Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#8

A Cover is Not the Book
#cerpen oleh Galatumn
_________

Mendapatkan pengumuman bahwa buletin teenfiction telah dibuka, membuatku ingin sekali menyampaikan suatu kisah yang menjadi sebuah pelajaran di mana semua orang tidak seperti yang kamu kira.

Kisah ini adalah kisah nyata yang terjadi di dalam ekstrakurikuler yang kuikuti. Di mana siswi itu mendapatkan kenyataan bittersweet di dalamnya.

Tenang, aku akan menceritakannya dalam suatu cerita yang memiliki karakter-karakter berbeda di dalamnya.

Sehingga, kamu atau bahkan para pelaku kisah lainnya tidak akan menyadari siapa dari karakter ceritaku yang mendeskripsikan mereka.

Tapi, tentu saja! Tidak menutup kemungkinan mereka akan merasa bahwa cerita di sini adalah kisah mereka.

Sekali lagi, aku hanya ingin memberitahu sebuah cerita di ekstrakurikulerku.  

Baik, akan kumulai.

Kisah ini berawal dari seorang siswi dari SMA swasta Angkatan Negara yang sudah dua bulan lamanya masuk ke dunia barunya tersebut. Namanya adalah Langit Senjakala, dan saat ini ia sudah berada di dalam ruang ekskul—atau panjangnya ekstrakurikuler di sekolahnya yang ia selalu ikuti di setiap hari Senin dan Rabu, tepat lima belas menit setelah bel pulang sekolah berbunyi.

Bukan tanpa alasan mengapa Langit rela untuk mengikuti ekskul yang termasuk padat untuk jadwalnya ini. Maklum saja, ekskul komputer yang diikutinya merupakan ekskul ‘juara‘ dari sekolahnya.

Hingga karena itu, anggota ekskul ini cukup ketat dalam memilih anggota dari murid baru kelas 10 untuk mereka latih menjadi penerus ekskul mereka yang membanggakan.

Tidak diduga bahwa Langit yang termasuk nekat mencoba mencalonkan diri di ekskul komputer ini diterima setelah tiga kali proses penyaringan, bersama sohib sebangkunya yang bernama Desta.

Tetapi, sejujurnya bukan hal seperti ingin masuk ke ekskul bergengsi saja alasan dari Langit masuk ke ekskul ini. Melainkan karena satu tujuan utama yang ia dapat setelah MOS (Masa Orientasi Siswa) berakhir.

Di mana, Langit ingin melakukan PDKT atau setidaknya membuat orang itu tahu keberadaannya lebih jelas di sekolah ini.

Ya! PDKT atau pendekatan. Dipercaya merupakan salah satu fungsi lain dari sebuah ekskul. Selain memang untuk mengharukan nama sekolah, tidak bisa dipungkiri bahwa ekstrakurikuler juga merupakan tempat bagi mereka yang ingin melakukan pendekatan atau bahkan bisa saja kita menemukan jodoh dengan istilah ‘cinta monyet‘ di sana.

Tidak percaya? Well, Langit merasa bahwa fungsi inilah yang menjadi penguat ia ingin masuk ke tempat ini.

Selain memang karena Langit pada akhirnya sangat menyukai praktik yang dilakukan di dalam ekskul ini, Langit dapat terus melihat orang itu lebih lama yang dengan berkarismanya membantu para juniornya untuk belajar.

Ya, sekali lagi Langit sangat ingin mengenal orang itu.

“Langit! Lihat tuh, Kakak pembimbingmu sudah masuk ruang!”  Tiba-tiba pada hari ini, Desta dengan heboh berbisik padanya saat seorang siswa yang lumayan tinggi masuk ke ruang ekskul komputer. “Gue enggak bisa bayangi, bagaimana cara kakak itu mengikuti dua ekskul di hari yang sama!” lanjutnya sambil terkikik, ia melambaikan tangan ke kakak itu dengan maksud menyapa.

Langit yang berada di samping temannya langsung mengetahui maksudnya dan segera mengangguk. Tidak dapat dipungkiri bahwa siswa itu memang memiliki jam terbang tinggi yang kadang membuat orang bertanya bagaimana ia melakukannya.

Dari seorang anggota OSIS yang aktif, bertalenta dalam dunia basket hingga mengikuti ekskul komputer yang memiliki jadwal padat ini.

Langit langsung sangat takjub ketika mendapatkan informasi ini pertama kali. Ia yang tidak bisa melakukan olahraga basket, akhirnya memilih untuk ikut ekskul komputer ini.

Awalnya tentu Langit mengalami kesulitan karena baru pertama kali mengenal komputer lebih dalam. Ia mempelajari banyak hal tentang komputer dari software hingga hardware, lalu bagaimana mengatasi beberapa kasus studi eror pada komputer hingga mengikuti forum diskusi atau sebuah seminar.

Namun memang dasarnya ia selalu ingin menyelesaikan sesuatu dengan rapi, Langit tetap kukuh mempelajari itu sampai pada akhirnya ia mulai menikmati apa yang dipelajari dalam ekskul-nya.

Apalagi ketika ia melihat sosok siswa itu di dalam ruangan. Langit akan mencoba mendekatinya atau sekedar menanyakan tugas. Langit tidak ingin terlalu mencolok!

Untungnya saat mereka semua berkumpul, siswa ini juga baru akan selesai latihan basketnya di jam yang sama. Ia akan selalu datang dengan pakaian anggota basketnya dengan karakteristik anak basket yang menempel banget di dirinya.

Namanya adalah Senjakala Putra. Ya, Senjakala yang sama tulisannya dengan nama belakangnya. Ia merupakan murid kelas sebelas yang menjadi pembimbing kelas 10A sewaktu MOS, kelas tempat Langit berada.

Pada masa sekolahnya ini, angkatan Langit masih merasakan betapa mengerikannya sistem senioritas yang terjadi di sekolahnya.

Bentakan, tuduhan serta perintah tidak masuk akal menjadi salah satu hal yang biasa mereka terima dalam seminggu masa MOS itu. Membuat Langit maupun teman-temannya yang lain harus menanggung risiko tersebut.

Selain kakak kelas yang super galak itu, tentu masih ada beberapa panitia MOS yang masih memilih untuk membantu mereka tanpa ketahuan panitia lain. Tentu saja, Senjakala ini termasuk ke dalam jajaran panitia yang mau membantu.

Walaupun ia tidak menampakkan hal itu dengan sangat jelas untuk menghindari tuduhan panitia lainnya, Senjakala selalu membantu untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Termasuk Langit. Ia baru merasakan sikap dari Senjakala itu ketika secara tiba-tiba Senjakala mengajaknya mengobrol setelah usai acara pengenalan kelas mereka.

“Wah kamu ya yang namanya Langit?” tanya Senjakala sambil tersenyum. “Langit Senjakala yang namanya sama dong dengan nama gue? Kok kamu kelihatan tegang amat. Yuk santai saja!”

Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Langit disapa begitu oleh murid berkarisma seperti Senjakala itu? Pada akhirnya, di hari mereka mengobrol tersebut, Langit memulai untuk mencari informasi lebih banyak tentang Seniornya itu.

Langit sangat ingin mengenal Senjakala namun harus dalam batas normal dan tidak berlebihan.

Jadi, sekali lagi... Langit yang tahu ekskul Senjakala langsung mencalonkan diri untuk mengikutinya.

Pada awalnya, Langit tidak berani untuk berbicara pada Senjakala. Ia hanya mengamati dengan batas yang normal, tidak terlalu berlebihan agar Senjakala tidak risih, ia juga selalu memberikan pertanyaan seputar komputer ketika Senjakala sedang menerangkan atau mempraktikkan tentang komputer.

Semua itu berlangsung begitu saja sampai pada minggu lalu, Langit mengajukan diri kembali untuk masuk ke tim merakit komputer pemula yang diketuai oleh Senjakala.

Sejak saat itu mereka mulai sering mengobrol. Walau pada waktu pertama ia lupa siapa itu Langit.

“Kak Senja,” kata Langit tersenyum untuk saat ini. “Baru kelar basketnya?”

“Ah, halo Langit,” balas Senjakala balas tersenyum. “Iya nih, gue sama tim baru kelar tanding. Biasalah, latihan.”

“Menang enggak kak?” sekarang Desta ikut menimpali. “Kalau menang traktiran!”

Senja hanya tertawa sambil langsung pamit untuk bergabung dengan kakak kelas lainnya. Langit menatap punggung Senjakala sambil tersenyum senang.

Desta kembali menyenggol Langit yang masih senang. “Dilihati mulu, kapan temenan?”

“Gue kan emang sudah temenan sama dia, Des?”

Desta mencibir. “Ya kali itu sih sudah kelihatan jelas. Dia senior ekskul kita! Pasti jadi temanlah. Maksud gue, temenan di instagram. Masa lo cuma mandang akunnya tanpa minta pertemanan sih?” tanyanya sambil cekikikan melihat Langit yang panik.

“Ih, Desta.” Langit memelas. “Kan sudah gue bilang gue mencobanya hari ini. Bawel banget ngomong lagi. Ngga sekalian pakai mikrofon terus diumumin ke satu sekolah biar satu sekolah tahu?!”

“Abis gue heran banget sama lo, tinggal klik berteman kan gampang? Gue aja udah temenan.”

Langit menghela napas dan mengambil sikap untuk diam. Apa yang dibicarakan oleh Desta ada benarnya. Seharusnya ia dengan ringan dan biasa saja meminta pertemanan instagram ke Senjakala seperti Desta, karena Senjakala saja langsung menerima permintaan Desta keesokan harinya.

Sedangkan apa yang dilakukan oleh Langit? Dalam seminggu ini ia hanya melihat foto-foto seniornya itu melalui ponsel Desta tanpa berniat berteman. Sampai pada akhirnya, ketika Desta sudah gemas dengan tingkah Langit, ia tidak meminjamkan ponselnya lagi dan menyuruh Langit untuk berteman dengan instagram Senjakala saja.

Akhirnya Langit memutuskan untuk hari ini bertanya dengan Senja dulu di pesan. Ia tidak mau langsung meminta pertemanan ke Senja secara percuma. Ia ingin agar Senja mengetahui keberadaan akun instagramnya. Untungnya ia memiliki nomor seniornya tersebut.

Ia kan suka dengan Senja dan ingin lebih dekat dengan kakak seniornya ini, bahkan ia mengikuti ekskulnya dengan sungguh-sungguh.

Siang itu, Langit tidak mengetahui betapa bisa manusia memiliki berbagai muka di depan manusia lain. Ia dengan percaya diri menulis pesan pada Senjakala untuk menyapa dan mengobrol dengan topik utama agar Senjakala menyetujui permintaan pertemanannya di Instagram saat malam hari.

Ingat sekali ia mengirimkan pesan itu jam tujuh lewat dua puluh sembilan menit dan baru dibalas oleh Senjakala keesokan harinya.

Balasan yang membuat Langit syok serta bertanya-tanya di mana salahnya.

“Gue harus temenan sama lo? Apa keuntungan yang gue dapat?“

Itu adalah balasan singkat yang diterima oleh Langit. Jika dilihat dari sisi positifnya, kalimat itu akan terasa seperti candaan ala Senjakala karena tidak ada kalimat titik ataupun tanda seru.

Tapi beda ceritanya jika pada hari saat Senjakala membalas, ia terlihat sangat jelas menghindari Langit sampai membuat Desta bertanya apa yang dilakukannya pada malam sebelumnya dan panik ketika Langit menangis.

Ya, ia sangat kecewa waktu itu. Senjakala yang biasanya ramah dan suka bergurau menjadi kaku jika bersamanya.

Sempat membuat Langit hampir memutuskan untuk keluar dari ekskul itu jika tidak dilarang Desta atau para senior lain yang tidak mendukungnya dengan berbagai pelatihan potensi yang diterima Langit.

Sejak saat itu, Langit memutuskan untuk tidak terlalu mudah percaya dengan sikap seseorang.

-=-=-

Ya, begitulah akhir dari kisah Langit.

Ia baru mengetahui bahwa orang yang disukainya dan dianggap baik itu ternyata bisa sejahat itu padanya.

Apa karena senior itu merasa Langit ke-geer-an? Atau ia merasa Langit menguntitnya sampai ke ekskul yang ia ikuti?

Padahal jika ditelusuri sebenarnya Langit memang berbakat di bidang komputer.

Entahlah apa alasannya. Tapi Langit ini merasa bahwa ia tidak bersikap berlebihan dan waktu itu hanya meminta seniornya untuk berteman.

Aku menceritakan ini bukan karena membenci senior tersebut ataupun menerangkan bahwa ekskul adalah tempat PDKT semata.

Tapi, ingin menitikberatkan pada dalam ekstrakurikuler, komunikasi serta sikap seseorang akan terlihat jelas karena di sana kerja tim sangat diperlukan.

Lagi pula tanpa rasa penasaran Langit tentang Senjakala itu, mungkin saja Langit tidak akan menemukan tempat yang cocok untuknya kan?

Ekstrakurikuler memiliki banyak sekali fungsi di dalamnya, sehingga berhati-hatilah ketika kita bersikap ya!

Seperti judul lagu dari film Marry Poppins: A Cover is Not the Book.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro