CHAPTER #11
"I feel like, I'm waiting
for something that isn't
going to happen."
─Nana
***
CHAPTER #11
***
[ warning ]
Terdapat kata-kata tidak pantas, please be wise.
SINGLE pertama Nana berhasil merajai chart musik Top Fifty in Indonesia. Hebat? Jelas. Alunan musik Jazz, dipadukan dengan aliran klasik yang khas dari Cello, dan diakhiri dengan beat musik modern dance-electronik membuat lagu bertajuk The Way You Loved itu disukai oleh banyak penggemar baru Nana.
Ya, tidak hanya penggemar. Karena sebagian dari hasil voting persentase Twitter menyatakan bahwa lagu Nana sangat berkualitas dan berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Para kritikus musik bahkan sudah melakukan re-action terhadap lagu Nana.
Semua tampak bahagia, semua baik-baik saja, bahkan ucapan selamat dan doa menyertai Nana sejak beberapa hari yang lalu. Dukungan yang tak pernah putus, karena walaupun usia Nana dua puluh lima tahun dan baru debut di usia yang cukup matang, Nana tetap disebut sebagai Junior.
Meskipun ya, junior yang melebihi ekspektasi para kritikus musik.
Nana berhasil mendobrak itu semua.
Namun, dalam beberapa hari ini juga Nana berhasil menjauh dari kehidupan aslinya. Nana tidak lagi bisa hidup dengan tenang, alhasil karena kebodohan yang telah dia lakukan sendiri. Dalam satu hari, di hari yang Nana pikir menjadi hari terbaiknya, ternyata Nana salah.
Lagi-lagi Nana dipatahkan oleh sebuah ekspektasi. Terlalu banyak keinginan dan harapan yang tinggi namun telah dipatahkan oleh sebuah kenyataan.
Itu adalah bukti bahwa tidak akan setiap waktu hidup berpihak kepada kamu. Dan Nana merasakannya.
Hubungannya dengan Noah berakhir, begitu saja, tanpa perjuangan sama sekali. Karena Nana pikir, Noah bisa mempertahankannya, tapi lagi-lagi Nana selalu menjadi orang yang tidak bisa menjadi pilihan untuk dijadikan seseorang yang tetap. Sakit? Tentu saja.
Lalu, dalam satu hari juga sikap sembrono dan gegabahnya muncul. Perasaan tidak selucu itu, dan perasaan tidak semudah itu. Nana menyukai seseorang di masa lalu, sesuai porsinya dan sesuai takarannya. Namun, semua itu ternyata Nana simpan sendirian yang malah membuat takarannya tidak bisa diukur lagi.
Semuanya tumpah, berlebihan. Rasa menyesal menyerang Nana, bagian dari dirinya yang sudah ditinggalkan oleh Noah merasa marah, dia tidak terima. Dan memikirkan kemungkinan buruk dia akan lebih ditinggalkan maka Nana membuat semuanya menjadi mudah. Nana mempertaruhkan dirinya sendiri di atas perasaan yang dia miliki untuk seseorang.
Raphael.
Kenapa harus Raphael?
Nana bahkan selalu menyadari Raphael bagi dirinya.
Semua berantakan. Rasanya Nana ingin mengakhiri semuanya, tapi dia baru saja memulai kehidupan barunya sebagai penyanyi. Kenapa semuanya terasa salah di waktu yang tidak tepat? Semuanya terasa hancur disaat Nana membutuhkan semuanya, dia sudah kehilangan semuanya.
Nana bahkan meminta pengertian kepada Ina bahwa dia tidak akan pulang ke rumah untuk beberapa waktu. Sialan, fucking sialan. Nana sudah pergi dari rumah selama tiga hari dan tinggal bersama Reggy di apartemen gadis itu.
Alasannya? Menghindar!
Ina belum tahu alasan kenapa Nana ingin membutuhkan waktunya sendiri. Meskipun dalam beberapa alasan, Nana memutuskan untuk berusaha profesional ketika datang ke Label.
Maya menyapa seperti biasa, memberikan arahan kepadanya, lalu Marcell yang tak ada habis-habisnya memuji kehebatan Nana dan manajernya, salah satu manusia yang tahu kenapa Nana seberantakan ini sekarang.
Di hadapannya, Nana sudah berusaha mengalihkan pikirannya dengan menulis lirik lagu. Lirik lagu itu sangat berantakan, sama dengan apa yang dia pikirkan.
Tentang Noah dan Raphael yang menjadi satu. Kenapa semesta begitu kejam kepadanya? Semuanya pengkhianat, dan Nana benci pada hukum alam.
"Katarina?" tegur Marcell yang melihat betapa kosongnya pandangan Nana.
Marcell sekali lagi menepuk bahu Nana dan berhasil mengejutkan Nana dalam satu waktu.
"Marcell?"
Kening Marcell terlihat berkerut dan menahan pertanyaan yang sangat ingin dia tanyakan kepada Nana. Oh jelas saja, Marcell jelas sudah mendengar keluarnya Nana dari rumah dari kakak gadis itu.
"Are you okay?" tanya Marcell dengan hati-hati.
"Ya, I'm okay.." balas Nana seadanya sembari memasang senyuman kesan terpaksa itu.
Marcell mengulas senyumannya. "Siang ini, kamu datang ke acara Sarah Salim, kan?"
"Iya, ada masalah? Atau pembatalan jadwal?" tanya Nana.
"Nggak, hanya saja aku mau memastikan kamu baik-baik saja. Sarah Salim sangat ceria, Katarina. I think, you should prepare for the answer when she starts asking you a lot about your daily life, future, your dreams, and your hobby and maybe with your private life." jelas Marcell.
Tentu saja Nana tahu siapa Sarah Salim. Presenter terkenal, dan pemilik program talkshow dengan rating terbaik. Sembilan puluh delapan persen netizen menyukai acara Sarah Salim. Dan kemungkinan, yang Marcell inginkan adalah agar Nana melepaskan apa yang membuatnya penat sekarang.
"Uhm.. Ya," balas Nana dengan canggung. "I just lost my mind, Marcell. But, I'm okay kok. Loli kemana, ya?"
"Loli lagi ada di ruang wardrobe, kamu sudah makan siang? Atau mau cemilan?" tawar Marcell kepadanya.
"I want some coffee," jawab Nana dengan meringis malu.
Marcell mengulas senyuman leganya. "Okay, I got for you ya, Katarina."
"Thanks Marcell."
Marcell pergi, tidak ada dalam sejarah Label Marcell seorang direktur membelikan kopi untuk talent mereka. Tapi Marcell, hanya melakukan itu untuk Katarina. Well, good job, Na. Ujar Nana membatin.
Lalu, Nana dibuat terkejut dengan kedatangan Loli yang tiba-tiba mendekat kepadanya.
"Katarina!" kata Loli kepadanya.
"What?" balas Nana malas.
"Tell me, you okay? Are you need something?"
Kenapa semua orang tampak mengkhawatirkannya? "I'm okay, Loli.. For seriously." ujar Nana berusaha menenangkan Loli.
Loli menggelengkan kepalanya dengan cepat. "No, no, no.. Lo nggak boleh begini, Katarina.. Pravinda is calling me right now, and he's asking your condition. Because, you leave home."
Jadi.. Ina memberitahu Prav?!
"Apa kata Prav?!" tanya Nana khawatir.
"He said, if you busy right now he don't wanna disturb you. But, after schedule today, he's wanna pick you up, Na. No matter what you said, Prav akan tetap menjemput lo setelah acara Sarah Salim selesai." jelas Loli dengan penuh ketegasan.
Mati sudah! Sudah susah payah menghindari orang-orang, kini malah datang Pravinda.
Masalahnya, kalau Prav sudah bergerak itu artinya sudah waktunya bagi Nana menurut. Atau tidak, sahabatnya itu akan mengacau tidak pada tempatnya.
Nana meremas rambutnya frustrasi dan menarik napasnya. Gila ya, karena dua pria seperti Noah dan Raphael, Nana merasa hidupnya menjadi berantakan. Don't playing with fire, Nana pikir setelah dia menegaskan perasaanya kepada Raphael dia akan baik-baik saja. Nyatanya tidak.
Sahabat lelakinya itu, memilih menolak Nana dengan mentah-mentah.
Bajingan Raphael!
***
Ketika semua kamera telah dimatikan, studio sudah mulai berbenah meskipun dari sebagian audien masih menikmati euphoria yang cukup menyenangkan bersama Sarah Salim dan lawakannya yang sangat bervariatif, Nana cipika-cipiki dengan Sarah Salim. Wanita itu mengusap bahu Nana dan menyemangati Nana bahwa ini masih awal, perjalanan sesungguhnya belum di mulai.
Apa yang Sarah Salim katakan cukup memotivasi Nana. Benar juga. Hubungannya dengan Noah mungkin berakhir, dan hubungannya dengan Raphael kian membuyar. Itu semua, bisa jadi sebagai tombak awal perubahan, kan? Dan semuanya baru saja di mulai.
Nana tak mau banyak berpikir, kemungkinan ancaman yang Loli katakan itu benar. Karena di waiting room, dimana Loli menyimpan semua barang-barangnya di sana sudah terdengar suara tawa Prav yang sombong itu begitu menggelegar.
Sarah Salim lebih menyapa Prav lebih dulu. Dan ya, fakta lainnya satu Indonesia sudah tahu kalau Nana dan Prav adalah teman sejak kecil, karena Prav memposting foto bersamanya saat kecil dan mengucapkan selamat atas debut single pertamanya.
"Ya ampun Nana! Gara-gara Nana gue jadi dapat hoki ketemu si seksi and manly Pravinda!" jerit Sarah sembari mengusap otot biseps Prav yang sangat besar.
Prav hanya tertawa saja, seluruh crew Sarah Salim berbondong-bondong mengambil foto bersama Prav.
Ya, of course Nana should've seen this moment as fuck.
Di saat perasaannya tidak menentu, dia harus memasang wajahnya dengan baik. Damn it!
"Sudah ya.. Gue ke sini mau jemput Nana dari acara on air talkshow pertama dia!" kata Prav menyudahi sesi para crew yang fan-girling gila-gilaan itu.
Nana mengangguk kecil kepada Prav, memisahkan diri dengan Loli yang menaiki mobil perusahaan. Nana menaiki mobil Mercedes AMG hitam yang gagah milik Prav dengan perasaan tidak menentu dan ingin menangis.
"GOD DAMN IT!" umpat Prav tiba-tiba membuat Nana terkejut.
"Anj─" hampir saja Nana mengumpat. "Kenapa?!" tanya Nana khawatir.
Prav lalu menyengir tanpa dosa dan mencubit kulit punggung tangan kanan Nana dengan jahilnya. "Hehe.. Gitu dong, jangan ngelamun aja!"
Sialan, Nana berusaha menyabarkan diri dengan kelakuan absurd Prav. "Lo gila, hah?!"
"Lo yang gila!" balas Prav. "Kata Ina, lo nggak pulang tiga hari, tidur dimana lo?!" todong Prav.
"Di apartemen Reggy."
"Dih?" wajah menghina Prav terkesan menyebalkan. "Apartemen kecil gitu lo tumpangi dia? Nggak kasihan sama teman lo, Na?!"
"Apa sih?!" gerutu Nana kesal. "Reggy aja baik-baik aja kok!"
"Ya udah... Minggat ke apartemen gue aja, Na. Kurang apa lagi?! Apartemen gue penthouse jangan minggat ke tempat si Reog─Reg,"
"For fuck sake's REGGY, Prav!" tekan Nana sebal.
Prav tertawa lagi, sengaja memancing emosi Nana agar keluar. "Nggak apa-apa, mau marah, kan? Silakan Princess Frog, you can angry to me."
"Lo nggak ada masalah sama gue," balas Nana cuek.
"Oh.. Jadi harus ada masalah dulu biar bisa marah? Memang, lo ada masalah sama siapa ya, Mbak?" tanya Prav penasaran.
Nana sudah tahu kemana arahnya pembicaraan ini. Jika dia bercerita, maka itu akan menjadi penghancuran harga diri. Nana tidak mau Prav tahu soal perasaannya kepada Raphael.
Ibarat kata, apa banget lo suka sama sahabat sendiri? Tapi ya, perasaan kan nggak bisa di tebak. Contohnya ya, Nana.
"Na.." panggil Prav lagi.
Prav masih menyetir dengan tenang. Tanpa harus bertanya, Nana sudah tahu arah jalan yang Prav bawa. Sahabatnya itu tetap ngotot mengajak Nana ke apartemen mewahnya.
"Prav," kata Nana yang mulai menahan tangisannya.
Prav tahu ada yang salah dengan Nana. "Lo berantem sama Kak Ina?" tanya Prav.
Nana menggeleng.
"Sama Arie?"
Nana menggeleng lagi.
"Sama Bibi Yum?"
Tentu saja Nana menggeleng.
"ANJING YA, NA! LO BUKAN ANAK SD YANG NANGIS DITANYA TERUS MENERUS SIAPA PELAKU YANG UDAH BUAT LO NANGIS, GUE BUKAN DUKUN YANG HARUS─"
"Hiks─hiks..."
Ah, Nana menangis. Air matanya akhirnya benar-benar turun.
Prav bahkan dibuat bungkam oleh suara sedan sedu Nana yang terdengar sangat frustrasi.
"Nana, I'm sorry─"
"This is─hiks, not─hiks, your fault, Prav..." rengek Nana semakin keras.
Prav dibuat cemas, dia baru saja masuk basement apartemennya. Membawa Nana ke atas dengan kondisi wajah basah seperti ini pasti akan menimbulkan masalah besar. Dengan segala keputusan terberat, Prav akhirnya membiarkan dirinya dan Nana nongkrong di dalam mobil besarnya, untung saja kaca mobil Prav riben yang tidak akan terlihat oleh orang-orang dari luar.
"Hiks─Prav.... Hiks─semuanya sialan.."
Tangisan itu benar-benar menakutkan. Prav sampai dibuat shaking padahal tangannya sudah mendarat di atas bahu kanan Nana.
"Na.. Kalau ada masalah cerita, bagi masalah lo sama gue, Na." kata Prav berusaha menengahi apa yang dia takutkan.
Prav tahu, dia bukan lelaki baik, tapi melihat Nana sahabatnya sejak kecil yang terlihat kuat dan tidak pernah menangis jelas membuat Prav takut. Seumur hidup, dia hanya pernah melihat Nana menangis parah saat SMA.
"Prav..." panggil Nana kepadanya.
"Iya, Na?"
"I'm stupid!" maki Nana memukul kepalanya sendiri.
Prav langsung menahan tangan Nana dan menariknya. "ARE YOU CRAZY, HUH?! KENAPA LO PUKUL KEPALA LO SENDIRI?!"
"Prav..."
"Na.. Please, udah berapa lama kita kenal, Na? Apa yang lo sembunyikan dari gue? Lo malu? Apa yang harus lo rasa malu dari gue, Na?" erang Prav frustrasi.
Nana menarik napasnya. "Gue─hiks, gue.."
"Iya? Apa?!"
"Gue cinta─hiks─Raphael.."
Ibarat kata, Monas yang Prav sedang tuju malah ikut ambruk di hadapan Prav, dan moncong tajamnya serasa menusuk pantat Prav sekarang. Kenapa mendengarnya seperti ganjalan? Apa jangan-jangan perasaan Nana sudah membengkak seperti ambeien?
"APA, NA?!"
Nana mengusap wajahnya yang sudah hancur akan makeup bercampur tangisan itu. "GUE NGECENG RAPHAEL DARI SMA, GUE SUKA DIA, GUE MELIHAT DIA SEBAGAI PRIA, BUKAN LAGI SEBAGAI SAHABAT KETIKA GUE SUKA SAMA DIA!" teriak Nana.
Prav menutup mulutnya. Semua kata-kata Ina terasa benar sekarang, dan Prav berjanji akan memberikan satu Kanguru atas nama Ina sebagai bahan taruhan kalau Nana akan memberitahu laki-laki yang paling Nana inginkan untuk kehidupannya.
Bangke.. Kak Ina berhasil, batin Prav menggerutu.
"Lo.. Kok bisa suka sama si Raphael, sih?" tanya Prav dengan bodohnya. "Okay, gue tahu, Raphael kita ganteng. Tapi, apa banget sih, Na? Bajingan itu bahkan kalah saing waktu kita lomba pipis dulu!"
Nana menghentikan tangisannya dan menonjok lengan Prav. "Goblok banget.. Kenapa jadi bahas lomba pipis, sih?"
"Ya abis, apa banget, Na. Lo udah lihat kontol dia waktu kecil, pantat dia, dan bahkan jeleknya Raphael waktu jadi jamet pas SMP. Anjing, out of the box suka sama dia?" ledek Prav berusaha menaikkan harga diri Nana.
Jika sudah begini, Prav tahu nih.. Dalang dari keributan ini semua adalah Raphael.
Nana merengut kesal. "YA KAPAN JUGA GUE PEDULI SAMA BENTUK KONTOL DIA?! ASTAGA, PRAV..." erang Nana frustrasi.
Prav terkekeh pelan dan mengusap puncak kepala Nana. "Iya, Na.. Sori ya, gue sekarang ngerti kok."
"Ngerti apa?"
"Ya, kenapa lo keluar dari rumah dan menjauh dari lingkungan yang ada sangkut pautnya sama Raphael dan─"
"I kissed him,"
Bola mata Prav hampir saja lompat dari tempatnya. "Apa, Na?!"
"I kissed him, that night you and Kak Ina was out from home."
"Yang seharian lo ngurung diri?"
Nana mengangguk.
Prav? Menjambak rambutnya sendiri.
"Jijik nggak?" tanya Prav, masih saja bercanda.
Nana menggeleng dengan polosnya. "Gue nggak bisa mengutarakannya dengan kata-kata, so I take the action and kissed him. He was really shock at that time."
"GUE AJA SHOCK MENDENGARNYA, NA!" teriak Prav tak mau kalah dengan semua kegilaan Nana.
Nana membenturkan dahinya ke atas dashboard. "Prav.. Raphael reject my feeling towards him."
"Anjing!" umpat Prav.
"I feel like, I'm waiting for something that isn't
going to happen."
Suara Nana begitu lirih, pelan dan seolah mendengar kepasrahan dalam nada suaranya. Prav merasa prihatin, sangat.
"Na─"
"Dosa banget ya, Prav? Gue cinta sama Raphael?"
"Nggak ada yang salah dalam cinta, Nana." balas Prav dengan serius.
Nana mengangkat wajahnya dan memandang Prav. Prav mengulas senyumannya, berusaha mengajak Nana agar membuka sisi pandangnya. "... Selagi lo tidak menyakiti, merugikan dan membuat seseorang kehilangan jati dirinya itu nggak salah, Na."
"..."
"Mungkin, hanya orangnya tidak tepat, dan satu lagi," Prav menjentikkan jarinya. "Waktunya tidak tepat."
Nana mendengarkannya dengan baik. "Lo pasti merasa sudah berjuang atas semuanya. Perasaan lo, penantian lo, dan keberanian lo. Tapi pada akhirnya, lo yang terbuang kan, Na?"
Nana mengangguk pelan, apa yang Prav katakan benar. Prav bukan seorang penenang, tapi setidaknya Prav bukan orang yang bisa memanipulasi perasaan. Jika itu buruk, dia akan tetap mengatakan buruk. Jika itu bagus, maka Prav akan mengatakan hal yang sama.
"Harusnya, lo ngerti, Na. Mana orang yang ingin tahu, dan mana orang yang tidak ingin tahu."
"Maksud lo?"
"Gue tahu lo sudah tertarik sama Raphael dari zaman SMA. Anjing.." Prav memijat pangkal hidungnya. "Gue melihat lo yang sangat miris di masa remaja, Na. When you give your letter in his locker."
Kedua mata Nana langsung membeliak. "Lo tahu?!"
"I know, Na.. I know everything. But, I'm still silent, until now." tekan Prav kecewa. "Kak Ina tahu, dan dia pun tetap diam. Dan gue? Gue nggak nyangka kalau semuanya bakal kebongkar sekarang, Na? Di saat Raphael sudah bertunangan dengan Intan? Dan lo ada hubungan dengan Noel?"
"I was broke up with Noah, Prav." balas Nana kepadanya.
Prav menganga lagi. Sudah dibuat shock berapa kali oleh Nana? Berkali-kali, kalau ini video bokep jelas Prav akan sudah masturbasi berkali-kali.
"... Na, bisa nggak lo nggak bikin kesal?"
"Sori.."
"No, I mean.. Jadi, setelah lo putus sama Noel di hari yang sama, lo malah confess sama Raphael?!"
Nana mengangguk. "... Iya."
"Great, Katarina.. You're really great!" puji Prav terpukau dengan kebodohan Nana.
"Ya habis gimana.."
"Let him be, Na─maksud gue si Raphael. Malas banget nggak sih?!"
"Malas.."
"Ya udah, move on aja, ya?" pinta Prav dengan manis, berusaha menenangkan Nana. "Masih banyak cowok, yang sudi nerima lo daripada si Raphael.."
"Prav..."
"Dengarkan gue sekali aja, Na," mohon Prav.
Prav sudah tidak sanggup lagi dengan ketidakberdayaan Nana. Dirinya juga merasa tidak punya kuasa untuk membantu. Terlebih, apa yang bisa diharapkan dari seorang Raphael yang sudah memiliki tunangan?
"Segala ruang, pasti akan menemukan tempat sunyi, dan kekosongan. Sama seperti lo sekarang," jelas Prav memberi nasihat kepada Nana. "... Tapi ingat, Na, tempat ramai bisa lo kunjungi ketika lo keluar dari rumah."
Nana memandangi wajah Prav dengan sangat serius. Hingga akhirnya, Nana menarik napas dan memejamkan matanya. "Gue nggak akan cinta sama dia lagi."
"Good, that's what I want hear from you,"
Nana mengangguk dengan yakin. "I don't wanna love him again."
"Good for you, then.."
Dan hari itu, Nana benar-benar melepaskan nama Raphael dari hatinya. Ia hanya akan menghargai sahabat lelaki yang paling dia cintai itu sebagai pria yang pernah dia elu-elukan, namun tidak harus dia cintai selamanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro