Istri Polos
Pada setiap pertengkaran, Jonathan selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang berpikiran dingin. Bayi di gendongan Alana masih menangis, suara perseteruan mereka membangun tidur balita itu.
"Al, aku baru pulang. Aku butuh istirahat, bukan sebuah pertengkaran."
Alana memiringkan kepalanya, "Lelah? Lelah setelah bermain dengan perempuan di luar sana?!"
"Pelankan suaramu, kau membuat Fatia semakin menangis," Jo melihat bayi itu masih menangis kendati Alana telah mengayun-ayunkannya. "Aku lembur, lalu ketiduran di kantor. Jangan suudzon begitu, Al."
"Berhenti berbohong padaku!"
"Al, suaramu."
Alana melihat Fatia benar-benar semakin menangis tersadar bahwa ia memang sudah kelewatan. Ia memilih ke luar kamar untuk menenangkan dirinya juga Fatia.
Tidak benar-benar berbohong, Jo memang lembur semalam, tetapi setelah selesai bukannya pulang ia malah ke rumah Mira. Dan karena--lagi-lagi, Mira sangat hebat memuaskannya, Jo sampai kebablasan hingga subuh.
Sekarang ia harus merangkai kata pembujuk untuk Alana, istrinya yang cemburuan, agar pertengkaran mereka tidak semakin larut lagi.
Tapi semua itu akan ia lakukan setelah membersihkan diri.
Sekiranya sepuluh menit, ia sudah mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Rambutnya basah ia lap dengan handuknya lalu keluar mencari Alana.
Tidak perlu susah-susah, Alana hanya melipir ke ruang tengah, ruang keluarga mereka. Duduk di sofa panjang pink empuk sambil mengusap punggung bayi yang sudah terlelap di gendongannya.
"Sini, biar aku pindahkan ke tempat tidurnya. Aku tahu kau pasti sudah pegal."
Tampaknya mood wanita itu sudah membaik, maka dari itu ia memberikan Fatia pada Jo untuk dipindahkan ke ranjang tempat tidur si bayi.
Setelah selesai dengan urusannya, Jo kembali menjumpai Alana. Duduk di samping perempuan itu dan menggenggam tangannya.
"Maafkan aku. Seharusnya aku tidak ketiduran di kantor dan membuatmu risau, maaf juga sudah lupa mengabari."
Alana merasa ucapan itu seharusnya yang ia percaya bukan gosip murahan teman-temannya tentang Jo yang berselingkuh. Semenjak gosip itu beredar, Alana kesulitan untuk mempercayai Jo lagi, yang ternyata justru merusak hubungan mereka.
"Alana juga minta maaf udah nuduh Jo dengan sembarang."
Lalu isterinya itu ia bawa pada pelukan. Seperti biasa Lana akan luluh dalam hangatnya dekapan Jo. "Istriku tersayang, percayalah hanya kau wanita yang aku cintai di dunia ini."
"Alana juga cinta Jo, cinta banget."
***
Jo memeluknya dari belakang, saat ia sedang memasak sup ayam kesukaan pria itu. "Lihat bau menyedapkan apa di sini," kata pria itu menciumi leher Alana berbanding terbalik dengan ucapannya yang sedang memuji masakan Lana.
"Jangan menggangguku pria nakal." Alana mengambil sedikit kuah dan mencicipinya, "sempurna. Kau mau mencoba?"
Jo tahu Alana adalah isteri yang sangat telaten, bisa mengurus rumah dengan baik, mengurus anak mereka, dan handal memasak. Maka ia tidak perlu memastikan apa-apa lagi dari sup buatan Lana ini, ia tahu pasti rasanya seenak itu.
"Semua yang istriku ini masak pasti enak." Ia mencium bibir Lana, membuat kepala ditepuk oleh Lana.
"Kau! Sudah kubilang jangan ganggu aku."
"Morning kiss sayang, aku belum mendapatkannya pagi ini."
Alana bersemu merah. Semenjak menikah dengan Jo, setiap paginya Jo tidak pernah absen menciumnya. Katanya itu kebiasaan yang harus Alana biasakan, biar hubungan mereka semakin erat. Entah rumus darimana itu, tapi Alana menikmatinya.
"Fatia belum bangun?"
"Tadi dia menangis lagi, setelah menyusui, dia kembali tidur. Bayi memang butuh tidur yang cukup."
"Baguslah."
Alis Alana terangkat, melihat gelagat aneh Jo. Menuangkan sup-nya ke atas mangkuk dan meletakkannya di atas meja makan, Alana tersentak lagi-lagi Jo memeluknya dari belakang.
Sejak keributan seminggu lalu, Jo memang menjadi sangat manja dan romantis padanya. Sudah tiga hari ini Jo menempel terus pada Alana.
"Astaga, Jo. Lepaskan, lebih baik kau cepat sarapan dan berangkat kerja kalau tidak mau terlambat."
Melirik jam tangan di pergelangan tangannya, masih ada kurang lebih empat puluh lima menit lagi. "Aku butuh sarapan dirimu, Lana, sebentar saja."
Lana mengembuskan napas panjang, ia sudah memprediksi hal ini. Jo memiliki libido yang tinggi. Maka dari itu ia berusaha payah untuk mengimbangi pria itu.
Ia memutar tubuh menghadap Jo. Pria itu pun segera menyambar bibirnya. Pria itu mengangkutnya ke kamar dan ia berharap Fatia tidak terganggu dengan kelakuan orangtuanya. Sebab jika sudah begini, Alana tidak bisa menahan lenguhannya keluar.
Alana dan Jonathan menikah karena perjodohan antar keluarga. Ayah Lama dan Jo teman dekat, dan pada saat remaja sudah sepakat akan mengikat persaudaraan melalui menikahkan anak mereka kelak.
Awalnya Lana pikir hidupnya akan menderita menikahi pria yang tidak ia cintai, juga ia ragukan mencintainya. Apalagi desas-desus mengatakan bahwa Jo saat itu telah memiliki pasangan.
Namun, setelah satu tahun masa ta'aruf, lama memang, dua tahun pernikahan. Lana sadar cinta itu datang dengan sendirinya. Bisa melalui malam panjang yang mereka lalui, bisa dengan makan bersama setiap pagi, bisa dengan ciuman wajib tiap pagi. Entah sejak kapan tapi mereka segera memiliki rasa itu.
Kebahagiaan Lana lengkap setelah enam bulan lalu melahirkan seorang putri kecil yang cantik. Keluarga bahagia mereka kini sempurna.
Memang tidak sesempurna kedengarannya, mereka sempat bertengkar sekali-sekali, apalagi banyak orang yang dengki dengan hubungan romantis rumah tangga Lana dan Jo. Gosip tentang adanya orang ketiga pun kadang menghampiri. Gosip itu seperti kenyataan itu sendiri, begitu menggiurkan untuk dipercaya.
Berulangkali Alana goyah, tapi Jo selalu bisa meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanya kebohongan orang biar rumah tangga keduanya hancur.
Kepercayaan memanglah kunci dan setiap hubungan, maka ketika kau tidak bisa mempercayai pasanganmu jangan harap hubungan kalian bisa bertahan lama.
Alana bersyukur pada Allah telah dipertemukan dengan pria sebaik Jo. Yang penuh kesabaran, yang selalu mengalah, selalu sabar meyakinkan dirinya bahwa hubungan mereka sudah sempurna.
Maka ketika tadi pagi pesan dari Lia, sahabatnya, ia abaikan. Gosip itu tidak akan mempengaruhi dirinya lagi. Meski yang kali ini sangat meyakinkan, karena disertai foto Jo bersama perempuan lain di sebuah Mall.
Alana bulatkan tekadnya untuk percaya penuh pada kata-kata Jo. Bahwa wanita yang ia cintai hanya Alana seorang, pun Lana hanya mencintai Jo seorang.
Usai aktivitas pagi yang mendadak, dan selesai memberangkatkan Jo kerja Alana kembali ke dapur. Membereskan rumah, bekerja seperti biasa. Walaupun pangkal pahanya masih risi usai aktivitas 'itu', tetapi pekerjaan rumah tidak bisa menunggu, belum lagi Fatia yang mulai menangis di kamar.
***
Salam kenal untuk Alana dan Fatia keluarga kecil Jo.
Alana istri dan ibu yang baik, juga sangat mencintai Jo.
Duh, Alana apakah benar Jo hanya mencintaimu seorang? Hahaha, seharusnya kau mempertimbangkan kata sahabatmu Lia, bukan malah terlena buaian manis pria itu.
Wkwkw.
Cangtip1
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro