enam belas
= Selamat Membaca =
**************************
Shani berjalan mendekat ke arah Gracia, tatapan datar penuh amarah ia tunjukkan pada sekelilingnya, membuat atmosfer di kelas semakin suram.
Chika dan Vienny kesulitan menelan saliva nya saat melihat tatapan tajam yang shani layangkan pada mereka, tubuh mereka tiba-tiba saja gemetar, kaki mereka ikut lemas, seakan semua energi mereka di serap oleh gadis yang kini berdiri tepat di samping Gracia.
Anin, Angel dan Desy kompak mundur 1 langkah, membiarkan shani melakukan apapun sesuai kehendak nya. Mereka tidak ingin ikut terkena amukan shani, mereka lebih memilih cari aman saja. Kejadian pada Geng nya Michelle dulu cukup memberi pelajaran berharga untuk mereka.
Shani menarik dagu Gracia perlahan, membuat pandangan mereka bertemu, tatapan shani melembut saat menatap gadis yang penampilan nya kini terlihat berantakan.
Shani menghapus air mata di pipi Gracia dengan ibu jari nya. Kini tangan nya terulur merapikan Rambut Gracia yang berantakan akibat ulah Vienny, menyisir nya dengan lembut dengan jari-jari tangan nya. Tatapan Shani kini jatuh pada Tangan Gracia yang mengeluarkan bercak darah, membuat Shani semakin mengeraskan rahangnya.
Chika dan Vienny kompak mundur, sementara siswa lain dikelas memilih untuk pura-pura tidak melihat apapun. Tak ada satu pun yang berniat menyelamatkan Chika dan Vienny dari Shani, mereka masih sayang nyawa mereka sendiri sepertinya.
Gracia yang sejak tadi menahan perih di tangan serta kepala nya, memilih diam, enggan melakukan apapun selain menikmati perlakuan shani padanya. Shani menyuruh Gracia untuk duduk, dan langsung dituruti oleh Gracia.
Shani kini kembali menatap tajam pada Vienny dan Chika yang semakin mundur, bahkan kini punggung mereka berdua sudah membentur tembok di belakangnya, membuat mereka tidak bisa mundur lagi.
"Berapa kali gue peringatin, tapi kalian sendiri yang cari mati"
Kalimat datar dari shani menusuk indra pendengaran Vienny dan Chika, membuat keduanya bingung harus berbuat apa selain berdoa meminta ampunan pada Yang Maha Kuasa.
Shani semakin mendekat, berdiri persis di depan chika dan vienny. Dari jarak sedekat ini mereka bisa melihat dengan jelas tatapan shani yang menusuk, merasakan aura gelap dari tubuh Shani yang bahkan membuat mereka kesulitan menarik nafas. mereka merasa berada diambang hidup dan mati.
Seketika mereka berdua menyesal telah mencari masalah dengan Gracia.
"Punya otak jangan cuma di pajang, PAKE!!'
Chika dan Vienny kompak menutup mata mereka sejenak saat mendengar bentakan Shani. Sedetik kemudian mata mereka melotot tak percaya saat Shani mengangkat kedua tangan nya, mencengkram leher mereka dengan kuat.
Chika dan Vienny meronta di tempat nya, kerongkongan mereka terasa sakit akibat cekikan tangan shani yang begitu kuat, mereka berdua berusaha melepas tangan shani, meronta sekuat tenaga namun Shani tak bergeming sama sekali. Entah mengapa tenaga shani begitu kuat, membuat mereka berdua kewalahan sendiri.
Desy, Anin dan Angel saling pandang, mereka bertiga seolah berkomunikasi lewat mata mereka.
"Gre sumpah Shani mau matiin anak orang gre" panik Anin saat Chika dan Vienny mulai terbatuk "gue mesti apa?" Teriak Anin Frustasi
"Gree gue gak berani narik Shani gre" timpal Desy, namun Gracia hanya menatap lurus ke tembok dihadapan nya.
Desy dan Anin saling pandang, sekejam-kejam nya shani, mereka tidak ingin shani berakhir di penjara karena menghilangkan nyawa keduanya. "Bodo amat gue dimatiin shani!!!" Teriak desy lalu menghampiri Shani dan di susul oleh Anin.
Desy dan Anin mencoba melepas tangan shani, menarik nya bersamaan namun tak bisa.
"Shan anak orang mati shan" panik Anin saat melihat nafas Chika dan Vienny mulai tersengal.
"Shan gue tau loe gak bego shan, penjara gak enak shan" Desy berusaha menarik bahu shani mundur, namun shani masih diam ditempatnya.
"jangan ikut campur kalo kalian gak mau mati juga!!"
Kalimat datar shani membuat desy dan anin mundur, mereka kini hanya bisa melihat ke arah Angel, berharap dia bisa membujuk Gracia untuk menghentikan aksi shani.
Siswa lain mulai panik, namun mereka tak ada yang berani melerai atau pun menyelamatkan Chika dan Vienny. Desy dan Anin saja tidak bisa apalagi mereka.
"GRACIA JANGAN BIKIN SHANI JADI PEMBUNUH GRE!!!"
Teriak Angel sambil mengguncang bahu Gracia, membuat Gracia terkesiap.
Jangan bikin shani jadi pembunuh
Jangan bikin shani jadi pembunuh
Jangan bikin shani jadi pembunuh
Shani bukan pembunuh
Kalimat Angel berputar berulang-ulang di kepala Gracia, membuat Gracia menggelengkan kepala.
Shani bukan pembunuh seperti dirinya
Shani Bukan pembunuh !!!
Chika dan Vienny hampir kehabisan tenaga, mereka pasrah jika nyawa mereka hilang saat ini juga di tangan shani. Mereka sudah lemas hampir kehabisan nafas.
Gracia berdiri dari duduk nya, perlahan menghampiri shani. Anin dan Desy kembali mundur, memberi ruang untuk Gracia. Gracia menyentuh tangan shani membuat shani menoleh "Shani indira lepasin"
Kalimat lirih Gracia membuat shani mengerjap, tatapan nya yang semula tajam kini melembut seiring di lepas nya cengkraman shani pada leher Chika dan Vienny, membuat tubuh mereka luruh ke lantai.
Chika dan Vienny mengambil nafas sebanyak-banyak nya sambil terbatuk, bekas cekikan tangan shani terlihat di leher mereka, meninggalkan warna merah kontras dengan kulit mereka.
Vienny dan Chika kembali bisa bernafas lega setelah sebelumnya hampir sekarat. Mereka berdua bersyukur saat Gracia menyelamatkan mereka di saat yang tepat, karena sudah dipastikan jika Gracia tidak mencegah shani, mereka hanya tinggal nama saat ini.
Satu kelas diam melihat adegan di depan mata kepala mereka, sebagian bergidig ngeri melihat apa yang di lakukan shani. Tubuh mereka ikut bergetar saat membayangkan bagaimana jika mereka yang berada di posisi Chika dan Vienny.
"Aku gak mau nengok kamu ke penjara kalo kamu bunuh mereka"
Gracia mengusap pipi shani, mengelus nya dengan lembut. "Angel benar, jangan sampe kamu jadi pembunuh" lanjutnya membuat shani menoleh ke arah Angel yang kini bingung sekaligus takut karena tatapan shani.
"Cukup aku yang jadi pembunuh shani" lirih Gracia sambil meneteskan air mata. Semua ingatan yang di pendam nya selama ini kembali berputar di otak nya. Ingatan di mana Gracia melihat adik nya sendiri meregang nyawa di depan matanya, ingatan dimana Gracia harus menanggung semua cacian dan makian, bertahan hidup dengan predikat pembunuh yang di sematkan oleh ibunya sendiri pada dirinya.
Semua ingatan itu membuat kepala Gracia berdenyut hebat.
Shani menarik Gracia dalam pelukan nya, mendekap erat tubuh kesayangan nya yang kini gemetar sambil menahan sakit di kepalanya "Kamu bukan pembunuh, Angel biar urusan aku" ucap Shani datar sambil menatap Angel dengan tatapan lebih mematikan.
"Nyawa gue kayanya bakal gantiin nyawa dua kunyuk itu" batin Angel.
"Angel gak salah, justru kalo bukan Karena dia. Aku jamin kamu udah di penjara"
"Maaf" ucap Shani penuh penyesalan
"Aku mau pulang"
Shani mengangguk, merangkul tubuh Gracia dan memapah nya keluar dari kelas. Meninggalkan semua kekacauan yang ia buat, bersama tatapan penuh arti yang berbeda-beda dari tiap orang yang berada di sana.
Shani sempat melayangkan tatapan pada Angel saat berjalan melewatinya, lalu berucap pelan "Thank you" ucap nya sementara Angel hanya mengangguk sebagai jawaban.
Sementara Anin dan Desy kini menatap Chika dan Vienny yang masih duduk dilantai sambil bersandar di tembok, tubuh mereka semakin lemas, bahkan hanya untuk sekedar bangun pun mereka tak mampu.
"Gue harap ini yang terakhir, karena kalo sampe kejadian lagi. Gue bakal pura-pura gak liat kalo kalian mampus" Anin berucap dengan kesal, membuat Chika dan Vienny mengangguk lemah.
"Kalian berdua kalo nyusahin lagi, bukan cuma shani yang mampusin kalian. Tapi Gue juga bakal ikutan" timpal desy lalu menghampiri keduanya.
"Buru gue bantu ke UKS" ucap Anin sambil membantu Chika bangun, sementara Desy membantu Vienny.
Angel Berdiri dari duduk nya menatap ke seluruh siswa di kelasnya sebelum memberi peringatan keras. "BUAT KALIAN SEMUA GUE HARAP KALIAN BAKAL PURA-PURA BUTA DAN TULI SAMA KEJADIAN BARUSAN KALO MASIH MAU NAFAS DENGAN NORMAL!!" suara angel menggema membuat semua nya mengangguk mengiyakan.
Angel kemudian menghampiri Anin dan Desy yang sedang memapah Chika dan Vienny, mengikuti langkah mereka menuju UKS.
__
"Mau ke uks dulu?" Tanya shani Hati-hati "aku obatin tangan nya" tawar shani namun gracia menggeleng.
Shani tak lagi bertanya, hanya fokus merangkul bahu Gracia lalu berjalan ke arah Parkiran.
Shani menjalankan motor nya dengan kecepatan sedang, sebelah tangan nya sesekali mengusap tangan Gracia yang melingkar di perutnya. Matanya tak jarang melirik ke arah Spion, menatap pantulan wajah Gracia. Memastikan Gracia baik-baik saja.
Shani menatap ke sekitarnya, tumben sekali di depan gerbang kosan nya terdapat beberapa mobil cukup mewah. Hal yang memang jarang sekali terjadi. Seingat Shani tidak ada yang memiliki mobil mewah di kos-kosan ini. Tak ingin memperbanyak pertanyaan di kepala nya, shani segera memarkirkan motor nya lalu kembali memapah Gracia dengan hati-hati.
Langkah Gracia tiba-tiba saja terhenti, tubuh nya menegang saat melihat seseorang di depan kosan nya sedang melipat kedua tangan nya di depan dada.
Kedua alis shani bertautan, matanya langsung ikut melihat arah pandang Gracia, otak dan hati nya kompak bertanya siapa gerangan wanita paruh baya yang berdiri di depan kosan nya, dan kenapa banyak sekali laki-laki berbadan tegap memakai seragam senada warna hitam.
Gracia diam tak bergeming, tubuh nya tiba-tiba saja kembali gemetar hebat saat sosok tersebut menghampirinya. Tenggorokan Gracia tercekat, saat tatapan tajam dari wanita paruh baya tersebut seolah hendak menembus jantung nya.
"Mami"
Satu kata dengan nada lirih dan bergetar keluar dari mulut Gracia, membuat shani menatap intes gadis yang kini terlihat ketakutan. Shani menatap lekat sosok yang Gracia panggil mami tadi, sosok yang kini berdiri dengan angkuh menampilkan ekspresi datar.
"Ikut mami pulang!!" Satu kalimat tegas yang seolah tak bisa di bantah keluar dari mulut wanita tersebut.
Gracia menggeleng, menyembunyikan tubuhnya pada shani. "Gak mau!!" Tegas nya "shani aku takut"
Shani menggeser tubuh nya kedepan tubuh Gracia, melindungi Gadis yang kini meremas seragam nya dari belakang. Gadis yang kini merasakan ketakutan yang luar biasa.
"Anda siapa nyonya?" Tanya shani datar
Wanita tersebut tersenyum sinis "saya Ibu dari anak gak tau diri itu" jawab nya membuat shani mengeraskan rahangnya.
"Gracia tidak ingin ikut bersama anda Nyonya"
"Mau tidak mau dia harus ikut bersama saya"
"Saya tidak akan membiarkan anda membawa Gracia"
Shani tak sedikit pun gentar dengan sosok di hadapan nya yang kini tersenyum meremehkan ke arahnya.
"Bawa dia!!"
Satu kalimat perintah dari wanita tersebut, membuat beberapa bodyguard di belakangnya langsung maju menghampiri Shani.
Shani dalam posisi siaga, otak cerdas nya berfikir cepat bagaimana cara melawan 6 orang laki-laki bertubuh kekar tersebut. Ayolah, se hebat apapun shani, dia tetap kalah jumlah saat ini.
"Tolong kerjasama nya Adek kecil" ucap salah satu pria tersebut, namun tak membuat shani gentar.
Shani mengepal kedua tangan nya erat, dirinya sudah siap dengan segala sesuatu yang akan terjadi nanti nya. Shani akan melakukan apapun demi Gracia, sekalipun nyawa Shani taruhan nya.
"Cih!! Gak semudah itu" tantang shani membuat para pria tersebut tertawa mengejek.
"Kerjasama atau kau akan terluka"
"Jangan mimpi"
1 pria berbadan tegap langsung maju, reflek membuat shani mengisyaratkan Gracia untuk mundur.
Shani bersiap dengan kuda-kuda nya, melayangkan beberapa pukulan pada salah satu pria yang kini ambruk di tanah. Shani tersenyum miring, saat berhasil melumpuhkan satu orang dengan mudah, hal itu membuat 3 pria maju sekaligus.
Shani mulai melayangkan beberapa pukulan, sesekali menangkis serangan mereka dengan lihai. Namun hal itu membuat shani kehabisan tenaga, sehingga shani mulai kewalahan karena mereka menyerangnya bersama-sama.
"Stop!! Jangan sakitin shani" teriak Gracia yang hanya bisa menangis lalu hendak menghampiri shani yang tengah memegangi perutnya sambil berlutut di tanah, terlihat darah segar mengalir di sudut bibir shani serta pelipisnya. Nafas Shani terengah, tubuhnya meraskan nyeri yang luar biasa di beberapa titik.
"Diam nona, atau kami akan menyakiti anda" bentak salah satu pria yang kini menahan tubuh gracia, berusaha menyeret nya menuju mobil.
"Mami lepasin shani mi" tangisan Gracia pecah, namun tak sedikitpun di hiraukan.
"JANGAN SENTUH GRACIA!!" teriak shani yang hendak bangkit ingin menghampiri Gracia
"Bawa ke mobil segera, dan bereskan bocah itu" titah nya lalu berjalan ke arah mobil.
"Gre!!" Shani berjalan tertatih, hal itu membuat 2 orang Pria kembali menghadang nya. Shani kembali melayangkan pukulan pada Pria di hadapan nya dengan sisa tenaga nya, berusaha untuk tetap berdiri dan bertahan demi Gracia, namun sayang tenaga shani sudah habis, tak cukup kuat menahan serangan dari pria-pria tersebut, membuat nya kembali ambruk ke tanah.
Suasana kosan yang memang sedang di jam-jam sepi, membuat tak ada satupun yang bisa menolong shani dan Gracia.
Darah segar keluar dari mulut Shani akibat pukulan keras di perutnya. Shani meringis merasakan nyeri yang hebat di Area perutnya itu.
Bukan kah dari awal shani sudah kalah jumlah dan tentu saja kalah postur dari para pria itu? Namun tetap saja shani berusaha menjaga Gracia semampunya.
"Shani hikssss Shani"
Gracia meronta, berusaha melepas cekalan dua pria berbadan kekar yang memegangi kedua tangan nya, menyeretnya dengan kuat. Tangis Gracia semakin pilu, kala ia melihat tubuh Shani yang ambruk di tanah.
Shani menatap sekilas Gracia, kepala nya berdenyut hebat, membuat nya mengerang kesakitan. Telinga Shani masih mendengar Gracia memanggil namanya namun samar.
"Shanii...hiks.. SHANI !!!"
Lagi teriakan Gracia terdengar samar di telinga shani yang kini ikut mengeluarkan darah, pandangan shani mulai kabur seiring hilang nya tubuh Gracia dari pandangan Shani, di susul hilang nya suara gracia dari jangkauan telinga Shani.
Shani menutup mata nya perlahan, sudut bibirnya terangkat mengucap kan satu kata dengan suara yang lemah sebelum ia benar-benar menutup mata.
"Graciaaa"
Lalu semuanya gelap.
= Tbc =
-Senyum Gracia terekam jelas di ingatanku, seperti Foto Shani dengan sejuta warna-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro