Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER #33

"They say love is blind. And I?
Disagree, infatuation is blind.
Love, is all seeing and
accepting."

─Nana

***

CHAPTER #33

***

MAMANYA, Jane pernah mengatakan kalau Nana akan menemukan dua jenis pria yang akan menunjukkan perbedaan saat pertemuan. Pertama, pria itu akan memberikan kamu kehidupan, dan yang kedua─pria itu yang akan mengajarkan dan mengenalkan kamu pada cinta dan nafsu. If you're a lucky, maka kamu akan menemukan keduanya dalam satu orang.

Tapi setelah Nana menjalaninya, dia hidup tidak hanya untuk cinta saja. Nana bertanya pada dirinya sendiri─sebelum bersama Raphael tentunya, untuk siapa dia hidup? Dan Nana belum menemukan jawabannya sama sekali sampai sekarang. Kamu bisa hidup dalam damai, hidup dalam kebohongan, hidup dalam kesalahan, segalanya akan mengelilingi kamu.

Setiap orang, setiap tempat, setiap momen harus dimulai dan diakhiri oleh dirimu sendiri. Karena ini, adalah kehidupanmu, kamu berhak memutuskan apa pun yang menurutmu cocok. Orang lain tidak akan pernah mengerti, tipe cinta yang ingin kamu hadirkan dalam hidup itu seperti apa.

Karena hidup itu hanya sekali, dan sudah tugas setiap individu memperjuangkan apa yang diinginkannya. Beberapa hal, bisa kita lepaskan dan memberi beberapa jarak pengertian dan memandang dengan perspektif masing-masing. Kita bisa memilih bahwa kita boleh bahagia, kita berhak untuk unjuk diri bahwa kita benar, dan kita berhak jalan berbalik arah hanya karena tidak mau lewat jalan yang biasa kita tempuh.

Tapi kenapa, baru kali ini ada orang yang tidak mengerti arti kata penolakan dan tidak tahu malu seperti Intan?

Setelah selesai konser, Nana langsung bertolak ke apartemen Raphael. Who knows? Rapat besar-besaran sedang dilakukan di sana. Ada Ina, Marcell, Candra, kuasa hukum Raphael, Noah dan Intan sebagai manusia yang harusnya bisa membereskan masalah yang nyatanya mereka buat.

Jujur Nana merasa malu, dengan gaun hijau emerald dia datang terburu-buru bersama Loli, setelah tahu bahwa Marcell ikut turun tangan atas berita miring yang tidak benar ini.

Semua orang memandangnya, bahkan ketika datang Raphael langsung memberikan jasnya dan disampirkan di pundak Nana yang telanjang. Dengan gaun seperti ini, semua orang pun akan berpikir hal yang sama; Princess dari daerah mana?

Sejak datang, Nana duduk di sisi Raphael. Sejak tadi Raphael tidak pernah melepaskan tangannya dari lutut Nana dan mengelusnya secara perlahan, berusaha menyalurkan ketenangan yang tidak akan pernah Nana dapatkan dari orang lain.

"We always need to be gentle for this problem. Tinggal ungkap pada publik, bahwa lo dan Intan sudah selesai dan tidak ada hubungan lagi. Gampang." kata Ina mengeluarkan suaranya kali ini dengan lantang dan berani.

Marcell mengangguk setuju. "Kapan lo dan Intan selesai?" tanya Marcell kepada Raphael.

"Awal September tahun kemarin."

"Sudah empat bulan yang lalu, dan sekarang Intan mengandung berapa bulan?" tanya Marcell kepada Intan.

"Enam bulan."

"Jadi..."

"... Dia selingkuh bersama Noah ketika masih berhubungan dengan gue, Bang." timpal Raphael.

Nana mengepalkan kedua tangannya yang berada di atas paha. Menyadari bahwa tubuh pacarnya bergetar menahan amarah, Raphael langsung menggenggam kedua tangan Nana dengan erat. Dan hal itu, tidak pernah terlepas dari atensi fokus Intan yang melihat bagaimana afeksi Raphael kepada Nana.

"Too bad, nggak ada jalan dan kewajiban bagi Raphael untuk mengakui skandal ini, Intan." ujar Ina lagi. "Lo bisa melakukan klarifikasi dan spill hubungan lo dengan Noah. Jangan seret Raphael lagi─"

"Apa lo juru bicara Raphael, Kak Ina?" potong Intan dengan kurang ajarnya. "Tahu apa lo soal hubungan gue dengan Raphael atau Noah? Lo semua dari tadi menyudutkan gue bahwa semua masalah ini datangnya dari gue?"

"Tapi buktinya memang iya!" lawan Ina tak habis pikir dengan kebodohan Intan. "Lo malah bicara yang tidak-tidak kepada awak media!"

"Gue sengaja melakukan itu karena gue nggak bisa mempertaruhkan nama gue!"

"Lalu bagaimana dengan nama Raphael dan keluarga Arjanta?" sahut Marcell dengan tenang. Marcell tahu, jika Ina terus melanjutkan maka hal buruk akan terjadi. "Intan, we are Indonesian. Dan pernikahan, lalu anak─harus dilakukan dengan legal di Indonesia. Lo bisa berlaku seperti ini jika lo di Amerika. Tapi sekali lagi gue ingatkan, ini Indonesia."

"Ya udah," jawab Intan sembari mengangkat bahunya acuh. "Raphael tinggal menikahi gue, kan? Apa susahnya?"

"Intan!" tegur Ina kali ini.

Nana sudah memejamkan matanya menahan adegan murahan di depan matanya. Raphael semakin merangkulnya, mengusap bahu Nana.

"Noah, apa lo bakal diam saja?" tanya Ina dengan geram. "Anak yang Intan kandung adalah anak lo!"

Intan tertawa dengan jengah. "Anak Noah? Seyakin itu kalau anak yang gue kandung anak Noah?"

"Intan, what do you mean?" timpal Raphael kali ini.

Intan berdecih tak suka. "Asumsikan saja kalau anak ini," Intan menunjuk perutnya sendiri. "Anak kamu Raphael!"

Nana bangkit dari sofa dan melepaskan jas Raphael dari bahunya. "Na─" Raphael mencegat tangan Nana dan menggeleng dengan wajah penuh ketakutan. "Jangan tinggalin gue, please?"

Nana menghempaskan tangan Raphael dan mendekati Intan dengan berani. Wanita hamil itu tengah terduduk, menengadah melihat Nana karena Nana berdiri di hadapannya dengan cukup dekat.

"Kayaknya, masalah lo sebenarnya ada dengan gue, Intan." ujar Nana kepadanya.

Intan mengeluarkan senyuman miringnya. Sekelas Noah, yang Nana tahu pria yang bisa diandalkan pun kini terdiam karena Intan? Sejahat apa sebenarnya Intan?

"Jadi lo mengerti kemana arahnya masalah ini, Katarina?" tanya Intan dengan sengak.

Nana terdiam, dia mengelus perut besar Intan dengan telapak tangannya. "Lo terlalu jahat untuk menjadi ibu dia, Intan."

Semua orang menatap Nana dengan kaget, gadis itu rela berlutut di hadapan perut Intan yang besar dan mengelusnya penuh kesabaran. Ina tak tega melihat adegan itu langsung membuang wajahnya.

Nana mengusapnya secara perlahan, terlihat sekali wajah tegang Intan tercetak di sana. "Dia anak Raphael, atau anak Noah, bisa kita ketahui jika tes DNA nanti."

"Na!" teriak Raphael.

Raphael berjalan mendekati Nana dan menarik tubuh gadis itu agar berdiri. "Lo apa-apaan hah? Lo nggak percaya sama gue?!"

Nana menggeleng. "Bukan begitu, Raphael. Gue hanya lelah dengan perdebatan ini. Intan, dia benci karena gue telah merebut lo dari dia."

"Nana!"

"Ralat, lo menghancurkan hubungan gue dengan Raphael!" ujar Intan dengan kurang ajarnya.

Sayangnya, Nana bukan manusia yang akan menggeleng menyangkal jawaban itu. Gadis itu mengangguk di hadapan semua orang.

"Ya, gue yang sudah menghancurkan hubungan lo dengan Raphael."

Noah menatapnya dengan nanar, Raphael mencekal lengannya dengan kuat. Marcell mulai berdiri untuk melerai masalah yang bahkan tidak jelas ujungnya.

"Kalau Intan tidak mau klarifikasi, maka Raphael bisa menyangkalnya." ujar kuasa hukum Raphael mulai bicara. "Tidak ada yang salah dari melakukan pembelaan diri atas fitnah, apa kita harus melakukan pengakuan terakhir Raphael dan Intan melakukan hubungan seks?" tanya pengacara, Virlia Mahesa.

Nana mengusap wajahnya dengan kasar. "I'm take a swear for that, terakhir saya melakukan hubungan seks dengan Intan ketika kami berada di Singapore, dan itu sudah lama."

Nana menjambak rambutnya sendiri. Dia sudah tidak sanggup dengan semua ini, jika memang yang Intan rencanakan─balas dendam karena kesakitannya, kepadanya, maka Nana akan menerimanya.

"Tolong jangan seret Raphael lagi, Intan." pinta Nana kepada Intan. "Lo benci gue? Lo bisa melakukan kepada gue, jangan tarik Raphael dan nama keluarganya."

"Semudah itu?" tanya Intan balik. "Lo memang selalu merusak segalanya, Katarina. Are you realized it? Lo adalah perusak."

"BERHENTI BICARA INTAN!" teriak Raphael pada wanita itu. "Lo nggak berhak berbicara seperti itu kepada Nana!"

"Lo mau gue membuka semuanya? We had a sex-tape Raphael. Gue lebih bisa membongkarnya dan─"

"BERHENTI INTAN," tegas Nana mengeluarkan suaranya. "Cukup sudah lo memeras Raphael, gue melepaskan Raphael sekarang."

Raphael mencekal lengannya lagi, lebih kuat dari tekanan yang tadi. "Lo bilang apa?"

Nana menatap balik kedua bola mata Raphael dengan berani. "Gue bilang gue melepaskan lo, ada yang salah dengan pendengaran lo, Raphael?"

"DAN APA HUBUNGANNYA GUE DENGAN LO DAN MASA LALU GUE BERSAMA INTAN?!" teriak Raphael kepada Nana.

Marcell menahan bahu Raphael. Ina pun segera memposisikan dirinya di dekat Nana. "Gue nggak mempermasalahkan bagaimana masa lalu lo sama dia, mau seliar apa pun. Apa pernah gue menuntut lo untuk membahasnya?"

"Lalu kenapa lo mau melepaskan gue, huh?!" tanya Raphael tidak terima.

Kedua sorot mata Raphael terlihat sangat terluka. Tapi Nana tahu, Intan tidak akan berhenti jika dia tidak melepaskan Raphael.

"Karena gue muak berurusan dengan masalah lo, dan apa lagi.." kedua mata Nana meremehkan Intan. "Drama yang dia buat."

"..."

"So Intan," kata Nana dengan sombong. "Gue melepaskan Noah untuk lo, dan sekarang gue melepaskan Raphael lagi untuk lo. Puas?"

Intan terkekeh penuh kesinisan. "Gue puas, Katarina. Sangat puas."

***

Acara survival musik yang diadakan oleh salah satu stasiun televisi swasta itu menggaet penyanyi naik daun Nana Damarys, Lindra dari ajang pencarian bakat Indonesian Idol, dan Verrel Kartik talent HG Entertainment yang terkenal jago rap-nya itu.

Program ini, memang program yang cukup menantang. Mereka bertiga, para talent harus bisa berhasil manggaet perhatian masyarakat. Karena ya, mereka bertiga harus menyanyi di depan masyarakat umum. Tempatnya sudah disediakan oleh staf, ini seperti tantangan dan Nana menyetujui program ini secara dadakan karena memang ada sesuatu hal yang harus dia jauhi.

Nana ingin menyibukkan dirinya, mini albumnya sudah selesai dirampungkan, dan Nana bisa santai sembari menunggu tanggal promosi mini albumnya keluar, Nana mengisi waktu luang dengan mengikuti program survival ini.

Tempat untuk survival kali ini, sudah disiapkan oleh beberapa kru Music On The Street. Ya, nama program survival ini adalah Music On The Street, syuting pertama dilakukan di alun-alun Keraton Yogyakarta.

Nana tidak expect akan banyak penonton di lapangan hijau dengan pohon beringin kembar yang menjaga mereka dari sisi kanan dan kiri.

Yogyakarta, meskipun malam hari tentu saja terasa panas. Nana bahkan berusaha menjaga dirinya tetap oke di depan kamera, dan sialnya apa lagi? Program ini tayang secara live.

"Lin," panggil Nana kepada Lindra yang tengah memasang ear monitor.

"Apa, Na?"

"Gue gugup." kata Nana kepada Lindra.

Verrel, dari arah belakang menepuk pundak Nana. "Santai, Na. Berlaku alami aja, jangan dibuat-buat, apa lagi kalau live gini."

Nana menarik napasnya. "Iya, maka dari itu.. Gue takut buat kesalahan."

"NANA, LINDRA, VERREL, SIAP DI POSISI YA?!" teriak Produser kepada mereka.

Ketiganya mengangguk. Nana duduk di bangku kayu sederhana yang staf siapkan, sengaja katanya─agar kesan Yogyakarta-nya nggak hilang, dan tetap melokal.

Semua staf membantu persiapan live. Acara survival ini tayang pukul tujuh malam waktu Indonesia Bagian Barat. Tadi, Prav sudah mengirimi pesan bahwa sahabatnya itu tengah menontonnya, Arie juga. Sementara Raphael.. Nana menutup semua akses komunikasi dari Raphael.

"LIMA MENIT LAGI GUYS!" teriak Produser di balik kamera-man.

Nana mengangguk, dia mensejajarkan stand dengan Mic khusus yang Ina belikan. Harganya? Jangan tanya. Soal barang, Ina jelas tidak akan membelikannya barang ecek-ecek. Katanya sih, sebagai hadiah ulang tahun.

"THREE, TWO, ONE!"

Produser sudah mengatur lapangan sedemikian rupa. Pembukaan acara itu benar-benar dilakukan murni, sesuai seperti air yang mengalir tanpa intro dan perkenalan.

Nana, Lindra dan Verrel masih mengobrol satu sama lain, sampai akhirnya Nana memberanikan diri menyentuh microphone-nya.

"Umm, tes tes.." Nana mengeluarkan suaranya.

Membuat warga sekitar menoleh, Nana mendapatkan perhatian pertama kali dan mendapatkan sepuluh poin.

"Oke... Nana Damarys, bersama Yogyakarta." lanjut Nana lagi. "Guys," panggil Nana kepada Lindra dan Verrel. "Tahu nggak, apa yang bikin Yogyakarta punya cerita?"

"Apa?" sahut Lindra dan Verrel.

Sedikit demi sedikit, warga Yogyakarta mulai mendekat dan duduk lesehan di bawah rumput hijau itu. "Setiap sudut Yogyakarta, punya cerita sendiri. Katanya, lampu kota mendukung banget suasana romantis."

"Oh ya?" kata Lindra berakting ragu. "Bukannya titik nol Yogyakarta yang selalu punya cerita?"

"Masa?" kini Nana membalas meragukan Lindra.

"Iya, biasanya, titik nol kota Yogyakarta itu menjadi jembatan sebuah pertemuan. Percaya nggak?"

Nana dan Verrel menggeleng, lalu Lindra tertawa mulai menatap pada kerumunan masyarakat Yogyakarta yang mulai kumpul mengelilingi mereka. "Gimana nih? Arek-arek Yogyakarta? Mereka ndak percoyo karo aku.. Sudah aku bilang, titik nol itu selalu menjadi jembatan pertemuan." ujar Lindra dengan nada medok yang khas.

Semua warga tertawa mendengar aksen bicara Lindra yang aneh.

"Oh.. Sekarang bukan arek-arek Suroboyo tapi arek-arek Yogyakrata, yo?" timpal Verrel setengah bergurau.

"Aku ndak tahu, Mas Verrel." jawab Lindra seenaknya.

Nana tertawa, di atas pangkuannya sudah ada gitar akustik miliknya. "Terus, Lin, gimana ceritanya kalau sudah pertemuan?"

"Nah, kalau sudah ada pertemuan biasanya di titik nol Yogyakarta itu ada peristiwa saling mengenal satu sama lain sampai jenjang anu."

"JENJANG ANU?!" sahut Nana dan Verrel sembari tertawa.

Para kru di belakang kamera pun ikut tertawa, kalau warga sih jangan di tanya.

"Iya, jenjang anu it's mean─jenjang melempar cinta biar saling merindukan satu sama lain."

".... WOOOOO!!" para masyarakat berteriak geli mendengarkan ocehan Lindra.

"Jadi, Lin... Yang cocok tuh Lagu Rindu from Kerispatih untuk mengingat segala peristiwa di titik nol kota Yogyakarta, ya?" kata Verrel berimprovisasi.

"That's right, untuk warga Yogyakarta yang sehangat mentari. Ini dia, Lagu Rindu yang akan triplets bawakan malam ini untuk kalian, have enjoy it!" teriak Lindra.

Semua orang yang menonton mereka mulai bertepuk tangan. Nana mulai membaca setiap chord yang sudah disiapkan di hadapannya.

"... Bintang malam, katakan padanya, aku ingin melukis sinarmu di hatinya." suara Lindra yang khas mulai pertama.

Nana memetikkan jarinya pada senar gitar. "... Embun pagi, katakan padanya biar kudekap waktu dingin membelenggunya."

Semua orang bertepuk tangan kembali, kini giliran Nana yang akan mengeluarkan suaranya.

"... Bintang malam, sampaikan padanya. Aku ingin melukis sinarmu di hatinya."

Suara Nana yang lembut malam ini, menyejukkan alun-alun Yogyakarta yang hangat. Angin berembus secara perlahan, membiarkan angin meniup gerai rambut hitam Nana yang menjuntai hingga punggung.

"... Embun pagi, katakan padanya biar kudekap waktu dingin membelenggunya."

"... Tahukah engkau wahai Langit? Aku ingin bertemu, membelai wajahnya."

Nana memejamkan matanya, meresapi setiap kata-kata yang ia jabarkan─rasa rindu itu kepada seseorang yang dia cintai. Menyakitkan ketika kamu harus merelakan sesuatu yang kamu inginkan sejak lama. Dan lagu rindu ini, akan Nana sampaikan dengan baik.

"... Kan kupasang hiasan angkasa yang terindah hanya untuk dirinya."

Bagian Verrel kini keluar, dengan suara beratnya. "... Lagu rindu ini kuciptakan, hanya untuk bidadari hatiku tercinta."

"... Walau hanya, nada sederhana, izinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan."

Akustik yang Nana mainkan, begitu mendukung suasana. Ditambah dengan acapella, dan beberapa high-note yang Nana ambil bersama Verrel secara bersamaan.

"... Tahukah engkau, wahai Langit?" Lindra dan Verrel menyuarakan lirik yang sama dengan harmonisasi yang kuat.

"... Aku ingin bertemu membelai wajahnya."

Nana mengambil bagian kembali. "... Kan kupasang hiasan angkasa yang terindah untuk dirinya."

"... Lagu rindu ini kuciptakan, hanya untuk bidadari hatiku tercinta. Walau hanya nada sederhana. " Verrel dengan vokal kuat namun lembut kembali menyapu situasi dengan kuat.

Kini Nana mengambil bagian akhir. Petikan gitarnya melambat. "... Ijinkan kuungkap segenap rasa dan kerinduan."

Ketika melodi gitar akustik itu selesai, dan kamera berhasil menyorot semua ekspresi dan reaction nyata dari orang-orang sekitar, kemudian Produser mengangkat jempolnya ke atas, Nana, Lindra dan Verrel menundukkan kepala mereka kepada para penonton.

Para penonton bertepuk tangan dengan meriah, tentu saja sebagai apresiasi atas suara emas milik anak bangsa.

Nana tersenyum senang, tapi dalam hatinya Nana tak baik-baik saja.

Raf, gue kangen...

Birthday gift from Kak Ina.

***

a/n:

Yah.. Putus.

Capek nggak sih nemu orang toxic kayak Intan? Dari awal liat Nana bahagia sama Noah aja dia kayak cacing kepanasan sebenarnya. Eh, ditarik lagi tuh si Noah sampai dia bunting anak Noah juga.

Sekarang, liat Nana bahagia sama Raphael masih belum puas juga. Dia kelabakan sendiri, nggak pernah bisa tenang liat idup orang lain senang.

"Apa gue harus turun tangan?"
─Prav.

"Kayaknya kali ini giliran gue
yang harus turun tangan."
─Arie.

Bandung, 31 Januari 2022.

Penghujung bulan Januari.
(maafkan daku, baru sadar dari dunia nyata).

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro