Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Badebah

Hari ini Amel kayaknya masih ngambek, di lihat dari wajahnya memang masih ngambek. Anak itu lebih banyak diam dan memasang wajah datarnya. Aku yang melihatnya hanya tersenyum getir.

"Mel, mau sarapan apa?" tanyaku saat melihatnya duduk di kursi meja makan. Anak itu melirik ke arahku dengan Senyum tipisnya.

"Nasi goreng aja, Bun."

Aku yang mendengarnya hanya mengangguk dan mengambil sepiring nasi goreng untuk Amel. Aku menyodorkan ke arahnya, anak itu mengambiknya tidak lupa mengucapkan terimakasih, aku hanya mengangguk.

Tak lama kemudian Mas Rizal datang, dan duduk di kursi seperti biasa. Mas Rizal menatap ke arah Amel dengan tatapan sendu.

"Mas, mau sarapan apa?" tanyaku mengalihkannya. Mas Rizal menoleh ke arahku dengan senyuman manisnya.

"Nasi goreng aja."

Aku mengambilkannya, dan memberikannya kepada Mas Rizal.

Setelahnya hening tak ada pembicaraan seperti sarapan biasanya. Suasana jadi menegangkan seperti uji nyali saja.

Aku melirik ke arah Amel, anak itu terlihat lebih fokus ke makanannya biasanya anak itu selalu banyak ngoceh. Mencairkan suasana tapi sekarang anak itu lebih banyak diam. Kemudian aku melirik ke arah Mas Rizal, dia sama seperti Amel. Aku yang melihatnya hanya menghela napas dengan gusar.

Kalo aku punya kekuatan menghilang, mendingan aku menghilang saja dari suasana seperti ini. Huft ....

Amel udah selesai sarapannya, kemudian anak itu bangkit dari duduknya. Mas Rizal melirik ke arah Amel.

"Mel, Ayah anterin ya?" tawar Mas Rizal. Amel meliriknya sebentar.

"Gak usah, Amel berangkat sama Mang Dadang aja."

"Amel berangkat dulu ya, Bun," pamitnya sambil mencium punggung tanganku. Amel meraih tangan Mas Rizal untuk mencium punggung tangannya.

Aku yang melihatnya hanya tersenyum tipis. Aku bangga dengan anakku meskipun dia marah tapi tak pernah melalaikan kewajibannya untuk tetap menghormati orang tuanya.

"Ya udah, Mas berangkat ya," pamit Mas Rizal kemudian mencium keningku. Aku meraih tangan Mas Rizal untuk mencium punggung tangannya.

Setelah Mas Rizal berangkat, aku duduk kembali, termenung. Bagaimana nanti Amel tahu bahwa Ayahnya telah melakukan pengkhianatan. Aku gak tega melihatnya terluka. Itu akan menjadi luka paling dalam bagiku.

                  *********

"Mbak Laras, kenapa mukanya murung gitu?" tanya Bu Rohmah heran saat melihat Laras datang dengan wajah murungnya. Aku hanya meliriknya sekilas, malas melihat pelakor seperti dia.

"Gak papa, Bu," jawab Laras dengan senyum dipaksakan.

"Cerita aja, Mbak. Siapa tau kita bisa bantu," timpal Bu Siti. Si Mak Lampir menghela napas berat, kemudian menatap kami dengan tatapan sedihnya, aku yang melihatnya ingin sekali mencokel itu mata.

"Pacar saya sekarang jadi cuek, Bu. Dari kemarin saja telpon saya gak diangkat-angkat di chat gak di bales-bales, kan saya jadi galau, Bu," curhatnya. Aku melongo, benaran Mas Rizal cuekin si Mak Lampir? Kalau benar, aku bahagia pake banget. Gak harus ngerjain si Mak Lampir lagi.

"Mungkin Mbak, punya salah kali."

"Atau udah bosen kali."

"Mungkin punya yang lain."

Ibu-ibu saling bersahutan, aku hanya diam tak merespon apapun.

"Menurut Mbak Alma kanapa?" tanya Bu Halimah tiba-tiba ke arahku. Aku yang ditanya seperti itu hanya tersenyum kikuk.

"Gak tau, mungkin udah sadar kali," jawabku.

"Gak mungkin! Pacar aku itu cinta mati banget sama aku, Al," sahut Mak Lampir tak terima dengan jawaban yang aku berikan. Aku yang mendengarnya hanya tersenyum kecut.

Cinta mati?

Sono kau mati saja Mak Lampir

"Aku kan ngomongnya ada kata mungkin loh," sahutku santai

"Gak, kamu jangan ngada-ngada deh," jawabnya masih ngotot

"Ya udah sih," sahutku cuek. Dia yang mendengar jawabanku mukanya memerah menahan amarah, tapi aku tak peduli, cuek aja. Dia pergi begitu saja dari hadapan kami.

"Kalian kan sahabatnya kok berantem sih?" tanya Bu Siti. Aku tersenyum kecut.

Kalo sahabat gak bakal ngerusak rumah tangga sahabatnya sendiri.

"Kita gak berantem, Bu. Hanya berselisih argumen aja. Mungkin dia begitu hanya tidak terima apa yang saya katakan," elakku. Ibu-ibu hanya mengangguk mengerti.

"Saya duluan ya, Bu," pamitku kepada Ibu-ibu.

                 *******

Siang ini aku rencananya mau jemput Amel ke sekolahnya. Aku mau mengajaknya makan di luar, sebagai menghibur hatinya yang sedang kacau.

Sesampainya di depan gerbang sekolah aku hanya diam di dalam mobil menunggu anak itu keluar. Tak lama kemudian anak itu keluar dengan wajah murungnya mungkin masih sedih.

Aku melambaikan tangan ke arahnya. Amel yang melihatku tersenyum. Kemudian menghampiriku. Aku mengisaratkan dia masuk ke mobilku, dia menurut dan masuk ke dalam mobil.

"kenapa Bunda yang jemput Amel?" tanyanya setelah duduk di sampingku. aku tersenyum.

"Bunda, pengen ajak Amel makan keluar dulu."

"Benaran, Bun?" tanyanya dengan mata berbinar. Aku mengangguk sebagai jawaban dia bersorak girang. Aku yang melihatnya hanya tersenyum tipis.

"Udah, makan kita pergi jalan-jalan dulu ke taman ya, Bun?" tanynya dengan mata dibuat sebagai imut mungkin. Aku yang melihatnya mencubit pipinya pelan.

"Iya, Sayang."

"Horee ....." serunya girang. Aku yang melihatnya hanya tersenyum miris, gak tega melihatnya terluka nanti.

             *******

Sesampainya di Restoran tempat makan yang kamu tuju. Aku turun dari mobil dan menggandeng tangan untuk masuk ke dalam restoran tapi sebelum kamu masuk badanku menegang, air mataku hampir luruh, tapi aku tahan sekuat tenaga.

"Kita jangan makan di sini ya, ke tempat lain aja," lirihku. Amel hanya diam saja kemudian mengangguk.

Aku pergi dari Restoran itu dengan rasa sakit yang terus bertambah dalam hati.

Kenapa dia begitu tega denganku.

Aku tadi melihat di Restoran itu ada Mas Rizal dengan si Mak Lampir sedang bercumbu mesra. Mereka duduk di pojok jendela jadi aku bisa melihatnya dari luar.

Dasar manusia Lucnat, gak tau moral. Melakukan perbuatan mesum di tempat umum seperti itu.

Lihat saja, akan aku balas kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro