Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💖8💖


"Ini mau ke mana, Bu?" tanya Pak Sukri takut-takut, ia melihat istri bosnya yang terus berurai air mata, ia bisa memahami kegundahan Maryam karena Pak Sukri melihat langsung kejadian itu. Dia tak bisa berkata apapun selain hanya menuruti Maryam yang saat itu belum mengatakan apapun.

"Langsung ke Sumenep, Pak," Maryam mengatakan dengan jelas saat ia bisa menghentikan isaknya dan Pak Sukri sangat kaget.

"Tiga sampai empat jam lah Bu kita baru sampai ke Sumenep, tidak apa-apa Bu?" tanya Pak Sukri lagi.

"Nggak papa Pak," sahut May dengan isak yang mulai terdengar lagi. Sekali lagi ia mengingat peristiwa tadi bagaimana suaminya menggenggam erat tangan Isya dengan kedua tangannya, May menekan ulu hatinya yang mendadak sakit dan perih, hampir tujuh bulan ia berusaha menggapai cinta suaminya tapi yang ia dapat malah peristiwa yang membuat dunianya seolah runtuh. Bibirnya berulang melafadzkan istighfar, sambil memejamkan mata ia berusaha melupakan bayangan buruk itu.

Ponselnya berbunyi berulang, ia tahu pasti dari suaminya atau mungkin entah siapa, tapi saat ini Maryam benar-benar tak ingin diganggu.

"Nanti kita sholat Maghrib di Blega, di sana ada pom bensin yang juga ada mushollanya, bersih lagi Pak, atau kita makan dulu di rumah makan di Bangkalan, saya kepikiran Bapak, nanti pas di Blega Bapak telepon istri Bapak dulu jika Bapak ke Sumenep dan besok Bapak baru kembali," ujar Maryam sambil mengusapkan tisu ke hidungnya.

"Nggak papa Bu, Ibu jangan mikir Saya, Saya malah mikir Ibu, Ibu sedang hamil, saya jadi ingat Wati anak saya yang juga hamil dan ditinggal suaminya cari kerja ke Jakarta," ujar Pak Sukri dan tangis Maryam semakin jadi.

"Anak Bapak ditinggal karena mencari kerja oleh suaminya, in shaa Allah akan kembali Pak, tapi saya? Bapak lihat sendiri kan? Saya akan ditinggal selamanya, jadi sebelum saya ditinggal akan saya tinggalkan suami saya. Bapak akan saya jadikan saksi, jika orang tua, saudara bahkan mertua saya bertanya tentang kejadian tadi."

Pak Sukri hanya mengiyakan ia tak tahu harus bagaimana, ia hanya tak tahu apa yang terjadi, yang ia tahu selama ini rumah tangga bosnya baik-baik saja. Pak Sukri tak pernah melihat bosnya aneh-aneh, yang ia tahu bosnya pendiam, berbicara jika perlu saja dan kejadian tadi benar-benar mengagetkannya, ia hampir tak percaya apa yang ia lihat, bagaimana mungkin bosnya yang terlihat alim melakukan hal yang membuat sakit istrinya yang sedang hamil.

.
.
.

"Zu, bantu aku, bantu aku Zu," Isya menangis di ruang perawatan Zu, ia menangis di lengan Zu.

"Aku tak tahu harus bagaimana Sya, bagaimana bisa Kak Azzam memberimu cincin padahal kalian sama-sama sudah menikah? Apa ini tidak akan menyakiti dua orang? Mas Emir dan adikku?" tanya Zu berusaha tenang.

"Dengarkan aku Zu, cincin itu diberikan Kak Azzam saat keluarga Althaf umroh, jadi aku belum nikah, tapi Kak Azzam yang sudah menikah, kau ingat saat aku mengunjungimu dan pulangnya diantar Kak Azzam? Nah saat itu dia kasi aku cincin itu karena kadung beli, cincin itu untuk melamar aku kata Mas Azzam, tapi tidak jadi melamar saat tahu bahwa cintaku hanya untuk Mas Emir, saat berdua itu dia memaksa menerimanya, aku sudah menolak tapi dia keburu pergi." Isya masih saja terisak diantara kalimat-kalimat yang meluncur dari bibirnya.

"Tumben kamu ceroboh Sya, mengapa tidak kau berikan padaku saja, kan lebih aman, akan aku berikan langsung pada Kak Azzam tanpa sepengetahuan adikku, aku akan menjaga rumah tangga adikku agar tetap utuh, dia anak baik Sya meski dia keras hati, apa yang ia yakini akan ia lakukan, makanya jika dia sampai mengatakan akan mengakhiri rumah tangganya, aku yakin akan ia lakukan, ini bukan kesalahan kak Azzam yang pertama, sebelumnya ia juga bercerita jika melihat kalian di gerai siap saji berdua di sebuah supermarket, benar itu Sya?" Isya mengangguk dan tangisnya semakin jadi.

"Itu kejadian nggak sengaja juga Zu, kami bertemu di sebuah hotel saat aku baru saja selesai mengantar bunga pesanan hotel itu, dan Kak Azzam memaksaku makan di supermarket yang gak jauh dari hotel itu kami hanya makan dan minum, nggak lebih."

"Iya aku tahu kamu Sya, tahu bagaimana kamu sama Mas Emir, tapi tetap nggak bisa dibenarkan kalian hanya berdua apalagi tahu Kak Azzam masih ngejar kamu sampai sekarang." Isya terperangah dan menutup kedua tangannya ke wajahnya sambil terus menangis.

Zu menghela napas, ia tak tahu harus berbuat apa lagi, Maryam adiknya dan Isya sahabatnya, ia tahu keduanya orang baik yang berada di tempat yang salah.

"Jelaskan semuanya pada Mas Emir Sya, jadi ia tak kaget jika sewaktu-waktu dan mau tak mau ia juga dilibatkan," ujar Zu lagi.

"Yah, pasti Zu, aku akan bercerita sebelum Mas Emir tahu dari orang lain, aku mencintainya dan hanya mencintainya, kami sulit bersatu, aku tak mau berpisah lagi karena kejadian ini."

"Yah selesaikan Sya, paling tidak rumah tanggamu akan baik-baik saja, sedang rumah tangga adikku, aku gak bisa memastikan baik-baik saja, sejak awal kamu bicara aku sudah menghubungi May dan gak diangkat sejak tadi."

Tak lama terdengar ponsel Zu yang tak jauh dari tangannya berbunyi, ada nama Azzam di sana, Zu menempelkan ke telinganya.

Assalamualaikum Kak

Wa alaikum salam Zu, ada Dik Maryam di sana

Tidak ada, sejak tadi aku telepon dia tak juga diangkat, coba kakak telepon ke rumah, siapa tahu dia nangis ke ibu?

Kau tahu?

Yah Isya sudah menceritakan semuanya dan dia ada di sini, selesaikan dengan baik Kak, meski aku nggak menjamin akan jadi baik, aku tahu adikku

Tak ada juga Zu, aku sudah menelepon ibumu, biasanya dia ke mana? Aku tak tahu harus mencari dia ke mana, aku khawatir karena dia hamil

Kakak dan Isya juga kok nggak mikir ke sana waktu ketemuan, kok nggak mikir kalo May hamil, sudah terlanjur berantakan gini Kak, firasatku hanya mengatakan ia pulang ke Sumenep jika di rumah kakak tidak ada, coba cek dulu ke rumah kakak

Nggak ada Zu

Ya, fix, dia pulang ke Sumenep, telepon Bapak Mas, jelaskan semuanya sebelum May sampai

Ya aku akan menelepon Bapak

Assalamualaikum

Wa alaikum salam

Dan Zu masih melihat Isya yang menangis. Ia tak tahu lagi harus melakukan apa, semuanya sudah terlanjur berantakan dan sulit untuk dibuat baik-baik saja.

"Pulanglah Sya, tenangkan hatimu, jelaskan pada Mas Emir, ini sudah hampir Maghrib."

"Yah aku pulang Zu, sekali lagi aku mohon, bantu aku meluruskan semuanya, kau tahu bagaimana cintaku pada Mas Emir, tak ada niatan apapun aku pada Mas Azzam."

"Yah aku tahu, hanya caramu yang salah dan membuat semuanya berantakan, cukup berat ini Sya, karena taruhannya adalah rumah tangga adikku."

Isya mengangguk dan ia semakin merasa bersalah.

.
.
.

Setelah menempuh perjalanan empat jam, karena masih sholat dan makan malam, akhirnya Maryam yang diantar Pak Sukri sampai ke kediaman orang tua Maryam di Sumenep, rumah sederhana nan asri tetap kelihatan nyaman di malam hari, terdengar suara beberapa orang dari musholla yang cukup besar di samping rumah orang tua Maryam yang dijadikan tempat mengaji bagi anak-anak pada sore hari, Maryam yakin Bapaknya dan beberapa ustad masih ada di musholla meski jam sudah menunjukkan pukul 20.30.

"Assalamualaikuuuum, Bapaak, May pulang Bapaaak." Tiba-tiba saja suara May kembali serak dan air matanya meluncur deras, tak lama terdengar langkah tergesa dan muncullah Khaedar, orang tua May yang tertegun lalu merentangkan tangannya, Maryam bagai terbang segera melabuhkan badannya di pelukan hangat Bapaknya.

"Wa alaikum salam anakku, menangislah jika akan membuatmu lega, meski tidak menyelesaikan masalahmu."

Maryam menangis sejadinya, ia yakin Bapaknya tahu apa yang terjadi, entah siapa yang memberitahu, Maryam tak peduli, yang ada dalam pikirannya, ia takkan pernah kembali  ke Surabaya.

💖💖💖

17 Agustus 2020 (04.53)

🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩

Up hari ini istimewa karena pas tanggal 17 Agustus 😁

Dirgahayu negeriku, semoga aman, damai dan Corona segera berlalu



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro