CHAPTER #23
"Friendship? He or She, just
the same. They're over each
other."
─Pravinda
***
CHAPTER #23
***
POSISINYA kali ini di balik. Gimana ceritanya Prav dan Arie saling bertukar pandang masing-masing terhadap apa yang dilihat oleh mereka berdua tentang Raphael dan Nana? Tahu apa jawaban mereka?
It's sucks.
Jujur, bagi Prav dan Arie itu sangat melelahkan. Sejak SMP, SMA hingga kuliah manusia terbodoh Raphael hanya bisa memandangi Nana dari jauh yang membuat Arie dan Prav geregetan dibuatnya.
Kenapa? Jelas karena bagi Arie dan Prav, Nana dan Raphael adalah satu paket keanehan yang bisa terjadi. Ibarat kata, kalau ada kesempatan dari satu sampai seribu Nana dan Raphael bersatu, maka Arie dan Prav akan menjadi manusia pertama yang berdonasi untuk kesejahteraan wanita yang mengalami perceraian dan ditinggalkan begitu saja oleh suaminya.
Dari sekian kesempatan yang banyak, dan dari kerennya sikap gentle Raphael kepada setiap cewek, kenapa Raphael tidak bisa melakukannya kepada Antonova Katarina Sie Damarys? Kenapa?!
"Memang ya, teman lo itu idiot nggak ada dua." kata Prav, sore itu ketika menjemput Arie dari bandara.
Arie baru saja selesai mengecek setiap cottage, villa, hotel milik keluarganya yang ada di Hawaii.
"Kenapa lagi?" tanya Arie seolah tahu siapa yang Prav bicarakan.
"Dia katanya mau tunangan sama Intan."
Arie membulatkan matanya terkejut. "Seserius itu?!"
Prav mengangguk. "Iya, baru aja tadi dia bilang di rumah Nana. Tante Cassie juga udah setuju sih."
"Ih, goblok nggak ada dua." umpat Arie menahan kesal. "Terus, Nana gimana?"
Memang, Arie dan Prav bukan teman yang bodoh bisa Nana atau Raphael kelabui. Mereka berdua sama-sama saling peduli, mereka berdua sama-sama saling menarik perhatian satu sama lain. Dan mereka berdua, sama-sama saling menunjukkan ketertarikan yang berbeda.
"Gue lihat Nana oke-oke aja, nggak tahu isi hatinya gimana." jawab Prav kepada Arie.
Arie menggelengkan kepalanya dengan cemas. "Nana tuh, mau sakit mau nggak pun dia nggak akan pernah bilang. Kayaknya, sesulit itu bagi Nana buat terbuka sama kita, even kita tahu apa yang Nana rasakan."
"Anjing, jadi kita berdua mau pura-pura nggak tahu sampai kapan?!" tanya Prav dengan emosi.
"Ya selamanya, syukur-syukur Nana dapetin cowok lagi, Prav."
"Lagian ya, gue heran. Baru aja lulus kuliah, dia masuk kantor Papanya dan sekarang dia mau memutuskan bertunangan? Kayak yang iya aja dia mau nikah besok!"
Arie hanya terkekeh pelan. "Raphael kan gitu, memang suka bertindak impulsif di depan Nana. Seolah sifatnya buru-buru."
Buru-buru?
Seperti ini contohnya.
Saat SMP, Raphael menembak cewek pertama kali di hadapan Nana. Vania, adalah mantan pertama Raphael di SMP, lalu kedua Raphael lagi-lagi menyatakan perasaan kepada cewek di depan umum, untuk apa? Untuk membuktikan bahwa dia pantas dan dia lebih dari apa yang orang bayangkan tentangnya.
Satu-satunya perempuan yang nggak bersikap berlebihan kan cuman Nana. Ya karena Nana sudah paham dengan sifat percaya diri Raphael yang tingginya mengalahkan gedung pencakar langit.
Selama ini, Raphael hidup hanya untuk menarik perhatian Nana.
"Na, nanti di acara tunangan gue lo nyanyi dong..." pinta Raphael kepada Nana.
Arie dan Prav langsung saling menyikut satu sama lain.
"Nyanyi apa?" tanya Nana.
"Nyanyi apa aja, mau sambil bawa Cello juga boleh."
Memang dasar manusia berhati batu! Pikir Prav, bisa-bisanya Raphael bersikap tega kepada Nana? Di saat Nana baru saja putus dari cowoknya?
"Nggak usah, Na! Nggak ada komisi!" teriak Arie kepada Nana.
Nana hanya mengulas senyuman. "Mau komisi berapa? Gue jabanin." kata Raphael dengan songongnya.
Prav hanya bisa menghela napasnya. Masalahnya, Nana juga bukan tipikal cewek yang suka cerita tentang perasaannya. Bahkan, sekali pun dia tengah melewati masa berat karena baru saja di selingkuhi oleh cowoknya, Nana pun tidak cerita.
It seems like, Nana have her ground alone, and nobody can letting in.
Nana itu misterius, bagi Arie dan Prav yang sudah berteman dengan Nana sejak kecil. Seorang gadis yang memerlukan udara, dan matahari untuk dirinya sendiri. Itu adalah Nana. Mungkin Nana terlihat sangat selektif dari luar, tapi sebenarnya Nana adalah pribadi yang apa adanya.
Apa lagi, kalau sudah berkaitan dengan perasaannya sendiri. Ketika di tanya, apa pentingnya perasaan dan saling memiliki. Jawaban Nana hanya satu, dia ingin memiliki seseorang yang sama menginginkan dirinya. Jadi, tidak ada lagi perasaan tertolak atau di tolak. Di selingkuhi juga merupakan bagian dari menyerahkan diri. Ya, menyerahkan diri dengan bodoh.
Raphael dan Intan bertemu di Harvard, jelas mereka bisa menemukan lovey-dovey dimana lagi kalau bukan di kampus? Saat itu, Prav hanya mengambil jenjang kuliah di UPH karena jadwal karirnya sebagai penyanyi yang sibuk dan padat karena baru saja debut, Arie memang sudah sepakat daftar di Harvard bersama Nana.
Ketika Nana mengatakan bahwa niatnya tidak akan berangkat ke Harvard jelas membuat Arie dan Raphael terkejut.
"Berklee?!" tanya Arie dan Raphael bersamaan.
Nana mengangguk. "Gue mau sekolah musik di sana."
"Tapi kan, Na? Berklee ada di Boston?!" ujar Raphael terdengar tidak suka.
"Ya memang kenapa? Ada yang salah?"
"Ya tapi kan lo jadi sendirian di sana?"
"Nggak apa-apa," jawab Nana dengan senyumannya. "Gue mau survive."
Sekarang Arie mengerti, survive yang Nana maksud itu menjauh dari Raphael. Prav bahkan sempat kaget ketika tahu Nana masuk Berklee, kayaknya itu tuh suatu hal yang─out of nowhere banget. Dan lagi, perjalanan kuliah Nana adalah perjalanan pertama Nana keluar dari zona nyamannya.
Kenapa Arie dan Prav selalu menjadi pengamat di antara kedua manusia itu? Jawabannya, karena mereka pun tidak bisa membantu apa-apa. Ketika kesempatan datang, Raphael seolah tidak pernah kehilangan job sebagai cowok paling keren karena cewek-cewek mengantre untuk berkencan dengannya. Sementara Nana? Dia adalah gadis perempuan yang tak bisa seenaknya bergunta-ganti laki-laki dan stigma antara perempuan dan laki-laki nyaris tidak pernah adil.
Prav pernah bertanya, ketika dia memiliki waktu cuti dan kebetulan summer break, Prav lalu berangkat menuju Cambridge menemui dua sahabatnya yang kuliah di Harvard.
"Lo nyaman kuliah di sini?" tanya Prav kepada Raphael.
Raphael mengangguk. "Nyaman, kenapa? Lo mau ikut kuliah di sini? Pindah?"
"Nggak, makasih." jawab Prav iseng.
Raphael tampak sibuk, bahkan tidak seperti saat Raphael di SMA. Mungkin, memang benar, tekanan emosional Raphael ketika kuliah justru benar-benar berubah karena keadaan orang tua Raphael yang memutuskan pisah tiba-tiba. Dan sebagai anak satu-satunya, Prav bisa merasakan bagaimana sulitnya menjadi Raphael.
Dia memposisikan diri sebagai sepupu yang berusaha mengerti perasaan Raphael, meskipun dia tidak pernah menuntut agar Raphael menceritakan kesedihannya. Karena menurut Mamanya, Raphael pasti bisa mengatasi masalah yang ada dalam perasaannya.
Dan sekarang, apa salahnya jika Prav ingin membahas masa-masa, atau kejadian yang sama sekali tidak pernah Raphael ketahui.
"Raf," panggil Prav malam itu, di apartemen Raphael dan Arie.
Yap, Raphael dan Arie memang membeli satu unit apartemen dekat kampus.
"Kenapa? Gue tahu lo penasaran, entah soal Tante Mauli yang penasaran keadaan gue, atau mungkin lo yang khawatir?" tanya Raphael dengan percaya diri. "Tenang, gue bukan bocah kelas lima SD yang masih cari-cari Mama gue, Prav."
"Bukan itu bangsat, gue tahu lo sudah dewasa dan nggak memikirkan soal orang tua lo yang─shit I'm so sorry, harusnya gue nggak ngomong kayak gini tapi Om Bram dan Tante Cassie memang bikin pusing keluarga."
"I know, I'm really sorry."
"It's not your fault, stupid."
"Then? Apa yang ingin lo tanyakan kepada gue, Prav?"
Prav berdeham, dia merasa tidak enak kalau harus ikut campur soal antara Nana dan Raphael yang mungkin bukan masanya lagi.
"Apa lo tahu kalau Nana suka sama lo?"
Raphael menyemburkan iced americano-nya dan menatap Prav dengan horor. "APA LO BILANG?!"
"YE ANJING TERNYATA LO NGGAK TAHU!" maki Prav sebal.
Jadi, Prav bisa asumsikan kalau Raphael memang belum membaca surat cinta yang Nana selipkan di loker tiga tahun yang lalu. Oh shit, gue baru aja buka kartu AS! Gumam Prav dalam batinnya.
"Lo ngomong apa, Prav?!"
"Ah.. Kalau Nana tahu ini, gue bisa mati berdiri anjing..."
Prav memukul kepalanya sendiri karena sudah bersikap bodoh. Bisa-bisanya dia malah spill perasaan Nana yang mungkin sekarang gadis itu sudah tidak memedulikannya lagi.
Tapi dari sekian manusia yang ada di muka bumi, kayaknya cuman Prav saja yang tahu bagaimana hancurnya Nana ketika Raphael mengajak Natasha berpacaran. Hari itu, di sekolah bahkan dengan sikap brengseknya Raphael meminta agar Nana mengajaknya memberi kejutan untuk Natasha.
"Prav!" tekan Raphael ingin tahu.
Prav memejamkan matanya, jika dia harus mati di keesokan hari karena spill kenyataan seheboh ini maka tidak aneh lagi. Nana akan mencincang dirinya dengan busur Cello, pasti!
"Nana suka sama lo," jelas Prav kali ini dengan berusaha tenang. "Atau mungkin, ini perasaan gue saja."
"Maksud lo?"
"Sejak SMA, ada yang beda dari Nana. Lo jelas nggak akan pernah merasa, Raf. Tapi di saat ketika Nana men─"
"PRAVINDA!"
Teriakan nyaring itu membuat Prav bungkam ketika melihat Nana datang dengan Cello Case yang dibawanya.
"Lo..." Prav tercengang, bagaimana bisa Nana ada di sini? Bukankah gadis itu sudah mengatakan kalau ia tak bisa dayang karena ada latihan?
Nana langsung memeluk Prav begitu sampai di dekatnya. Obrolan tadi belum selesai, dan Prav tahu Raphael sudah sangat penasaran.
"Kangen banget gue!"
"Ya ampun, Na─"
"Gue sengaja bohongin lo, sih. Kan, surprise..."
Prav hanya menanggapinya dengan senyuman, dia berusaha menenangkan diri dan Raphael agar sabar dan tidak terburu-buru ingin menuntaskan rasa ingin tahunya.
"Woy Raphael!" teriak Nana kepada Raphael. "Gue haus.. Mau minum."
"Ambil sendiri," jawab Raphael seadanya.
Nana mengerutkan keningnya heran. "Kenapa lo? Lagi bete? Sensitif banget, kayak pantat bayi aja." ledek Nana.
Pada saat itu juga, kesempatan Prav untuk memberitahu tidak pernah tertuntaskan. Dan Raphael pun seolah tidak ingin tahu, dan tidak peduli dengan apa yang Prav katakan kepada Raphael.
Hingga akhirnya pertunangan Raphael dan Intan tetap berjalan. Raphael tidak main-main nyatanya, meskipun tetap membuat Prav merasa sakit hati dan kecewa atas tindakan Nana yang mau-mau saja di suruh menyanyi di hadapan banyak orang, Prav pikir apa Nana sudah melupakan perasaannya kepada Raphael?
Entahlah..
Selalu dalam kesendirian di saat ramai, itu sudah menunjukkan kalau kamu menghindari sesuatu masalah yang tidak mau kamu temui.
Di luar Ballroom Hotel, Nana lebih memilih duduk di lobi dan memainkan ponselnya. Prav tahu, orang bodoh pun tahu, sebagian dari diri Nana mengatakan bahwa gadis itu tidak rela melihat Raphael yang kini sudah bertunangan dengan Intan.
Tapi kenapa Nana menyiksa dirinya dengan ketidakjujuran itu?
***
a/n:
Saksi kisah drama ini masih terus berlanjut, Prav tuh meskipun slengean kalau soal Nana nggak pernah main-main. Kayak sayang sama adiknya sendiri, dari kecil udah bareng tau watak satu sama lain kayak gimana. Makanya, yang paling ngerti Nana sakit hati waktu lihat Raphael tunangan sama Intan ya si Prav.
Uuuuuu sayang Prav!
"Memang si Raphael goblok nggak
ada dua." ─ Prav.
"Tunggu jalan ninja yang akan
gue keluarkan." ─ Arie.
"Ya udah iya, gue yang goblok.
Kalau gue goblok, lo berdua
stupid." ─ Raphael.
Bandung, 25 Januari 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro