak tadi. "ANJING... GELI RAF!"
Raphael melepaskan pelukannya dengan segera. "Lo benar-benar deh, Na.."
Nana langsung mengubah raut wajahnya kembali. "Kok lo lagi?"
"Ya habis lo ngetawain gue!"
"Iya sekarang nggak, janji deh.."
"Jadi gimana? Mau nikah sama aku apa nggak?"
Nana menggeleng tak percaya. "Kenapa serasa diajak holiday, ya?"
"Mau dilamar kayak apa sih, Na? Lamaran impian kamu itu kayak apa?"
Nana sedikit berpikir. "Yang nggak norak lah, aku nggak mau ada surprise berlebihan yang bisa bikin malu."
"Terus, mau yang kayak gimana?"
"Lowkey,"
Raphael mengangguk sekilas. "Mm, aku pikir-pikir dulu okay?"
"Jangan kelamaan, keburu melempem."
"Mau cincin?" tawar Raphael dengan kerlingan yang jahil.
Nana mengangguk malu-malu. "Mau dong... Biar orang-orang tahu kalau aku udah yang punya."
"Oh? Gitu ya?" balasnya dengan nada jahil.
Nana menyipitkan matanya. "Kenapa kamu jadi─"
Raphael langsung membungkam mulut Nana. "Stop, jangan banyak mikir, tahu jadi dan tahu ada aja."
"Okay... I'll be waiting lho, Raf."
***
Jane dan Naka mendadak heran melihat tingkah laku Nana yang menurut mereka tidak beres. Sejak tadi, Nana tersenyum sendiri, bersenandung sendiri, bahkan menciptakan lagu secara random dengan piano yang ada di rumah.
Maksudnya, kalau mau bertingkah aneh ya Jane dan Naka akan mewajarkan. Tapi sikap Nana ini jelas banyak membuat orang penasaran.
"Na? Lagi senang? Kenapa?" tanya Naka penasaran.
"Ih Oma!" Nana mengusap dadanya. "Bikin kaget deh,"
"Kamu keterlaluan, aneh banget. Masa iya senyum-senyum sendiri?" timpal Jane.
"Ma, Oma."
"... Apa?"
"Raphael ajak aku nikah."
"Iya, Mama dan Oma tahu." jawab Jane, mengingat peristiwa lamaran mendadak saat beberapa minggu yang lalu ketika keluarga besar tengah berkumpul. "Terus? Kamu sudah terima lamaran dia?"
"Aku terima, tapi kata Raphael dia mau lamar aku yang lebih better."
"Anak muda.." gumam Naka mengerti euphoria itu. "Tapi, Na. Gimana sama Cassandra dan Abraham? Bukannya orang tua Raphael sendiri mau rujuk?"
"Ya masa rujuk pakai acara wedding lagi, Oma?"
"Mereka orang mampu, Na." jawab Jane kali ini sembari membuka ponselnya. "Om Abraham bisa lakuin apa aja. Lagian, dia memang royal, nggak jauh beda sama Raphael, kan?"
"Terus?"
"Hati-hati lho, Na. Kayaknya kalau Raphael lamar kamu dekat-dekat ini, pernikahan kamu bareng sama pernikahan mertua kamu."
Naka, Omanya tertawa dengan lepas dan begitu puas mendengarkan gurauan Jane. Ditanggapi dengan wajah polos Nana tentunya.
"Masa sih, Ma? Gila aja.. Ya kali aku sama Tante Cassie dan Om Abraham bareng menikahnya?"
"Sudah Mama bilang, mereka mampu. Belum lagi, di grup Perdana Om Abraham bilang Raphael lagi merencanakan sesuatu untuk kamu. Kamu minta apa, Na? Di lamar di Paris? Eropa? Rusia?"
"Hah?" Nana melongo untuk ke sekian kalinya. "Gimana? Gimana bisa, Ma? Aku nggak kepikiran buat minta di lamar di Paris. Kayak, itu tuh sesuatu yang udah biasa banget!"
"Oh.. Jadi kamu mau yang nggak biasa gitu?" balas Naka meledek cucunya.
Ternyata oh ternyata, Omanya bisa melawak juga. "Aku udah bilang lho, Oma. Aku mau yang lowkey aja. Sederhana tapi hikmat."
"Kalau itu sih di altar!"
"Oh, ya.." Jane menjentikkan jarinya. "Speaking of altar, kamu mau diantar siapa ke altar, Sayang? Papa kamu..." Jane menarik napasnya. "Kamu nggak mungkin sendirian pergi ke altar, Mama hubungi Om kamu nanti ya? Sama seperti Kak Ina─"
"Don't worry Tante, Sayang!" sahut seseorang yang baru saja datang dari arah ruang tamu.
Nana, Naka dan Jane menoleh bersamaan melihat lelaki yang sudah lama tidak Nana temui karena kesibukan sahabatnya itu. Di sana, ada Prav yang baru saja masuk membawa beberapa paper bag yang Nana yakini itu adalah oleh-oleh.
"Prav? Oh, sehat, Nak?" sapa Naka memeluk Prav.
Prav membungkukkan tubuhnya dan memeluk wanita lansia itu. "Sehat, Oma.. Oma bagaimana? Sehat?"
"Sehat, dong.. Ada sedikit oleh-oleh buat Oma sama Tante Jane. Mama abis dari Toronto."
Jane tersenyum dan mengangguk menepuk bahu Prav yang keras dan kekar. "Udah lama banget Mamamu nggak ke Toronto, udah pulang tapi?"
"Udah, baru banget. Tadi gimana? Yang antar Nana ke altar? Udah lah, Na." kilah Prav pada Nana kini. "Gue yang akan mengantar lo ke altar nanti. But, by the way Raphael did a propose to you?"
Nana mengangguk. "Iya... Lo serius mau antar gue ke altar?"
"Iya lah, mau siapa lagi? Sama Arie juga?"
"Serius deh.." Nana merengek, masa saja dia di antar Prav dan Arie ke altar?
Naka terkekeh pelan. "Kalian kenal sejak kecil, menurut Oma nggak ada salahnya kalau Prav antar kamu nanti ke altar."
Prav mengangguk setuju. "Kapan rencananya?"
Nana menggeleng. "Belum ada planning."
"Lah terus?!"
"Tadi kita bicarakan soal orang tua Raphael yang mau rujuk, Prav."
Prav terkekeh lagi. "Ah... Memang ya, Tante Cassie sama Om Abra itu something else. Mereka pernah sukses menjalani pernikahan, dan mereka juga pernah gagal dalam pernikahan. Eh, sekarang.. Mau mulai lagi, udah pada tua pula. Memang ya, jatuh cinta itu bisa beberapa kali, dengan orang yang sama."
"Wah..." Nana berdecak kagum mendengarnya. "Seorang Pravinda kini percaya akan adanya falling in love many times with the same person?"
"Ya gue percaya, Na. Tapi kalau urusannya cinta.." Prav mengambil duduk di sisi Jane. "Marriage is not a noun, it's a verb." Prav mulai menjelaskan secara teori inggris yang membuat Nana mendelik. "And it's not something you get, but it's something you do."
Jane dan Naka tersenyum saja mendengarkan ocehan Prav yang telah berubah. Bagaimana pun, kebijaksanaan seseorang pasti akan bertambah sesuai dengan usia dan lingkungan yang didapatkan.
"It's the way you loved, Na. With your partner everyday. Makanya, gue nggak mau asal-asalan pilih partner buat hidup karena gue tidak merencanakan perceraian dalam hidup pernikahan gue."
"Ya gue juga sama kali!" balas Nana menggebu-gebu. "Pernikahan hanya satu kali, dengan orang yang gue inginkan. Lagian, nikah tuh ribet, Prav.. Lo sendiri yang bilang, ketika kita bantu Kak Ina nikah kemarin kalau nikah itu butuh effort."
"Itu kenapa, pernikahan disebut dengan ikatan suci." ujar Naka kini masuk memberikan wejangan yang membuat Nana dan Prav diam. "Ikatan, tidak bisa dilepaskan oleh siapapun. Terkecuali, kamu sebagai pihak yang menjalani merasa bahwa ikatan tidak bisa dipertahankan maka.. Kalian bisa melepasnya."
"..."
"Setiap orang, punya masalahnya sendiri. Termasuk dalam urusan cinta, benar?"
Nana dan Prav mengangguk. "Love bears all things, itu yang Opa Nana katakan pada Oma. And love believes all things. Dan yang terakhir, cinta adalah harapan dari segala kehidupan."
Nana tersenyum mendengarnya. "Momen-momen kecil dalam hidup pernikahan adalah bumbu. Dan setiap masakan, tetap memerlukan bumbu. Tapi kalian ingat, masakan tidak bisa matang begitu saja, bukan?"
"... Iya, Oma." jawab Nana dan Prav serentak.
"Istri memasak untuk suaminya, dan suami memakan masakan istrinya. Makanan di dapat karena usaha dan nafkah suami. Kalian memakannya bersama, membaginya bersama, itu yang disebut rumah."
Prav mengangguk setuju, Jane mengusap puncak kepala putrinya. "Maka dari itu, Oma sayang Nana dan Prav. Jika kalian menikah nanti, memberikan bahasa cinta kalian sekecil apa pun itu sangat diperlukan. Dengan itu, hubungan saling menghargai dan saling menginginkan adalah hubungan yang indah. Tuhan, akan memberkati cinta setiap pasangan jika kalian saling menghargai."
Prav bertepuk tangan atas wejangan luar biasa akan kunci kehidupan pernikahan menurut Naka. Lelaki itu menunduk di hadapan Naka dan mencium punggung tangan Naka dengan hormat.
"Wejangan Oma, akan selalu Prav ingat."
Naka terkekeh pelan menepuk bahu Prav. "Jodohmu, adalah cerminanmu. Maka dari itu, hati-hati dari sekarang."
Nana terkekeh pelan, mendengarkan semua wejangan Omanya membuat Nana yakin bahwa Raphael adalah orang yang tepat baginya untuk menghabiskan seluruh kehidupannya.
***
a/n:
"Rasanya gue nggak tahu mau
lamar Nana kayak apa lagi. Tapi
guys gue udah beneran mau berjanji
di hadapan Tuhan bersama Nana."
─Raphael
Bandung, 07 Februari 2022.
Notes:
Mau cepat kelar, doakan minggu depan tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro