Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Delapan belas


= Selamat Membaca =

*************************










"Kalian gak pulang?"
Tanya Beby pada Anin, Angel dan Desy yang  kompak bermain game di sofa. "Kalian harus istirahat" lanjut beby namun ketiganya kompak menggeleng.

Beby mendengus pandangan nya beralih pada Shani yang masih berbaring sambil menatap langit-langit kamar inap nya. Entah apa yang difikirkan adiknya itu.
"Pantes loe gak ada ahlaknya, temen loe gitu semua" cibir beby membuat Shani menoleh.

"Mereka temen gue, loe berani ngatain lagi awas aja" ancam Shani membuat beby tertawa.

"Loe ngancem gue demi mereka?" Tanya Beby tak percaya, sementara Shani hanya mengangguk "makin yakin gue buat nyoret nama loe dari kartu keluarga" lanjutnya namun tak mendapat respon dari Shani.

Beby duduk di kursi samping ranjang Shani, mengambil sebelah tangan Shani lalu menggenggam nya tanpa perlawanan "Janji sama kaka, kalo kaka udah bisa bawa Gracia pulang. Kalian mau ikut kaka, tinggal sama kaka"

Shani menatap dalam mata Beby, melihat kesungguhan yang di tunjukkan kaka kandung nya itu, Shani mengangguk "Shani janji kak" jawab Shani yakin. Bagaimana pun Shani juga merindukan sosok keluarga, apalagi hanya Beby yang ia miliki sekarang, namun itu cukup membuat Shani bisa bertahan hidup. Apalagi ditambah kehadiran Gracia disamping nya.

Shani menoleh sekilas pada teman-teman nya, lalu kembali menatap Beby. "Loe bilang makasih ya sama mereka, mereka baik banget mau gue palakin mulu tiap hari"

Bukk

"Asuu!!!" Teriak Shani saat beby melepas genggaman nya lalu memukul lengan shani yang terbalut perban "sakit anjir!!! Gada perasaan banget loe jadi kaka"

"Kelakuan loe emang gada bener nya Shan, malu gue sebagai kaka"

"Mereka yang jadi temen gue aja gak malu"

"Ya karena mereka takut loe ancem mulu"

"Loe-

"Diem dulu" beby menyela ucapan Shani saat hp nya berdering, segera ia merogoh kantong celana nya. Lalu melihat siapa yang menelpon nya.

Beby segera berdiri, keluar dari kamar inap Shani sambil menempelkan hp di telinga nya.

"Gimana?"

"........"

"Bagus, kirim segera alamat nya"

"......."

"Jemput saya sekarang di Rumah Sakit Bunda, kita berangkat langsung"

"......"

Tuuutt 

Beby segera mematikan sambungan telpon nya, lalu kembali masuk.

"Gue mau ke rumah Gracia" ucap Beby cukup keras membuat Anin, Angel dan Desy menoleh dan terpaksa menghentikan Game mereka.

"Ikut!!!!" Teriak mereka bertiga serentak, sementara shani kini berusaha bangkit dari tidur nya.

"Aah shh" Shani meringis saat merasa seluruh tubuh nya sakit.

"Jangan maksain bangun" cegah beby lalu kembali membantu Shani berbaring. "Serahin semua nya sama kaka ya"

"Gue mau ikut kak"

"Kondisi kamu gak memungkin kan, percaya sama kaka. Kaka janji bawa Gracia buat kamu" beby menurunkan intonasi nya, menghadapi adik nya yang keras kepala ini memang butuh kesabaran ekstra.

"Kita ikut ya kak"
Ucap Anin yang kini berdiri disamping beby, sementara Angel dan desy menyusul di samping anin.

"Kalian jagain Shani aja, biar Saya yang urus sendiri. Titip Shani, kalo ada apa-apa segera hubungi saya"

"Tapi nanti Kalo Gracia gak percaya kalo kaka itu kaka nya Shani gimana?" Ucap Anin membuat beby diam sejenak. Benar juga, Gracia kan belum pernah bertemu Beby, begitu juga sebaliknya.

"Baiklah, kamu ikut. Kalian berdua jaga Shani ya, permisi"

"Yesss!!!" Batin anin 

Beby segera keluar  meninggalkan kamar inap Shani, disusul oleh anin dan segera menuju parkiran dimana beberapa anak buah nya sudah menjemput.

"Sore Non" sapa seorang laki-laki berbadan tegap pada Beby "silahkan" ucap nya sambil membuka pintu mobil. Beby segera masuk diikuti Anin di sebelah nya.
Beby memerintahkan mereka segera berangkat. Karena perjalanan akan memakan waktu cukup lama.

Sementara itu dirumah Gracia. Gracia terlihat sangat kacau, kantung mata nya terlihat jelas, entah berapa lama ia tidak tidur dan entah berapa lama ia menangis sambil menyebut nama Shani. Tubuh nya terlihat sangat lemah, karena sejak kemarin dia tidak mau makan. Hal itu membuat sang Mami semakin murka.

"Mau kamu itu apa sih? Jadi anak nyusahin aja bisa nya" bentak Sang mami yang berdiri sambil melipat kedua tangan nya di depan dada. Menatap dengan tatapan penuh kemurkaan.
"nyesel aku ngelahirin kamu!!" lanjutnya membuat Gracia tersentak. Ia lalu bangkit dari tempat tidur nya. Berdiri beberapa meter di hadapan sang mami.

Mata Gracia memerah, rahangnya mengeras saat mendengar kalimat terakhir dari sang mami. Ini sudah kelewatan, Gracia mungkin bisa sabar mendengar kalimat pedas dari sang mami, atau menerima perlakuan yang tidak meng'enakan lainnya, tapi kali ini sudah keterlaluan, Gracia sudah benar-benar tidak menganggap wanita di hadapan nya sebagai mami nya lagi. Persetan jika Gracia dianggap anak durhaka.

"Saya gak pernah minta dilahirkan dari wanita seperti anda" satu kalimat dengan nada datar dari Gracia memancing emosi dari sang mami yang kini mendekat kearah Gracia.

Plakk

Sebuah tamparan keras mendarat sempurna di pipi kanan Gracia, membuat tubuh Gracia yang lemah langsung limbung dan jatuh ke lantai. Gracia meringis sambil meraba Sudut bibir nya yang robek dan mengeluarkan darah.

"Jaga ucapan kamu!!" Bentak sang mami dengan suara tinggi.

Gracia mencoba bangkit, melupakan sejenak rasa sakit di bibir, pipi serta beberapa bagian tubuh lainnya. Gracia menatap remeh sang mami lalu tersenyum sinis "Apa yang harus saya jaga sementara anda sendiri tidak mengajarkan nya?"

Sang mami melayangkan tatapan tajam serta senyum miring "Gaul sama anak miskin itu malah makin kurang ajar kamu ya"

Gracia terkekeh "Setidak nya anak yang anda bilang miskin itu memperlakukan saya jauh lebih baik dari pada anda" ucap nya sambil menegakkan tubuhnya, mengangkat kepala nya, seolah menantang balik sang mami tanpa rasa takut sedikit pun.

Sang mami mencengkram kuat leher Gracia membuat Gracia meringis kesakitan, tak hanya itu cengkraman yang kuat membuat gracia kesulitan bernafas "kamu itu cuma anak pembawa sial, pembunuh, dan nyusahin. Jadi jangan coba-coba kurang ajar pada saya" ucap nya seraya melepas cengkraman nya sambil mendorong tubuh Gracia hingga mundur beberapa langkah.

Gracia berusaha mengisi kembali paru-parunya, sambil sesekali terbatuk. otak nya kembali di penuhi memori yang selama ini ia kubur jauh tanpa pernah ia gali lagi. Tapi kini dengan begitu mudah nya mahluk didepan nya membuka kembali semua ingatan itu. Membuat kepala Gracia berdenyut hebat. Sekelebat kalimat Shani muncul di benak nya, membuat Gracia menggeleng.

"Nggak!! Aku bukan pembunuh. Shani bilang aku bukan pembunuh" ucap Gracia Frustasi, sambil meremas rambutnya.

Sang mami tertawa jahat "kamu cuma di bohongi oleh gadis miskin itu. Karena sekalinya pembunuh tetap saja pem-bu-nuh" sang mami menepuk pipi Gracia sebelum berbalik meninggalkan Gracia yang kini diam mematung di tempatnya.

Perlahan tubuh Gracia luruh ke lantai seiring di tutup nya pintu kamarnya dari luar oleh sang mami. Gracia memeluk kedua lututnya, hati Gracia menangis pilu namun mata nya tak sedikit pun meneteskan air mata.

"Shani, aku pembunuh shan"

Tubuh Gracia bergetar hebat, guncangan mental yang ia terima cukup membuat akal sehat nya menggila. Semua kalimat sang mami berputar di kepala nya, menjadi sebuah virus yang melemahkan semua fungsi otak nya, yang mungkin sebentar lagi bisa saja mati.

Tak lama Sebuah kekehan terdengar dari bibir Gracia diselingi tangisan yang memilukan, otak nya terus mengulang-ulang sebuah kalimat...

"Aku pembunuh"

__

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya Mobil milik Beby beserta beberapa anak buah nya tiba di depan Gerbang sebuah rumah mewah yang dijaga oleh beberapa orang berbadan tegap. Anak buah Beby segera keluar dan berbincang pada penjaga. Entah apa yang mereka perdebatkan, namun pada akhirnya mobil beby di persilahkan masuk.

Beby meneliti kesekitar nya, dia sedikit menerka-nerka tentang siapa orang tua dari Gracia. Karena mereka Sepertinya bukan keluarga sembarangan.

Beby turun dari mobil di susul Anin yang kini mensejajarkan langkah nya dengan Beby. Setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk, akhirnya beby tiba di ruang tamu. Dimana ada seorang wanita sedang duduk manis di sofa, dengan sebatang rokok yang menyala, diapit oleh jari tengah dan jari telunjuknya.

"Selamat malam"
Sapa beby ramah

Sang tuan rumah mematikan rokok nya, lalu membuang nya di asbak.
"Selamat malam, silahkan duduk" ucap nya dengan angkuh.

Beby mengangguk lalu duduk di hadapan sang wanita, bersama anin di sampingnya. Pandangan Beby mengedar beberapa detik, memperhatikan beberapa orang yang berjaga, sementara anak buah nya tidak diizinkan masuk. Hal itu membuat beby lebih waspada.

"Ada perlu apa nona-nona berkunjung malam-malam seperti ini?" Tanya sang wanita dengan nada angkuh yang selalu terasa di setiap kata yang ia ucap.

"Saya Beby, dan nyonya...?" Tanya beby

"Siska!" Jawab nya acuh

"Baik nyonya Siska, apa benar nyonya ibu dari Shania Gracia" tanya beby membuat siska terkekeh.

"saya sih malas mengakuinya, tapi ya fakta nya memang begitu"

Beby menaikkan sebelah alisnya, tak menyangka dengan jawaban dari wanita di hadapan nya ini. "nyonya, tujuan saya kesini untuk menjemput Gracia" ucap beby to the point. 

Siska tertawa mengejek seraya melipat tangan nya didepan dada "ada perlu apa anda dengan anak tak tau diri itu? Kalo bukan karena uang, saya saja malas kok mencari nya"

Beby mengepalkan kedua tangan nya erat, mencoba menahan diri untuk tidak melayangkan pukulan pada wanita di hadapan nya ini.

Sementara Anin bergidig ngeri melihat bagaimana sikap dari wanita yang tak lain adalah mami dari Gracia, sahabat nya itu.

"Iblis macam apa ini?" Batin anin

Beby berusaha menjaga sikap nya agar tetap tenang "Hmm sepertinya nyonya memang tidak menginginkan kehadiran Gracia, maka dari itu izinkan saya membawanya kembali"

Lagi-lagi siska tertawa sebelum berucap "saya sudah dijanjikan uang yang cukup banyak untuk ditukar dengan anak itu, jadi yaa kalo kamu bisa memberi saya dua kali lipat. Mungkin saya bisa fikirkan"

Anin menegang di tempatnya, bulu kuduk nya semua berdiri. Merinding rasanya saat mendengar rentetan kalimat dari wanita di hadapan nya. Baru kali ini ia menyaksikan dengan mata kepala nya sendiri sikap wanita jahat seperti ini, biasanya ia hanya menonton di film ajab yang sering mama nya tonton tanpa pernah terlewatkan. Sekarang Anin percaya bahwa wanita jahat gila harta itu memang nyata adanya. Anin harus bertanya pada mamanya nanti, ajab apa yang akan di terima wanita di hadapan nya ini.

Sementara Beby semakin menggeram dalam hati, jika wanita di hadapan nya ini bukan mama Gracia. Mungkin saja besok wanita ini sudah lenyap dari dunia.
"Berapa yang Nyonya minta?" Tantang beby yang kini melipat kedua tangan nya di depan dada.

Anin di buat semakin merinding saat merasakan aura dingin dari Beby, sejenak Anin lupa jika Beby adalah kaka nya Shani. Jika sikap Shani bisa sangat menyeramkan, maka bisa Anin pastikan bahwa beby bisa lebih mematikan.

"Haha kamu itu siapa? Mau-maunya buang duit cuma untuk anak pembawa sial itu"

"Tidak perlu tau siapa saya, sebut saja berapa yang anda Minta"

"Oke oke. Saya juga gak peduli sih siapa kalian" ucap nya lalu mengambil sebatang rokok dan menyalakan nya, menghisap nya beberapa kali sambil menghembuskan asap nya ke udara "Hmm sebentar saya fikir dulu berapa harga yang harus kamu bayar"

Beby semakin mengepal tangan nya kuat, seumur hidup nya baru kali ini ia merasa di permainkan.

"Kamu sanggup kasih saya 10M?" Tantang siska membuat Anin menegang di tempat nya. Otak nya seketika menghitung berapa banyak angka Nol di belakang angka 10 yang disebutkan siska.

Beby menegakkan tubuhnya, tanpa ragu ia mengangguk menjawab tantangan siska "baik, saya sanggup"

Anin menatap beby tak percaya, bahkan bibir nya sedikit terbuka saat mendengar kalimat tanpa ragu dari mulut beby.
Sekaya apa keluarga Shani, hingga beby tak terlihat berfikir sedikitpun untuk mengiyakan permintaan siska? 10M itu bukan uang yang sedikit.

"Haha saya suka anak muda seperti anda. Baiklah baiklah. Kalian boleh membawa nya jika saya sudah menerima uangnya"

"Baik, tapi sebelum itu saya harus memastikan Gracia baik-baik saja"

Siska mengangguk lalu menggerakkan tangan kanan nya, memanggil salah satu anak buahnya untuk membawa Gracia.

Tak berselang lama, munculah Gracia yang kini terlihat semakin kacau. Rambutnya berantakan, jejak air mata masih terlihat di pipinya. Jangan lupakan darah yang sudah mengering di sudut bibir serta pipinya. Namun yang membuat lebih miris adalah ekspresi Gracia yang datar di tambah tatapan Gracia yang kosong.

Perlahan tapi pasti, Gracia berhenti dengan jarak beberapa meter dari Beby, Anin dan Siska. Anin segera bangkit dari duduknya, sungguh hatinya seolah terkoyak saat melihat keadaan sahabat bar-bar nya ini. Anin berani jamin, jika Shani tau hal ini, maka orang-orang yang berbuat seperti ini pada Gracia akan habis ditangan Shani. Tapi mungkin sebentar lagi tugas itu akan di laksanakan oleh Beby.  fikir anin.

Anin mendekat kearah Gracia, menarik tubuh lemah itu dalam pelukan nya.
"Gree.. loe gapapa kan?"

Pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Anin tak di hiraukan oleh Gracia, tak hanya itu, pelukan Anin pun tak berbalas. Anin menaikkan sebelah alisnya saat merasakan sisi lain dari Gracia. Anin melepas pelukan nya lalu menatap Gracia penuh tanya.

"Greee liat gue. Gue Anin" anin berusaha mengguncang bahu Gracia dengan kedua tangan nya. "Gre ngomong sesuatu gree" lanjut anin berusaha menarik perhatian Gracia. Namun lagi-lagi Gracia tak bergeming sedikitpun, tatapan nya masih kosong membuat Anin semakin heran.

Beby ikut menatap intens Gracia, untuk pertama kalinya ia melihat Gracia secara langsung. Namun beby yakin kondisi Gracia sedang tidak baik-baik saja.

"Gree.. ngomong anjir!" Kesal Anin bercampur panik, bahkan kini air mata nya ikut mengalir. Anin menangkup kedua pipi Gracia, memaksa gracia agar menatap ke arah nya "Shania Gracia ngomong gre hikss" tangis anin mulai pecah, semakin pecah saat Gracia mengucapkan kalimat yang sejak tadi memenuhi otak Gracia.

"Aku pembunuh"

Anin menggeleng, sebelah tangan nya mengusap air matanya dengan kasar "enggak gre, loe bukan pembunuh"

"Aku pembunuh"

"Enggak Gracia. Shani bakal marah Kalo loe bilang gitu!!" teriak Anin mengundang tepisan kasar pada sebelah tangan anin yang masih menangkup pipi Gracia.

"Aku pembunuh, Shani pasti benci aku"

Anin kembali mengusap kasar air matanya, sesak rasanya ketika ia merasa tidak mengenali sahabatnya sendiri. Entah lah apa yang mami nya lakukan sehingga Gracia bisa seperti ini.

Siska bangkit dari duduk nya, berjalan mendekati anin dan gracia. Beby yang melihat itu tak tinggal diam, ia ikut bangkit lalu mendekat.

"Anak gak berguna" cibir siska "apa sih yang kalian lihat dari anak gatau diri ini"

Anin muak mendengar semua ucapan Siska, peduli setan jika ia di cap sebagai anak yang tidak sopan "Jagak ucapan tante!" Bentak Anin namun mengundang kekehan dari Siska.

"Lihat saja anak itu, sebentar lagi kalian harus mengirim nya ke rumah sakit Jiwa"

"Apa sikap anda tidak bisa lebih baik sedikit?" Tanya Beby yang kini mulai tersulut emosi.

Sementara Anin kembali menatap gracia "Gre dengerin Gue, kita bakal bawa loe balik, loe mau ketemu shani kan gre?"

Gracia tidak bereaksi apapun, bahkan beberapa kali nama Shani di sebut pun ia masih tidak bergeming di tempatnya.

"Gre, Shani sayang sama loe, kita semua sayang loe. Kita mau loe balik, kita ngerusuh lagi di sekolah hiksss. Hikss Kita bakar kantin kalo perlu, asal lu seneng. Gree liat guee hiksss"

Siska yang sejak tadi mendengar nama Shani di sebut, kini mulai faham siapa Beby dan Anin. Semakin sering nama Shani disebut, Siska semakin terpancing emosi, karena ia berfikir bahwa Gracia menjadi berani melawan Siska karena gadis yang bernama Shani itu.

"JADI KALIAN TEMAN NYA GADIS MISKIN GAK TAU DIRI ITU?" teriak Siska menggema di seluruh penjuru rumah. Membuat beberapa orang terlonjak kaget, sementara Gracia kini menutup matanya. Tangan nya kembali mengepal kuat, seolah sesuatu tak kasat mata menampar dirinya. Mengembalikan sisi warasnya saat Siska kembali menjelekkan shani di hadapan Gracia. Tidak, tidak ada yang boleh menjelekkan, menghina atau bahkan mencaci Shani nya itu, tidak boleh.!!

"Jaga ucapan mami!!!"

Satu kalimat Gracia membuat anin menatap tak percaya. Namun Anin kembali menatap heran saat Gracia menggeser tubuh Anin lalu berjalan ke arah siska, mensejajarkan tubuhnya tepat di hadapan Siska. Menatap tajam mata yang selalu memancarkan amarah setiap kali menatapnya.

Beby dan Anin kompak berdiri satu meter di belakang Gracia, berusaha sewaspada mungkin menjaga Gracia semampu mereka.

"Berani kamu sekarang hah!?" bentak siska namun tak sedikitpun membuat Gracia gentar.

Gracia tersenyum miris "Dari kecil gege selalu menelan mentah-mentah semua kalimat menyakitkan yang selalu mami lontarkan"

Tatapan gracia kini mempertegas emosi dalam dirinya, membuat siska kini ikut menatap Tajam Gracia. Keduanya saling menatap tajam, saling menantang satu sama lain.

"Dari kecil gege selalu menelan mentah-mentah semua kalimat mami yang selalu menyalahkan gege atas kelalaian gege menjaga adek hingga adek harus pergi selamanya. Sementara mami gak sadar bahwa saat itu gege juga masih anak kecil yang harus diawasi. Apa mami lupa bahwa saat kejadian itu mami sedang asyk berbincang di telpon entah dengan siapa. Lalu siapa sebenarnya yang lalai hmm?"

Gracia menaikan sebelah alis nya, saat ia tidak mendapat jawaban dari siska.

"Bahkan Gege seolah tak pernah peduli, saat mami memberikan Predikat pembunuh pada gege sejak kejadian itu, seolah predikat itu tidak merubah apapun dihidup gege. Padahal pada kenyataan nya predikat itu yang selalu mendorong gege untuk mengakhiri hidup saat itu juga"

Siska tertampar oleh semua kalimat Gracia, membuat dirinya kini sedikit gusar. Tatapan siska berubah menjadi tatapan tanya saat kaki Gracia mengayun satu langkah ke depan, yang otomatis semakin mendekat kearahnya. Tangan kanan Gracia terangkat untuk Mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya.

Bisa siska lihat dengan jelas tatapan penuh kebencian serta kecewa yang Gracia layangkan pada dirinya, sekalipun kadang tertutup air mata yang sejak tadi tidak berhenti mengalir di pipi anak gadis nya itu.

"Gege selalu diam saat mami menyalahkan gege atas perubahan sifat papi"

"Gege diam saat mami selalu berteriak memaki dan menyalahkan gege atas sikap papi yang semakin hari semakin buruk"

"Gege bahkan diam saat mami menyalahkan gege atas kematian papi karena bunuh diri di depan mata kepala gege sendiri"

"Padahal jelas-jelas mami tau bahwa papi bunuh diri karena kekecewaan nya pada mami, mami yang selingkuh di belakang papi. Lalu yang jadi korban siapa mi ? Aku mi, aku!!"

Gracia tertawa miris "bayangkan bagaimana buruk nya kondisi mental gege sejak kecil mi. Apa mami pernah mikirin perasaan gege?"

"APA MAMI TAU GIMANA RASANYA JADI GEGE?!!!"

Siska menutup erat matanya, tubuhnya bergetar mendengar rentetan kalimat Gracia. Semua keangkuhan, dan sikap kerasnya seolah lenyap. Berganti dengan sebuah perasaan asing yang kini menelusup ke hati nya. Membuat hatinya nyeri seolah ditusuk oleh pisau yang sangat tajam sekali. Perasaan apa ini? Penyesalan kah?

Semua orang di ruangan hanya fokus mendengar semua kalimat yang di ucap kan Gracia, melihat dengan seksama bagaiamana dua orang yang berkaitan darah saling melempar tatapan yang kini sulit diartikan.

Beby yang sejak tadi diam, membiarkan Gracia mengeluarkan semua beban yang di pendam nya selama ini. Membiarkan semua kalimat penuh kesakitan itu menampar keras Siska yang kini pertahanan nya mulai goyah.

Gracia mengatur nafas nya yang sempat memburu, kedua kakinya mencoba lebih kuat menopang tubuhnya yang kini mulai lemah.

"Mami gak tau kan berapa kali gege mencoba mengakhiri hidup?" Tanya Gracia "Gak tau kan?" Lanjutnya lalu terkekeh "puluhan kali mi"

Gracia menyingsingkan lengan baju sebelah kiri nya, lalu mengarahkan tangannya pada Siska "lihat dengan mata mami yang selalu menatap gege dengan penuh kebencian itu, berapa banyak luka bekas sayatan disini?? Banyak kan mi. Kalo mami fikir gege gila karena melakukan ini, jawaban nya iya mi. Gege gila karena mami"

Gracia menurunkan tangan nya, menghela nafas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar "mami gak tau, mungkin kalo bukan karena gadis yang mami sebut gadis miskin itu. Mami udah lama nguburin mayat gege, atau lebih parah nya mami mungkin akan membuang mayat gege tanpa perlu repot-repot menguburnya"

"Gadis miskin itu yang menyelamatkan hidup gege, menjaga gege dengan segenap jiwa dan raga nya. Memberi gege kebahagiaan yang gak pernah siapapun berikan pada gege. Gadis yang rela mempertaruhkan nyawa nya untuk menjaga gege. Gege rela miskin seumur hidup gege asal sama dia. Asal sama Shani mi. Namanya Shani, mami harus ingat baik-baik di kepala mami"

"NAMANYA SHANI!!!!"

Sebelah tangan Siska reflek terangkat saat mendengar teriakan kedua dari Gracia.

Plakk

Lagi, tamparan kedua siska layangkan di pipi kanan Gracia, kali ini benar-benar membuat tubuh Gracia langsung ambruk dilantai.

Beby segera beranjak lalu mengangkat tubuh Gracia, membawa nya keluar dari rumah siska disusul Anin yang sejak tadi sudah menangis histeris. Anin memaksa tubuh nya yang sudah gemetar untuk bisa berjalan, mengikuti langkah beby yang membawa Gracia ke mobil nya.

Beby segera menyuruh anak buah nya untuk membawa mereka pergi, meninggalkan siska yang kini diam di tempatnya.

Lama siska mematung sambil menatap nanar pintu yang sejak tadi sudah Anin tutup dari luar. Air matanya perlahan mengalir di pipinya, semakin lama semakin deras kala ia mengingat beberapa kalimat Beby yang seolah menjadi titik dimana rasa sesal itu kini menghantui dirinya. Kalimat itu dengan jelas berputar di otak Siska hingga ia bisa mengulang kembali kalimat Beby yang berbunyi...



"Seumur hidup saya, saya baru menemukan sosok iblis seperti anda, Saya janji Besok uang nya akan saya bawa ke hadapan anda, dan saya pastikan kepada anda nyonya Siska. ini terakhir kali anda melihat Gracia seumur hidup anda. Permisi"








= Tbc =

-Senyum Gracia terekam jelas di ingatanku, seperti Foto Shani dengan sejuta warna-











Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro