Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER #27

"Diinginkan seseorang memang
sangat menguntungkan, tapi
ketika seseorang lebih membutuhkan-
mu, tanpa syarat dan tapi, itu
akan menjadi hal yang paling indah."

─Nana

***

CHAPTER #27

***

TERBANGUN dalam pelukan yang hangat, dengan deburan ombak yang sejak tadi menyapa gendang telinga, dan campuran harum feromon pria membuat Nana tersenyum dan terbangun lebih dulu daripada Raphael.

Out of the box, semalam, tidak ada hal yang lebih berat selain perdebatan kapan Nana akan jatuh cinta kepada Raphael. Pertanyaan bodoh itu, terus ditanyakan berulang kali oleh Raphael dan berhasil membuat Nana muak dan jatuh tertidur lebih dulu setelah drama Nana yang tidak ingin Raphael tidur satu kamar bersama Bella.

Nana mengusap kening Raphael yang memiliki garis t-zone yang indah, turun menuju hidung bangir namun tak berlebihan itu dan terus turun menuju bibirnya. Siapa yang sangka? Sahabat kecil yang mengajarkan Nana untuk kencing dengan cara berdiri itu malah tertidur dengannya semalaman dan saling memeluk satu sama lain?

Nana geli, sungguh. Terlihat lebih tidak masuk akal jika Nana merasakan jatuh cinta lagi, sendirian kepada Raphael.

"Hai," suara raspy berat dan serak bariton itu mengejutkan Nana. "Good morning,"

Nana mengulas senyuman. "Good morning too,"

"Tomorrow is your birthday." kata Raphael menarik lengan Nana kembali tidur di sisinya.

"... Iya,"

"Mau hadiah apa?" tawar Raphael.

Nana menggeleng. "Nggak tahu,"

"Mmm?"

"I have no idea, Raf."

"And then.." Raphael mengangkat kepalanya dan menarik selimut menutupi tubuh mereka hingga atas kepala. "Give me a kiss."

"What?"

Kini mereka sudah sepenuhnya terkurung oleh selimut. "Morning kiss, Na."

"Cringe abis!"

"Bodo!" balas Raphael nyolot.

Malah, pria itu lebih inisiatif mencium Nana terlebih dahulu. Nana merasakan tubuh Raphael bergerak hingga posisinya ada di atas Nana. Nana menahan napasnya, melihat wajah temaram Raphael─meskipun sinar matahari masih bisa masuk menyerap ke dalam selimut.

"Are you going to kiss me right now?" tanya Nana kepada Raphael.

Raphael mengangguk. Pria itu menurunkan wajahnya dan mencium pipi kanan Nana dengan sangat dalam hingga menimbulkan decakan suara. "Gemes banget gue, Na.."

Nana berdecak malas, dia menjauhkan wajahnya dari Raphael. "Raf, serius.. Gue mau ketemu sama Mas Kafka dulu─"

"Don't you dare!" ancam Raphael dengan kedua mata tajamnya.

"Seriusan, gue nggak enak elah.. Masa semalam udah gue tinggalin dan sekarang gue malah─"

"Bukan urusan lo, sekarang lo lagi sibuk." potong Raphael.

Kening Nana berkerut menahan rasa kesal. "Sibuk apa?"

"Sibuk ini," Raphael langsung menciumnya, bibir pria itu mencari bibir miliknya dan mengulumnya.

Rasanya aneh, karena Nana belum pernah disambut oleh rasa mendebarkan ketika bangun tidur, tapi kini ada Raphael yang memberikan kejut jantung secara manual yang hanya bisa disetir oleh Raphael.

Bibir pria itu menguasai bibir Nana dengan cara yang tidak biasa, menekan bibir Nana dan membuat Nana membalas ciuman itu sama ratanya, pergerakannya dan merasakan bagaimana saling menginginkan satu sama lain.

Kedua tangan Nana naik merambat mengusap tengkuk Raphael dan menyisir rambut tebal pria itu dengan jari-jarinya. Nana terbuai oleh ciuman Raphael dan erangannya dibungkam oleh bibir pria itu.

Sempat tak terpikirkan kalau ternyata tangan Raphael sudah menyentuh permukaan kulitnya.

"Raf..."

Raphael menatapnya sekilat, sebelum tangan pria itu kembali mengangkat lace top sleepwear Nana hingga batas leher membuat Nana menarik napasnya. Udara di sekitar sudah begitu panas dan sesak, berapa kalori yang sudah Nana bakar pagi ini?

"Please, be my girlfriend, Na."

Oh, itu sangat terdengar norak. Nana sampai-sampai terkekeh pelan. "Are you trying to get me like senior high school boy?"

"Ya," balas Raphael cepat. "What so ever, I don't really care."

Raphael kembali menciumnya, kali ini tangan pria itu tak tinggal diam. Nana merasakan hal yang baru ketika telapak tangan Raphael mendarat di tempat asing dan meremasnya secara perlahan hingga Nana kehilangan akal sehatnya.

"Raf,"

"I've told you, that I'm never stop loving you. Can you love me back, Na?"

STUPID! Nana rasanya ingin berteriak. "Kenapa sih dari semalam tanya itu terus?!"

Raphael menurunkan ciumannya di sekitar dada Nana dan membuat Nana menyingkirkan selimut yang menutupi mereka berdua.

"Mau apa nggak?" Raphael mendongakkan kepalanya setelah berhasil membuat Nana terengah-engah.

"I—Raf, lo licik banget—I,"

Raphael kembali mencium dadanya, kali ini membuat Nana berteriak nama pria itu karena Raphael berhasil mengulum salah satu puncaknya dan membuat Nana kelabakan.

"Yes or yes, Na? Nggak ada pilihan lain!"

Nana menjambak rambut Raphael dan membuat kedua mata mereka saling bertatapan dengan sarat penuh nafsu.

"Bajingan," umpat Nana.

Raphael menyeringai puas. "I am."

Dengan tangan yang tidak tinggal diam, Raphael mencium Nana kembali dan membuat Nana mengerang tak ada habisnya.

"Okay," ujar Nana menghela napasnya ketika Raphael menghentikan ciumannya. "So, stop touching-touching me!"

"Tapi keenakan?" tanya Raphael dengan kurang ajarnya.

"RAPHAEL!" teriak Nana frustrasi.

"Thanks Love, and good morning." Raphael bangkit dari ranjang setelah meninggalkan ciuman di atas perut Nana.

Nana mengusap wajahnya dengan kasar, jantungnya masih berdetak dengan kencang dan tidak karuan. Jadi, pada akhirnya dia mengatakan iya kepada Raphael? That's a crazy moment! Raphael memanfaatkan ketidakberdayaannya dan kini Nana merasa... Senang?

Dia sudah menjadi milik Raphael sekarang. Apa dia benar menerima Raphael sebagai pacarnya?

Sepertinya kesadaran belum terkumpul sepenuhnya.

***

[ trip ini adalah trip ladang
sebuah gerbang perjodohan. ]

Siapa yang mengusulkan kabur? Tidak ada. Dari awal Kafka melihat Crystal─yang katanya sepupu Raphael his eyes refleks opening. Dari sekian perempuan yang dia temui, dan perempuan yang sedang dia perjuangkan dan sudah payah dia beri kepastian namun tetap menolak masih ada perempuan memukau lainnya yang membuat kedua mata Kafka terbuka.

Ladang pahala mana lagi yang bisa Kafka tolak? Trip dadakan dari Nana, yang awalnya ingin membantu Nana getting attention to Raphael malah berujung mendapatkan sebuah kotak Pandora yang lumayan mengkilau.

Sama seperti namanya, Crystal, Kafka dibuat terpukau dengan keindahan Crystal. Ini memang agak cringe tapi Kafka akan mengakui, dari rating sepuluh maka Kafka akan memberikan rating sembilan koma delapan untuk Crystal.

Setelah melakukan perkenalan singkat, Kafka paham kalau Crystal bukan Indonesia Citizen. Dia berasal dari California, dan sengaja liburan di Indonesia yang tidak dia rencanakan juga. Memang ya, mau sejauh apa pun Tuhan menempatkan manusia, kalau memang sudah waktunya untuk bertemu maka dia akan dipertemukan dengan yang seharusnya bersinggungan.

Contohnya, dia dan Crystal.

Pagi buta, Kafka sudah mengajak Crystal keluar dari Villa. Mengandalkan mobil yang ada di garasi, keduanya pergi kabur menuju Selat, kecamatan Karangasem hanya untuk mencari udara Bali yang lebih sedikit adem untuk menjernihkan pikiran mereka.

Perjalanan menuju Selat, memakan waktu satu setengah jam dengan kecepatan standar. Panorama persawahan Desa Selat sungguh mencuci mata Kafka dan Crystal. Kafka berani membayar berapa pun hanya untuk mendapatkan view segila ini.

Persawahan hijau, rumah lokal warga yang masih asri dan beberapa kuil yang sudah Kafka sering lihat sejak tadi.

"Kita mau kemana ini?" tanya Crystal sembari mengibaskan rambutnya yang terkena angin.

"Aku sewa Airbnb, kamu nggak keberatan, kan?" tanya Kafka meminta izin.

"Nggak sama sekali, hari ini kamu janji mau jadi pemandu wisata aku, kan?"

Kafka mengangguk sembari tersenyum. Tak lama kemudian, mereka sampai. Camaya Bali Butterfly adalah Airbnb yang dirancang oleh pemiliknya secara langsung. Pemiliknya adalah pemimpin Desa Selat, jadi bayangkan bagaimana private dan ramahnya Kafka dan Crystal ketika di sambut.

"Mas Kafka!" sapa Made, pemilik Airbnb ketika tahu Kafka akan datang.

"Halo, Mas Made... Apa kabar?"

"Baik, baik. Saya baik, bagaimana Mas Kafka? Sehat? Bagaimana kabar Ibuk, Mas?"

"Saya baik, Mas Made. Ibuk sehat, dan Ibuk sudah sibuk kembali dengan kegiatannya." jawab Kafka.

Lalu Made menatap Crystal dengan senyuman. "Selamat datang."

Crystal menyatukan kedua tangannya di depan dada. "Masuk, Mas Kafka. Kamarnya sudah saya siapkan."

"Maaf Mas Made, saya mendadak datang ke sini."

Made mengibaskan tangannya. "Ah, kayak ke siapa aja, mari masuk, Mas."

Tempatnya memang cukup terpencil, hanya ada undakan sawah dan hutan tapi Crystal merasa dirinya di manja oleh pemandangan alam yang tak ada habisnya. Bali memang mempunyai seni-nya masing-masing.

Begitu datang, retret gunung persawahan seluas enam hektare menyapa kedua mata Kafka dan Crystal.

"You like it?" tanya Kafka kepada Crystal.

Crystal mengangguk antusias. "I'm really love it, view ini lebih hebat daripada Seminyak."

"I guess you like a green view than beach view?" tebak Kafka.

"Obviously ya!"

Lima teras rumah dengan kamar yang unik membuat Crystal tak berhenti berdecak kagum. Ini namanya tahun baru yang akan berbeda dari seperti biasanya. Crystal jadi penasaran, akan sehebat apa nanti pemandangan saat malam hari.

"You really like it?" tanya Kafka memastikan lagi.

Satu Camaya Butterfly House itu memiliki dua kamar tidur, dua kamar mandi dan tempat bersantai di lantai dua.

"Aku suka banget, Kaf.. Thanks sudah ajak aku ke sini."

Kafka menghela napasnya lega. "Kamu bisa tidur di kamar sana, dan aku di kamar sayap kiri, okay?"

Crystal mengangkat jempolnya dan terkekeh pelan. Awalnya, Crystal tak mengerti akan kedekatan Kafka dengan Nana. Tapi, setelah Kafka bercerita, dia jadi paham dengan apa yang Kafka rencanakan untuk Nana dan Raphael.

Hanya saja, sekarang Crystal agak khawatir, bagaimana kondisi Bella jika tahu semalam Raphael tidak keluar sama sekali dari kamar Nana? Duh..

"Tell your story dong," kata Kafka kepada Crystal.

"Aku?" tunjuk Crystal kepada dirinya sendiri.

Kafka mengangguk. "Hidupku nggak ada yang menarik, Kaf. Aku suka banget dengar cerita kamu, ternyata kamu lulusan INSEAD ya?"

"Ya begitu lah.. And you?"

"I'm just California girl like usually─University of California."

Kafka tertawa mendengarnya. "You look so beautiful."

"Kaf? Apa kamu selalu memuji perempuan secara tiba-tiba?" tanya Crystal shock.

"No, just you, Crystal." jawab Kafka membuat kedua pipi Crystal merona.

"Ah.. I hope Raphael and Nana have a good damn moment last night." kata Crystal mengalihkan topik.

"Mm," gumam Kafka terlihat sembari berpikir. "Kayaknya sih udah,"

"Yakin?" tanya Crystal tak percaya.

Kafka mengangguk yakin. "Udah, kalau kita di telepon oleh salah satu dari mereka, maka artinya Raphael bentar lagi akan menyusul kita."

Crytal mengerutkan keningnya. "Kok kamu yakin banget?"

"Aku paham, Tal.. Sepupu kamu itu punya sifat dengki yang nggak mau kalah dari orang lain."

Crystal tertawa penuh kepuasan. "Kamu benar, Kaf.. Raphael memang punya jiwa kompetitif yang gila."

"Kita lihat ya, nggak sampai dua puluh empat jam." ujar Kafka mulai menghitung.

***

Marcell dan Ina memicingkan mata kepada Nana menatap dengan curiga setelah apa yang mereka perhatikan sejak semalam. Nana masuk ke kamar lebih dulu, dan Raphael membuntutinya. Herannya, Bella malah fokus dengan dunianya sendiri semalam dan tidak memedulikan kepergian Raphael.

Seperti pagi ini, Nana melihat Ina yang terus menatapnya dengan sangsi tanpa mau mempertanyakan apa yang ada dalam otaknya jika memang penasaran. Kan, kalau di tatap secara terus terang begini namanya bikin gugup!

"Kafka sama Crystal mana?" tanya Raphael, yang baru saja bergabung di meja makan.

Bella tersenyum kepada Raphael dan Raphael membalasnya. "I think you had a great night with someone?" tebak Bella kepadanya.

Raphael hanya menyunggingkan senyuman bak orang bodoh, diikuti dengusan dari Arie. Sementara Nana pun ikut mencari keberadaan Kafka sekarang.

"Iya, Mas Kafka mana?"

"Kafka pergi sama Crystal, tadi pagi banget." jawab Dinda.

Nana melongo, masa iya pergi? Apa jangan-jangan Kafka merasa diabaikan olehnya lalu marah? "Duh, kok Mas Kafka pergi nggak kasih tahu gue dulu?"

"Ya Anda sadar!" sahut Raphael menunjuk Nana dengan sendok. "Memang Anda siapa dia sampai dia pergi harus memberitahu Anda?"

Memang kurang ajar, Nana hanya menghela napasnya lalu membuka ponselnya cepat.

"Tolong, lo berdua kalau udah official nggak bisa bersikap manis apa?" tegur Arie yang merasa sumpek dengan hubungan friend-zone Nana dan Raphael.

Nana langsung membulatkan matanya. "Siapa yang official?"

"Jujur, semalam lo dikekepin sama si Raphael, kan?" timpal Ina yang mulutnya sudah gatal sejak tadi.

"Katarina," tegur Marcell yang ikut sewot. "Tolong, kalau mau main-main, main dengan aman okay?"

Nana langsung bereaksi heboh. "Ini sebenarnya, kalian kenapa?"

"Isih takon?" sembur Arie penuh emosi jiwa.

Nana menggeleng. "Rie, gue sama─"

"Yap, finally we're official." ujar Raphael menunjuk dirinya dengan Nana.

Nana beringsut mundur. "Maaf Pak, gue nggak merasa melakukan persetujuan apa pun sama lo."

"Lah, tadi di kasur bilangnya iya?"

"Lah, gue tadi nggak bisa mikir. Nggak afdol lah..."

Bella terkekeh pelan melihat interaksi Raphael dan Nana. "Na, memang lagi diapain sama Raphael sampai nggak bisa mikir?"

Ini namanya sih memancing keributan, Nana sudah melihat wajah garang Ina siap menyerangnya sekarang.

"Gue nggak─"

"Na, jangan berbagi cerita ranjang sama orang-orang. Pamalih."

"PAMALIH MATA LO!" teriak Nana kesal kepada Raphael. "I just, okay.." Nana menarik napasnya karena merasa ketakutan dengan tatapan tajam dari orang-orang. "Gue sama Raphael cuman tidur aja. Literally, we're just share the bed."

"Habisnya, gue nggak dibolehin tidur sama Bella sih." timpal Raphael.

Nana menghela napasnya. Ina hanya menggelengkan kepalanya. "Tolong, seperti apa yang Marcell katakan, sedia pengaman sebelum kebakaran."

"SIAP SISTURRRR!" kata Raphael sembari mengacungkan jempolnya.

Nana betul-betul heran, dengan sikap menjijikan seperti ini masa iya dia masih tetap menyukai Raphael? Sepertinya ada yang salah dengan otaknya. Benar, apa yang Prav katakan benar.

"Terus, ini Mas Kafka sama Crystal pergi kemana elah?" kata Nana khawatir. "Sumpah, gue nggak enak, gue udah ajak dia ke sini tapi gue malah..." kedua matanya menatap Raphael di seberangnya.

"Udah lah, Na.." ujar Dinda berusaha menenangkan. "Mas Kafka juga ngerti kok,"

"Ya tapi kan─"

"LO INI LEBIH MENGKHAWATIRKAN PERASAAN COWOK LAIN DARIPADA COWOK LO SENDIRI?" Raphael berujar dengan percaya dirinya.

Nana menjambak rambutnya sendiri dengan gemas. "Gue belum bilang iya!"

"Erangan lo menjawab semuanya, Katarina. Dan gue anggap iya." jawab Raphael dengan senyuman jahilnya.

Marcell tersedak, sementara Arie hanya ikut tersenyum jahil di sisi Raphael. Lalu keduanya saling mengaitkan lengan satu sama lain.

"Maaf, Na." kata Arie mengeluarkan suaranya. "Tapi gue TIM SUKSES RAPHAEL."

Maka dengan songongnya, Raphael melakukan hal yang sama sembari menusuk salah satu pipinya dengan ujung lidahnya.

"Apa yang menurut gue harus menjadi milik gue, pasti akan kembali pada gue. Jadi, stop mikirin Kafka atau gue bisa tarik lo ke kamar lagi." ancam Raphael.

"Buset dah, garang betul!" sembur Ina penuh emosi.

Bella hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Raphael. "Raf, tugas aku udah selesai dong? Toh nggak perlu berhari-hari kamu yang ngejar Nana udah kayak bebek, nyosor terus!"

Dinda tertawa mendengarkannya, sementara Nana sudah menyembunyikan wajahnya dengan malu. "Sumpah, gue malu banget.. Ternyata Raphael norak." gumam Nana.

"Nggak apa-apa," jawab Raphael dengan santai. "Gue cuman norak sama lo, tenang aja."

"Itu dia masalahnya, ya ampun... Gimana nasib Mas Kafka sekarang sama Crystal?"

"Tenang, Na." kata Marcell kepada Nana. "Mereka itu sudah dewasa, kemana pun mereka pergi ya it's finemalah bagus, kan? Kafka jadi punya teman baru, dan Crystal pun punya kenalan baru."

"Iya tapi kan─"

"MASIH MIKIRIN KAFKA?!" sembur Raphael dengan salty.

Nana malas mendebat Raphael sepagi ini, sementara panggilannya belum dijawab oleh Kafka, Nana merasa tidak enak, dia ingin meminta maaf terlebih atas apa yang Nana lakukan kepadanya. Ya Tuhan, dia malah membiarkan Kafka begitu saja, tanpa memikirkan apa Kafka nyaman atau tidak bergabung bersama teman-temannya.

Stupid, Na.. Stupid.

***

a/n:

Ngegas pol, rem blong.

Kayak sahabatan udah nggak ada aturan aja sih Agan nieeehhh...

Tapi tenang, bersenang-senang dahulu.. Bersakit-sakit kemudian, wkwwk.

***

"Gak apa-apa, saya memang berniat
membantu kisah cinta Nana."
─ Mas Kafka.

"Tenang, kamu kan ada saya."
─Crystal.

***

"Akhirnya lo jadian sama Nana.
Btw, gimana lo nembak Nana?"
─Arie yang penasaran.

"Di sosor ampe abis sama gue."
─Raphael.

Bandung, 28 Januari 2022.

─Aku senang dengan drama ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro