Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dark Atmosphere

Satu minggu setelah kepergian Yoona, Donghae mulai beradaptasi dengan status barunya. Sekarang ia belajar untuk melakukan semuanya sendiri. Mulai dari membangunkan Enzo untuk pergi ke sekolah, menyiapkan Enzo sarapan, dan mengantarkan Enzo ke sekolah. Namun itu semua tidak serta merta dikerjakan oleh Donghae sendiri karena Jaekyung selalu membantunya. Sejak mengetahui semua hal yang menimpa Donghae, ia semakin berani menunjukan rasa perhatiannya dengan sering datang ke rumah Donghae untuk menyiapkan sarapan atau mengurus Enzo jika Donghae sedang sibuk menyelesaikan pekerjaanya di markas.

"Selamat pagi."

Jaekyung menyapa ayah dan anak yang sedang berjalan beriringan menuruni tangga satu persatu. Enzo yang berada di sebelah Donghae langsung menatap Donghae aneh lantaran Jaekyung sudah berada di rumahnya sepagi ini.

"Dad, kenapa aunty Jae bisa masuk ke rumah kita?" Tanya bocah kecil itu polos. Donghae mengendikan bahunya tak tahu dan langsung menatap sang tukang kebun yang kebetulan baru saja lewat di depan mereka.

"Sepertinya Jungso yang membiarkannya masuk. Jungso ssi, lain kali jangan biarkan orang yang tidak dikenal masuk ke rumah ini." Peringat Donghae sungguh-sungguh dengan wajah dingin. Jungso tampak merasa bersalah dan langsung menundukan kepalanya dalam. Namun Jaekyung langsung menepuk pundak Jungso pelan untuk menenangkan pria awal tiga puluhan itu.

"Tenang saja Jungso ssi, Donghae tidak akan memecatmu hanya karena kau mengijinkanku masuk ke dalam rumah ini, aku yang akan bertanggungjawab jika kau dipecat oleh kapten galak itu."

Jaekyung dengan terang-terangan menatap Donghae penuh permusuhan, namun sama sekali tak ditanggapi oleh Donghae.

"Daddy, aku lapar."

"Ohhh kau lapar, ayo ayo kita sarapan bersama."

Jaekyung dengan antusias langsung menyiapkan menu sarapannya untuk Donghae dan Enzo. Donghae langsung mendudukan Enzo di atas kursi dan ia pun menyusul di sebelah Enzo sambil membaca setiap email yang masuk ke dalam ponselnya. Sesekali Donghae juga melirik Jaekyung yang dengan telaten memenuhi setiap keinginan Enzo yang aneh-aneh. Sebenarnya ia cukup salut dengan kegigihan Jaekyung untuk menarik perhatiannya, tapi sejak awal ia sudah bersumpah untuk hanya mencintai Yoona, sehingga keberadaan Jaekyung di sini hanya ia anggap sebagai teman yang dapat ia manfaatkan untuk menjaga Enzo atau memasakan Enzo makanan jika ia sedang sibuk. Lagipula mencari pembantu rumah tangga yang benar-benar bisa dipercaya sangat sulit. Apalagi dengan statusnya sebagai intel yang kini sudah semakin tersebar luas di kalangan masyarakat, membuatnya harus berhati-hati dalam memasukan seseorang kedalam kehidupan rumah tangganya. Dan selama ini Jaekyung menurutnya bukan tipe wanita yang membahayakan serta dapat dipercaya. Hanya saja ia sedikit risih dengan sikap Jaekyung yang seakan-akan ingin menggantikan posisi Yoona di rumahnya.

"Hae, kau tidak ingin memakan sarapanmu?"

"Hmm, sebentar lagi."

Donghae memasukan ponsel pintarnya ke dalam saku seragamnya dan mulai menyendokan nasi kedalam mulutnya. Suasana sarapan pagi itu terlihat hening seperti biasa. Hanya Enzo yang sesekali ribut karena ia tidak suka wortel dan meminta Jaekyung untuk menyingkirkannya.

"Nanti siang aku akan ada rapat dengan dewan jenderal, apa kau bisa menjemput Enzo di sekolahnya?" Tanya Donghae sambil mengunyah makanannya. Jaekyung langsung mengangguk bersemangat dan terlihat antusias.

"Bisa bisa, tentu saja aku bisa. Kebetulan hari ini aku sedang tidak memiliki pekerjaan."

"Memangnya kau selama ini memiliki pekerjaan?"

Donghae berucap dingin tanpa perasaan, menyindir Jaekyung yang memang selama ini hanya terlihat menyibukan diri tanpa mengerjakan sesuatu yang berkualitas.

"Ck, aku bukan seorang pengangguran tuan Lee Donghae, aku memiliki biro konseling yang juga harus kuurus."

"Ya, terserah apa katamu." Jawab Donghae malas. Pria itu kembali melanjutkan acara makannya yang tertunda sambil bergumam dalam hati jika sebenarnya biro konseling Jaekyung sama sekali tidak kompetitif. Andai ayahnya bukan seseorang yang kaya dan berpengaruh, mungkin biro itu sudah ditutup sejak lama karena model konsultannya yang sangat seenaknya seperti Jaekyung. Dan sejak awal Donghae sudah menduga jika Jaekyung adalah tipikal wanita manja yang hanya mengandalkan harta kekayaan ayahnya sehingga ia tidak pernah mau menerima Jaekyung sebagai calon isterinya ketika dulu Kim Junwo menawarkan anaknya untuk dijodohkan.

"Ayo dad kita berangkat, aku sudah selesai."

Enzo turun dari tempat duduknya dengan Jaekyung yang dengan cekatan langsung mengelap mulut Enzo yang belepotan karena kuah sup. Setelah ia selesai dengan Enzo, Jaekyung bergegas mendekati Donghae untuk membersihkan sisa kopi yang menempel di sudut bibir Donghae, namun Donghae segera menahannya dan merebut tisu itu dari tangan Jaekyung.

"Itu tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri."

Setelah itu Donghae langsung berjalan pergi diikuti Enzo di belakangnya. Sedangkan Jaekyung masih tampak syok sambil memegangi dadanya dongkol.

"Ya Tuhan, pria itu!! Kenapa sulit sekali mendapatkan perhatianmu!" Runtuk Jaekyung kesal sambil berjalan pergi meninggalkan sisa piring-piring kotor yang tidak ia bersihkan karena ia sedang kesal pada Donghae.

-00-

"Dad, kenapa aunty Jae sangat berisik?"

Di dalam mobil Enzo menyuarakan pertanyaanya tentang Jaekyung yang dinilainya sangat berisik. Terkadang anak itu juga merasa jengah, sama seperti Donghae, ketika melihat Jaekyung sudah muncul di rumahnya pagi-pagi buta seperti hari ini. Tapi Enzo sebenarnya tidak membenci Jaekyung, ia hanya merasa malas mendengar suar heboh Jaekyung yang sangat mengganggu.

"Entahlah, mungkin karena ia terlalu banyak mengurus orang gila."

Enzo terkikik geli membayangkan Jaekyung yang sedang mengurusi pasien-pasien sakit jiwa di rumah sakit. Dulu Donghae memang pernah memberitahu Enzo jika Jaekyung adalah lulusan psikologi yang pekerjaanya adalah mengurusi orang gila, walaupun pada kenyataanya Jaekyung selama ini sama sekali tidak pernah mengurusi orang gila, karena ia mengambil bidang psikologi anak.

"Dad, apa Jae aunty menyukai daddy?"

Donghae menoleh sekilas kearah anak lelakinya yang mulai memahami apa itu perasaan cinta. Padahal selama ini sepertinya Jaekyung tidak pernah mengatakan secara terang-terangan, meskipun wanita itu memang menunjukannya melalui sikapnya yang agresif.

"Kenapa kau bisa berkata seperti itu?" Ucap Donghae balik bertanya. Ia ingin sedikit mengetes Enzo mengenai kepekaan anak itu.

"Aunty Jae terlihat menempel terus pada daddy. Dan hal itu membuatku sedikit tidak suka. Dad tidak akan menggantikan posisi mommy dengan aunty Jae bukan?"

"Hmm, jadi Enzo tidak ingin memiliki mommy baru?"

"Tidak, enzo tidak mau!"

Enzo menjawab dengan tegas dan sedikit bentakan di akhir. Donghae terkekeh melihat reaksi anaknya yang luar biasa itu. Dan ia benar-benar bersyukur jika Enzo memang tidak menginginkan ibu baru karena sejujurnya ia juga tidak berniat untuk mencari pengganti Yoona. Ia hanya memanfaatkan Jaekyung untuk kepentingannya.

"Baguslah jika Enzo memang tidak menginginkan mommy baru, karena daddy juga tidak akan mencarinya. Daddy hanya mencintai mommymu." Ucap Donghae apa adanya dan terdengar penuh luka, meskipun ia berhasil menyamarkannya dengan suara dinginnya yang kaku.

"Lalu bagaimana dengan aunty Jae? Ia akan terus menempel pada daddy seperti cacing." Ucap Enzo dengan wajah jijik. Donghae menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah Enzo dan langsung beralih pada anaknya setelah ia berhasil menarik hand rem di sisi kemudinya.

"Biarkan saja aunty Jae seperti itu, selama ia bisa membantu daddy untuk mengurusmu, maka daddy tidak akan menyuruh aunty Jae pergi. Apa Enzo tidak keberatan jika aunty Jae menemani Enzo selama daddy bekerja?"

Enzo menganggukan kepalanya pelan dan tampak mengerti dengan posisi daddynya yang memang sibuk.

"Dad, tapi bagaimana jika Enzo berada di rumah halmeoni seperti dulu?"

"Itu tidak bisa, sekarang nenekmu sudah pindah ke desa karena ia ingin hidup lebih tenang di sana menghabiskan masa tuanya. Mau tidak mau kau harus berada di rumah bersama aunty Jae dan juga Jungso."

"Baiklah, aku mengerti. Aku menyayangi dad."

Enzo memeluk tubuh Donghae sekilas sebelum ia turun dari mobil sport milik sang ayah dan melambai ringan pada ayahnya yang segera melajukan mobilnya pergi meninggalkan halaman besar taman kanak-kanak tempat Enzo menimba ilmu.

-00-

Yeri bertopang dagu di atas mejanya sambil menatap bosan pada keadaan rekan-rekannya yang mendadak menjadi pengangguran setelah kepergian Yoona. Di sisi kanan mejanya, Yeri melihat Minzi sedang sibuk membaca majalah fashion yang sudah ia baca berkali-kali karena wanita itu sudah tidak memiliki stok bacaan lagi untuk mengisi waktu luangnya yang membosankan. Padahal biasanya Minzi harus mencuri-curi waktu untuk membaca majalah-majalahnya karena pekerjaan mereka yang sangat sibuk. Tapi sekarang mereka justru terlihat seperti pengangguran karena tim mereka belum aktif kembali semenjak Donghae masih dalam suasana berkabung dan tengah berunding alot dengan para dewan jenderal yang menurut Yeri sangat kolot itu.

"Arghh, aku bosan!" Teriak Yeri keras dan membuat seluruh rekan-rekannya menoleh aneh kearahnya. Sehun yang berada tak jauh dari meja Yeri langsung melempar kepala wanita itu dengan bolpoin karena ia merasa terganggu dengan suara berisik Yeri.

"Kau kenapa? Apa kau tidak memiliki bahan gosip yang bisa membuat harimu lebih baik?" Ucap Sehun sakarstik. Yeripun berjalan menghampiri meja Sehun sambil kembali bertopang dagu di depan Sehun.

"Apa yang harus kugosipkan lagi Oh Sehun, jika senior Im sudah tidak ada? Selama ini aku selalu tahu bagaimana hubungan mereka selama di markas, jadi aku bisa menjadi sumber berita bagi wanita-wanita kehausan itu. Tapi sekarang, semuanya terasa hambar tanpa kehadiran senior Im dan kapten Lee. Aku merindukan mereka." Rengek Yeri seperti anak kecil. Sehun memutar bola matanya malas sambil mendorong kepala Yeri kebalakang karena gemas.

"Jika selama ini kau selalu memata-matai mereka, seharusnya kau tahu jika senior Im dan kapten Lee sudah menikah, bahkan mereka sudah memiliki anak berumur empat tahun. Huh, kau memang reporter gadungan." Umpat Sehun sakarstik. Yeri berseru kesal dan ingin membalas ucapan Sehun, namun suara bisik-bisik yang berasal dari luar ruangan mereka lebih menarik perhatiannya yang membuatnya segera berlari ke luar ruangan.

"Ada apa?"

"Lihat, kapten Lee sudah kembali. Ia sekarang terlihat lebih dingin dari sebelumnya."

Yeri melihat siluet tubuh kaptennya yang sedang berjalan menuju ruang rapat yang berada di ujung lorong.

"Hus, kalian jangan sembarangan menggosipkan kapten Lee." Ucap Yeri tak terima pada rekan-rekan beda divisinya. Tiga orang wanita yang sejak tadi sedang membicarakan Donghae langsung menoleh tidak suka pada Yeri.

"Kami tidak menggosipkannya, kami berbicara yang sesungguhnya. Kau pikir bagaimana sikap kapten Lee sekarang setelah isterinya meninggal? Aku mulai bertanya-tanya tentang kredibilitasnya karena ia telah terbukti melanggar aturan markas." Sinis wanita itu menyebalkan. 

"Huh dasar penjilat. Dulu kalian memuji-muji kapten Lee dan mengejar-mengejarnya dengan cara yang menjijikan sambil menitipkan sebatang coklat pada senior Im. Dan setelah kalian kalah dari senior Im, kalian menjelek-jelekan kapten Lee sesuka kalian. Kalian benar-benar menjijikan." Balas Yeri dengan mulut pedasnya. Ketiga wanita itu hendak membalas Yeri sebelum Donghae tiba-tiba muncul di belakang mereka dan membuat mereka semua pucat pasi, termasuk Yeri karena bagaimanapun ia telah membicarakan Donghae, meskipun niatnya berada di sana untuk membela Donghae dari gerombolan wanita penjilat di depannya.

"Kkapten, apa yang anda lakukan di sini?" Tanya Yeri tergagap. Donghae mengamati kumpulan wanita itu satu persatu dengan wajah datarnya yang mengerikan. Semua orang yang berada disana langsung kehilangan keberanian untuk sekedar bertatapan dengan wajah Donghae yang pias.

"Aku mendengar suara ribut-ribut dan namaku beberapa kali disebut. Apa kalian tidak memiliki pekerjaan lain selain membicarakanku dan mendiang isteriku? Sebaiknya kalian kembali ke ruangan kalian dan kerjakan pekerjaan kalian dengan benar. Aku tidak akan segan-segan melaporkan kalian kepada ketua divisi kalian. Dan kau Yeri, sebaiknya kau masuk ke ruanganmu karena setelah ini aku akan memberikan penjelasan mengenai hasil rapat dewan jenderal pada kalian."

Yeri membungkuk dalam sambil sesekali melirik gerombolan wanita penjilat di depannya dengan tatapan sebal. Sedangkan gerombolan wanita-wanita itu juga langsung meminta maaf pada Donghae setelah Yeri pergi terlebihdahulu meninggalkan mereka.

-00-

Donghae menatap malas para dewan jenderal yang sedang duduk melingkar di dalam ruang rapat untuk membicarakan masalahnya yang telah melanggar aturan. Di dalam ruangan ini terdapat dua kubu yang sejak tadi begitu alot mempertahankan opini mereka masing-masing. Namun dari kedua kubu itu sama sekali tidak ada titik terang yang dapat mengakhiri perdebatan mereka yang menurut Donghae sangat membosankan itu.

"Kita tidak bisa melepas jabatan Lee Donghae sebagai kapten hanya karena ia melanggar aturan pertama dalam markas ini. Lagipula selama ini Lee Donghae selalu bersikap profesional. Jika bukan karena nona Im mengalami kecelakaan dalam menjalankan tugas, status mereka tidak akan pernah diketahui. Kita harus mempertimbangkan keputusan untuk melepaskan jabatannya dan menskorsnya karena kapten Lee adalah salah satu intel yang berjasa dalam markas ini."

"Tapi bagaimana dengan agent yang lain, mereka akan menganggap kita tidak adil hanya karena kapten Lee adalah kapten di markas ini dan memiliki banyak prestasi. Mereka pasti akan mempertanyakan kompetensi kita sebagai jenderal."

Donghae manatap datar jenderal Jang dan jenderal Shin yang sedang beradu opini dengan alot di depannya. Sedangkan ia sejak tadi tidak berniat mengeluarkan suara sedikitpun karena ia benar-benar sudah jengah dengan keadaanya saat ini. Dan mereka para jenderal sama sekali tidak tahu bagaimana perasaanya setelah kematian Yoona. Yang mereka permasalahkan hanya statusnya dan kredibilitasnya. Padahal tanpa berada di markas inipun jika ia memiliki bakat untuk menjadi intel yang hebat, ia pasti bisa melakukannya. Saat ini tujuan utamanya adalah menangkap Park Jaejong atas tuduhan penyelundupan barang-barang ilegal ke China. Dua hari yang lalu ia berhasil mendapatkan bukti fisik yang dapat digunakan untuk menangkap Park Jaejong. Dan setelah ia berhasil menangkap pria licik itu, ia akan mengintrogasinya agar ia bisa menemukan sang bos besar yang selama ini mungkin sedang bersembunyi di belakang punggung Park Jaejong dan para menteri yang terlibat kejahatan di luar sana.

"Kapten Lee, apa kau ingin melakukan pembelaan?"

Suara jenderal Shin membuyarkan pikirannya tentang Park Jaejong. Ia kemudian berdeham pelan untuk mengeluarkan semua ganjalan yang selama ini selalu mengganggu hati dan juga pikirannya.

"Terimakasih jenderal Shin atas kesempatannya, aku akan menggunakan kesempatan ini untuk menyadarkan kalian betapa jengahnya aku berada di posisi ini. Jadi aku tidak peduli jika kalian akan mencabut jabatanku sebagai kapten atau tidak, karena menurutku jabatan itu sama sekali tidak penting. Prioritasku saat ini adalah untuk menangkap Park Jaejong dan bos besar mafia yang selama ini bersembunyi dibalik Park Jaejong dan para menteri yang terlibat masalah di luar sana. Perlu kalian ketahui, sejak awal aku tidak ingin mendapatkan misi khusus itu dari president karena misi itu jelas-jelas akan membahayakan keluargaku. Aku sadar jika aku telah melanggar peraturan markas yang melarang setiap agent untuk saling jatuh cinta dan memiliki hubungan. Tapi bagaimana mungkin kalian bisa membatasi sebuah perasaan yang dimiliki oleh seseorang. Perasaan cinta, jijik, benci, atau marah adalah perasaan yang datang dengan sendirinya tanpa pernah direncanakan. Dan akupun selama ini selalu berusaha bersikap profesional karena aku tidak pernah ingin mengecewakan kalian semua. Aku dan Yoona sudah menikah sejak lima tahun yang lalu, tapi apakah kalian pernah mendengar berita itu sebelum petaka itu menghampiri isteriku? Apa kalian pernah merasa dikecewakan dengan kinerjaku yang tidak loyal? Kurasa tidak, karena kalian semua tidak membantahnya. Dan sejujurnya tanpa kalian melepas jabatankupun aku sudah merasakan bagaimana kejamnya hukuman yang diberikan Tuhan atas kesalahanku yang telah menikah dengan sesama agent. Jadi jika kalian ingin melepaskan jabatanku sebagai kapten dan menjadikanku agent biasa, aku tidak keberatan. Aku siap melepaskan jabatan itu kapanpun kalian memintanya."

Suana di ruang rapat itu menjadi hening setelah Donghae mengeluarkan seluruh ganjalan hatinya. Tuan Lee yang melihat bagaimana terlukanya sang putra tampak tak bisa berkata apapun. Ia tahu jika saat ini adalah saat-saat terberat putranya dan rapat ini bagaikan garam yang ditaburkan di atas luka hati putranya.

"Kau mau kemana nak?"

Donghae menghentikan langkahnya yang telah berada di ambang pintu. Dari pintu lain munculah sosok president Park Boyoung yang tengah menatapnya dengan tatapan menenangkan. Pria itu meminta Donghae duduk kembali di tempatnya karena ia ingin mengumumkan sebuah berita penting.

"Jadi tujuanku datang ke sini adalah untuk meminta maaf pada kapten Lee atas kejadian yang tidak terduga beberapa hari yang lalu. Aku sadar, semua hal yang menimpa kapten Lee sebagian besar karena kesalahanku yang telah menempatkan kapten Lee dan keluarganya dalam bahaya, padahal saat itu aku sudah mengetahui status kapten Lee yang telah menikah dengan mendiang agent Im Yoona. Tapi saat itu aku tetap bersikeras memberikannya misi untuk menangkap mafia-mafia yang berada di Korea. Dan ternyata pilihanku benar-benar tepat, kapten Lee adalah agent yang dapat diandalkan untuk menangkap pion-pion mafia itu, karena dalam tiga bulan terakhir kapten Lee berhasil mengungkap delapan kebusukan para menteri dan beberapa kebusukan para pengusaha yang terlibat dalam kelompok mafia itu. Namun tugas yang diemban oleh kapten dari hari ke hari tidaklah mudah. Setelah kapten Lee mendapatkan pion-pion dari sang bos besar, kini kapten Lee sudah semakin mendekati anak buah sang bos besar yang memiliki ikatan yang cukup kuat dengan bos besar mafia itu, salah satunya adalah Park Jaejong. Tapi sayangnya Park Jaejong sudah lebih dulu mengetahui titik lemah kapten Lee karena Park Jaejong memiliki mata-mata yang diselundupkan di dalam markas ini. Bahkan aku masih curiga jika mata-mata itu bukan hanya Shin Jaesin yang baru saja ditangkap oleh kapten Lee, tapi masih ada mata-mata lain yang bersembunyi di dalam markas ini. Oleh karena itu kita tidak boleh gegabah melepaskan jabatan kapten Lee begitu saja karena ia sangat dibutuhkan di sini. Ia dibutuhkan untuk menangkapa mata-mata yang tersisa dan menemukan sang bos besar yang sudah bertahun-tahun selalu merugikan negara kita. Apa kalian setuju dengan keputusanku untuk mempertahankan posisi kapten Lee?"

Hening. Tidak ada satupun yang berani mengeluarkan suaranya. Disatu sisi mereka merasa ingin memberikan hukuman untuk Donghae, tapi disisi lain mereka juga setuju dengan alasan yang dikemukakan oleh president Park. Jadi pada akhirnya diam adalah pilihan terbaik.

"Oh ya, ada satu informasi dariku. Hari ini Park Jaejong akan pergi ke luar negeri. Sepertinya ia sudah tahu jika kita akan menangkapnya atas tuduhan penyelundupan barang-barang ke China dan juga kasus pembunuhan nona Im Yoona. Shin Jaeshin akhirnya mengakui perbuatannya kemarin dan ia memberikan nama Park Jaejong sebagai bos yang menyuruhnya untuk membunuh nona Im Yoona dan menjadi mata-mata di markas ini. Nak, apa kau ingin menyelesaikan tugasmu?" Tanya president Park pada Donghae. Donghae hanya terdiam di tempat tanpa menjawab iya atau tidak. Sekarang ia sedang menunggu keputusan para dewan jenderal, karena ia tidak mau mendapatkan banyak musuh di dalam markasnya sendiri.

"Aku memberimu kesempatan nak." Ucap president Park sekali lagi untuk membuat Donghae segera bergerak. Donghae kemudian menatap ayahnya untuk meminta persetujuan, dan sang ayah menganggukan kepalanya mantap.

"Lakukanlah nak, selesaikan misimu dan buktikan pada kami jika kau berhak atas jabatanmu sebagai kapten."

Donghae segera bangkit dari kursinya tanpa mengucapkan sepatah katapun pada anggota dewan ataupun president. Ia justru langsung menghubungi salah satu rekannya yang bertugas di bandara untuk menahan Park Jaejong karena dia saat ini pria itu telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara itu president Park tampak tersenyum puas karena akhirnya ia bisa membela Donghae di detik-detik terakhir sebelum pria itu mendapatkan hukuman yang seharusnya tidak diterimanya. Ia dan pengawalnya kemudian meninggalkan ruang rapat dengan terlebihdulu tersenyum pada tuan Lee sebagai ucapan terimakasih.

-00-

Yeri, Sehun, Lay, Minzi, dan Myungso langsung berdiri sigap ketika Donghae masuk ke dalam ruangan mereka dengan wajah datar dan terlihat terburu-buru. Mereka semua tampak begitu penasaran dengan hasil rapat yang dilakukan oleh para dewan jenderal, tapi mereka takut untuk menanyakannya karena ekspresi wajah Donghae yang benar-benar tidak bersahabat.

"Bersiaplah, kita akan menangkap Park Jaejong." Ucap Donghae tegas. Kelima agent tersebut saling bertatapan satu sama lain, dan ketika Donghae kembali membentak mereka, mereka langsung kalang kabut kesana kemari untuk mempersiapkan diri.

"Apa yang akan kita lakukan kapten, apa yang perlu kita bawa?" Tanya Myungso mewakili rekan-rekannya. Donghae berdecak kesal dengan kinerja anak buahnya yang menjadi sangat lambat, padahal ia baru meninggalkan mereka selama satu minggu.

"Bawa apapun yang menurut kalian berguna, karena kita akan menyergap Park Jaejong di bandara. Dan firasatku mengatakan jika itu tidak akan mudah karena ia akan memiliki banyak pengawal yang melindunginya."

Mereka berlima kemudian langsung mempersiapkan senjata mereka masing-masing guna mengantisipasi adanya baku tembak. Donghae sendiri setelah mengatakan hal itu langsung berlari ke mobilnya tanpa mempedulikan anak buahnya yang lambat karena ia hanya ingin segera menyeret Park Jaejong ke markas untuk diintrogasi. Ia yakin jika selama ini Park Jaejong adalah kunci yang akan membawanya ke dalam sindikat mafia Korea dan untuk mengungkapkan berbagai kecurangan yang dilakukan oleh para menteri selama ini.

Lima belas menit kemudian Donghae telah tiba di bandara Incheon untuk menyergap Park Jaejong. Lima menit yang lalu rekannya mengatakan jika saat ini Park Jaejong sedang berada di gerbang keberangkatan, dan pria itu tampak marah karena ia tidak dibiarkan pergi tanpa sebuah alasan yang jelas.

"Park Jaejong ssi, apa kabar?"

Pria pertengahan empat puluh itu menoleh cepat kearah Donghae dan ia langsung melemparkan tatapan tajamnya pada Donghae. Ia yang semula sedang berdebat dengan petugas bandara langsung berjalan cepat menghampiri Donghae sambil mengepalkan buku-buku tangannya hingga memutih.

"Apa yang kau lakukan di sini kapten Lee?" Tanya Park Jaejong dengan nada mencemooh. Seluruh pengawalnya yang berada tak jauh darinya langsung terlihat bersiaga ketika mereka melihat sebuah pistol yang terselip dibalik ikat pinggang Donghae. Namun Park Jaejong menyuruh mereka agar tetap tenang karena Donghae tidak akan mungkin melakukan penyerangan di tempat terbuka.

"Aku ingin menjemputmu tuan Park Jaejong ssi yang terhormat. Kau terlibat kasus penyelundupan barang-barang ilegal di China dan kau juga telah membunuh salah satu agent kami."

"Hahaha... Untuk masalah penyelundupan itu memang benar, karena kau telah melihat semuanya beberapa minggu terakhir ini. Tapi mengenai membunuh salah satu agentmu? Sepertinya aku tidak melakukannya? Tapi beberapa saat yang lalu aku memang telah memerintahkan anak buahku untuk mengambil apa yang berharga darimu sebagai balasan atas tindakanmu yang mengganggu bisnisku. Apa isterimu adalah salah satu agent di markasmu? Ckckckck, kudengar peraturan di markas intel negara sangat ketat, apa kau telah melanggar salah satu peraturannya?" Tanya Park Jaejong dengan nada santai dan terkesan mencemooh. Donghae mengepalkan tangannya marah sambil bersiap menarik pistolnya untuk membunuh Park Jaejong. Persetan dengan posisinya yang sedang berada di tempat umum, ia yakin anak buahnya telah mengamankan tempat ini sekarang.

"Kau membunuh isteriku keparat!" Desis Donghae penuh ancaman. Park Jaejong kembali tertawa sinis sambil memasukan kedua tangannya di dalam saku celananya dengan angkuh.

"Ohh... Kurasa semua itu juga karena rasa ingin tahu isterimu yang besar. Menurut kesaksian anak buahku, agentmu yang bernama Im Yoona dengan nekat masuk ke dalam gudang penyimpananku dan mencuri dengar semua informasi yang tidak seharusnya didengarnya. Jadi, selain karena kesalahanmu, nyawanya melayang karena ia terlalu mencampuri urusanku. Ia berhak mendapatkan hukuman itu kapten Lee. Dan apa kau tahu jika anak buahku sempat mencicipi tubuhnya sebelum ia mati ditembak dan terbakar di dalam gudang itu? Justru sebenarnya aku menyelamatkanmu kapten Lee, karena kau pasti akan merasa jijik pada isterimu setelah ia diperkosa oleh semua anak buahku."

Donghae memejamkan matanya sambil membayangkan wajah Yoona yang mungkin saat itu sedang ketakutan karena anak buah Park Jaejong. Ia kemudian membuka matanya nyalang kearah Park Jaejong dan menodongkan pistol semi otomatisnya tepat di kepala Park Jaejong, bersiap untuk membunuh pria licik itu sekarang juga.

Cklek

Suara slot peluru yang ditarik oleh Donghae membuat seluruh anak buah Park Jaejong mengarahkan pistol mereka kearah Donghae. Kini Donghae tengah dikepung oleh puluhan anak buah Park Jaejong yang sedang menodongkan pistol kearahnya. Namun ia tidak peduli, saat ini yang bersarang di dalam hatinya adalah kesesakan karena ia memikirkan Yoona. Tak bisa ia bayangkan bagaimana menderitanya Yoona di detik-detik terakhir kematianya. Dan jika Yoona selamat, ia sendiri juga tidak akan tahu bagaimana sikap Yoona karena mungkin saja wanita itu akan mengalami guncangan mental yang sangat hebat.

"Kau akan mati di tanganku Park Jaejong."

Dorr

Sebuah peluru melesat kearah Park Jaejong dan menembus lengan kiri Park Jaejong hingga jas hitam yang dikenakan Park Jaejong kini terlihat sudah berubah warna karena rembesan darah yang keluar dari lengannya. Dan setelah itu suara tembakan yang saling bersahut-sahutan semakin menambah riuh suasana bandara yang sebelumnya hening karena telah dikosongkan oleh anak buah Donghae.

Dorr dorr

Donghae bersembunyi dibalik pilar sambil mengamati Park Jaejong yang tengah menahan sakit sambil dikelilingi anak buahnya. Dilihatnya Minzi, Lay, Sehun dan yang lainnya tengah berusaha untuk menjatuhkan anak buah Park Jaejong yang juga melawan mereka. Ia pun kembali fokus pada Park Jaejong karena targetnya saat ini memang hanya Park Jaejong. Ia sengaja tidak membunuh Park Jaejong sekarang karena ia akan berguna untuk membongkar identitas bos besarnya. Dan bagaimanapun caranya ia harus menerobos pertahanan para pengawal itu agar ia dapat menyeret Park Jaejong ke markasnya untuk diintrogasi.

Dor dor

Donghae berhasil menjatuhkan dua anak buah Park Jaejong yang semula berdiri di depan Park Jaejong. Kini penjagaan pria itu semakin lemah karena satu persatu anak buahnya berhasil dijatuhkan oleh tim intelnya. Donghaepun memutuskan untuk sedikit mendekati posisi Park Jaejong yang berada tak jauh darinya. Ia hanya perlu menyingkirkan tiga anak buah lagi, dan setelah itu ia akan mendapatkan Park Jaejong.

"Awas!! Cepat lindungi aku."

Samar-samar Donghae mendengar suara Park Jaejong yang berubah panik ketika anak buahnya semakin banyak yang berguguran di depannya. Sedangkan Donghe tampak begitu puas saat melihat ekspresi ketakutan Park Jaejong karena hal itulah yang diharapkannya sejak tadi. Bahkan ia juga menunggu saat-saat Park Jaejong berlutut di kakinya sambil memohon ampun.

Dorr

Tiba-tiba sebuah peluru melesat kearah Donghae dan membuat pria itu jatuh terduduk seketika sambil memegangi perut kananya yang baru saja tertembak. Namun sekuat tenaga Donghae tetap berdiri meskipun saat ini darah sedang menguncur dari perutnya dan membasahi lantai yang sedang dipijaknya.

"Keparat kalian semua!!"

Dor dor dorr dorr

Donghae menembakan pelurunya ke berbagai arah seperti orang kesetanan tanpa peduli jika pelurunya akan membunuh orang-orang yang mungkin tidak bersalah. Tapi untungnya Donghae menembak dengan tepat, sehingga hanya orang-orang dari pihak Park Jaejong yang mati karena tembakannya yang membabi buta. Setelah itu Donghae langsung mendekati Park Jaejong dengan langkah terseok-seok karena pria itu telah kalah. Ia berhasil menjatuhkan semua anak buahnya dan menyisakan Park Jaejong sendiri untuk diintrogasi di markasnya.

"Kali ini kau tidak kubiarkan mati karena kau harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu. Jadi ingatlah baik-baik jika kau hidup bukan karena kau berhak untuk hidup, tapi karena aku membiarkanmu tetap hidup." Desis Donghae mengerikan sambil mencengkeram kerah kemeja Park Jaejong kuat. Lay dan Minzi langsung berlari-lari kearah Donghae untuk membawa kaptennya itu ke rumah sakit karena lantai yang dipijaki kaptennya saat ini telah dipenuhi oleh darah yang keluar dari perut Donghae. Mungkin karena kemarahannya, Donghae tidak sadar akan luka tembak yang telah melubangi perutnya. Tapi jika dibiarkan, maka Donghae akan mati karena kehabisan darah.

"Kapten, kita ke rumah sakit sekarang!"

Donghae sedikit meluruh ke lantai setelah ia merasakan rasa sakit yang begitu menyengang di perut bagian kanannya. Ia lalu menggunakan tangannya untuk menekan luka itu lebih kuat agar darahnya tidak terus keluar dan membuatnya mati kehabisan darah.

"Argghh... bawa Park Jaejong ke markas, jangan sampai ia melarikan diri."

"Kapten!"

Yeri tiba-tiba muncul dengan wajah pucat pasi yang begitu mengerikan. Sehun yang berada di belakangnya tampak heran dengan raut wajah Yeri yang terlihat begitu pucat hanya karena melihat kaptennya berdarah-darah. Padahal mereka sudah pernah melihat hal yang lebih mengerikan dari sekedar perut Donghae yang berlubang.

"Lay, kau dan Yeri bawa kapten ke rumah sakit, aku akan membawa Park Jaejong bersama yang lainnya ke markas." Ucap Sehun memberi perintah.

"Tidak! Lay, kau yang membawa Park Jaejong ke markas, Sehun dan aku yang akan membawa kapten Lee ke rumah sakit. Ia tahu jalan pintas terdekat menuju rumah sakit." Ucap Yeri cepat pada Lay. Sehun dan Yeri sempat bertatapan cukup lama, sebelum mereka mengakhiri kontak mata mereka karena suara erangan Donghae.

"Aku membutuhkan dokter sekarang!"

Sehun dan Yeri degan sigap langsung memapah tubuh Donghae menuju mobil mereka. Sedangkan Minzi, Lay, dan Myungso langsung menyeret Park Jaejong yang saat ini tengah terborgol sambil berjalan terseok-seok karena menahan perih di lengannya.

Untuk saat ini mereka telah berhasil menangkap Park Jaejong dan mereka berharap jika kasus mafia itu segera terungkap setelah mereka mengintrogasi Park Jaejong untuk mendapatkan nama-nama yang berdiri di belakang organisasi itu.

-00-

2 Jam sebelumnya~

"Bagaimana keadaanya?"

"Sejauh ini denyut jantungnya stabil. Tapi ia harus segera mendapatkan tindakan medis lebih lanjut untuk memulihkan kondisinya."

"Bawa dia ke Amerika. Menurutnya gadis itu bisa menjadi pion yang sangat berguna."

Seorang pria yang menggunakan seragam putih langsung mengangguk patuh dan segera pergi untuk menyiapkan alat-alat yang akan dibutuhkannya selama menempuh perjalanan dari Korea menuju Amerika.

Sementara itu Park Jaejong tampak begitu serius memperhatikan wajah seorang wanita yang entah mengapa telah berhasil membuat perasaanya menjadi campur aduk.

"Krystal Park, jangan pernah kecewakan ayahmu." Desis Park Jaejong pelan di depan wajah krystal yang tampak damai dengan berbagai alat-alat penunjang kehidupan yang terpasang di seluruh tubuhnya.

"Tuan, intel-intel itu sudah mengendus pergerakan kita. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Seorang pria berwajah sangar masuk ke dalam ruangan Park Jaejong dengan terburu-buru. Park Jaejong tampak berpikir sejenak sambil menatap tubuh kaku krystal lama. Mereka tidak boleh mengetahui rencananya yang akan memindahkan putrinya ke Amerika. Dan sekarang sudah saatnya ia keluar dari sangkar emasnya.

"Kita ke bandara sekarang. Aku akan menyerahkan diriku." Ucap Park Jaejong santai. Pria berwajah sangar yang sedang berdiri di depan bosnya langsung mengangkat kepalanya bingung dengan ekspresi terkejut yang tercetak jelas di wajahnya. Namun Park Jaejong dengan santai langsung berjalan kearahnya sambil menepuk bahu pria itu pelan.

"Jangan pernah menoleh ke belakang. Saat kau memiliki kesempatan, segera bawa pergi putriku sejauh-jauhnya dari Korea. Dan suatu saat kau harus mengatakan padanya untuk menjemputku."

Setelah mengucapkan hal itu Park Jaejong langsung berjalan pergi meninggalkan kamar Krystal untuk segera berangkat menuju bandara. Hari ini ia akan mengorbankan dirinya untuk sebuah masa depan yang lebih baik. Dan demi kejayaan bisnis keluarganya yang sangat berharga.

-00-

Donghae terbaring lemah di kamar rumah sakit setelah dokter berhasil mengeluarkan peluru yang bersarang di perut bagian kanannya. Peluru itu nyaris merobek dinding ginjalnya. Beruntung karena ia sering berolahraga untuk memperbesar otot-otot di tubuhnya, sehingga peluru itu hanya berhasil menembus lapisan ototnya saja.

"Ck, aku bosan."

Donghae mendengus kesal pada dirinya sendiri karena tidak ada siapapun yang menemaninya setelah melakukan operasi. Padahal dulu... hah, dia sekarang mulai bosan mengingat masa lalunya. Sekarang yang ada hanya dirinya dan Enzo, selebihnya, ia hanya sendirian. Dan semenjak Yoona pergi, ia menjadi sadar apa ituarti kehidupan, ia sadar jika semua manusia yang hidup ini nantinya akan mati. Jadi tidak ada alasan untuknya terus menangisi Yoona, ia harus bangkit untuk melanjutkan hidup sebelum ia juga akan menyusul Yoona menemui Tuhan.

"Huh, betapa dulu aku sangat ingin memasang foto ini di atas mejaku agar kau selalu menjadi penyemangatku Yoong. Tapi ternyata aku baru bisa melakukannya sekarang. Aku merindukanmu sayang. Tolong berikan aku kekuatan."

Donghae memejamkan matanya rapat-rapat sambil menggenggam foto Yoona yang selama ini selalu ini selalu berada di dalam dompetnya karena ia tidak mungkin akan memasangnya di atas meja kerjanya. Tapi mungkin sekarang ia bisa melakukannya. Setelah Yoona pergi, tak ada sandiwara yang perlu dimainkan lagi.

"Aku tidak bisa terus menerus berada di sini seperti orang cacat, aku harus kembali ke markas untuk mengintrogasi Park Jaejong keparat itu."

Srek

Donghae mencabut jarum infus yang menempel di punggung tangannya. Kemudian ia segera mencari bajunya yang berada di lemari di sebelah blangkarnya. Sambil sedikit merintih kesakitan, Donghae segera memakai semua kemejanya dengan lengkap dan bergegas untuk pergi ke markas. Persetan dengan larangan dokter yang tidak mengijinkannya untuk terlalu banyak bergerak, karena ia masih memiliki banyak tugas yang harus ia selesaikan.

-00-

Yeri berjalan pelan di dalam lorong markas sambil memikirkan semua kejadian yang terjadi hari ini. Sekelebat ingatan ketika sang kapten tumbang karena terkena timah panas yang menembus perutnya kembali terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Ia sebenarnya ingin tidak mempercayai indera penglihatannya, tapi apa yang ia lihat hari ini benar-benar nyata. Ia melihat Sehun menembakan peluru itu pada Donghae. Tapi sungguh ia sangat berharap jika sebenarnya Sehun hanya salah sasaran. Ia takut jika sebenarnya Sehun adalah mata-mata lain yang dimaksudkan Jaeshin.

"Yeri."

Yeri terlonjak kaget sambil menatap Sehun horor. Baru saja ia memikirkan pria itu, dan sekarang pria itu sudah berada di depannya dan sedang menatapnya dengan tatapan bingung dan juga khawatir.

"Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat." Komentar Sehun sambil mengamati wajah Yeri dari dekat. Yeri menghalau wajah Sehun yang tepat berada di depannya sambil berdecak kesal.

"Aku tidak apa-apa, jangan ganggu aku."

"Tapi kau sepertinya sedang tidak baik-baik saja, apa kau ingin kuantarkan ke dokter?"

Yeri menatap Sehun dalam dan langsung menarik tangan Sehun menuju sudut lorong yang terlihat sepi. Wanita itu menatap Sehun sungguh-sungguh, sedangkan Sehun tampak geli dengan ekspresi Yeri yang tidak seperti biasanya.

"Apa kau sedang ingin meniru adegan di dalam drama? Seorang wanita yang menarik tangan prianya kearah dinding, lalu menciumnya. Apa kau ingin melakukan hal seperti itu padaku?"

"Tutup mulutmu Oh Sehun, aku sedang tidak ingin bercanda denganmu. Katakan padaku apa kau yang menembak kapten Lee?"

Sehun tertawa keras dengan tuduhan Yeri yang menurutnya tak masuk akal itu.

"Apa aku terlihat sejahat itu? Untuk apa aku menembak kapten Lee, jangan konyol Kim Yeri." Ucap Sehun meremehkan. Yeri mendorong dada Sehun ke dinding sambil mencengkeram kerah kemeja Sehun erat. Ia harus membuat Sehun terpojok agar pria itu mau mengakuinya.

"Aku tahu semuanya Oh Sehun, kau..."

"Apa yang kau ketahui Kim Yeri?"

Tiba-tiba Donghae muncul di belakang mereka sambil menatap bingung pada dua orang manusia yang sedang berdiri di sudut lorong yang begitu sepi seperti itu.

"Kkkapten? Apa yang kapten lakukan di sini? Bukankah kapten sedang sakit?"

"Itu tidak penting Kim Yeri, apa yang kalian sembunyikan dariku?"

Donghae menatap kedua manusia itu penuh selidik, namun tidak ada diantara mereka yang ingin angkat bicara.

"Aaaku.. aku tahu jika Oh Sehun mencintai senior Im kapten, ttadi aku membaca buku hariannya."

Sehun membulatkan matanya tak percaya sambil menatap Yeri sebal. Bisa-bisanya wanita itu mengarang cerita yang sangat menggelikan seperti itu. Setelah ini harga dirinya sebagai pria sejati pasti akan rusak karena bualan Yeri.

"Hmm, kau mencintai isteriku, itu hakmu. Aku tidak berhak melarangnya."

Setelah mengucapkan hal itu Donghae segera berlalu pergi dari hadapan mereka berdua sambil berjalan tertatih-tatih menahan rasa nyeri yang menjalar disekitar perutnya. Mungkin setelah ini ia harus menyuntikan sedikit obat penghilang rasa sakit, atau morfin untuk mengurangi siksaan fisik yang menyakitkan itu.

"Dengar, aku akan membongkar rahasiamu Oh Sehun. Aku akan mengungkapkan kebusukanmu apakah kau pengkhianat itu atau bukan." Bisik Yeri penuh peringatan sebelum meninggalkan Sehun sendiri dengan ekspresi wajah yang tak terbaca.

"Aku bukan pengkhianat. Dan kau tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang sesungguhnya atas dugaanmu itu Kim Yeri ssi." Desis Sehun marah sambil memandang kepergian Yeri yang telah menghilang dibalik lift.

-00-

Di dalam sebuah klub yang berisik, seorang pria tua dengan dua orang wanita di kanan dan kirinya tengah menyesap whiskeynya santai sambil menikmati setiap stripes yang menjajakan tubuh mereka di depannya. Pria itu sesekali mencium pipi wanita muda di sebelah kananya sambil membelai paha wanita itu dengan gerakan seduktif. Malam ini ia sedang menikmati kemenangannya karena ia telah berhasil menjebak para intel itu dan membuat mereka mengira jika Park Jaejong akan berguna untuk mereka. Padahal sejak awal Park Jaejong adalah umpan. Pria itu meskipun telah ditangkap oleh Donghae dan anak buahnya, ia tidak akan memberikan jawaban apapun karena ini memang bagian dari rencana mereka. Pria itu sengaja menggunakan keponakannya untuk mengecoh para intel itu, sedangkan ia akan terus bergerak dengan bisnis ilegalnya yang akan semakin berkembang pesat.

"Mari kita rayakan kemenangan kita."

Pria tua itu mengangkat gelas whiskeynya tinggi-tinggi sambil bersulang dengan para rekan-rekannya yang selama ini juga telah bersembunyi dibalik kekuasaanya yang begitu besar.

"Keponakanmu sudah menjadi tahanan negara, lalu apa yang akan kau lakukan padanya untuk membebaskan Jaejong? Kau tidak mungkin akan menahannya bersama para intel itu bukan?"

"Hahaha... untuk saat ini aku akan membiarkan Jaejong berada di penjara itu bersama dengan para intel busuk yang selalu mengganggu bisnisku. Lagipula di sana aku sudah menempatkan orang-orangku untuk mengawasinya, sehingga ia akan tetap baik-baik saja meskipun berada di area musuh. Lagipula aku ingin mengetes kekuatan putrinya. Jika ia sudah sadar nantinya, aku akan menggunakannya sebagai pionku."

Pria itu menyulut sebatang cerutu dan menghembuskan asapnya dengan gaya ponggah yang terlihat begitu berkuasa.

"Tapi siapa yang akan menjaga wanita itu di Amerika?"

"Dia sudah memiliki Yunho, pria itu yang akan menjadi pengawal dan juga pelindung hingga wanita itu siap digunakan, cucuku, Krystal Park."

-00-

Jaekyung berlari-lari heboh sambil menggandeng tangan Enzo menyusuri lorong-lorong yang berada di markas. Setelah ia menghubungi Donghae dan pria itu mengatakan jika ia sedang terluka, Jaekyung dengan panik langsung pergi menyusul Donghae ke markas bersama Enzo yang tampak tidak mengerti dengan perubahan sikap Jaekyung yang semakin bar-bar itu.

"Lee Donghae!! Apa kau baik-baik saja?"

Donghae menatap Jaekyung datar dan kembali menekuni berkas-berkasnya yang berserakan di atas meja. Ketika Enzo datang menghampirinya dan meminta untuk duduk di atas pangkuan Donghae, Donghae langsung mengangkatnya sambil mengelus puncak kepala Enzo pelan.

"Hey, apa yang kau lakukan hari ini di rumah? Apa semuanya baik-baik saja?"

"Hari ini aku memasak pancake bersama aunty Jae, tapi masakannya tidak seenak mommy." Bisik Enzo pelan di telinga Donghae. Rasanya Donghae ingin tertawa dan mengejek Jaekyung. Tapi mengingat kebaikan wanita itu yang sudah mau membantunya untuk menjaga Enzo, rasanya itu tidak pantas untuk dilakukan.

"Mungkin lain kali aunty Jae akan melakukannya dengan lebih baik."

"Apa? Kalian sedang membicarakanku?" Tanya Jaekyung kesal sambil berkacak pinggang. Sungguh hari ini merasa sangat lelah karena ini adalah pengalaman pertamanya menjaga seorang anak kecil. Dan ia tidak tahu jika Enzo adalah tipe anak kecil yang begitu kritis akan hal-hal kecil hingga membuatnya lelah karena harus menjawab berbagai macam pertanyaan Enzo yang tidak ada habisnya.

"Terimakasih, kau telah menjaga Enzo hari ini."

Jaekyung tersenyum lembut pada Donghae sambil menganggukan kepalanya pelan. Akhirnya pengorbananya hari ini untuk menjaga Enzo tidak sia-sia karena ia mendapatkan sebuah ucapan terimakasih yang begitu tulus dari Donghae. Dan baginya ucapan terimakasih yang keluar dari bibir Donghae adalah sebuah keajaiban yang mungkin tidak akan didengarnya di lain waktu.

"Oya, apa kau baik-baik saja? Kudengar hari ini kau terluka karena menyergap seorang mafia. Aku sangat panik dan juga khawatir saat menerima panggilan darimu."

"Daddy tertembak?"

Enzo terlihat khawatir sambil meneliti tubuh daddynya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sepertinya kematian Yoona membuat pria kecil itu mengalami trauma. Terbukti saat ini ia begitu ketakutan dan seakan-akan ia akan kehilangan daddynya sebentar lagi.

"Jangan pergi, jangan tinggalkan Enzo."

"Daddy baik-baik saja. Hey, tidak ada yang perlu kau takutkan. Daddy akan tetap di sini bersama Enzo. Jangan cengeng, jangan tunjukan kelemahanmu di hadapan orang lain, terutama wanita."

Donghae mengingatkan ajarannya selama ini pada Enzo bahawa seorang pria harus selalu bersikap jantan dan tangguh, apapun yang terjadi.

"Syukurlah jika kau baik-baik saja. Eee... apa kalian ingin makan? Aku akan...."

"Jangan pernah memasak makanan apapun, karena masakan aunty Jae tidak enak."

Donghae tertawa terbahak-bahak mengejek Jaekyung yang saat ini sedang mengerucutkan bibirnya lucu karena tersinggung dengan tawa Dongha eyang mengejek. Tapi seketika ia merasa bersyukur dengan ketololannya dalam hal memasak, karena berkat kebodohannya itu, sekarang ia bisa melihat tawa lepas Donghae yang benar-benar lepas. Dan ini adalah tawa pertama Donghae setelah Yoona meninggalkannya.

"Lebih baik kita mencari restoran terdekat dan makan bersama. Aku tidak mau mengambil resiko keracunan karena makananmu Jae."

Jaekyung hanya mengangguk pasrah sambil berjalan mengekori Donghae dan Enzo yang sudah berjalan mendahuluinya sambil terkikik kecil entah karena apa. Tapi yang jelas saat ini wanita itu bersyukur karena ia dapat melihat senyum Donghae lagi setelah apa yang terjadi pada pria itu akhir-akhir ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro