Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER #31

"You don't love someone
because they're perfect, but
you love them in spite of
the fact that they're not."

─Nana

***

CHAPTER #31

***

MASIH dengan ribut yang sama, Raphael tidak mengizinkan Nana untuk melanjutkan rekaman di studio, dengan alasan─suara lo masih belum mendingan dan lo punya hutang untuk cuddle bersama gue. Apa Nana mengiyakan? Tentu tidak dong, keenakan Raphael kalau begitu.

Lagipula, Nana baru tahu kalau ternyata Raphael tuh orangnya suka touchy-touchy berlebihan?

Sebenarnya, daripada mengunjungi Label, Nana lebih mengutamakan konser untuk sabtu malam minggu ini. Dia harus latihan di Jakarta Symphony Hall dan melakukan rehearsal langsung karena konser orkestra kali ini akan diadakan di outdoor.

Latihan kali ini, Nana memainkan beberapa lagu hipe yang di aransemen bersama anggota Jakarta Symphony Hall. Dirigen-nya siapa lagi? Ya Pak Gatra, jelas langganan. Lagu kali ini memang bukan lagu sulit, Shape Of You dari Ed Sheeran, Bach Cello Suite No.1 Prelude, Song to The Moon Rusalka, dan See You Again dari Wiz Khalifa. Cukup banyak? Karena itu juga Nana agak keras kepada dirinya sendiri, sementara rekaman untuk lagunya, meskipun Marcell mengatakan oke, Nana masih merasa kurang saja.

Selama latihan, Nana memang tidak pernah menyadari bahwa seseorang yang sudah memperhatikannya sejak tadi malah menghampirinya kini. Tahu siapa? Kayaknya semua hidup ini punya plot twist tersendiri yang Tuhan berikan.

Siapa coba yang baru mengunjunginya sekarang?

Noah.

Noah Astungkara, yang sudah lama tidak ia temui lagi. Bahkan Nana lupa, berapa lama dia sudah tidak menyapa Noah setelah dikabarkan bahwa Noah keluar dari Jakarta Symphony Hall. Lalu, apa yang pria itu lakukan di sini?

Noah terlihat baik-baik saja, entah sudah menikah atau belum dengan Intan. Karena, pasti sulit posisinya bagi Noah untuk menikah bersama Intan. Noah sendiri anak dari keluarga Astungkara, keluarga pemilik firma hukum terkenal dan kuat, menikahi saudara tirinya sendiri, apakah itu akan menjadi skandal besar? Tentu saja.

"Hai, Na.." sapa Noah kepadanya.

Nana mengulas senyumannya dengan tenang, Noah terlihat sangat baik. Apa mungkin, pria itu bahagia?

"Hai, Noah."

"Nice to see you again," kata Noah melanjutkan.

Nana mengangguk. "Nice to see you too again, Noah. Bukannya kamu sudah keluar dari JSH? Atau mungkin─"

"Aku bergabung kembali, nggak selamanya hanya untuk malam besok karena Pak Gatra yang meminta."

"TENTU SAJA!" sahut Pak Gatra yang baru saja naik lagi ke podium.

Nana tersenyum lega, kecanggungan di antara dirinya dan Noah mulai luntur karena kedatangan Pak Gatra. Pak Gatra jelas tahu, hubungan dirinya dengan Noah sudah selesai.

"... Oh, saya nggak expect Pak Gatra ajak Noah lagi. Kenapa, nih?" tanya Nana penasaran.

"Tentu saja, besok malam kan malam spesial. Pemegang pianis terbaik adalah Noah, dan tentu saja saya ingin Noah terlibat di acara besok malam, Na." jawab Pak Gatra.

Nana mengangguk mengerti. Noah memang hanya senyum saja, sebenarnya banyak yang ingin Nana tanyakan kepada Noah.

"Duh, kalian ini... Mantanan, tapi jangan jadi kemusuhan begini dong." ledek Pak Gatra.

Nana berdeham canggung, Noah pun melakukan hal yang sama. "Ya ampun, Pak Gatra.. Wajar dong saya canggung sama Noah? Udah lama nggak ketemu." jawab Nana jujur.

"Udah lama banget memang?" timpal Pak Gatra dengan dramatisnya. "Nana sampai sudah punya pacar lagi lho, Noah. Kamu apa kabar?" kata Pak Gatra sembari menepuk bahu Noah.

Noah terkekeh pelan. "Saya sih.. Sebentar lagi mau menikah, Pak."

"Puji Tuhan.." ucap Pak Gatra bersyukur. "Gimana Nana? Sedih nggak ditinggal mantan menikah?" tanya Pak Gatra yang senang menggoda Nana.

Nana menggeleng sembari tertawa. "Nggak lah, Pak.. Saya kan putus dengan Noah baik-baik, tanpa penyesalan ataupun peninggalan yang sulit untuk dihilangkan. Noah baik, dan saya nggak memungkiri kalau dia sekarang terlihat baik-baik saja. Apa lagi, setelah putus dari saya."

Sebenarnya itu bukan sarkasme, tapi gelagat Nana memang menyatakan bahwa dia sakit hati atas pengkhianatan yang Noah lakukan bersama Intan. Dan Intan, sudah bersikap seolah-olah Nana manusia berdosa karena telah menyukai tunangannya, Raphael. Sementara wanita itu sendiri? Memiliki hubungan dengan Noah, yang jelas-jelas pada saat itu Noah adalah kekasihnya.

"Iya, nggak apa-apa kok membina hubungan baik dengan mantan. Iya, nggak?" tanya Pak Gatra pada Noah.

Noah mengangguk. "Maka dari itu, Pak. Saya terima kasih karena Bapak mengajak saya dalam pagelaran orkestra kali ini, saya nggak nyangka kalau bakal bisa ketemu sama Nana lagi saat ini."

"Mm, kayaknya saya perlu pergi dulu?" tawar Pak Gatra izin mengundurkan diri.

Nana langsung menggeleng. "Nggak usah, Pak."

"Iya, Pak." timpal Noah. "Saya hanya ingin menyapa Nana saja, dan..." Noah mengalihkan tatapannya kepada Nana. "... Saya ingin meminta maaf secara lagsung kepada Nana."

Pak Gatra tersenyum, memperhatikan dua wajah mantan sejoli ini yang tengah saling menatap satu sama lain.

"Noah," ujar Nana menepuk bahu Noah dengan santai. "Udah dong, I'm okay─and you? Baik juga, kan? Kita jadi teman lagi, okay?"

"Nana! Noah, Pak Gatra! Look at here!" teriak Reggy yang tengah memegang kamera.

Ketiganya menoleh secara bersamaan, mengerti apa yang Reggy maksud lantas memasang ekspresi cerah untuk diabadikan.

"GOOD!" teriak Reggy dari bawah stage. "Nggak usah tegang-tegang kenapa lo berdua?! Kasihan Pak Gatra harus dengerin ocehan lo berdua elah.." omel Reggy dengan santainya.

Nana hanya menggelengkan kepalanya, Noah tersenyum kaku. Pria itu izin kembali pada tempatnya karena rehearsal akan di mulai kembali. Kedua mata Nana tidak pernah lepas dari Noah, apa pria itu tersinggung oleh perkataannya?

Nana merasa dia sudah agak keterlaluan kepada Noah tadi, mungkin.. Setelah rehearsal Nana bisa meminta maaf kepadanya nanti.

***

* | Noah's POV

HIDUP adalah ambisius.

Gue nggak pernah menyarankan seseorang, ataupun teman gue sendiri untuk mengenalkan diri kepada cinta secara cuma-cuma. Kenapa? Karena gue tipikal orang yang akan menghormati sebuah cinta.

Oke, mungkin terdengar menggelikan bagi kalian ketika mendengarkan gue membicarakan soal cinta dengan pengalaman gue yang bisa dikatakan─buruk? Gagal? My parents too had a broke relationship. Katanya, harta, kehidupan, dan sepanjang masa kita hidup, manusia tetap mengandalkan pikiran dengan hati yang sampai kapan pun tidak akan pernah satu server.

Terkadang, kegagalan pertama lelaki adalah ketika dia tidak tahu apa pun, atau langkah pertama seorang lelaki ketika memutuskan keinginan terbesar dalam hidupnya. Tapi menurut gue, kesalahan terbesar lelaki adalah ketika dia merelakan dan membiarkan pria lain membuat wanita miliknya tersenyum.

Ketika gue bertemu dengan seorang cewek, unik, dan dia mampu membuat gue jatuh cinta dalam sekejap adalah, Intan. Gue nggak pernah mau berlaku ataupun bermain api bersama cewek. Tapi Intan ini, lain dari lainnya. She's have a brain, strong, dan ya, kita punya pengalaman hidup yang cukup sama.

Saling menceritakan sulitnya kehidupan apa lagi seorang diri, ketika orang tua lebih sibuk dengan hubungan mereka sendiri. Gue merasakan itu semua. Ibu gue tidak pernah memperdulikan gue selain menarik paksa perhatian Papa agar berhenti memutuskan perceraian yang sudah Papa ajukan karena Papa sudah tidak mencintai Ibu gue lagi.

Dan gue? Bertemu dengan Intan yang bisa mengerti kesulitan, ketakutan, dan rasa takut yang tersimpan selama bertahun-tahun. Intan berhasil meruntuhkan itu semua.

Sampai suatu saat, ternyata Intan sudah memiliki tunangan dan sengaja berselingkuh dengan gue. Kecewa? Tentu saja. Apa yang Intan lakukan kepada gue cukup menyisakan rasa sakit.

Malam itu, secara face to face gue dan cowok Intan, Raphael Arjanta bertemu. Manusia mana yang tidak tahu keluarga Arjanta?

"Gue akan berterus terang saja." kata Raphael kepada gue dengan lagaknya yang tenang.

"Silakan," gue tidak akan memutuskan sesuatu hal yang bukan lagi hak gue.

"Intan adalah tunangan gue. We had a toxic relationship. It's my fault, harusnya gue bisa membuat tunangan gue agar nyaman bersama gue."

Yes, Dude. Raphael such a bad boyfriend I think? Meresahkan karena kenapa harus Raphael yang turun tangan dibandingkan Intan yang bertanggung jawab atas perasaan gue yang sudah mencintai dia?

Gue dan Intan berhubungan cukup singkat. Tiga bulan, tapi itu waktu yang cukup berkualitas.

"Lo harus melepaskan Intan, karena dia tunangan gue." kata Raphael lagi kepada gue.

"Gue sudah melepaskan dia." jawab gue dengan percaya diri.

Ya, gue yakin kok, gue bisa melupakan Intan meskipun butuh waktu satu tahun, dua tahun atau bahkan sepuluh tahun sekali pun.

"Bagus," Raphael bangkit dan mengajak gue berjabat tangan. "Atas nama Intan, gue minta maaf karena lo pasti merasa sudah dibohongi oleh tunangan gue."

Oh jelas, rasa sakit itu hanya diam sebentar sampai akhirnya gue bertemu dengan gadis yang lebih unik dan luar biasa. She's a talent! Bagaimana dia memainkan Cello-nya, ataupun ketika dia bernyanyi, membuat gue jatuh cinta.

Gadis itu ceria, stop calling her pretty! Hanya cantik saja sepertinya tidak akan cukup untuk menjelaskan dia. Dia lebih dari itu, she's kind  hearted and heartbroken, dalam sekejap dia bisa gentle dan terkadang bisa jadi sangat berbahaya, apa lagi ketika dia bersama Cello-nya.

And when she said this is to me, pada saat itu juga pandangan gue kepadanya sangat berubah.

"Noah, you deserve to be loved and chosen. Not almost loved or almost chosen."

Kata-katanya, mungkin terdengar arogan. Tapi gue sadar, Nana adalah tipikal gadis keras kepala yang akan memperjuangkan cintanya.

Sampai pada akhirnya, gue berusaha mencoba mendekati dia dan memahami dia. Agak sulit, karena Nana tipikal gadis clueless, nggak seperti Intan yang mengerti sebuah hubungan bagaimana interaksi antara cowok dan cewek yang saling melempar flirty satu sama lain.

Nana nggak seperti itu.

Sampai dimana, momen pas gue dengan dia ketemu. Gue merasa baik-baik aja ketika bersama Nana, baik-baik aja yang gue punya sebelumnya menjadi sangat baik ketika bersama Nana.

Tahu kenapa? Karena Nana gadis sederhana yang selalu bisa menerima semua keadaan. Gadis itu pintar beradaptasi. Bahkan Nana selalu mengutarakan apa yang menurut dia kurang, dan mana yang menurut dia pas.

She hold my weakness, serius. Berhubungan dengan Nana adalah salah satu yang patut gue syukuri. Gue selalu nyaman ketika bersama dia. Dan entah kenapa, dunia harus sesempit itu sampai gue dan Intan bertemu lagi dalam waktu yang sangat tidak tepat.

Gue, Nana, Intan, dan Raphael.

Kenapa takdir sekonyol itu?

Intan, dengan kurang ajarnya mendatangi gue dan dia memberitahukan kepada gue bahwa yang Nana cintai itu bukan gue.

Lagi-lagi?

Apa gue harus merelakan setiap cewek yang gue cintai?

Tahu siapa yang Nana cintai? Ya siapa lagi kalau bukan Raphael. Konyol? Jelas. Dalam satu malam, gue marah kepada diri gue sendiri, kenapa gue lebih memilih mendengarkan ucapan Intan dibandingkan meminta penjelasan kepada Nana secara langsung?

Dan malam dimana gue merasa emosi. Gue tidak bisa menahannya lagi, gue merusak semuanya. Merusak Nana, merusak perasaan gue sendiri.

Yang awalnya baik-baik saja, bahagia gue ikut hilang. Ketika gue memilih Nana, gue akan tetap memilih dia. Gue selalu yakin dengan keputusan yang gue ambil.

Tapi kenapa kali ini keraguan malah merusak segalanya?

Gue kehilangan Nana, dan gue bermain api kembali dengan Intan.

***

Selesai rehearsal, Nana memilih untuk pulang. Raphael menawarkan diri untuk menjemputnya, tapi Nana menolak karena memang kebetulan kali ini dia membawa mobil sendiri. Ada rencana, bahwa Nana akan pergi ke Mall, membeli beberapa kebutuhan yang akan dia pakai saat konser besok.

Manajernya, Lolita tidak menemaninya malam ini, tapi besok pagi kemungkinan Lolita akan menjemput Nana di rumah.

Perjalanan dari Jakarta Symphony Hall menuju Mall memang tidak memakan waktu lama, tapi ketika Nana menavigasi mobilnya dia melihat mobil yang sangat dia kenali tengah mangkir di sisi jalan dengan lampu hazard yang menyala.

That's a Noah's car. Kata Nana dalam hati.

Nana menyisikan mobilnya di sisi jalan, tepatnya di belakang mobil Noah.

"Noah?" panggil Nana baru saja menutup pintu mobilnya.

Noah mengalihkan atensi fokusnya kepada Nana sekarang. "Na? Why are you here?!"

"Aku lihat lampu hazard kamu menyala, Noah. There's something wrong? Ada apa dengan mobil kamu?" tanya Nana.

"Oh... Ini, ban mobilku bocor, Na. Tapi aku sudah memanggil orang untuk datang ke sini kok."

"Serius? Tapi kelihatannya kamu buru-buru."

"Aku harus ke rumah sakit," jawab Noah jujur.

"Kenapa? Aku bisa mengantarkan kamu."

"Papaku masuk RS, Na. And ya, I need to go hospital now."

Nana mengangguk mengerti. "Kalau begitu, aku antar okay?"

Noah menggaruk kepalanya bingung. "Nggak apa-apa, Na?"

Ya ampun, memangnya Nana terlihat sangat tidak memberikan peluang sebaik itu apa? "Kenapa nggak, Noah? Aku mau mengantar kamu, dan kamu masih bertanya apa nggak apa-apa?!"

"Bukan begitu, Na, aku─"

"C'mon, Noah." ajak Nana kali ini dengan nada memaksa.

Noah akhirnya mengikuti saran Nana, dan gadis itu mengantarkan Noah ke rumah sakit. Cukup efektif, berdua dengan mantan dan Nana tidak menyangka kalau Noah akan membahas sesuatu yang cukup menyentil masa lalu mereka.

"Apa kabar, Na?" tanya Noah. "... I know it's silly, tapi tadi aku nggak menyapa kamu dengan benar."

Nana yang tengah menyetir mengulas senyuman tulus. "Aku baik, Noah. Kalau kamu?"

"I'm fine, ya─literally I'm fine. I guess you know about me and Intan? We're expecting a baby."

Nana mengangguk. "Aku tahu, itu juga jadi salah satu alasan kenapa kamu memutuskan aku, kan?"

Noah berdeham untuk meredakan rasa kering dalam tenggorokannya. "Aku merasa berdosa banget sama kamu, Na."

"Tapi kamu, dan Intan malah menyudutkan aku seolah aku bersalah. Well, I have a feeling towards Raphael since teenager, dan ketika memulainya dengan kamu, aku nggak pernah memikirkan soal Raphael lagi, Noah. Honestly, this is for your information," kata Nana berusaha menjelaskan. "Aku nggak mau di cap sebagai perempuan nggak tahu malu karena sudah merebut tunangan orang? Intan playing very well."

"... Aku minta maaf atas nama Intan," lirih Noah pelan.

"..."

"Intan mengakui segalanya, ketika dia menampar kamu, dan ketika dia jujur bahwa dia nggak rela melihat aku bersama kamu."

Nana berdecih. "Terdengar sangat egois."

Noah mengangguk setuju. "Indeed, tapi aku lihat kamu sudah bahagia bersama Raphael sekarang."

"That's why I said, aku bahkan sudah melupakan apa yang kamu lakukan kepada aku waktu itu. Itu tiba-tiba banget sih." kata Nana berujar dengan santai, meskipun rasanya masih ada yang tertinggal karena dia merasa dibuang begitu saja.

"Thanks ya, Na."

Nana menoleh sebentar. "Thanks for what?"

"Karena pernah mengizinkan aku untuk menjadi pacar kamu. Pernah mengizinkan aku untuk mengenal kamu lebih dalam. Semoga, kamu nggak menyesal karena pernah pacaran sama aku."

Nana terkekeh pelan, mobilnya sudah masuk ke dalam pelataran rumah sakit. "Are you kidding me? Mana mungkin aku menyesal? Setidaknya, aku jadi tahu apa yang aku butuhkan setelah begitu banyak yang aku lewati akan pengalaman bersama cowok."

Noah malah tertawa mendengarnya. "That's Nana's typical. Sangat tegas dan rasional."

Nana dengan bangga sembari memarkirkan mobilnya dengan satu tangan tersenyum jumawa. "I am. Dan, well─we arrived. Boleh aku ikut?"

Noah mengangguk. "Mau ketemu dengan Papaku?"

"Boleh?"

"Of course, you can."

Akhirnya dengan tujuan baik hati ingin menjenguk dan mengetahui kondisi Papa Noah, Nana ikut turun. Tidak ada salahnya menyapa, pikir Nana lagi pula dia ingin bertemu dengan pengacara kondang keluarga Astungkara itu.

Sesampainya di lorong, Nana dan Noah malah menemukan pemandangan yang tidak mengenakan. Nana menghentikan langkahnya, sementara Noah di sisinya ikut melakukan hal yang sama.

Tidak pernah terprediksi sebelumnya, tapi kenapa rasanya Nana merasakan kekesalan yang berbeda kali ini?

Raphael, tengah memeluk Intan yang sedang menangis di dalam pelukan pria itu.

Jadi, circle ini memang tidak pernah selesai, bukan?

"Raphael?" tegur Nana memanggil kekasihnya.

Sementara itu, Raphael melepaskan pelukannya dari Intan. Raphael menatap Nana dengan heran, diikuti oleh tatapan Intan yang tengah menilai kepadanya.

"Nana?"

"Kenapa lo ada di sini?" tembak Nana tanpa basa basi kepada Raphael.

Raphael menatap Noah sekilas dan melangkahkan kakinya mendekati Nana. "Dan kenapa juga lo ada di sini bersama dia?" tunjuk Raphael kepada Noah.

Oh shit, damn well....

***

a/n:

Mantan oh mantan, kenapa kamu cakep.

Dimulai dari si mantan dulu deh...

"I always ready to punch him."
─Raphael.

"Kalem Bwang."

─Noah.

"Ninuninuninu."

Bandung, 30 Januari 2022.

─Aku suka masalah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro