Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER #15

"Mention your favorite person
and remind them how beautiful
they are and how much them
mean to you."

─Nana

***

CHAPTER #15

***

JAKARTA CONCERT ORCHESTRA by Marcell Oetama diadakan malam ini di Jakarta Symphony Hall. Acara di mulai beberapa saat lagi, Nana akan masuk dengan Dirigen legendaris yaitu Pak Gatra. Ya siapa lagi? Karena ada tiga penampilan malam ini, dan Nana adalah pendamping utama Dirigen.

Gaun Dior pemberian Tante Valen dipakai malam ini. Jelas, Nana mengundang Tante Valen, Arie dan keluarganya. Lalu Ina, Prav, dan Raphael bersama Intan tunangannya. Hubungan mereka kembali membaik.

Bertemakan Simfoni untuk Bangsa, promosi JCO berhasil memenuhi teater opera Jakarta Symphony Hall yang kini kursinya sudah dipenuhi oleh para penonton. Ada Presiden Republik Indonesia, sebagai tamu utama karena pagelaran orkestra ini sebagai rasa terima kasih anak bangsa terhadap Indonesia.

Nana gugup, sangat. Gatra Widjayanto akan menjadi dirigen hari ini, berjalan bersamanya menuju teater. Nana menarik napasnya berkali-kali, konser orkestra ini disiarkan di seluruh stasiun televisi yang ada di Indonesia dan jika dia sampai melakukan kesalahan, bukan satu opera yang melihatnya tapi seluruh Indonesia.

"Katarina, kamu gugup?" tanya pak Gatra kepadanya.

Nana mengangguk jujur. "Iya, Pak. Saya gugup, takut salah.."

"It seems not like you, Katarina." jawab Pak Gatra kepada Nana. "Katarina yang saya kenal dia percaya diri, berbakat dan luwes di hadapan semua orang."

"Saya.. Cuman belum siap buat dilihat satu Indonesia, Pak."

Pak Gatra tertawa mendengarnya. "You're a singer right now!"

"Ya.. Kalau bahas itu sih, saya juga maunya nggak gugup."

"Wajar, feel the sensation, Katarina." kata Marcell Oetama sang direktur konser malam ini. "I believe you, okay? You're so stunning!" puji Marcell kepadanya.

"Terima kasih Marcell!"

"Pak Marcell, lima menit lagi mulai!" ujar salah satu Tim Artistik─Deborah kepada Marcell.

Marcell mengangkat jempolnya tinggi-tinggi, di backstage Nana terus diberikan semangat oleh Lolita, manajernya.

"Mbak Loli, gimana penampilan gue sekarang?" tanya Nana sembari merapikan rambutnya.

"So pretty!" puji Loli dengan senyuman. "Gue bertaruh, malam ini akan ada salah satu cowok yang akan berkenalan dengan lo."

Wajah Nana bersemu malu. "Apa sih, Mbak?"

"... So, ladies and gentleman Jakarta Concert Orchestra will be start right now."

Mendengar suara pembuka acara, membuat Nana kembali tegang dan memegang Cello-nya dengan erat. Suara riuh tepuk tangan penonton begitu hebat, membuat sekujur tubuh Nana merinding dibuatnya.

"... Simfoni untuk Bangsa, by Marcell Oetama bersama Stephen Youth Choir dan Batavia Classical Singers, mari kita sambut Marcell Oetama!"

Marcell sudah memasuki panggung opera dan memberikan salam hormat kepada penonton. Salam pembuka, dan penghargaan pembuka secara resmi Jakarta Concert Orchestra oleh Presiden secara langsung akan di mulai.

Nana dan Pak Gatra, menonton Marcell dari bilik merah yang terdapat di backstage.

"Selamat malam semua," ucap Marcell dengan penuh kharisma.

"Terima kasih, yang terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, Ken Maxwell Prananta yang sudah menyempatkan waktu pada malam ini. Jakarta Concert Orchestra ingin mempersembahkan karya anak bangsa kepada seluruh masyarakat Indonesia."

Terlihat Presiden yang duduk paling depan mengangguk senang atas sambutan Marcell.

"... Sebelumnya, saya ingin memberitahu bahwa Jakarta Concert Orchestra didirikan di bawah lingkup Label Marcell."

"... Awalnya, tidak pernah terpikirkan membuat industri musik klasik dalam Label. Saya punya rasa percaya diri yang kurang pada awalnya."

Semua penonton tampak antusias mendengarkan Marcell. "... Hingga suatu saat, saya mengingat dan menemui seseorang yang saya kenal, she's a talent. Maybe, multi-talent. A Cellist from Jakarta Symphony Hall."

Pak Gatra mendekatkan tubuhnya kepada Nana dan berbisik. "He's talking about you."

Nana langsung mengerjapkan matanya cepat. Oh tolong, Marcell Oetama memang selalu berlebihan jika sudah membicarakan tentangnya.

"... I saw her, dan pada saat itu saya ingin merekrut dia agar bergabung dengan Label saya. And guess what? She's accept that."

"... No one would listen classical music. Mungkin, hanya segelintir orang yang menyukainya. Tapi, ketika saya melihat seorang gadis muda, berbakat dan begitu mencintai Cello-nya pada saat itu saya janji, saya akan merealisasikan Jakarta Concert Orchestra for Indonesia."

Nana terharu, dia tersenyum senang mendengarkan setiap kata-kata Marcell.

"... JCO akan tetap bekerjasama dengan Jakarta Orkestra Konser atau yang sering di kenal Jakarta Symphony Hall yang sudah berdiri sejak tahun dua ribu dua. Tidak memungkiri bagi saya, JSH adalah salah satu orkestra yang konsisten melakukan konser rutin sejak awal."

"... Kepada Bapak Made Sahar selaku pendiri JSH saya ucapkan terima kasih.." Marcell melambaikan tangannya kepada Made Sahar, direktur orkestra di JSH. "... Yang sudah berhasil membawakan repertoar lintas zaman dan lintas gaya dengan hasil yang luar biasa."

"... So, saya meminta kepada Pak Presiden untuk membuka Jakarta Concert Orchestra malam ini, kepada Bapak Ken Maxwell Prananta saya persilakan untuk naik ke atas panggung."

Suara penonton saling bertepuk tangan itu kembali terdengar. Opera Hall, Jakarta Symphony Hall adalah gedung Opera terbesar yang ada di Indonesia. Tak heran, dari sekian ribu penonton Nana merasa dirinya sangat kecil.

Presiden telah selesai membuka acara JCO dengan penuh hikmat. Marcell masih berada di atas panggung, dan sebentar lagi Nana akan masuk bersama Pak Gatra.

"... Well, Love, God and My Home." Marcell berjalan dengan santai ke depan panggung. "Cinta, Tuhan dan Tanah Air adalah tiga unsur yang ada dalam pemikiran Antonin Dvorák ketika beliau menciptakan simfoni nomor 7."

Nana merapikan ujung gaunnya yang terlipat, dia berusaha mengatur napasnya dengan baik. Ini sebentar lagi, satu bulan dia latihan bersama Tim dan yang lainnya, ini adalah sebuah penantian besar!

"... Persembahan dari Jakarta Concert Orchestra dengan Konduktor Gatra Widjayanto My Home Overture opus 62/B 125a karya Dvorák bersama Cello Nana Damarys saya persilakan."

Suara tepuk tangan itu kembali terdengar, begitu riuh dan ramai. Nana berjalan bersama Pak Gatra dan memberikan senyuman terbaik kepada para penonton. Di sayap kiri, dimana Arie, Raphael, Prav dan Ina berada, Nana membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat pada seluruh sudut.

Pak Gatra sudah naik ke atas podium, menunggu Nana yang duduk di kursi khususnya. Menyatukan nada dan mencoba menggesekkan busur Cello dengan baik.

Lalu, dalam keyakinan yang kuat, Nana mengangguk kepada Pak Gatra dan memberitahu bahwa dia sudah siap.

Lagu Indonesia Raya, karya Wage Rudolf Supratman adalah sebagai pembuka. Semua penonton berdiri dan bahkan ikut menyanyi bersama.

Hanya satu lagu Dvorák yang dibawakan sebagai penggambaran cinta tanah air. Seluruhnya, lagu-lagu daerah yang sudah di aransemen oleh beberapa komposer digabungkan dengan teknik klasik yang tidak biasa.

Nana berhasil menyelesaikan dua lagu pertama yang dia dan Pak Gatra bawakan. Memberikan sambutan menenangkan kepada para penonton Pak Gatra dan Nana memberikan hormat secara bersamaan.

Suara para pendukung dan penonton begitu ramai, opera terasa hidup sekarang. Meskipun tangan Nana merasa kebas dan mati rasa, padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Selama satu bulan memang Nana mengeluarkan segala effort-nya hanya untuk JCO. Semangat para tim lah yang membuat Nana seperti ini.

Nana kembali ke backstage dia akan mengganti gaunnya karena setelah ini dia akan tampil membawakan lagu utama yang dia ciptakan dan melakukan aransemen bersama Marcell.

Tidak ada lagu lain lagi, karena lagu itu pengerjaan lama yang sudah Nana timbun di arsip selama bertahun-tahun. Lagu ballad, bercampur instrumen klasik jazz yang dipadukan dengan Cello akan Nana tampilkan sebentar lagi.

"You okay?" tanya Loli kepadanya.

Nana mengangguk, meyakinkan Loli bahwa dia baik-baik saja dan siap. "Gue siap, Mbak."

Membawa Cello-nya dan memakai ear piece, Nana menarik napas dalam ketika konduktor Marcell kali ini turun dari atas podium dan panggung teater di tutup oleh tirai merah.

Dia masuk ke sana, duduk di balik tirai merah yang akan di buka dan mempersiapkan diri. Di belakangnya, ada Tim Alpha dari Stephen Youth Choir yang akan meramaikan lagu buatannya.

"... Ladies and gentleman, please welcome Nana Damarys dengan lagu terbarunya bersama Stephen Youth Choir dipersilakan."

Tirai merah itu terbuka dengan lebar, Nana tersenyum kepada semua orang dan memegang busur Cello-nya dengan kuat.

Suara sopran pembuka dengan gaya akapela menjadi intro pertama. Nana menggesekkan busurnya dan mulai memejamkan matanya meresapi musik yang sudah dia serap.

"When I first saw you, I knew you were special."

Suara Nana yang khas, membuat seluruh penonton bergemuruh bertepuk tangan. Suara Nana memang tidak tergolong lembut, dia memiliki suara yang cukup dalam dan berat, namun masih bisa menangkap nada tinggi.

"You stole my eyes with your handsome looks."

"... But I never thought that you would steal my heart as well."

"... My heart was made of steel when we meet, and slowly you melted it one piece at the time."

"... First with your kindness and respect, then your hugs your laughter and your smile."

Sebuah lagu indah yang keluar dari bibir Antonova Katarina Sie Damarys. Nana tidak tahu apa dia masih sadar atau tidak, ketika masa-masa itu kembali melintas dalam benaknya.

"... Lastly your trust, was built and I knew I was in trouble."

"... I put up a good fight myself to trying hold my heart."

"... I was scared letting go of the control I had, scared of the unknown and fear of the hurt."

Para Tim Alpha SYC kembali bernyanyi, Nana menggerakkan bahunya dengan santai dan melihat ke arah sisi sayap barat, dimana Ina tengah tersenyum kepadanya, lalu Arie dan Dinda yang tampak sengaja memotretnya, ataupun Prav sebagai peneliti musik yang kalem.

Dan yang terakhir, orang yang paling tidak mau Nana lihat tapi dengan sangat terpaksa Nana harus melihatnya, ia adalah Raphael.

Raphael tampak diam, tanpa ekspresi, pasti pria itu kebosanan melihat pertunjukan orkestranya. Jelas, ini adalah pertama kalinya Raphael datang melihat dirinya perform.

"... I wanted to love so badly."

"... But I knew that meant to let go of my heart."

"... And allow it to love, like it was meant to."

Perasaan yang pernah dia rasakan, dia miliki itu miliknya. Seorang di luar sana, tidak berhak meraihnya, mengambilnya, dan mengatur perasaan Nana, bukan?

Jika dia sudah bertekad ingin melupakan, maka Nana akan melupakan sebenar-benarnya melupakan. Semua sudah berubah, dan Nana sudah melewati itu semua. Jadi, apa yang dia takutkan lagi? Tidak ada.

"... I hope you know the world is better because you're in it."

Para Tim Alpha kembali melakukan akapela. Nana tersenyum kembali sembari memejamkan matanya. Ini gila, rasa yang sebelumnya tidak pernah Nana rasakan. Semua tampak nyata, indah, dan tidak ada lagi rasa beban.

"... Each time I say I have to let go, and one day we will finally make sense of it all."

"... A greater understanding, a full view, until then, all I do is to hold on hope."

Lagu itu akhirnya selesai. Ditutup oleh glisando yang lembut, Nana tetap meluncurkan jarinya ke bawah tanpa melepaskan dawai sehingga membuat melodi lembut tanpa terpisah dan menarik napasnya lega.

Ketika Nana membuka matanya, semua orang bertepuk tangan untuknya. Arie, dan Prav menjadi penonton paling heboh di teater karena berhasil membuat siulan memalukan. Nana membungkuk sembilan puluh derajat kepada penonton sebagai rasa ungkapan terima kasih.

Marcell datang dari backstage menghampirinya dan memeluk Nana. Nana tersenyum menerima pelukan itu.

"You did well, Katarina." puji Marcell kepadanya.

Satu hal yang pasti, Nana berhasil membodoh-bodohi dirinya sendiri di hadapan Marcell. Tiga minggu yang lalu, dia ditawari untuk tampil dan Nana bingung lagu apa yang akan dia bawakan.

Dan Marcell, membantu di studio. Nana masih ingat apa kata-kata Marcell kepadanya yang membuatnya bisa lepas hari ini.

"Katarina, studio ini adalah tempat rahasia. You can being fool, in this area. And I keep that secret, just feel yourself."

Dan Nana berhasil membodohi dirinya sendiri saat rekaman. Tidak percaya bahwa dia berhasil mengeluarkan lagu ini. Ibarat kata, lagu ini adalah kebohongannya, rahasia yang sudah Nana tanam sejak dulu. Hingga kini, ketika lagu ini keluar Nana benar-benar merasa bebas dan tidak terjerat hutang.

Lagu ini adalah.. Lagu yang dia buat untuk Raphael saat menyatakan perasaannya. Hanya saja, Nana sudah mengubah lirik lagu pada bait terakhir.

"You did well.." puji Marcell lagi.

Hari ini, Nana merasa puas.

Sungguh.

***

Banyak orang yang memberinya buket bunga, Nana ditemani Loli di backstage sibuk meladeni setiap member VVIP yang memiliki akses bebas masuk backstage untuk menyapa para anggota Jakarta Symphony Hall dan mengucapkan selamat atau pujian hebat atas penampilan tadi.

Nana sudah menerima puluhan buket bunga dan berusaha tersenyum kepada semua orang. Tidak hanya jarinya yang kebas, Nana merasa tulang pipinya ikut kebas juga karena terlalu banyak tersenyum.

Lalu Nana berbalik, menuju ruangan pribadinya kini yang sudah disabotase oleh keluarga rempongnya.

"A GREAT CELLIST IN THE HELL!!!"

Nana menjerit kala meledakkan happy popper party ketika Nana membuka pintu, dia terkejut oleh suara ledakannya dan hampir saja jantungan. Tapi Prav buru-buru mengangkat tubuhnya dan memeluknya. Kebiasaan Prav satu ini memang tidak bisa dihilangkan.

"PRAVINDA!" jerit Nana merasa pusing karena putaran itu.

Prav menurunkannya dengan perlahan dan tertawa tidak tahu malu. "Lo hebat, gue bangga sama lo!"

Nana memiringkan wajahnya dan tersenyum kepada Prav. "Iya dong, thanks ya.."

Lalu kali ini Dinda yang memeluknya. "So beautiful! Beda ya, auranya orang yang sudah jadi penyanyi tuh.."

"Jelas beda," timpal Ina mengusap bahu telanjang Nana. "I'm so proud of you, Sister!"

Nana tidak bisa menahan untuk tidak memeluk Ina. Astaga, selama ini Ina yang selalu mendukungnya tanpa henti.

"I love you, Kak! Thanks for being here for me.."

"That's my duty, Na." jawab Ina kepada adiknya itu.

Lalu Nana menerima ucapan selamat dari Intan. "Selamat ya, Na.. Lo keren banget."

Nana tersenyum lagi. "Terima kasih, Intan!"

Kalau Arie, jangan di tanya. Dia menjadi pihak yang paling julit. Rasanya Nana ingin memukul bokong Arie yang dengan sombongnya malah berkacak pinggang seperti mentor.

"Uhm.." Arie mengusap dagunya dengan dramatis. Nana hanya menunggu saja reaksi berlebihan sahabatnya itu. "Your taste in music so good, I think... I'm okay with that." komenrar Arie kepadanya.

Nana tertawa puas dan menonjok lengan Arie. "Lebay lo! Lo kira Mas Anang? Juri Indonesia Idol, huh?"

"Memang, gue kan sudah cocok jadi komentator." jawab Arie dengan percaya diri.

"Bisa gila juga ya lo.."

Satu-satunya orang yang belum mengucapkan selamat kepadanya hanya Raphael. Pria itu terlihat diam saja, bahkan hanya memandangi Nana dalam diam.

Nana memiringkan wajahnya, mendekati Raphael yang masih terus menatapnya tanpa lepas dan berkata. "Are you don't wanna said congratulation for me?" tanya Nana kepada Raphael.

"..."

Raphael hanya diam saja, lalu dengan teguran yang Prav berikan membuat Raphael menghela napas dan berdiri cepat.

"Intan, kita pulang."

Tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun, Raphael pergi dari ruangan sembari menggandeng tangan Intan dan meninggalkan Nana yang terheran-heran atas sikap Raphael yang terlihat tidak menyukainya sama sekali.

"Do I did something wrong?" tanya Nana kepada Ina.

Ina menggeleng tidak pasti, sementara Prav terlihat gusar dan menahan amarah.

"Lo nggak ngelakuin kesalahan, Na." ujat Prav kepada Nana.

"Lalu, kenapa Raphael─"

"Dia merasa bersalah kepada lo, Na." potong Prav cepat.

Dan malam itu, Nana tidak mengerti apa mau Raphael sebenarnya. Haruskah persahabatannya dengan Raphael berhenti sekarang?

Nana Damarys tonight

***

a/n:

Raphael bikin bingung banget nggak, sih?

Well, membayangkan Nana Damarys main Cello di depan ribuan orang, tepatnya di dalam gedung opera bikin merinding emang:)

Raphael tuh jarang banget lihat Nana konser, jadi kira-kira setelah ini apa yang bakal terjadi wkwkwk. Mari kita lanjutkan drama perasaan antar sahabat ini.

Ada beberapa alasan kita nggak usah suka sama sahabat sendiri, karena ya memang ribet banget nggak sie?

Cowok tuh, meskipun sahabat sendiri─pasti keras kepala, apa lagi kalau tau dia ganteng:) cowok tuh memang begitu hukumnya.

Dah, gitu aja dulu.

Bandung, 17 Januari 2022.

Abis merong-merong, padahal
hatinya ambyar lihat Nana
cantik banget.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro