Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

70-The End|

Selamat membaca. Jangan lupa play mulmednya ya. Iya, ini part terakhir. Anggap aja itu soundtracknya Bukan Salah Jodoh. Dan jangan lupa, baca sampai habis ya. Iya, ada pesan terakhir di BSJ untuk kamu yang baca ini. Iya, kamu! Bacanya lambat aja, walaupun panjang, gpp ya. Cuma sekali ini kok aku sampai 3000-an word. Rekor ini mah wkwkwkw. Oke deh, itu aja, nanti kepanjangan. Here we go!

**
Pantai Ancol, Jakarta, 19.00 WIB.

Malam ini adalah acara reuni akbar SMP Karya Kencana. Banyak yang hadir di acara itu. Mulai dari yang sudah berkeluarga, sampai mereka yang baru tamat.

Tomi berdiri dengan sebuah gelas berisi minuman. Sejak tadi tenggorokannya terasa kering, sehingga ia memerlukan minum. Tomi meminum air itu secara cepat, hingga kandas karena kehausan.

Setelah lega menyegarkan tenggorokannya, Tomi mengedarkan pandangannya, hingga matanya terbelalak.

"Jessy! Lo kapan datangnya?" kaget Tomi melihat keberadaan Jessy. Memang Jessy sudah diundang, tapi Jessy menolak datang. Katanya ada urusan, nyatanya dia datang.

"Surprise! Kalau bilang-bilang, gak kejutan namanya." kekehan geli Jessy membuat senyum merekah di wajah Tomi. Kini Tomi sibuk mencari teman-temannya. Ya, belakangan ini memang mereka kurang komunikasi, khususnya Tasya yang belakangan ini menghilang bak ditelan bumi.

Tomi berbincang-bincang dengan Jessy, sesekali mereka tertawa, walau tak mengerti di mana letak lucunya.

Dari kejauhan, Tomi melihat kedatangan temannya yang mengalihkan pandangannya dari Jessy. Dia Jerry.

"Jerry! Astaga, lo datang juga? Sama siapa?" Jerry hanya menggeleng sambil tersenyum membalas pertanyaan Tomi. Kali ini, Jerry benar-benar datang sendirian, tanpa seseorang yang menemaninya.

"Kenalin, ini Jessy, yang gue bilang kemarin."

"Jerry."

"Jessy." Jerry dan Jessy berjabat tangan, dan saling memperkenalkan diri. Kalau dilihat-lihat, nama mereka hampir sama, tapi bukan berarti apa-apa.

Kini Tomi dan Jessy yang sedang mengobrol. Sementara Jerry, dia sibuk memegang handphonenya untuk mengusir rasa bosan yang melanda. Sejak tadi, Tomi masih berbincang dengan Jessy.

Tak lama, Tomi mengajak Jerry mengobrol tanpa ikut Jessy. Tomi takut dibilang teman yang lupa sahabat, karena masalah perempuan.

Di sana, mereka berdiri melihat kedatangan Aldo yang datang sendirian, tanpa seorang pendamping.

"Wesss lo datang sendiri juga, Do? Gue kira cuma gue yang sendiri." Dengan cepat Jerry merangkul Aldo dan berhigh-five ria. Begitu juga yang dilakukan Tomi pada Aldo.

Aldo hanya bergumam tak mau ditanya lebih dalam lagi. Setelah mengedarkan pandangannya, baru ia sadar, bahwa Vani dan Tasya tak kelihatan.
"Tasya sama Vani mana?"

"Hai guys!" Vani melambaikan tangannya ke arah ketiga sahabatnya itu, lalu berjalan mendekati mereka.

"Sorry, gue telat. Tadi ada pasien yang gak bisa ditunda pengobatannya," seru Vani sambil membetulkan tatanan rambutnya yang sedikit hancur seperti terkena angin.

"Buk dokter mah beda. Van, lo dokter spesialis saraf 'kan? Coba lo cek si Aldo, dia masih sarap kagak?" celetuk Jerry tiba-tiba. Dan yang selanjutnya terdengar, hanya tawa mereka yang menggelegar dan tinjuan lembut dari Aldo untuk Jerry. Tomi seperti sudah tobat untuk bersikap lucu. Mungkin, karena ada Jessy juga. Mereka bercanda gurau, membahas masa-masa SMP mereka dulu. Jessy yang tak tahu-menahu hanya terkekeh geli, ketika mereka membahas kekonyolan masa putih-biru mereka.

Pembicaaran itu tak lama terhenti, ada sesuatu yang lebih menarik pandangan, hingga pandangan mereka berempat jatuh pada seseorang yang selama ini menghilang.

Tasya.

"Hai.... Lama gak jumpa," serunya canggung. Tasya berjalan mendekat, sambil melambaikan tangannya pelan ke arah sahabatnya.

"Tasya! Lo kemana aja? Kita semua nyariin lo tau." Tanpa basa-basi Vani memeluk Tasya erat. Tak lama, Vani melepaskan pelukan itu. Kini giliran Aldo, Jerry dan Tomi merangkul Tasya gemas. Lama--- hingga akhirnya mereka melepaskan rangkulan itu dari Tasya.

"Maaf." Hanya itu kata yang bisa disampaikan Tasya.

"Udah... udah... gak usah melow ya, ini waktunya kita bahagia." Aldo merangkul pundak Jerry dan Tomi yang pas di sampingnya. Begitu juga Jerry dan Tomi yang berada di samping Vani dan Tasya, mereka saling berangkulan. Melupakan sejenak masalah jarak di antara mereka, yang renggang beberapa waktu ini.

Sekarang waktunya pesta dansa. Sudah terdengar aba-aba untuk berdansa sejak tadi, tapi mereka berempat masih diam. Ya, Tomi sudah berdansa dengan Jessy. Kini Aldo mulai mengulurkan tangannya mengajak Tasya berdansa, begitu juga Jerry, dia mengajak Vani berdansa.

"Sorry..." Suara bisikan Vani masih terdengar Jerry. Jerry langsung mendongak dan tersenyum tipis pada Vani, lalu menggelengkan kepalanya lemah.

"Kali ini waktu persahabatan kita. Jangan bahas yang lain, oke?" Vani mengangguk membenarkan ucapan Jerry.

Sementara Aldo dan Tasya, mereka berdansa bagai perang. Sejak tadi mereka malah adu cubitan bukan berdansa. Gelak tawa dan ringisan terdengar dari mereka berdua.

Kalau dipikir-pikir Aldo, hubungan persahabatan mereka sejak dulu sudah sangat berbeda dengan sekarang. Aldo terkekeh geli, kalau membayangkan masa SMP nya bersama Tasya. Sedangkan Tasya, ada banyak rasa bersalah dan penyesalan yang ingin disampaikannya, tapi Aldo langsung memotongnya. Hari ini akan jadi hari bahagia mereka, bukan lainnya. Itu tekad dan prinsip Aldo.

Lama mereka berdansa, hingga sebuah pamandangan yang membuat mata Jerry dan Aldo terbelalak. Hal itu menghentikan dansa mereka.

"Luna!"

"Tania!" seru mereka berdua bersamaan. Sementara nama yang dipanggil hanya tersenyum geli dan saling pandang.

Flashback On.

Awal pertemuan Luna dengan Tania bermula saat kejadian tadi. Luna dan Tania berdiri berdekatan. Tidak, mereka tidak saling kenal. Hanya baru bertemu ketika hendak masuk ke lokasi pesta. Luna kelihatan kebingungan sewaktu mencari keberadaan Aldo, dan Tania menghampiri Luna.

Setelah Tania mendekati Luna, Tania bertanya pada Luna.

"Nyari siapa? Keliatannya lagi bingung?"

"Ehh... nyari Aldo. Gue dengar, SMP dia lagi ngadain acara reuni, makanya gue datang," balasan Luna membuat alis Tania naik.

"Aldo Elizer, ya?" tanya Tania memastikan. Luna mengangguk dan menatap Tania penuh harap. Ya, Luna berharap, gadis di hadapannya ini mengenal Aldo.

"Kenalin. Tania, kak. Adik kelasnya kak Aldo Elizer waktu SMA." Tania mengulurkan tangannya kepada Luna, dan Luna membalasnya.

"Luna, temannya Aldo."

"Tania lagi mau cari orang juga di dalam, namanya kak Jerry, dia temannya kak Aldo. Ayo deh kak, kita barengan aja ke dalam."

Begitulah awal pertemuan mereka. Hingga Tania melihat Tomi berdansa dengan seorang gadis.

Kak Tomi di sana, pasti kak Jerry sama Kak Aldo gak jauh dari kak Tomi.

Tania mengedarkan pandangan, dan yup! Tania menemukan Jerry juga Aldo yang sedang berdansa dengan seorang gadis.

Tania mengajak Luna untuk mendekat ke arah Aldo dan Jerry. Dan di sinilah mereka sekarang.

Flashback Off.

Luna mendekat ke arah Aldo, dan Tasya menjauh dari Aldo untuk memberikan waktu antara Aldo dengan Luna. Di sana, Luna datang dengan tampilan yang sangat memukau. Rambut luna diikat setengah, dengan kaca mata bertengger di atas kepalanya.

"Hai, lama gak jumpa." Perkataan Luna barusan membuat ekspresi Aldo berubah 180 derajat.

"Gue, baik. Tapi gak sebaik kalau ada lo." Kekehan geli Luna keluar begitu saja. Entah kenapa, wajah Luna begitu bersinar bagi Aldo. Dengan gerakan lamban, Aldo mengulurkan tangannya untuk mengajak Luna berdansa dengan berkata, " Mau dansa bareng?" Dengan anggukan cepat, Luna membalas pertanyaan Aldo. Aldo memegang tangan Luna, begitu juga sebaliknya.

Semilir angin malam yang menyejukan hati, menyapu ke wajah Luna, juga Aldo. Rambut Luna sampai berantakan terkena angin pantai itu. Luna berusaha membenahi rambutnya yang berantakan, tapi Aldo menahan pergerakan tangan Luna.

"Jangan dirapiin, sini biar gue yang rapiin." Aldo berhenti berdansa, dilihatnya tampilan Luna, lalu Aldo berjalan ke belakang Luna. Aldo menahan tangan Luna yang hendak merapikan rambutnya. Aldo malah melepaskan ikat rambut yang mengikat rambut Luna, lalu digulungnya rambut Luna dengan rapi. Kaca mata yang tadinya bertengger di kepala Luna, dilepas Aldo dan dipakaikan Aldo untuk mempertajam pengeliatan Luna. Luna terkesikap melihat tingkat Aldo. Wajahnya terlihat bingung dan minta penjelasan.

"Gue lebih suka tampilan lo yang dulu, dengan sifat lo yang sekarang. Bagi gue, lo gak perlu ngubah tampilan lo. Lo selalu terlihat cantik di mata gue. So, be your self." Aldo menyentil rambut Luna yang sudah digulungnya. Kini, mereka lanjut berdansa lagi. Di tengah dansa, mereka kerap tertawa dan bercanda gurau.

Sama halnya dengan Jerry, dia berdiri di hadapan Tania dengan tatapan tak percaya. Matanya terbelalak juga mulutnya yang setengah terbuka.

Melihat kondisi seperti ini, membuat Vani berbuat seperti yang dilakukan Tasya juga. Vani mundur teratur agar tidak terlalu ketara kepergiannya. Vani mendekat ke arah Tasya, dan di sana, mereka berdua memandangi Jerry, Aldo juga Tomi yang sedang di depan wanita tambatan hati mereka.

"Biasa aja dong, Kak," seru Tania sambil tertawa yang tak bisa ditahan.

"Ketawa aja, jangan ditahan." Perkataan Jerry barusan justru membuat tawa Tania berhenti.

"Nia, lo-- maksud gue, kamu kok bisa di sini?" Pertanyaan Jerry dibalas senyuman manis Tania. Entah kenapa, berada di dekat Tania, membuat Jerry seperti orang bodoh. Jerry lebih memilih menggunakan aku-kamu ketika di hadapan Tania. Entah maksud apa, padahal Jerry bukan siapa-siapa Tania 'kan?

"Tania ke sini diundang kak Sandi. Dia kan alumni sini juga. Hem... tiga tahun di atas kak Jerry." Pantas saja Jerry tak mengenal Sandi, ternyata tiga tahun di atasnya. Sejujurnya, ada rasa sakit ketika mendengar jawaban Tania barusan. Jerry pikir Tania memberikannya kejutan, sama seperti yang Jessy berikan pada Tomi, nyatanya tidak. Mimpi dan harapan Jerry terlalu tinggi sepertinya.

Jerry ingin bertanya pada Tania, Sandi itu ada hubungan apa dengan Tania. Tapi, Jerry terlalu takut untuk mendengar jawaban dari Tania. Jerry takut kalau hatinya tidak tahan mendengar jawaban itu, jadi dia lebih memilih tenggelam dalam rasa penasarannya.

"Kak Jerry, bentar ya? Tania dipanggil Kak Sandi." Tania langsung pergi ke arah Sandi yang memang berdiri cukup jauh dari keberadaan Jerry.

Di sana, Jerry melihat Sandi yang pernah ditemuinya tempo lalu.

Sebentar--- Sandi berdiri di sudut sana, di bawah teratap yang sengaja di buat panitia reuni, sedang berhadapan dengan seorang wanita. Perempuan yang kelihatannya seumuran dengan Sandi tengah tertawa bersama.

Tania menghampiri Sandi dan di sana dia menjabat tangan wanita yang berada di samping Sandi. Sebenarnya siapa wanita itu?

Jerry terus memperhatikan kedekatan wanita itu dengan Sandi, sampai lupa keberadaan Tania. Tania sudah tidak berada di sana.

Tania ke mana? Kenapa dia gak ada di sana?

Dalam hati Jerry terus bertanya-tanya tentang keberadaan Tania. Sudah sejak tadi Jerry mengedarkan pandangannya, namun tak juga ditemukannya. Hingga sebuah suara tak asing di indera pendengaran Jerry menghentikan aksi Jerry.

"Kak Jerry nyari siapa?" Tepukan di pundak Jerry membuatnya kaget setengah hidup. Buru-buru Jerry membalikkan badannya, dan terlihatlah Tania sedang teryawa geli, menertawakan Jerry.

"Kak Jerry ngapain liat mereka segitunya? Kak... Kak..." Tania terkekeh melihat tampang Jerry yang tak bisa dikondisikan.

"Ta-nia, sejak kapan kamu ada di sini?" Jerry terbata bertanya pada Tania.

"Sejak Kakak liatin mereka berdua," balas Tania dengan tawa yang belum mereda. Lama kelamaan, Jerry kesal ditertawakan seperti itu. Apa Tania tidak tau? Bahwa Jerry seperti itu karena mengkhawatirkan hubungan Tania dengan Sandi. Wajah Jerry sudah mutung. Ditekuknya wajahnya hingga beberapa lapisan.

"Oh, jadi kamu dibawa si Sandi ke sini? Mau ngenalin kamu sama temannya?" Ada nada cemburu dalam kalimat Jerry barusan.

Melihat itu Tania jadi sadar, bahwa pikiran Jerry mengarah pada hal itu. Tania tak dapat menahan tawannya, dia benar-benar kehilangan kontrol tawanya. Jerry jelas saja semakin kesal dibuat Tania.

"Maaf... maaf, Kak. Tania kebablasan ketawanya. Habis, Kak Jerry lucu banget ekspresinya. Kenapa coba kakak liatin mereka segitunya? Dan malah mikir gitu lagi?"

Jerry tak mau membalas perkataan Tania. Dia terdiam dengan wajah datar. Melihat itu, Tania jadi semakin tak enak hati.
"Kak Jerry, Kak Sandi itu tunangan kak Grace--- perempuan yang tadi di sebelah Kak Sandi. Jadi, Kak Grace itu kakak sepupuku, makanya aku jadi dekat sama Kak Sandi." Seperti mendapat lampu hijau, Jerry langsung mengerti arah pembicaraan Tania. Jerry tersenyum penuh arti pada Tania. Tania yang melihat itu, malah jadi kebingungan bercampur takut.

"Berarti si Sandi, Sandi itu bukan siapa-siapa kamu, 'kan?"

"Dia calon suami kakak sepupuku, Kak." koreksi Tania pada perkataan Jerry.

"Kalau gitu kamu mau gak sama aku aja?" Tawar Jerry membuat Tania mencebik bibirnya.

"Yang romantisan dikit kek, Kak. Buat Tania sampai baper deh, baru Tania terima."

"Oke!" balas Jerry semangat. Tantangan Tania disanggupi Jerry. Segera Jerry mengarang kata-kata manis nan indah untuk Tania.

Di saat Jerry mencoba menyampaikan kalimat yang sudah ia susun, tiba-tiba lagu pengiring dansa berhenti dengan sebuah pengumuman dari mc acara reuni ini.

"Oke teman-teman, kali ini ada request dari seseorang, jadi kita wujudkan aja. Siapa lagi kalau bukan penyanyi bersuara merdu, Exel!" tepukan tangan dari peserta reuni membuat Tasya cengo. Wajah tablonya terlihat jelas.

Jreng...

"Lagu ini saya persembahkan buat seorang gadis yang ada di sana!" tunjukan Exel membuat semua pandangan mata tertuju pada Tasya. Tasya semakin gerogi. Dilanjutkan Exel lagunya yang tertunda.

All I hear is raindrops.
Falling on the rooftop.
Oh baby tell me why'd you have to go.
Cause this pain I feel It won't go away.
And today I'm officially missing you.

I thought that from this heartache I could escape.
But I fronted long enough to know.
There ain't no way And today I'm officially missing you.

Oh can't nobody do it like you.
Said every little thing you do.
Hey baby say it stays on my mind And I, I'm officially missing you.

Mata Tasya memanas mendengarkan setiap lirik lagu yang dinyanyikan Exel. Di sana, Exel bernyanyi dengan penghayatan tinggi membuat Tasya jadi terbawa suasana. Sejujurnya, perasaan Tasya sama dengan lirik lagu yang dinyanyikan Exel barusan.

Terlihat Exel akan segera menyudahi lagunya, dan tanpa aba-aba, Tasya segera berlari, ia mau melarikan diri karena tak kuat harus menutupi perasaannya. Ya. Waktu tuga tahun lebih kedekatannya dengan Exel bukan singkat, meski hanya sebentar bersama secara langsung, dan selebihnya hanya melalui telpon membuat Tasya nyaman dengan Exel. Melihat Tasya yang akan pergi, membuat wajah Exel tampang berubah. Ada raut kecewa di sana. Dengan lamban, Exel turun dan mc reuni melanjutkan acara lainnya.

Tapi, Tasya tak jadi pergi, ada Vani yang langsung menahan Tasya di sana.

"Lo mau ke mana, Sya? Pestanya baru dimulai?" senyuman manis Vani merekah melihat wajah Tasya.

"Ke toilet, Van. Bentar," dengan gesit Vani menarik tangan Tasya lagi.

"Jangan bohong! Hadapi kenyataan, oke? Itu ada Exel, dia mau ngomong sesuatu sama lo," seru Vani yang sudah mendorong pundak Tasya agar sudah lebih dekat dengan Exel. Di sana, Exel sudah berdiri di belakang Tasya. Entah sejak kapan. Yang jelas, itu semakin membuat Tasya bingung harus bersikap seperti apa.

"Ekhm.." suara deheman Exel membuat Vani mengerti bahwa mereka berdua butuh privasi, dan Vani langsung pergi.

"Kayanya gue jadi obat nyamuk kalau di sini. Dah Tasya! Buat lo, semoga sukses ya, Xel!" Vani menepuk pundak Exel gemas. Di sana, di pundak orang yang barusan ia tepuk, Vani pernah menyadar di saat sedih. Kini pundak itu bukan lagi sandarannya.

"Hai, apa kabar?" tanya Exel canggung. Exel sendiri mengutuk kalimat awal yang dipilihnya.

"Baik, kamu?" balas Tasya dengan menduduk, lalu mendongakan kepalanya, kemudian menyelipkan anak rambutnya ke telinga. Benar-benar terlihat sedang gugup.

"Seperti yang kamu lihat." Senyuman manis merekah dari Exel, menatap intens wajah Tasya. Setelah balasan itu, tak ada lagi pembahasan antara mereka. Satu menit, dua menit, hingga lima belas menit--- tak ada percakapan. Exel benci keadaan ini, maka dia membuka pembicaraan dengan Tasya.

"Kamu dengar waktu aku nanyi?" Tasya hanya mengangguk tanpa suara.

Exel menarik napasnya pelan. "Lagu itu buat kamu." Kini pandangan Tasya yang tadinya menunduk, sudah mendongak ke arah Exel.

"Semua yang aku lantunkan bukan sebatas lirik, itu kata hatiku," seru Exel semakin membuat napas Tasya tercekat. Jantungnya berdetak lebih cepat dan buliran keringan mulai terlihat di dahinya.

"Jadi gimana?" Pertanyaan yang butuh jawaban yang sulit dijawab Tasya, meluncur begitu saja.

"Gitu gimana?" Gugup Tasya mengigit bibir bawahnya, untuk menahan rasa groginya.

"Aku rasa kamu paham arah pertanyaanku. Tapi, kalau kamu mau aku jelasin, oke, aku bakal jelasin. Gimana perasaan kamu ke aku? Apa perasaan kamu sama kaya yang aku rasakan? Seperti lirik lagu tadi, I miss you so bad, Riel. I can't tell you how much I missed you, because there is no word can describe my feeling. Do you know, I got stress when I lost you. Well,what do you feel now?"

"Ex-el, aku--" Tasya menoleh sebentar ke belakang. Di sana, masih ada Vani yang tak jauh dari mereka. Terlihat Vani mengangguk cepat dan tersenyum ke arah Tasya seolah berkata 'Iya. Bilang iya, Sya!'

Tasya tak dapat membohongi perasaannya. Waktu tiga tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk melenyapkan rasa nyaman pada sosok Exel. Tapi, Tasya terlalu takut untuk mengambil keputusan menerima Exel. Meski Tasya sendiri memiliki rasa yang sama seperti yang Exel miliki.

Tasya menoleh lagi ke belakang, di sana bukan hanya Vani yang ada. Ada Aldo, Jerry, Tomi dan Deo, beserta pasangan mereka. Ya. Deo diundang oleh Vani. Dan mengenai keberadaan Exel, itu adalah rencana Vani juga Deo. Mereka yang sengaja menyusun rencana pertemuan Exel dengan Tasya. Vani sudah memastikan kehadiran Tasya lewat pesan yang disampaikannya pada Mamanya Tasya. Tapi, di awal pertemuan dengan Tasya, Vani bertingkah seolah tidak menghetahui kehadiran Tasya. Nyatanya, kelompok sahabat itu sudah mengetahui akan kedatangan Tasya.

Dengan menelan salivannya berat, Tasya menganggukkan kepalanya lemah sambil berkata, "Iya, aku juga memiliki perasaan yang kamu rasakan, Xel." Tasya menunduk mengatakannya. Bahkan, kata-kata balasan Tasya terdengar sangat baku, seperti sedang belajar Bahasa Indonesia.

"Karena kita punya perasaan yang sama, Jadi, apa kamu bareng sama aku membangun keluarga kecil yang hangat?" Tasya langsung kaget mendengar perkataan Exel.

"Riel, ini ada cincin yang jauh-jauh hari aku persiapkan. Maaf, kalau bayangan kamu aku bisa melamar dengan kata-kata romatis, aku gak se-romantis itu. Yang aku tahu, ada kebahagiaanku di diri kamu, dan aku juga akan buat kamu bahagia. Karena kebahagiaan kamu adalah kebahagiaanku juga. So, Riel, will you marry me?"

Bagai disambar petir, Tasya kaget bukan main. Dilihatnya Exel sudah melangkah, mendekat ke arahnya dengan cincin berwarna keemasan, atau mungkin memang emas.

Lagi. Tasya melihat ke belakang. Di sana para sahabat, pasangan sahabatnya, juga Deo tengah berdiri dengan menunggu jawaban Tasya. Mereka semua sangat antusias ingin mendengar jawaban 'Ya' dari Tasya.

Dengan tangan gemetar, bibir yang keluh dan kaki yang sudah melemas bagai jelly, Tasya meraih cincin itu sambil berkata, "Yes, I will."

Mendadak lokasi pesta berubah menjadi lokasi syuting. Tidak, bukan sebuah settingan. Tapi, pandangan mata mereka semua jatuh pada Tasya. Menonton aksi Exel yang melamar Tasya di hadapan orang banyak.

Ada kembang api yang tiba-tiba menyambar langit. Bukan tanpa sebab, itu semua kerjaan Vani.

Suara riuh tepukan pertanda selesainya acara lamaran Exel. Di sana, mata Tasya mulai berkaca-kaca. Dia tersenyum dalam tangisnya yang ditahan. Tak lama, Exel mengajak Tasya berndansa. Aldo dan Luna, Jerry dan Tania, serta Tomi dan Jessy, mereka semua berdansa di bawah sinar rembulan.

Dari kejauhan, Vani melihat para sahabatnya yang dimabuk asmara. Dalam diam Vani menangis.

"Lo nangis?" tanya Deo yang masih berdiri di samping Vani sejak tadi.

"Engga. Gue cuma kurang paham gimana caranya mengekspresikan tawa dengan benar." Vani terkekeh sumbang dengan ucapannya sendiri.

"Lo bohong. Lo jangan sedih, Van. Lo gak sendiri kok, masih ada gue." Seulas senyum itu menyapu kesedihan di hati Vani, setidaknya sedikit mengobati.

"Serius, gue gak sedih. Ini mata gue kelilipan, atau mungkin terharu kali ya?" kekeh Vani memperlihatkan deretan gigi putihnya. Selanjutnya, tangan Vani beranjak, berniat menghapus air mata yang sudah jatuh entah sejak kapan.

"Gak usah bohong! Alasan lo klasik, Van."

Deo yang melihat masih ada raut sedih di wajah Vani, diam-diam merapat, Deo menghapus jaraknya dengan Vani. Genggaman sebuah tangan hangat, seolah pasangan tangan yang pas menemui tangan Vani. Itu adalah tangan Deo. Deo menggenggam erat tangan Vani.

Vani mendongak melihat Deo, di sana Vani menemukan senyuman hangat Deo. Tak lama, Deo mengulurkan tangannya pada Vani sebagai tanda mengajak dansa, dan Vani menerimanya.

"Ayo kita dansa!" Dan di sinilah Vani dan Deo sekarang. Ikut berdansa dengan sahabatnya juga pasangan sahabatnnya masing-masing. Deo dan Vani berdansa dalam diam. Sesekali Vani menunduk untuk menghilangkan rasa canggungnya.

"Jangan sedih lagi ya? Lo harus tetap bahagia. Kalau lo gak tau apa alasan untuk lo bahagia, anggap aja gue jadi alasan kebahagiaan lo. Karena kalau lo bahagia, gue juga ikut bahagia. " Setelah mendengarkan perkataan Deo, Vani mendongakkan kepalanya. Pas sekali! Deo juga tengah menunduk melihat Vani yang memang pendek.

Di sana, Vani dan Deo saling bertatapan--- lama hingga suara tawa dari mereka berdua menjadi akhir dari acara tatap-tatapan itu.

Tak lama, Exel kembali naik ke atas panggungm Di sana, Exel bernyanyi lagu Bukan salah jodoh. Pas sekali dengan jalan cerita mereka. Dari bawa panggung, Tasya tersenyum melihat Exel. Sementara yang lain, mereka asyik menonton dan minum bersama pasangan masing-masing.

Akhirnya mereka semua bahagai dengan kebahagiaannya masing-masing. Tasya yang sudah menerima lamaran Exel. Aldo dengan Luna yang sudah dijodohkan. Tomi dengan Jessy. Jerry dengan Tania, juga Vani dan Deo yang sepertinya akan menyusul kebahagiaan di jenjang berikutnya seperti sahabatnya itu.

Vani berdiri di samping Deo, di sana mereka tersenyum melihat Tasya dan Exel yang nampak sangat bahagia. Vani tak mau lagi mengusik kebahagiaan Exel, dia sudah mengikhlaskan Exel dan menemukan jalan barunya. Baginya, cinta yang dewasa itu adalah ketika kita tidak memaksakan kehendak kita, melainkan membiarkan dia memilih kebahagian itu kepada siapa ia akan datang. Karena sejatinya cinta adalah kasih, yang bersikap membebaskan dan mengikhlaskan, bukan memaksakan.

*Tamat*
------------------------------------------------------
*
*
*
*

*
*

*
*
*
*
*
*
*
Scroll terus...
*
*
*
*
*
*
*
Mau aja ya ditipu. Wkwkw Bukan Salah Jodoh udah benar-benar tamat. Kalau ada yang ingin ditanyakan, tanya aja di kolom komentar. Pasti akan aku jawab kok.
Tanya di sini aja, deng>>🔳🔳🔳

*
*
*
*
Eng, ing, eng. Baca Noteku sampai habis ya. Wkwkw. Aku tau ini panjang. Gpp deh ya, udah endingnya juga.

A/N

BSJ benar-benaran tamat. Sorry buat kalian yang gak suka endingnya, tapi sejak awal emang gini bayanganku.

Well, BSJ pertama kali terbit bulan Juli tahun 2017. Hemm... udah setahun lebih yakan? Wkwkw makanya ku tamatin. Kemaren hiatus panjang, makanya gini. Aku harap kalian suka endingnya. Gak nyangka banget, akhirnya BSJ kelar juga😆 leganya. Aku menepati janjiku ya, buat namatin BSJ tanggal 11 Agustus wkwkw.

Sebelum berakhir, aku juga mau ngucapin makasih banyak dan maaf buat teman-teman baca cerita kegabutan ku ini wkwkw. Revisi otw deh. Kalau mau cerita yang banyak pesan moralnya, monggo, ke next workku aja!

Makasih banyak buat teman-teman wp ku udah kasih support. Ada:
Alyssaz__, rgnnva, malapalas fierysh, Blaxezy_, sparkleinureyes, dindastdj, hannfridd, Catatan-Pelampiasan, dievika, FistaaDewii, Ikdales039,
classychessy, jesih18, dan Chrystalstories. Makasih atas semangat, kritik dan sarannya. Tanpa kalian aku gak akan seperti ini💕

Gak lupa sama temen-teman real lifeku yang punya wp, makasih udah bantu dan kasih semangat, sering nanyain dan bilang 'kapan tamatnya, Han?' 'Ayo dong, cepat updatenya, biar langsung baca. Kalau gak tamat, aku gak mau baca, nanti nanggung.' Wkwkww sankyu, Gaess! Ada: AndyTambunan, TinsiArt, melisvs, LamhotPasaribu, AydhaRay, qoniii, FarisaLatersiana, fitrisaskiamrp_, Florenza dan Qori Naura. Oke, ini aku persembahkan untuk kalian💕

Tak lupa pembaca wp ku yang mulai gak sider, yang tak bisa kusebut satu-satu. Hihihi.... Makasih banyak udah pada komen, vote dan masukkan BSJ ke reading list kalian, ada juga yang udah follow tapi gak ninggalin jejak, tapi gak papa. Aduh... aku gak nyangka banget. Terhura aku tuh 😭 (Biarin mau dibilang lebay, emang aku lebay😂😂)

Akhirnya aku mau mengucapkan makasih banyak buat teman-teman semuuu-a yang udah pada baca, luangin waktu untuk cerita anehku ini wkwkw. Ku tunggu komentar dari kalian! Sampai jumpa di karyaku selanjutnya!😉

Merci beacoup pour a thous : comentaire, vote, et support!

Tu es toujours dans mon coeur💕

Medan, 11 Agustus 2018.


Ttd, Hana. Xoxo 💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro