Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Enam

Judul: Bu, Maaf - Enam
Penulis: Jafreida
Publikasi: 13 Desember 2017
Revisi: 16 Februari 2022

~

"Aynaa.."

Sebuah panggilan terdengar di telingaku. Suara itu sepertinya sangat familiar. Suara berat khas bapak-bapak yang sepertinya sangat aku rindukan. Aku berpikir sebentar sebelum membuka kelopak mataku. Suara itu...

"Ayah?"

Aku berusaha membuka mataku dengan perlahan. Rasanya agak sedikit sulit.

"Ayah?" Ucapku lagi saat berhasil membuka mataku dan mendapati sosok yang sangat aku rindukan ada di depanku.

Sosok itu hanya tersenyum menatapku. Aku segera menghambur ke pelukannya dan menangis. Menangis karna aku sangat bahagia dapat bertemu dengannya lagi setelah beberapa tahun menahan rindu.

"Ayah..."

hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Terlalu banyak kata yang ingin aku sampaikan padanya sehingga aku bingung apa yang harus aku katakan terlebih dahulu.

"Ayna kangen sama Ayah..."

"Ayah juga kangen sama kamu sayang..."

"Ayah, Ayna mau tetep disini sama ayah ya.."

"Gak bisa sayang... Kamu harus kembali, kamu harus temui ibu"

"Aku gak mau Ayah, ibu berubah"

"Ayah tau. Dia berubah makin sayang kan sama kamu? "

"Ayah salah. Justru ibu sering memarahi aku sekarang. Kerjaannya ceramahin aku terus. Padahal dulu, sebelum Ayah pergi, ibu gak pernah marah-marahin aku. Ayah tau itu."

"Ibu marah pasti demi kebaikan kamu. Kalo dulu, ibu gak pernah marah karna ibu yakin kamu selalu baik-baik saja selama Ayah menjaga kamu. Kamu juga harus tau itu."

"Tapi Ayah.. Ibu itu jahat. Gak kaya Ayah yang selalu ada buat Alifa. Ibu itu bisanya bikin mood Alifa memburuk aja."

"Ibu jahat? Apa yang Ibu lakuin kekamu sampe kamu berani bilang ibu jahat? Dan lagipula ayah yakin, bukan Ibu yang bikin mood kamu memburuk. Justru sebaliknya kan?"

Aku terperanjat mendengar kata-kata Ayah. Apa yang ia katakan sepertinya memang benar. Pikiranku Berkali-kali mengelak kebenaran itu.

Namun tetap saja. Hati yang terlanjur gelap ini berkata lain. Kata-katanya seperti menusuk-nusuk hati. Dia benar. Aku yang membuatnya kecewa. Aku yang membuatnya menangis setiap malam. Tapi dia juga sering membuatku kesal kan. Tapi.. aarrgh...

"Ayna," sela Ayah saat melihatku hanya diam.

"Jika kamu berfikir Ibu adalah orang jahat, coba kamu berfikir ulang. Siapa yang rela bangun pagi-pagi hanya untuk membuatkan sarapan seseorang yang tidak menyayanginya? Siapa yang rela bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan seseorang yang bahkan tak pernah membantunya? Siapa yang rela mengorbankan segalanya---bahkan nyawa--- demi kebahagiaan seseorang yang selalu membuatnya menangis? Siapa? Siapa lagi jika bukan Ibu? Lalu, apa ia pantas kamu sebut sebagai orang jahat?"

Kini aku menunduk. Tak ada keberanian untuk menatapnya. Dia mengatakan sebuah kebenaran lagi. Aku diam menunggunya bersuara lagi.

"Ayna... mungkin kamu berfikir Ayahlah orang yang paling menyayangimu. Namun kenyataannya, Ibu lebih menyayangimu nak."

"Kamu harus tau, dia selalu mengecup keningmu setiap malam meski kamu selalu membuatnya menangis. Dia selalu menyelipkan namamu di setiap doanya meski kamu tak pernah sekalipun mendoakannya. Dia berusaha memenuhi keinginanmu meski kamu tak pernah membantunya. Dia berusaha membahagiakanmu meski kamu membuatnya sedih. Dia tetap akan menyayangimu meski kamu tak pernah menyayanginya. Dia juga tak pernah membencimu meski kamu selalu membencinya..."

Tes.

Air mataku meluncur bebas dipipiku. Baru kali ini aku menangis mendengarkan pembicaraan mengenai Ibu. Baru kali ini kalimat-kalimat tentang ibu mampu menggetarkan hatiku.

Sungguh, kali ini aku tidak berpura-pura menangis seperti biasanya. Aku menangis dengan tulus. Aku menerima kalimat-kalimat yang biasanya kutolak itu. Aku menerimanya kali ini. Ini bukan lagi omong kosong. Sungguh, aku tak menganggap itu omong kosong.

"Ayna, kamu sadar tidak sih? hanya Ibu yang kamu miliki sekarang. Hanya Ibu yang bertahan denganmu hingga kini. Hanya ibu yang selalu ada untukmu. Ayah yakin Ibu orang pertama yang akan memelukmu ketika semua orang membencimu. Hanya Ibu yang akan selalu menyayangimu dengan tulus. Dan hanya Ibu yang tak akan pernah membencimu meski kamu menyakitinya berkali-kali."

Air mataku mengalir semakin deras. Aku baru menyadarinya sekarang. Semua yang Ayah katakan itu benar adanya.

"Berkat doanya, kamu menjalani hari-hari yang bahagia bersama teman-temanmu. Berkat doanya kamu selalu sehat. Berkat doanya segala urusanmu menjadi mudah. Berkat kerja kerasnya kamu masih merasakan nikmatnya hidup hingga kini. Tak ada hal yang dapat membalas jasanya dengan setimpal. Namun ia tak keberatan sama sekali.

senyummu cukup membuat semua rasa lelah dan penatnya bekerja keras itu terbayar. Tapi apa yang kamu lakukan? Apakah kamu memberinya senyuman setiap saat? Padahal itu hanyalah hal sepele.

jika ia orang lain, pasti akan merasa sangat rugi. Tapi ibumu tak pernah mempermasalahkannya bukan?"

Aku masih diam.

"Bagaimana sekarang? Apa kamu akan tetap menghindarinya? Atau kamu mau meminta maaf padanya?"

Aku mendongak menatapnya. Air mata telah membuat mataku sembab.

"Aku akan meminta maaf dan mulai menyayanginya seperti dia menyayangiku Ayah. Aku janji."

Kata-kata yang keluar dari mulutku akan aku ingat selalu agar aku tak pernah mengingkarinya. Aku telah berjanji.

"Syukurlah. Ayah senang mendengarnya. Meminta maaflah sebelum terlambat nak..."

Sebelum terlambat. Tentu aku akan langsung meminta maaf ketika menemuinya.

Aku memeluk ayah lagi, menangis lagi. Kali ini bukan karena merindukan Ayah.

"Ayah, apakah Ayah yakin ibu akan memaafkanku setelah semua yang telah aku lakukan padanya selama ini?" Tanyaku masih didalam dekapannya.

Ayah mengangguk. "Tentu saja. Ayah yakin dia memaafkanmu bahkan sebelum kamu mengatakannya. Dia wanita yang mudah memaafkan orang lain. Apalagi anaknya sendiri."

Ayah melepaskan pelukannya. Ia menatapku dalam lalu mengusap rambut panjangku.

"Ayah harus pergi sekarang. Terimakasih mau mendengarkan ayah dan memaafkan ibu. Jangan lupakan janjimu nak.."

"Yaah.. padahal aku masih ingin bersama ayah. Tapi aku sangat bahagia bisa bertemu ayah meski hanya sebentar. Aku tak akan melupakan janjiku ayah."

Ayah mengecup keningku lalu menghilang secara tiba-tiba dari hadapanku.

⏬⏬⏬⏬⏬⏬⏬

Akhirnya, penyakit malas berhasil aku atasi🙌🙌😃😃😃

Alhamdulillah bentar lagi selesai!!! Jangan bosen ya bacanya😆😆

Satu lagi.. vote dan comments nya dong.. biar tambah semangat..

TBC⬇

~Jafreida

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro