CHAPTER #40
"Nothing more dangerous
than a beautiful women
who is focused and
unimpressed."
─Raphael
***
CHAPTER #40
***
NANA menunggu Raphael di lobby gedung kantor Raphael, sengaja, karena kali ini Nana yang bawa mobil. Dia baru saja membeli Range Rover Velar hitam, meskipun tadinya mau membeli Audi tapi kata Raphael sesekali nggak apa-apa kalau Nana ingin tampil berani. Akhirnya, dia memilih Range Rover Velar hitam dan siap test drive bersama Raphael.
Rencananya, hari ini mereka mau melakukan IKEA dates. Pernikahan Ina, tinggal menghitung hari dan memberikan hadiah adalah tradisi bagi setiap keluarga, ataupun saudara yang akan menikah. Maka dari itu, dari dalam mobil, Nana tersenyum sembari menggigit bibirnya karena gemas melihat bagaimana Raphael menyapa para karyawannya.
Lelaki itu baru saja keluar dari gedung dan menuruni tangga terburu-buru. Membuka pintu mobil, dan masuk dengan cepat.
"Hei, lama ya? Sori tadi gue ngasih pengarahan sama Candra buat besok malam." lalu Raphael mencium pipinya.
Nana mengangguk singkat dan tersenyum. "It's okay, but─are you really want IKEA dates with me with this work attire?"
"Memang ada yang salah dengan work attire gue?"
"Nggak, tapi gue terlihat seperti bocah karena pakai hotpants, sandal jepit dan kaus punya lo yang terlihat besar kayak orang-orang sawah. Jomplang banget!"
Raphael tertawa dan merapikan anak rambut Nana yang keluar dari headband. Ya, Nana memakai headband karena dia baru saja memiliki poni. Poni adalah hal yang paling Nana benci.
"Dan lo imut banget, gue jadi pengen cium."
"Di sini?" tawar Nana.
Raphael mengangguk. "Memang lo maunya di cium dimana?"
"Di kamar lo."
Senyum Raphael terbit begitu saja, tipikal senyuman jahil dan senang menerima godaan. "Nakal,"
"Gue? Nakal?" respon Nana berusaha tidak tahu dengan maksud Raphael. "Mana mungkin gue nakal?"
Raphael terkekeh pelan dan memakai safety belt-nya. "Nakalnya nanti aja, biar bisa gue hukum ya."
"Di hukum ya?"
"Iya.. Mau nggak?"
"Hukum enak?"
"Na..."
Nana terkekeh pelan. "Iya, iya gue jalan sekarang. Sensitif banget lo kayak tespek."
Akhirnya, Nana mulai menavigasi mobilnya. Raphael agak parno, bukannya dia nggak percaya tapi bukan sekali dua kali Nana menabrakkan mobilnya, atau dia yang menabrak.
"Na, di depan ada BMW mahal, hati-hati lho ya.." ujar Raphael mengingatkan.
"Lebai banget, gue nggak bakal nabrak, Raphael."
"Iya, gue kan cuman kasih tahu."
Nana berdecak. "Kalau gue nggak betul nyetir, guru yang ngajarin gue mobil siapa sih? Kan lo, Raphael."
"Gue sudah mengajari lo sepenuh hati─NA! REM!" teriak Raphael.
Nana mengernyit lalu dengan kesal memukul lengan Raphael. "Jangan teriak dong, gue lagi konsen!"
"Ya jangan lepas rem kaki juga, lo ngegas mulu nggak lihat dari tadi di salip berapa mobil? Lo nyetir seenaknya."
"GUE UDAH NYETIR BERADA DI JALUR GUE RAPHAEL, ORANG LAIN AJA YANG AMBIL JALUR GUE."
Pasal satu, perempuan selalu benar. Pasal dua, jika perempuan salah, kembali ke pasal satu.
Raphael menyabarkan diri berharap mereka cepat sampai di IKEA.
Sesampainya di IKEA, keduanya kebingungan. Raphael membawa satu troli dan Nana berdiri di sisinya, menatap ke segala arah yang dipenuhi oleh barang-barang IKEA.
"Raf.." panggil Nana.
"Apa, Sayang?"
"Jadinya kita beli apa?"
"Gue juga bingung."
Cengo abis, keduanya berdiri di tengah jalan dan Nana disundul oleh troli besar karena anak kecil yang baru saja mendorongnya.
"Raf, argh!"
Raphael buru-buru menangkap pinggang Nana dengan cekatan. "KAMPR─EH, BOCAH?!"
Nana langsung melihat bocah lelaki itu yang kini malah memamerkan gigi ompongnya. Sementara sang Ibu baru saja datang dan dengan wajah sangarnya menatap Nana dan Raphael bergantian.
"Duh, Pak! Anaknya jangan di ajak diam di tengah jalan dong, ini kan jalan banyak orang yang lewat!" omel Ibu-ibu itu.
Wait, seperti ada yang salah. "Lho, bukannya anak Ibu yang nabrak─"
Nana langsung menukas cepat. "Maaf ya, Bu. Iya, ini memang salah kami karena kami masih bingung."
"Iya, kasih tahu Bapakmu biar nggak berdiri di tengah jalan!"
Lalu ibu-ibu itu pergi menggandeng anaknya. Sementara itu Nana menahan tawanya sementara wajah Raphael sudah masam. "Raf, dengar nggak? Lo disangka Bokap gue!"
"DIAM!" Raphael pergi mendorong trolinya, dia merasa terhina apa dia terlihat setua itu ketika bersama Nana? Apa karena pakaian kerjanya?
"PAPA!" teriak Nana dengan sengaja.
Raphael menghentikan jalannya dan menarik lengan Nana lalu berbisik. "Daddy, bukan Papa."
Nana tertawa puas. "ANJING NAJIS, RAPHAEL!"
Raphael pun ikut tertawa, keduanya tertawa di tengah jalan seperti orang gila. Semua staf IKEA bahkan menatapnya dengan heran, penampilan aneh Nana dan Raphael.
Keduanya mulai menyusuri area bedroom. Di sana, berbagai macam, merk ranjang dari yang termurah hingga mahal Nana coba satu persatu. Lalu, bantal, guling hingga lemari bufet yang Nana lihat satu persatu.
"Na, sini deh!" panggil Raphael yang tengah duduk di salah satu sofa.
Nana memicingkan matanya. "Apa?"
"Kasih sofa aja sama Kak Ina."
"Sofa?"
Raphael mengangguk. "Iya, sofa ini yang lagi gue dudukin."
Dan harganya? Ya lumayan. Nana terlihat berpikir. "Enak sofanya?"
"Enak, Na apa lagi kalau dipakai─"
"Stop, gue tahu arah pembicaraan lo bakal pergi kemana." ujar Nana menukas cepat. Lalu dia ikut duduk di samping Raphael. "Mm, ya udah."
"Jadi, deal sofa?"
Nana mengangguk setuju. Sofa berwarna putih tulang itu begitu empuk dan nyaman, bahkan warnanya bisa masuk dalam model rumah apa pun. "Iya, udah deh daripada kelamaan mikir nanti kita makin pusing."
"Oke, sekarang lo mau beli apa?" tawar Raphael.
Nana menggeleng. "Gue nggak mau apa-apa."
"Oh ayolah... Gue pengen beliin apa pun yang pacar gue mau, Na. This is our first date setelah skandal Intan dan gue selesai, masa lo nggak mau apa-apa?"
Finally, setelah sekian lama hubungan Nana dan Raphael akhirnya diresmikan pada publik. Itu menjadi berita paling heboh sepanjang masa, bahkan kini Nana dan Raphael menjadi pasangan yang paling banyak diminati oleh warganet Indonesia. Tidak percaya? Sama. Nana awalnya nggak nyangka kalau respon netizen Indonesia ternyata se-positif itu atas hubungannya dengan Raphael.
Setelah hubungannya diumumkan, beberapa fansite Nana mulai mengeluarkan foto-foto Nana dan Raphael yang mereka miliki. Salah satunya adalah, ketika Nana melemparkan sepatu pada Raphael di pelataran parkir rumah sakit.
Herannya, foto itu menjadi meme di Twitter dan sering menjadi bahan ledekan: Gambaran ketika lo pacaran sama sahabat lo, ya kayak Nana sama Sultan Raphael. Lalu Nana malah mengirimkan foto dan cuitan Twitter itu pada Raphael.
"Ya gue memang nggak mau apa-apa." jawab Nana.
"Apa pun, mau apa? Gue turuti... Please, masa Intan banyak minta sama gue, kok lo nggak sih?!" protes Raphael.
"Lah, bukannya bagus?"
"Nggak, gue mau lo matre sama gue."
Nana mendengus kesal. "Bisa-bisanya, Raphael."
"Ayo Sayang, mau apa? Bilang sama gue." Raphael memegang kedua tangan Nana dan Nana kini terlihat berpikir keras.
"Beneran mau beliin apa pun?"
Raphael mengangguk yakin. "Mm, apa pun."
"Oke," Nana yakin ini adalah keputusan yang tepat.
"Jadi?" Raphael memiringkan wajahnya menunggu jawaban Nana. "Mau apa, Sayang?"
"Mau gitar elektrik, hehe."
Raphael tersenyum dan memperlihatkan lesung pipinya yang dalam. "Oke."
Nana membulatkan matanya tak percaya. "OKE?!"
Raphael menggandeng lengan Nana setelah selesai melakukan transaksi pembayaran sofa untuk Ina. "Beli dimana gitarnya?"
Oh Nana senang, dia akan punya mainan baru sekarang.
***
♥ 721.455
nanadamarys x hug my new baby x
lihat semua 33.560 komentar..
pravjacks Boleh tuh gitar😚
dindalarissa bau-bau duit gitarnya yang @ariendrataruna
nanafanclub CANTIK BANGET!♡
nanaindonesia KENAPA ADA MANUSIA CUTE KAYAK GINI?
peninggibadan_ mau tinggi tapi malas olahraga dan suka rebahan? Bisa cek postingan kita, Kak....
klarinna_d BULOL (Bucin Tolol)
lambeompong astaga ngakak banget @klarinna_d
marcelloetama Naik stage pakai gitar baru ya? Hehe😏
raphaelarjanta Nggak mau hug gue aja?
Nana merekam dirinya sendiri dan menyayikan lagu Safe Place from RNAQ dan Darkforestdrives yang akan dia kirimkan kepada Raphael malam ini.
Ya apa pun kata orang, Ina bilang Nana sudah menjadi BULOL alias-bucin tolol. Ya gimana nggak bucin? Satu Indonesia saja merestui hubungannya dengan Raphael.
"... I can be the moonlight lifting up your soul."
Nana tersenyum mengejek pada kamera karena kenapa rasanya memalukan. "... Shining through the darkness."
"... Flowing through your bones."
Pikirannya lalu melayang pada saat-saat dimana Raphael pernah mengajak Nana ke sebuah taman. Usia mereka saat itu menginjak sebelas tahun. Raphael membawakan eskrim yang dia beli secara sengaja hanya karena ingin mendengarkan Nana menyanyi.
Taman itu berisikan kolam bebek, rerumputan hijau, dan beberapa wahana permainan ayunan dan perosotan yang membuat Nana merasa kesal karena Raphael mengajaknya ke taman bermain.
"... I can be the moonlight lifting up your soul."
Hari itu Nana telah menghabiskan banyak air mata karena untuk pertama kalinya, dia telah merusak senar biola yang Opanya sudah berikan kepadanya.
"Na.. Jangan nangis, ayo nyanyi buat aku." pinta Raphael.
Nana merengut kesal sembari duduk di pinggir kolam bebek. "Nyanyi apa?"
"... I can be your safe place, safe place."
"Nyanyi apa pun, aku mau dengar. Kata Mama aku, suara kamu bagus nggak kayak suara aku."
Nana terkekeh pelan mengingatnya, Raphael yang lugu dan polos saat kecil jauh lebih menyenangkan daripada Raphael yang sudah pubertas dan suka sama cewek sana sini.
Nana tersenyum di akhir lirik bait lagu tersebut, menghentikan petikan gitarnya dan mendekatkan wajahnya pada kamera.
"Thanks for being my safe place since my childhood. Kalau gue kirim ini sama lo, artinya gue kangen sama lo, besok gue fitting baju sama Kak Ina. Mau ikut, nggak? By the way, videonya segini dulu aja ya."
Nana mematikan rekaman kameranya, lalu memindahkannya ke dalam laptop dan send to email [email protected]. Satu-satunya email user yang tidak pernah Nana lupakan selama hidupnya. Bahkan, di saat genting pun Nana selalu mengingat user email itu.
Email terkirim!
Nana melepas gitarnya, dan berselang setengah jam kemudian dia mendapatkan panggilan telepon. Tebak, dari siapa? Jelas AGAN MONYET.
"Halo?" jawab Nana.
"Baby?"
"Baby?" balas Nana tak mau kalah.
"Mm, Baby?"
Nana terkekeh pelan. "Lagi apa?" tanya Nana sembari membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
"Lagi tergila-gila sama suara lo, Sayang."
"Ck, basi...." ledek Nana sembari tertawa.
"Kok suara lo bisa lembut gitu sih, Na? Bikin gue suka aja."
"Ya bagus dong?" balas Nana dengan bangga. "Pacar gue memang harus suka sama suara gue."
"Suara lo memang selalu jadi suara favorit gue, Na."
"Umm, gitu ya?"
"Iya, apa lagi kalau suara yang lagi gue-"
"Mau ngajak phone-sex ya?" curiga Nana menuduh Raphael.
Raphael tertawa dengan puas. Suara tawa yang menggelegar itu membuat Nana ikut tertawa, siapa sangka? Suara tawa Raphael memang seperti bapak-bapak yang nongkrong di warkop.
"Gue lagi di mobil, bentar lagi sampai apartemen dan Candra ada di sini. Yakin mau gue ajak call phone sex?"
Kedua mata Nana membulat tak percaya. "For real, Raphael? Malu ih kedengaran Candra."
"Ya habis gimana.. Mau coba?"
"NGGILANI!" teriak Nana sembari tertawa.
"Mau gue jemput?" tawar Raphael.
Nana tahu niat busuk ini. "Nggak ah, makasih."
"Gue mau ajak kulineran malam elah, nanti aja open gift-nya kalau udah nikah. Sesuai keinginan my Baby."
Nana tersenyum, menimbang-nimbang ajakan kuliner malam itu. "Umm, mau nggak ya?"
"Mau nggak?"
"Mm, nggak deh.. Acara lo hari ini kan banyak banget, Raf? Besok-besok aja ya."
"Ya ampun, Na─"
"Masih ada hari lain kan, Sayang? Sekarang pulang, makan, istirahat, terus tidur." pinta Nana tak mau dibantah.
"Berani ngomong sayang kalau lagi telepon aja, ya?"
"Memang maunya gimana?" tanya Nana dengan sabar atas kemauan Raphael.
"Maunya all the time."
"Nggak ah," tolak Nana. "Sounds so cringe."
"Gue baru nyampe."
"Mm, istirahat ya..."
"Bye, Na.."
"Bye, Raphael."
Nana lebih dulu memutuskan sambungan telepon dan pergi menuju kamar Ina.
"Kak?"
"Oy?! Masuk aja!"
Nana menurutinya, ia membuka kamar Ina dan melihat kakaknya yang sedang memasang masker wajah. "Kenapa?" tanya Ina penasaran.
Nana menyimpan kedua tangan di belakang tubuhnya. "Nggak, cuman mau ke kamar lo aja, memang nggak boleh?"
"I thought you want asking about married life. Jangan tanya, gue belum mulai."
"Dih? GEER."
Ina terkekeh pelan dan meraih tangan Nana. "Ada apa sih, Na? Cepetan nikah sama Raphael dong, terus biar kita bisa hamil bareng."
"Buset dah, mikirnya hamil aja?!"
"Lah, iya dong.. Gue mau kasih lo ponakan, Katarina. Mama juga mau cucu."
Nana mengangguk setuju. Selama ini, Ina adalah pihak yang paling Mama tunggu soal pernikahannya. Makanya, nggak heran kalau sebentar lagi Mamanya dan Oma Naka akan pulang ke Indonesia membantu persiapan pernikahan Ina.
"Nanti deh.. Gue susul kalau lo sama Marcell berhasil goal anak pertama."
"Janji ya? By the way, mau sampai kapan Anda memanggil Marcell seperti itu? Dia mau jadi kakak ipar lo, Na."
"Ya masa Mas Marcell?! Geli yang ada." Nana langsung mengusap keningnya.
Ina tertawa sangat lepas, lalu dia menggenggam tangan Nana. "Na.." panggilnya.
"Apa, Kak?"
"Kalau udah berantem sama Raphael, lo kadang nggak bisa menahan emosi. Tapi lo sayang sama dia, apa pun itu.. Bahasa cinta kalian memang beda, tapi jangan menganggap sebuah masalah sebagai ajang untuk menyelesaikan hubungan kalian, ya?"
Wah, apakah ini wejangan untuk Nana?
"... Tumben, ada apa, Kak?"
Ina terkekeh pelan, rasanya ingin memberikan banyak hal kepada Nana yang belum begitu banyak dia bisa sampaikan. "Waktu lo kecil, gue sama Mama tiap lihat lo sama Raphael pasti selalu berandai-andai."
Nana mengerutkan keningnya. "Berandai-andai?"
"Iya, gimana kalau akhirnya lo adalah milik Raphael. Who know? At least, now you with him in a relationship."
Nana terkekeh pelan dan mengangguk. "Iya sih, Kak."
"Terus Mama sempat pikir, apa sebaiknya jodohin kalian aja dari kecil? Tapi waktu itu gue nggak setuju, karena ya.. Perjodohan nggak akan selamanya menguntungkan. Lo dan Raphael masih belum mengerti apa itu cinta, sampai kalian menemukan rasa pubertas itu."
"Tapi kayaknya gue memang jatuh cinta lebih dulu sama Raphael sejak kecil."
"That's not matter, Raphael juga suka sama lo dari kecil."
Nana tersenyum hangat, perasaan senang sedang mengaliri dadanya. "Kalau lo, Kak?"
"Apa?"
"Lo cinta sama Marcell?"
Ina tersenyum. "Gue sudah berada di tahap dimana gue sayang dia, dan menyerahkan hidup gue selamanya untuk dia."
Nana ikut tersenyum senang mendengarnya. Akhirnya, setelah sekian lama sepak terjang percintaan Ina, pikirnya. Karena Ina adalah perempuan yang sulit jatuh cinta, bagi Ina dia tidak percaya cinta pada pandangan pertama, lalu saling flirting satu sama lain, dan menarik ulur perasaan bagi Ina, cinta tidak semudah itu.
Sayangnya, setelah Ina ditinggal oleh sang mantan kekasihnya yang terakhir, Ina malah semakin sibuk dan fokus pada pekerjaannya. Dia malah merasa bertanggung jawab atas segala apa pun peninggalan Papa. Tapi sepertinya, Marcell mengubah cara pandang Ina dalam memahami cinta.
"Dan Marcell sebaik itu sama lo, Kak. Gue tahu, kok. Even ya, Marcell ngejar lo selalu melewati gue dan mengganggu ketentraman lo. Cowok tuh gitu ya, kalau suka sama cewek cari perhatiannya melebihi sikap cewek banget."
Ina mengangguk setuju. "Makanya, tapi ya Marcell masih lebih sederhana meskipun dia ya, you know.. Kalau Raphael tuh terang-terangan tahu, Na."
"Maksudnya?"
"Dia kan pengen banget kelihatan dan diperhatikan sama lo. Ingat nggak, dia pernah sengaja nggak mau makan seharian yang berujung demam, Tante Cassie bilang sikap Raphael akhir-akhir ini murung, begitu Tante Cassie cerita sama Mama. Eh.. Tahu-tahu, anaknya lagi tantrum karena tahu lo lagi pacaran sama anak sekolah lain."
Nana tertawa puas, dia selalu ingat kapan pun Raphael sakit. "Terus, terakhir kemarin pas lo minta putus karena Intan, si tolol satu itu mogok makan sampai gejala tipes juga!"
"Ah, Raphael.." gumam Nana menggelengkan kepalanya sembari mengingat tingkah konyol itu. "Makanya, Raphael selalu menjalani hubungan toxic tuh ya gitu, Na. Untungnya, lo tuh nggak drama, dan Raphael tuh takut sama lo kalau mau nyeleweng. Dia bisa aja jadi pengatur dalam hubungan kalian, tapi kayaknya Raphael nggak punya andil sebesar itu."
"Kata siapa?" sahut Nana cepat. "Dia jago kok, soal mengendalikan gue."
Kedua mata Ina lantas menyipit curiga. "Kampret, dasar nakal."
"Dih.. Kayak nggak pernah nakal aja?"
"Ya awas kalau lo kebobolan, Katarina! Papa bisa bangkit lagi dari kubur tahu nggak?"
Nana langsung merinding seketika. "Ih Kak! Omongan lo, ya Tuhan Yesus maafkan Kakak gue..."
"Ya habis.. Bandel amat ini anak satu!"
Dan malam itu adalah malam dimana Ina dan Nana saling menikmati masa-masa kebersamaan sebagai adik-kakak. Ya mungkin, setelah Ina lebih maju dan melangkah keluar dari zona keluarga, Nana akan sedikit sulit menemukan momen ini.
***
a/n:
Tidak ada keributan dulu. Tenang.
"Gue nggak akan membuat
keributan lagi kok."
─Raphael.
"Yaudah kalau gitu saatnya
gue untuk beraksi."
─Nana
Bandung, 6 Februari 2022.
─ aku ingin segera selesai drama ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro