Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER #24

"Memang tidak pernah pada
tempatnya, dan tidak pernah
tepat."

─Nana

***

CHAPTER #24

***

NANA membereskan kamarnya, beberapa kotak berdebu itu memang harus segera diungsikan sebelum ada orang lain yang mengetahuinya dan itu akan jauh lebih berbahaya. Ya apa lagi kalau bukan semua tentang Raphael? Raphael dan segala memori yang tercetak saat SMA.

Nana ingat, dia baru saja diberikan hadiah ulang tahun oleh sang Papa, kamera dan Nana begitu senang hingga di setiap acara-acara penting, Nana pasti akan membawa kamera itu. Foto-foto yang Nana cetak jelas bukan hanya foto Raphael, tapi foto dirinya, Arie dan Prav pun ada. Hanya saja, dari sekian banyaknya foto, Nana menyimpan satu foto dengan baik-baik.

Foto dimana Nana begitu menyukai Raphael hingga rasanya perasaan dan imajinasinya terhadap Raphael selalu meledak-ledak. Foto itu Nana ambil sebelum dia duduk di bangku penonton sayap kiri saat Raphael baru saja masuk ke lapangan sembari menggiring bola basket.

Raphael dan dunianya, memang tidak pernah bisa di ganggu. Terkadang, Nana penasaran apa yang dia lakukan saat SMA? Kenapa dia begitu pengecut sampai tak mau memberanikan diri menyatakan perasaannya? Sehingga ketika dewasa, semuanya malah berantakan.

Saat SMA, semua terasa mustahil bagi Nana. Ketika orang lain berkata bahwa masa SMA yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin, maka bagi Nana itu semua begitu sulit untuk direalisasikan. Perasaannya kepada Raphael dianggap angin lalu, kenapa? Raphael tidak pernah menyukainya, atau mungkin memang tidak.

Otak laki-laki tuh memang selalu jadi sasaran empuk rasa penasaran gadis. Nana, sejak dia menyukai Raphael rasanya terlalu banyak memikirkan Raphael, membayangkan bagaimana jika Raphael berpacaran dengannya. Apakah itu bisa terjadi? Apa dia dan Raphael bisa menjadi pasangan yang cocok?

Tapi, Nana lalu tersadar, bagaimana bisa dia tahu Raphael cocok untuknya jika tidak pernah di coba?

Foto itu, pernah menghiasi buku sampul diary Nana. Jelas sebelum Raphael menyatakan perasaannya kepada Natasha. Setelah itu, Nana memutuskan untuk melupakan perasaannya. Tapi, kini dia sudah dewasa dan melihat semua kenangan yang berhubungan dengan Raphael jelas membuat hati Nana menghangat.

Setidaknya, dia pernah menghabiskan waktu remaja dengan baik dan menyimpan perasannya dengan rapi.

"Lo pandangi terus foto si Bujang!"

Suara Arie mengejutkan Nana dan membuat Nana menutup kotak itu dengan cepat. "RIE?!" tegur Nana kaget. "Nggak bisa ya datang pakai suara?"

"Nggak," jawab Arie seenaknya. "Gue lihat pintu kamar lo kebuka dan langsung masuk lah."

"Duh.. Gue kaget, untung aja ini lo! Kalau Raphael bisa mati berdiri gue!"

Arie tertawa. "Ya jelas mati berdiri, orang yang lo lihatin itu fotonya dia!"

Nana tersenyum tipis dan membuka kotaknya lagi. "Gue cuman lagi ingat-ingat masa dulu aja, Rie."

"Gimana?" tanya Arie yang sudah duduk di atas ranjang Nana. "Malu nggak? Kayak ngerasa, menyesal gitu? Karena suka sama Raphael?"

Nana menggeleng. "Nggak lah, Rie.. Masa iya gue menyesal? Gitu-gitu, dia pernah jadi bagian dari masa remaja gue."

"Iya sih," lalu Arie mengambil foto Raphael yang ada di dalam kotak dan menatapnya dengan seksama. "Dia memang ganteng, pantesan aja lo─yang sahabatnya aja suka sama dia, apa lagi cewek lain ya, Na."

Nana hanya merengut malu, Arie membaca tulisan tangan Nana di balik foto itu.

"If I say halo for you, can you staring at me?"

Nana tersenyum saja, Arie mengulas senyumannya dan menatap Nana dengan lembut. "Na, you deserve better than him."

"Memang Raphael nggak baik ya, Rie?"

"Dia baik," jawab Arie. "Tapi mungkin, dia nggak akan pernah cukup buat lo."

"Kata siapa?"

"Kata gue,"

"Arie..."

"Na, lo tahu nggak? Ketika lo masuk Berklee, dan gue sama Raphael pernah berantem?"

Nana mengerutkan keningnya. "Berantem?"

"Ya, we had a fight. Karena dia, nggak setuju lo pergi ke Berklee sendirian. Malam dimana besoknya lo flight ke Boston dia marah, literally just me can heard about his anger. Dia nggak berani marah sama lo, Na."

"Dan kenapa Raphael harus marah karena gue ke Berklee?" tanya Nana dengan bingung.

Arie mengangkat bahunya. "Marahnya dia nggak beralasan, Na. Sometimes I wonder how Raphael can live without you. Ternyata, bayangan gue terealisasikan waktu lo bilang bahwa lo mau survive sendirian tanpa kita."

"..."

"Raphael nggak terima, Na."

"..."

"Dia nggak mau hidup jauh dari lo, dan dia nggak mau lo menemukan hidup lain tanpa melibatkan dirinya."

"Arie? Gue nggak paham─"

"Can I tell you a story, Na?"

"... Ya?"

"Raphael love you first, Na. He loved you first than you."

Nana tercengang, dia buru-buru membereskan kotak itu dan menyimpannya kembali ke dalam lemari.

"Rie, tolong jelaskan sama gue kenapa lo baru ngomong soal ini sekarang?" tuntut Nana.

Arie menggelengkan kepalanya. "Raphael nggak punya cukup keberanian untuk mengutarakannya sama lo. He date many girls, indeed. Tapi matanya, perhatiannya nggak pernah lepas pada lo, Na."

"Lo..."

"I know since junior high school Raphael dan mulutnya memang nggak bisa dikondisikan, Na. Dia jujur, kalau dia suka sama lo."

"..."

"Memikirkan ketidakmungkinan lo menyukai dia balik membuat Raphael banyak menerima cewek yang suka sama dia."

Nana menarik napasnya, mengulas senyuman yang bertanda bahwa dia mengerti. Ya, selama ini Raphael memang selalu melibatkan dirinya. Hari dimana dia mendengar semua ucapannya dengan Intan di Mc Donald's saat dia masih berhubungan dengan Noah adalah, tantangan Intan yang menginginkan Raphael lebih menunjukkan keseriusannya dan Intan meminta Raphael menjauhi dirinya.

Bisa dimengerti, terkadang Nana juga sadar kalau Raphael lebih banyak menghabiskan waktu dengan dirinya dibandingkan dengan Intan. Perbedaan itu cukup jomplang, karena Nana memang memiliki posisi yang cukup penting dan biasa menghadapi dunia dan lingkungan Raphael.

Contohnya, ketika Nana datang ke kantor Raphael.

Raphael dan Intan pernah ribut hanya karena asisten sekretaris Raphael tidak mengenali Intan dan tidak mengizinkan cewek itu masuk ke ruangan Raphael. Sementara Nana? Dia memiliki akses besar yang bisa masuk kapan saja tanpa perlu izin, paling jika Raphael masih berada di ruang rapat Nana akan menunggu Raphael di ruangan pribadinya.

Karena perbedaan itu juga lah, Nana pernah merasa canggung bersama Intan.

"Raphael berbeda waktu dia sama Intan, Rie. He looks like man in love banget." kata Nana kepada Arie.

"Pernah nggak lo ngelihat gimana Raphael memandang Intan? Dan apakah lo tahu kenapa alasan Intan bisa bersama Raphael?"

"Apa?"

"Intan menyukai Raphael, dibandingkan Raphael yang menyukai dia. Dan Intan mudah dicintai bagi Raphael daripada dia mencintai lo. Raphael pernah bilang, suka sama lo itu sulit, Nana."

Nana ingin tertawa mendengarnya, padahal selama ini juga dia berpikir bahwa mempunyai perasaan kepada Raphael itu sangat sulit.

"Kok bisa?"

"Bisa lah, dengan Intan dia merasa gampang, Na. Dia dicintai, dan dia nggak perlu merasa pusing ketika dia cemburu."

"..."

"Raphael cemburu sama lo, dan itu sangat membuat dia gila. Menyukai lo itu sangat membuat gila Raphael, Na. Dengan Intan, semuanya mudah. Itu kenapa, Raphael tetap bertahan dengan Intan."

Nana berdecak. "Kalau gitu, sama aja dia menyiksa perasaan dia sendiri. Nggak punya keberaniannya mengungkapkan kepada gue, lalu apa bedanya dengan gue?!"

"You is an overthinking girl, Na. And I think you needs to date an understanding guy. Nggak jadi pacar aja, salty-nya Raphael tuh parah banget. Contohnya, waktu lo sama Noah dan Mas Kafka."

Nana mengangguk setuju. "Dan Alex,"

"Ya, dan Alex."

"Tapi ya.. Gimana, dong, Rie? Sekarang rasanya makin nggak mungkin bagi gue."

"Apanya yang nggak mungkin?"

"Ya kalau Raphael menyukai gue juga."

"That's your point of view."

Nana hanya bisa menghela napas. Beberapa hari ini Raphael memang selalu mengganggunya tapi Nana meladeninya biasa saja. Ya bagaimana bersikap seperti dia menganggap Raphael adalah sahabatnya.

"Mau test drive?" tawar Arie kepadanya dengan seringai jahil.

"Maksud lo?"

"Kita buat Raphael menegaskan perasaannya kepada lo. Mau, atau tidak, lo harus tahu kalau kalian berdua saling menyukai selama ini, Na. Don't waste of time again, mau?"

Nana terlihat berpikir keras, lalu mengangguk. "Okay, what's your plan?"

Arie berbisik kepadanya, dan Nana yakin ini akan menjadi masalah baru.

***

Siapa yang bakal sangka? Sepupu Raphael, Crystal dari San Fransisco datang ke Jakarta semalam ini dan mengetuk pintu rumah Nana karena pemilik rumah Raphael sedang tidak ada di rumahnya, Tante Mauli Mama Prav saja sedang tidak ada di rumah, dan adik Prav, Renjana sedang berkuliah di Singapore membuat Crystal mendatangi rumah Nana.

Crystal Prakasa adalah keponakan Tante Cassie, jadi nggak aneh kalau wajahnya agak mirip sama Raphael dan punya garis wajah yang sama yaitu─dingin.

"Sori ya, gue repotin banget malah bertamu ke rumah lo malam-malam." kata Crystal kepada Nana dan Ina.

Nana menggeleng memeluk Crystal. "Nggak apa-apa, Tal. Kayak ke siapa aja deh, kebetulan banget Mama dan Oma gue baru banget pulang ke Jepang tadi siang."

"Oh ya? Astaga.. Nggak ketemu lagi deh gue sama Tante Jane." jawab Crystal kepada Nana. Lalu kedua mata Crystal memicing kala melihat dua koper besar. "Lo mau pergi ya, Na?"

"Ah.. Ya, gue sama Kak Ina ada fligt malam, Tal."

"Kemana?! Astaga, kalian pasti mau pergi? Sori banget, gue harusnya telepon Raphael─"

"No," potong Nana cepat. "Gue mau ke Bali, cuman liburan aja sih di sana, rencananya mau ulang tahun di sana dan tahun baruan."

Crystal menganga tak percaya, Ina hanya tertawa melihatnya. "Serius? Berdua aja?"

"Sama Arie sih, Tal.."

"Can I join you with you guys?" tanya Crystal dengan hati-hati. "Karena jujur, kayaknya liburan di sini, tanpa Raphael─ya as you know manusia satu itu sibuk di kantor kayaknya bakal membosankan."

Nana mengangguk dan menatap Ina yang ikut mengangguk juga. "Nggak apa-apa, Tal.. Malah lebih bagus dan rame ya, kan? Kebetulan Kak Ina punya cottage di sana, jadi ayo kalau mau join."

"Serius? Boleh nih?!"

"Boleh lah, Tal.." timpal Ina. "Masa iya nggak boleh?"

Lalu ponsel Nana berdering begitu saja, ya siapa lagi kalau bukan Arie? Karena trip kali ini memang trip dadakan yang tidak direncanakan sama sekali. Tahu penerbangannya pakai apa? Oh jelas jet pribadi punya Direktur Utama Label Marcell yaitu Marcell Oetama.

Nana sampai speechless dan berterima kasih kepada Ina. Ternyata, punya pacar kayak Marcell bisa dimanfaatkan juga.

"Gue udah di Halim sama Dinda." kata Arie kepadanya.

"Iya ini gue otw kok, sama sepupu Raphael. Ada Crystal baru datang."

"Oh ya? Memang kurang ajar si Raphael, dia malah baru aja update story whatsapp berangkat ke SG."

Pasti rapat mendadak, Raphael memang sudah biasa bulak balik Singapore. "Ya udah sih, nggak apa-apa orang Crystal juga sama kita ini. Nanti, Crystal aja yang kasih tahu Raphael kalau dia ikut sama kita."

"Ya udah buruan otw dong, gue kan nggak begitu kenal sama Marcell Oetama. Malu bego!"

Nana tertawa puas begitu mendengarnya. "Nggak usah malu-malu, bilang aja lo juga adiknya Kak Ina."

"Ah, tetep malu gue.."

"Dih ya udah, ini gue otw."

Nana mematikan sambungan teleponnya bersama Arie. Ina memang tengah berbincang dengan Crystal, bertukar kabar dan memberitahu segala informasi perkembangan bisnis di San Fransisco. Memang ya, sekali otak bisnis memang terus akan membahas persoalan bisnis.

Dari yang Nana tahu, Crystal ini lebih tua satu tahun dari Raphael. Ya, cuman saja sejak kecil Raphael memang sudah minim akhlak, harusnya Nana juga mengikuti kesopanan memanggil Crystal dengan sebutan kakak, tapi ya apa daya.. Memanggil namanya saja sudah membuat Nana nyaman.

Berangkat dengan jet pribadi milik Marcell menuju Bali memang cukup menegangkan ya. Ini pasalnya, bukan jet abal-abal, tapi jet mahal dan luxury bukan main-main. Nggak salah, pikir Nana—kakaknya menerima pernyataan cinta Marcell Oetama si Maestro muda terhebat di Indonesia.

"So, you're a Raphael cousin?" tanya Marcell ketika Crystal baru saja bergabung.

"Ya, I Raphael's cousin, my name is Crystal. Nice to see you, Marcell Oetama."

"Nice to see you too, senangnya trip dadakan ini jadi ramai."

Ina hanya menggelengkan kepalanya. "Mar kamu tahu, nggak?" cetus Ina kepada Marcell.

"Iya, Sayang?"

"Nada bicara kamu ketika membalas sapaan Crystal itu kayak sound translate google."

Nana dan Arie menahan tawa, kurang ajar memang Ina menghina Marcell Oetama. Sedangkan Dinda hanya sedang sibuk dengan printilan isi tasnya.

"Apa aku terlalu kaku?"

"Obviously." jawab Ina kepada Marcell.

Marcell hanya mengulas senyuman. "Ya, nggak apa-apa lah, lagipula.. Aku memang sudah terbiasa begini, Katarina juga tahu."

"Oh please, Nana aja, Marcell." erang Nana dengan frustrasi.

"Duh, bagaimana bisa aku memanggil kamu, Nana? It's your debut name, I know. Tapi aku rasa jika seseorang memanggil kamu Nana, artinya dia dekat sekali dengan kamu."

Nana memutarkan bola matanya dengan malas. "Lah, itu kan memang alasan aku biar aku dengan penggemarku itu jadi dekat juga, Marcell."

"... Dan ternyata lo nggak ada bedanya sama Marcell." cetus Arie kini.

"Apanya?" tanya Nana bingung.

"Sama-sama kaku."

Nana berdecak, pilot sudah mengumumkan bahwa beberapa menit lagi penerbangan akan dilaksanakan. Nana sudah mengambil tempat duduk di sisi Crystal, karena ya.. As you know, trip Nana ini sebenarnya kedok, lihat saja ujung-ujungnya dia tetap jadi kambing conge.

"Na, look at here." kata Crystal di sisinya.

Nana menoleh, ternyata Crystal mengambil foto dirinya dengan ponselnya.

"Gue kirim Raphael nih, habis dia nanya terus kenapa gue tiba-tiba membatalkan rencana buat nginep di rumah." kata Crystal kepadanya.

Nana membulatkan matanya. "Lo kasih tahu dia kalau kita mau otw Bali?"

Crystal mengangguk polos. "... Iya, kenapa? Ada yang salah?"

Jelas tidak, karena Crystal tidak mengetahui ceritanya.

Nana meringis, lalu menggeleng. "Nggak kok, santai aja, Tal."

"Lihat deh, chat-nya. Konyol banget, maksa banget dia minta gue pap muka lo, Na."

raphaelarjanta: Dimana?
crystalprakasa: Kagak jadi gue tidur di rumah lo, ini lanjut berangkat lagi.
raphaelarjanta: Kemana?
crystalprakasa: Bali hehe.
crystalprakasa: tenang aja, gue nggak sendirian kok.
raphaelarjanta: sama siapa?
crystalprakasa: Sama Katarina, we got trip together, bye Raphael!
raphaelarjanta: JANGAN BERCANDA AH LO ELAH....
crystalprakasa: GUE SERIUS ELAAAAAH...
raphaelarjanta: NO PAP NO HOAX!

crystalprakasa:

crystalprakasa: enjoy your night shit at SG, hehe:)
raphaelarjanta: BESOK GUE OTW BALI!!!

"Gila kan, Na?" tanya Crystal kepadanya. "Tumben banget, masa Raphael mau merelakan kerjaannya hanya untuk Bali karena dia tahu gue trip sama lo? Aneh deh.."

Nana hanya tersenyum terpaksa, dia tidak tahu haru menjelaskannya bagaimana. Yang jelas, ini akan sangat memalukan bagi Nana kalau sampai Crystal tahu kebodohan apa yang akan dia lakukan bersama Arie nanti di Bali.

***

a/n:

Yah, ditinggal holiday tahun baru...

Kira-kira, otw official nggak nih?

Bandung, 26 Januari 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro