54-Bahagia bersama mereka
Selamat Membaca😊
Ini part agak panjang dari biasanya, seharian rombak ginian dah😂
***
"Lo kapan balik, Sya?" tanya Tomi yang sedang duduk di hadapan Tasya.
"Besok, Tom,"
"Kok cepat banget?"
"Kan masih harus sekolah Senin, jadi besok harus balik,"
"Ya cepat banget, padahal gue belum curhat ke elo, Sya," Aldo memelas minta didengar curhatannya.
"Curhat apa? selagi aku di sini, curhat aja. Besok aku bakal balik, kalian ikut ya ke bandara?" mereka berempat hanya menangguk setuju.
Aldo dan Tasya terus bercerita. Anehnya, Aldo tak jadi curhat pada Tasya. Mereka malah membicarakan yang lain, hingga akhirnya Tomi dan Jerry akan beranjak pulang, Aldo tersenyum miring.
"Sya, gue pulang duluan ya? gue mau ngantar barang titipan mama gue," Tomi minta izin pulang duluan.
"Yaudah pulang gih, besok jangan lupa ya,"
"Gue juga deh, Sya. Mau pulang cepat, keburu diomelin emak gue," Jerry ikutan pamit.
Jerry dan Tomi melenggang pergi, sementara Aldo masih di sana. Aldo malah terlihat tersenyum saat Jerry dan Tomi pamit tadi. Mungkin Aldo merasa tak akan ada penganggu seperti Tomi dan Jerry lagi.
"Lo gak ikutan, Do?"
"Gak usah deh Van, gue mau cerita sama Tasya, udah lama gak kaya gini," Aldo senyum-senyum sendiri.
Akhirnya mereka tinggal bertiga dan bercerita bersama.
"Lo tau gak, Sya? si Tomi sekarang jadi saingan gue," seru Aldo bersemangat, mengawali acara curhatnya.
"Kok bisa?" Tasya setia mendengarkan cerita Aldo.
"Iya, dia nantangin gue ngerjain soal UN, ya pasti gue lah pemenangnya. Jangankan soal UN, persoalan cinta aja bakalan Bang Aldo menangin, ya gak, Sya?" Aldo mengerlingkan matanya, sementara Tasya, ia hanya terkekeh geli.
"Emang hati siapa yang kamu menangin, Do?" tanya Tasya sambil tersenyum jenaka.
"Ada, banyak deh. Lo gak bakalan kenal sama mereka, Sya," Tasya hanya mengangguk-angguk. Sedangkan Vani, sudah memutar bola matanya, jengah.
"Cantik gak?"
"Jelas, Sya. Pilihan gue mana pernah salah. Cantik semua, ya meski gak secantik lo," seru Aldo sambil memegang dagunya dan memandangi Tasya penuh penilaian.
"Jadi, kenapa milih sama mereka?"tanya Tasya ingin mengerjai Aldo.
"Ya kan lo jauh di Jogya, mana bisa gue lama-lama LDR-an. Awalnya gue coba bertahan, nyatanya gue gak bisa, Sya. Maaf ya, gue gak tau lo bakal pulang hari ini, padahal gue baru pdkt sama dia beberapa hari yang lalu, kan gak mungkin gue ninggalin dia, kesannya nanti gue PHP. Mana mau gue dianggap laki-laki pemberi harapan palsu, gue kan laki-laki pemberi kepastian," serunya membanggakan diri sambil senyum-senyum sendiri.
Pletak!
"Gebetan lo aja se-gudang, Do! ya kali lo gak PHP! lo mah cowok play boy, Do!" Vani menjitak kepala Aldo keras dan Aldo meringis mengusap-usap kepalanya.
"Gue baru dekat sama dia selama tiga hari, Van. Mantan gue juga belum ada, gue mana play boy!" Aldo mengatakan 3 hari tapi jarinya menunjukkan 5. Entah berapa hari yang benar.
"Tuh kan! jari sama perkataan lo aja gak sejalan, gimana kita mau percaya?" seru Vani semakin membara. Ia benar-benar tak habis pikir melihat Aldo yang play boy tak mengakui dirinya play boy. Memangnya disebut dengan apa, laki-laki yang jelalatan, menerima tawaran dari gadis-gadis dan tak jarang menggoda mereka? Vani akui, memang selama ini Aldo belum pernah berpacaran. Namun, Aldo banyak dikelilingi oleh gadis-gadis di sekolahnya. Wajar bukan, hal itu dialami Aldo yang merupakan most wanted. Belum lagi, belakangan ini Aldo udah banyak perubahan, seperti jadi rajin mengerjakan tugas dan berpakaian rapi. Kurang apa coba?
"Lo pokoknya harus percaya, kan kita sekelas, Van," seru Aldo untuk meyakinkan Tasya.
"Lo tetap play boy buat gue. Lo gak ingat? waktu SMP, lo suka banget ngejar si Tasya, sampai nangis lagi waktu dia pergi. Belum lagi si Jessica, Amira, Dianra sama Rika ngasih lo cokelat, lo terima-terima aja semua, malah lo gombalin lagi mereka, kaya gitu apa gak play boy namanya?"
"Lo mah buat gue bimbang aja, Van. Jangan gitu, napa? lo buka kartu gue muluk di depan Tasya. Dia juga baru bareng kita lagi, Van. Lo udah buat dia jadi gak enak aja,"
"Ya lo gak jelas mau sama siapa? Tasya atau gebetan lo itu?"
"Dia punya namanya, Van. Namanya Luna, gue udah lama kenal dia kok,"
"Jadi lo duain Tasya?" entah mengarah kemana pembicaraan Aldo dan Vani? Yang jelas, Tasya hanya melongo melihat percakapan aneh sahabatnya itu. Baginya Aldo sama seperti Tomi dan Jerry yang akan selalu menjadi sahabatnya. Tapi, kalau boleh jujur, memang Aldo yang lebih dekat dengannya dari pada yang lainnya. Meski hanya berbeda sedikit.
"Gue juga belum bisa relain Tasya, tapi emak gue jodohin gue, Van, gue terpaksa ini, mau gimana lagi gue?" kata Aldo dengan wajah sedih dan kedua tangannya yang menopang dagunya.
Byurrr
Vani menyemburkan minuman yang baru ia minum, tepat ke wajah Aldo.
"Aduhh!! lo parah bener, Van! Jorok! jahat banget sama gue," seru Aldo sambil mengelap wajahnya dengan bajunya.
"Ehh.. sorry, Do. gue gak sengaja. Lo kalau ngomong yang benar aja! jangan becanda gitu akh! gak lucu!"
"Gue serius, Van. Taman SMA nanti, gue bakalan di Bandung, gue ambil di UPI aja, gak jadi di UNJ atau UNY," seru Aldo dengan wajah pasrah. Dia sebenarnya juga tak mau. Namun, orangtuanya sudah berkata, maka sulit bagi Aldo untuk membantah perintah orangtuanya sendiri.
"Kenapa, Do?" kini pertanyaan itu keluar dari Tasya. Ia dari tadi hanya terdiam dan baru mulai buka suara.
"Gue mau pindahan, Sya. Bang Vino (abangnya Aldo, Fyi) keterima kerja di Bandung, ya gue disuruh emak buat ke sana juga buat nemenin bang Vino, sekaligus belajar mandiri. Malah tinggal sama saudara lagi," omelnya dengan berat hati. Wajahnya ia tekuk, memperlihatkan seberapa tak sukanya ia dengan keputusan emaknya. Tapi, mau dikata apa? dia harus menurutinya. Aldo tak mau menjadi penerus Maling kundang, yang durhaka kepada orangtuanya sendiri. Jadi, ia lebih memilih menuruti permintaan Emaknya.
"Mending lo ngekost, Do, dari pada harus tinggal di rumah saudara. Iya sih, awalnya emang harus ke rumah saudara dulu, buat awalnya liat-liat situasi dan kondisi, terus lo tinggal cari deh kontrakan atau kost gitu. Tapi, kalau terus-menerus di rumah saudara, ya, gak enak juga. Nanti lo terkekang dan segan mau apa-apa," seru Vani dengan gaya menakut-nakuti Aldo yang tengah dilema.
"Gak bisa, Van. Perkataan emak gue gak bisa ditentang," seru Aldo lemah. Wajahnya kini semakin tertekuk.
"Yaudah deh, Do. Lo nikmatin aja. Btw, alasan lo kok gak nyabung ya sama gebetan baru lo?"
"Ada, lo aja yang gak teliti, nanti lo tau sendiri," Aldo menjeda kalimatnya, lalu lanjut lagi berkata,
"semoga lo dapat pengganti gue ya, Sya. Maaf banget, sejujurnya gue belum ikhas harus ngerelain lo, Sya. Apalagi kalau lo harus sama laki-laki lain, gue bener-bener gak rela sebelum gue tahu orangnya baik atau engga?" Tasya hanya tertawa menanggapinya. Perkataan Aldo sama sekali tak ia permasalahkan. Setidaknya Tasya dapat bernapas lega, Aldo sudah menemui tambatan hatinya. Karena Tasya saat ini sudah memilih Deo, meski belum ada peresmian. Mungkin, nanti Tasya akan mengenalkan Deo pada semua sahabatnya itu pada waktu yang tepat.
"Lo gak marah kan, Sya?" tanya Aldo lagi. Wajahnya menunduk tak enak hati pada Tasya.
"Gak, lah, Do. Kamu kan udah pdkt sama dia yaudah, aku restui. Aku sebagai sahabat ya cuma bisa dukung. Selamat ya, Do. Gak sangka aku, kamu yang duluan dapat gebetan duluan dari kita berlima," sungguh, Tasya sama sekali tak cemburu. Dia hanya bersyukur karena Aldo tak menyimpan perasaan sewaktu SMP atau lebih tepatnya, masa SMP itu hanya sebuah gejolak anak-anak yang pubertas saja. Tasya paham betul akan hal itu.
"Btw, Sya, lo mau datang gak ke prom night kita?"
"Kapan?"
"Setelah UN pastinya, tapi tanggalnya belum pasti, nanti kita kabarin deh informasinya lebih lanjut,"
"Boleh deh, tapi orang luar emang boleh datang?" tanya Tasya tak percaya.
"Boleh, kalau perlu bawa temen lo ya? gue denger bakalan ada acara dansa gitu,"
"Oke deh, padahal aku mau sama Aldo, yah.. Aldo udah sama yang lain," Tasya pura-pura menyesali keadaan, nyatanya ia hanya main-main untuk mengerjai Aldo.
"Ya maaf deh, Sya. Dia pasti minta ikut, dia over banget sama gue,"
"Iya, iya... becanda kali, Do," Tasya terkekeh melihat respons Aldo. Apa mungkin Aldo memang sempat menyukainya? pikir Tasya dalam hati.
"Lo besok jam berapa terbangnya, Sya?" tanya Vani mengalihkan pembicaraan.
"Siang, Van. Jam 12,"
"Yah, kenapa jam segitu, Sya? Kita kan jadinya gak bisa ikutan dong kalau jam segitu, sorry deh, Sya, kita gak bisa antar lo," Vani jadi cemberut. Ia menyesali keadaan yang membuatnya tak bisa ikut mengantar Tasya.
"Gak papa, Van. Kan gak lama lagi aku liburan ke Jakarta,"
"Iya juga sih, lo jadi bisa tiap hari main-main bareng kita-kita yakan," setelahnya mereka sibuk membicarakan hal lain.
Karena bosan sejak tadi hanya bercerita, kini mereka sedang melihat toko online. Melihat-lihat, siapa tau ada yang cocok untuk dibeli. Tiba-tiba, saat mereka sedang asyik melihat toko online, Vani menumpahkan air ke baju Tasya.
"Aduh.. maaf, Sya. Gue gak sengaja," seru Vani penuh penyesalan. Ia segera membantu Tasya mengeringkan bajunya.
"Gak papa, Van. Aku ke kamar kecil dulu ya?" Tasya berlalu ke kamar kecil sambil mengibas-ibaskan bajunya, berharap segera kering.
Tasya keluar dengan baju yang masih basah di bagian bawah, meski tak banyak. Namun, sudah membuatnya risih.
Tasya terus menunduk memperhatikan bagian bajunya yang basah. Hingga...
"SURPRISE!!" Vani, Aldo, Jerry dan Tomi sama-sama berteriak. Lagi-lagi, Tasya mendapat kejutan ulang tahun. Ternyata Tomi dan Jerry tidak pulang, mereka membeli bolu itu di toko kue terdekat dan sudah menyusun rencana ini.
"KALIAN!!" Tasya masih tak percaya.
"Selamat ulang tahun, Sya. Maaf telat, lo sih jauh banget!" Vani memeluk Tasya erat.
"Selamat ulang tahun, Sya. Aduh lo makin cantik deh," Tomi mencolek krim kue itu dan mengolesinya ke wajah Tasya.
"Ehh!! gue belum, Sya!" teriak Aldo yang melihat Tasya ingin kabur mengejar Tomi.
"Gue juga," Jerry tak mau kalah. Jadilah mereka berempat mencolek Tasya dengan krim itu. Wajah Tasya tertutupi oleh krim. Tanpa membuang waktu, Tomi mendokumentasikannya.
Tasya terus berteriak-teriak sambil berlari mengejar sahabatnya itu. Namun, Tasya terlambat. Karena krim yang dijadikan mainan, terinjak olehnya. Ia tergelincir di lantai. Bokongnya lagi-lagi mencium lantai yang dingin.
Tasya langsung mendapat ledekan dari sahabatnya itu.
Namun, bukan Tasya namanya kalau tidak bangkit. Ia segera bangkit dan mengambil krim, lalu berlari menghampiri Vani, Jerry, Aldo dan Tomi satu persatu.
Ia bukan ingin balas dendam. Namun, seperti inilah memang mereka. Kadang pertemanan yang akrab itu bukan dinilai dari seberapa sering foto bersama dan akur kalian. Namun, dari seberapa kenal kau dengan dirinya dan sudahkah kamu lolos uji pertemanan? Nyatanya, berteman dengan mereka yang tulus padamu, tak melulu soal pertemanan yang saling bermanis-manis. Saling meledek itu jauh lebih natural. Sahabat itu tak akan memandang derajat yang berbeda. Mereka akan selalu ada di sampingmu. Terlebih saat kau memerlukannya.
TBC
4 Juli 2018
A/N:
Yeay Aku up lagi. Berhubung ada yang minta dan ketikannya emang udah selesai, jadi aku update 😆
Ini udah 1800 kata loh. Menurut kalian udah panjang, gak? pasti beda banget sama part yang lalu-lalu kan?😂
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro