Todoroki x Zia
Sore itu, di kota Tokyo, di tengah keramaian penduduk yang sedang berlalu-lalang, hujan turun deras.
Aku sedang duduk di salah satu halte untuk berteduh. Sambil menunggu seseorang, aku memainkan smartphone-ku. Mengecek jam yang kini sudah pukul 7 sore.
Kenapa dia belum datang? Batinku.
Ini sudah lebih dari 1 jam semenjak ia berjanji untuk menemuiku di taman. Ketika itu aku senang sekali, orang yang selama ini kucintaiㅡTodoroki-kunㅡmengajakku berkencan untuk yang pertama kalinya.
Aku sampai berdandan rapih serapih mungkin. Berusaha menampilkan penampilanku yang terbaik.
Tetapi kini penampilanku menjadi acak-acakkan karena terbilas air hujan. Hanya make up-ku saja yang masih sempurna menghiasi wajahku.
Kesal? Iya.
Sedih? Apalagi.
Tapi tetap saja, aku ingin tetap menunggu Todoroki-kun sampai ia datang dan kita 'berkencan' bersama. Ini adalah hal yang selama ini kunantikan.
Sekali lagi aku mengecek jam di smartphone-ku. 15 menit sudah berlalu. Langit semakin gelap. Petir menyambar dimana-mana. Aku semakin menggigil disini.
Orang lainㅡyang tadi juga berteduh disiniㅡsudah pergi dengan menaiki taksi. Jadilah tinggal aku sendiri yang masih berteduh di halte ini.
Pernah terbesit dipikiranku untuk ikut pulang seperti mereka, tetapi pikiran itu langsung ku tepis jauh-jauh.
Bagaimana jika nanti ia benar-benar datang? Pikirku.
Angin berhembus kencang, aku semakin mengeratkan pelukanku.
"Maaf menunggu!" suara itu, suara Todoroki-kun yang sedang berlari tergesa-gesa dibawah air hujan yang membasahinya.
Aku senang. Sangat senang. Todoroki-kun akhirnya datang. Aku percaya padanya.
3 detik kemudian ia sampai di hadapanku dengan napas terengah-engah.
"Maaf, aku benar-benar minta maaf!" ucapnya sambil menundukkan kepala sedalam mungkin.
"Tidak. Tidak apa-apa, Todoroki-kun. Aku yakin kau pasti datang. Terimakasih telah menepati janjimu." Balasku.
Ia tersenyum kecil. Benar-benar manis.
"Bajumu basah." Ucap Todoroki-kun.
"Bajumu juga."
"Tidak usah pedulikan aku," ia menarik tanganku dengan tangan kirinya. Seketika tubuhku terasa hangat dan mulai mengeringㅡbersamaan dengan dirinya yang mulai mengering pula. "Sudah hangat?" ucapnya. Ternyata ia sengaja menggenggam tanganku untuk menghangatkan tubuhku dengan apinya.
"Sudah. Terimakasih banyak." Ucapku dengan senyuman semanis mungkin.
"Aku juga berterimakasih padamu." Jawabnya, membuatku mengernyit.
"Mengapa?" tanyaku bingung.
"Terimakasih karena sudah menungguku. Terimakasih sudah ada untukku. Dan... Terimakasih telah mencintaiku." Ucapnya dengan penuh ketulusan.
Semburat merah muncul di pipiku, tersipu malu.
"Sama-sama." Balasku.
"Ya sudah, ayo kita pergi ke restoran terdekat. Aku tahu kamu lapar." Ajaknya, menghilangkan suasana canggung yang baru saja terjadi.
"T-tapiㅡ"
"Aku membawa payung." Ucapnya sambil mengeluarkan payung berwarna hitam-merah.
"Sejak kapanㅡ"
"Ayo," Todoroki-kun memotong perkataanku lagi, dan langsung menarik tanganku dibawah payung menyeberangi jalan.
Tak lama kemudian, kita sampai di restoran terdekat yang bernama Makocha. Kami langsung duduk di bangku dua kursi yang berada di paling pojok dan memesan makanan.
Setelah pesanan selesai dipesan, suasana menjadi sedikit canggung. Wajar saja, ini adalah kencan pertama kami, semenjak 2 hari yang lalu hubungan 'kekasih' di antara kita terjalin.
Kami baru sempat berkencan dikarenakan Todoroki-kun yang amat sibuk. Dan aku juga baru pulang dari Tokyo untuk menemani adikku wisuda kemarin.
"Em... Sepertinya aku harus mengatakannya padamu." Ucap Todoroki-kun tiba-tiba, membuat lamunanku buyar. Aku menatap wajahnya penasaran.
"Aku datang terlambat karena Ayah memberikan banyak tugas untukku. Kau tau, kan', jika ia sangat menginginkanku untuk menjadi penerusnya. Walaupun aku membencinya, tetapi aku tetap harus melakukan itu demi ibuku.
Sebelum aku datang kemari, aku tidak diizinkan oleh Ayahku yang benar-benar egois itu. Ia terus menyuruhku untuk melakukan apa yang ia mau. Itu membuatku frustasi."
Aku terdiam, tetap mendengarkan apa yang Todoroki-kun curahkan.
"Lalu aku langsung jujur padanya, bahwa aku memiliki pacar dan ingin berkencan denganmu." Lanjutnya, membuatku terbelalak.
"APA?!" ucapku spontan dengan nada tinggi, membuat hampir seantero restoran melirik kami berdua dengan tanda tanya.
"Maaf-maaf," ucapku langsung dengan seringaian malu.
Pasalnya, Todoroki-kun telah memberitahu rahasia tentang hubungan kami kepada Ayahnya, yang jelas rahasia ini merupakan rahasia besar. Karena yang kutahu keluarga Todoroki adalah keluarga yang disiplin dan sangat keras, tidak membolehkan anak-anaknya pacaran diusia muda. Jika ada yang pacaran, sudah habis mungkin dihukum Ayahnya?
"Lalu, bagaimana kau bisa ada disini?" tanyaku bingung setelah suasana kembali normal.
"Ajaibnya, Ayah hanya tersenyum dan membolehkan aku pacaran denganmu. Tentu saja, dengan syarat aku harus menjadi penerusnya."
Aku tertegun, dan kembali bertanya, "kau menerima persyaratan itu begitu saja? Bukankah kau sangat membencinya?"
"Karena aku mencintaimu, Hanaki. Aku rela melakukan apapun untukmu. Dengan syarat, aku bisa terus bersamamu dan membahagiakanmu. Itu adalah surga untukku."
Jantungku berdegup kencang, mukaku merah tomat. Serela itukah ia untuk membahagiakanku?
Melihat ekspresiku, Todoroki-kun langsung mengusap rambutku.
"Kau manis ketika tersipu." Ucapnya, membuat wajahku semakin memerah.
Tak lama, makanan yang kami pesan datang. Katsu dan teh manis hangat untukku, dan ramen untuk Todoroki-kun. Todoroki-kun tidak memesan minum.
"Etto... Hanaki." Ucap Todoroki-kun disela kegiatan makan. Entah mengapa suasana menjadi lebih serius.
"Iya?" sahutku bingung.
"Ini sudah saatnya lebih serius, bukan? Kita sudah berumur 23 tahun."
"Maksudmu?"
"Maukah kamu menikah denganku?"
Aku tertegun. Todoroki-kun melamarku tiba-tiba. Jantungku berdegup amat cepat.
"Aku tahu, hubungan kita baru berjalan 2 hari. Tapi aku ingin secepatnya menikahimu. Dari awal aku memang berniat untuk serius denganmu. Aku ingin kamu menjadi pendamping hidupku, menjadi ibu dari anak-anakku kelak."
Tubuhku membeku, aku tidak bisa berkata apa-apa. Benar-benar membuatku terkejut sekaligus... Senang.
Sedetik kemudian, Todoroki-kun mengambil kotak kecil berwarna merah dari kantungnya. Ia membuka kotak itu, dan isinya membuatku terpukau.
Cincin kecil berwarna perak yang dihiasi mutiara adalah isi dari kotak tersebut.
"Aku akan mengatakannya sekali lagi," Todoroki-kun terlihat membenarkan posisinya. Sepertinya ia juga sedikit gugup. "Will you marry me, Hanaki Zia?"
"Yes, i do."
Aku langsung menjawabnya spontan, entah mengapa hatiku langsung mendorong untuk berkata, 'ya'.
Todoroki-kun tersenyum lebar. Kemudian ia langsung menarik pergelangan tanganku dan memasukkan cincin itu di jari manis. Aku ikut tersenyum melihat tanganku yang kini dihiasi cincin manis itu.
Tanpa sadar, kita menjadi sorot perhatian. Seluruh pengunjung dan pelayan yang melihat bersorak dan tepuk tangan, mengucapkan selamat. Itu membuatku semakin senang.
Todoroki-kun beranjak dari kursinya, lalu memelukku erat. Ah, ini adalah pelukan ternyaman di dunia.
"Todoroki-kunㅡ"
"Panggil aku Shouto."
"Shouto, terimakasih banyak. Terimakasih atas segalanya. Terimakasih..." Tanpa sadar, aku menangis. Aku terlalu senang hingga terharu seperti ini.
Shouto semakin mengeratkan pelukannya, "aku yang seharusnya berterimakasih, Zia. Terimakasih karena bersedia menjadi pendamping hidupku."
Aku tersenyum dan menatap mata Shouto. Dan...
Cup!
Ia mencium pipiku. Semburat merah kembali muncul di wajahku.
Ini adalah hari terindah yang tak akan pernah ku lupakan. Kencan pertama, sekaligus pelamaran di depan banyak orang.
Shouto benar-benar romantis. Meskipun ia terlihat dingin dari luar, tetapi aslinya ia memiliki kepribadian yang amat hangat.
"Mulai hari ini dan seterusnya, kita akan selalu bersama. Meski banyak sekali rintangan yang akan kita hadapi, hubungan kita tetaplah abadi."
.
.
.
The End.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro