Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Namae wo Yobu yo

Pairing: Akutagawa Ryuunosuke x Fem! Nakajima Atsushi

Di mata Akutagawa Ryuunosuke, seorang Dazai Osamu adalah sosok calon mertua galak.
-

-

-

-

"Bangun! Pelatihanmu belum selesai!!"

Bergidik, Ryuunosuke tidak berani membantah. Meskipun tubuhnya sakit semua sampai rasanya tulang belulangnya mau remuk, dia tidak bisa berhenti begitu saja.

Kembali pemuda itu berdiri, memasang kuda-kuda siaga. Hantaman, tendangan, tinju, pukulan, dilayangkan lawannya kemudian. Dan sekali lagi, tubuh si pemilik Rashoumon itu terhempas ke tanah.

"Heh! Kau sama sekali tidak berkembang! Mau sampai kapan kau lemah begini, hah???" murka sang guru kian memuncak.

Tentu saja, Akutagawa tidak berani membantah. Orang ini, Dazai Osamu, adalah gurunya. Guru yang mengajarinya cara meningkatkan kemampuan supernya.

Sejak dipungut oleh Dazai sendiri, Akutagawa diberi pelatihan keras nan ekstra. Apalagi cara mengajar Dazai memang mengerikan. Baginya, Dazai Osamu lebih daripada guru killer.

Padahal Akutagawa tahu, Dazai itu malah tipe-tipe lelaki susis (suami takut istri).

Tapi ya, Akut lebih suka diajar sama istrinya ketimbang Dazai. Chuuya lebih lembut nan pengertian serta tidak pelit nilai. Beda sekali dengan suaminya. Meski dari segi temperamen, Chuuya lebih rawan esmosi.

"Sudahlah, hari ini sampai segini dulu," Dazai menutup sesi latihan. Akutagawa menghempaskan tubuh lelahnya ke tanah. Pemuda itu sibuk mengatur napas.

"Akutagawa-san, kau tidak apa-apa? Apa Dazai-san terlalu keras padamu?"

Itu dia, suara anak gadis Dazai. Namanya Atsushi

Sebenarnya bukan anak kandung. Dazai menemukannya kelaparan di pinggiran sungai saat tengah mencoba bunuh diri.

Berkat naluri keibuan Chuuya, mereka mengadopsinya. Pasangan itu dengan senang hati membiarkan Atsushi tetap memakai nama marga lamanya.

Kini, gadis itu duduk di samping Akutagawa yang baru selesai latihan. Disodorkannya sebotol air mineral.

"Ayahmu itu memang sesuatu," komentar Akutagawa dengan wajah datar.

"Hush! Kau tidak takut nanti dia mendengarnya?" Atsushi menegur.

Akutagawa memandang gadis manis itu datar. Untuk beberapa saat, hanya keheningan yang mengisi.

"...Enak, ya?" celetuk pemuda gelap itu tiba-tiba.

"Eh?"

Akutagawa mendongakkan kepala, menatap langit-langit ruangan yang mereka pakai untuk latihan itu.

Lalu kembali pemuda itu bersuara, "Padahal, aku dan kamu sama-sama dipungut oleh Dazai-san. Tapi perlakuannya pada kita beda sekali, ya?"

"Dazai-san memperlakukanmu dengan lembut. Kamu dimanjakan. Kau bahkan sampai diadopsi olehnya. Sedang aku? Hari pertamaku di sini saja sudah seperti neraka. Dia benar-benar keras."

"Ngga begitu, kok!" sangkal Atsushi prihatin.

Senyum tipis disunggingkan Akutagawa. "Ah, kau tak mengerti..."

"Itu... Mungkin karena kekuatanmu sangat kuat? Mungkin Dazai-san tahu dan ingin kau bisa menggunakannya dengan benar," gadis itu berpendapat.

"...Sou da ne.." jawaban singkat dari Akutagawa.

"Kira-kira, kenapa Dazai-san sebegitu inginnya, ya, melihat aku semakin kuat?" ia melanjutkan sembari netranya menerawang.

Atsushi tersenyum maklum. Lantas, gadis itu berdiri. Sambil membersihkan debu di bagian belakang roknya, gadis itu kembali berkata, "Pasti ada alasannya, kok... Dan alasan itu baik..."

Sebuah anggukan kecil Akutagawa tunjukkan sebagai jawaban. Si gadis surai perak kembali tersenyum. Sebelum ia pergi, ia bertanya pada Akutagawa.

"Akutagawa-san, hal apa yang paling kau takutkan di dunia ini?"

Pemuda itu tampak bimbang sejenak. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tak lama, dengan nada datar dia menjawab, "Entahlah... Bagaimana denganmu?"

Terlihat wajah Atsushi seakan dirundung kabut. Ia memasang wajah masam.

"Ichiban kowai koto wa... Jibun no koto, kana..."

***

Suasana Yokohama sore itu cukup ramai. Hal ini karena saat itu jam pulang kerja. Orang-orang berseliweran sana-sini, menciptakan ruang ramai riuh yang tak beraturan.

Diantara orang-orang itu, Akutagawa berjalan santai dengan pakaian biasa. Ia berjalan sambil merenung, memikirkan kata-kata Atsushi tempo hari.

"Yang paling dia takuti... Dirinya sendiri, kah..." ia bermonolog.

Tiba-tiba, perhatiannya tersita pada sebuah bar yang berdiri di sudut sebuah jalan. Itu karena ia melihat sosok Dazai Osamu masuk ke dalam bar itu.

Karena penasaran, akhirnya Akutagawa memutuskan untuk mengikuti sang guru. Ia masuk ke dalam tak lama setelah Dazai masuk.

Ting!

Terdengar suara gelas diketuk. Pria bersurai kakao itu duduk santai di kursi paling tengah. Kedua matanya terpejam. Sepertinya, ia tengah memikirkan sesuatu.

Tapi itu tak berlangsung lama, karena dengan segera ia menyapa Akutagawa.

"Sudah kuduga kau bakal masuk."

Ho? Jadi dia sudah ketahuan, kah?

Akutagawa memilih untuk duduk di sebelahnya. Tepat saat itu, Dazai berujar, "Ah, Master, satu gelas untuk dia."

"Eh, tidak perlu. Saya... Tidak minum," tolak Akutagawa sopan. Dazai mengernyitkan dahi sejenak, setelah itu mendengus.

"Baiklah, Master. Jus saja untuk dia."

Segelas jus datang tak lama kemudian. Musik retro memenuhi ruangan. Untuk beberapa saat, mereka hanya saling diam.

Pada suatu momen, tiba-tiba Dazai memulai percakapan. "Apa kabar dengan Gin?"

"Dia baik-baik saja," jawab Akutagawa singkat. Gin adalah adik perempuannya. Gadis itu kini di bawah pengawasan Koyou, ibu angkat Chuuya. Yah, setidaknya wanita itu berpikir demikian.

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk kembali tenggelam dalam keheningan. Lagi, musik retro bar menjadi satu-satunya suara yang mendominasi di tempat itu.

Bar yang mereka masuki ini sangat sepi. Bahkan, hanya ada mereka pelanggan di sana.

"Apakah kamu membenciku, Akutagawa-kun?" sebuah pertanyaan Terlontar spontan dari mulut Dazai.

Tentu saja, Akutagawa sangat terkejut. Ia tak menyangka akan disuguhi pertanyaan itu.

Sebenarnya ia ragu menjawab. Apakah ia benci pada gurunya ini? Takut? Atau...

"...Tidak," jawabnya, "saya... Menghormati Anda."

Mimik terkejut ditampakkan Dazai barang sekilas. Setelah itu, ia menutup matanya sambil tersenyum kecil. "Benarkah? Aku tidak menduga jawaban itu keluar dari mulutmu," kata dia.

Setelah itu, Dazai memandanginya intens. Akutagawa menahan napas. Jantungnya serasa mau copot melihat tatapan tajam yang Dazai tunjukkan padanya.

"Benar begitu, Akutagawa-kun?" desis gurunya ini dengan intonasi begitu dingin.

Keringat dingin meluncur turun di dahi Akutagawa. Ia menelan ludah gugup. Lidahnya kelu. Hanya dengan tatapan mengintimidasi, seorang Dazai Osamu mampu membuatnya tidak berani bicara sepatah kata pun.

Sesaat kemudian Dazai kembali menarik wajahnya. "Terserah, lah," kata dia, "Lebih lagi, aku ingin bertanya sesuatu padamu."

"Jika ada seseorang yang amat kau sayangi mengamuk di depanmu, apa yang akan kau lakukan?"

Akutagawa diam sejenak. Pertanyaan yang sangat mendadak. Ia tak berani menanyakan apa alasan Dazai menanyainya seperti itu. Karena itulah, ia berpikir.

"Saya... Akan menghentikannya apapun yang terjadi," akhirnya sebuah jawaban keluar.

"Apa kau akan membunuhnya?" Dazai menginterupsi.

Tentu saja Akutagawa langsung tercekat. Entah kenapa seluruh tubuhnya dingin mendadak. Kerongkongannya terasa amat kering hingga tak ada suarapun mampu keluar dari sana.

Kemudian pemuda itu menunduk. "Dazai-san. Kau bilang... Seseorang yang sangat aku sayangi, kan? Apa maksud Dazai-san itu..."

"Terserah kau mau menyimpulkan siapa yang kumaksud," dengan cepat Dazai memotong.

Kembali Akutagawa terdiam sebentar. "Kalau orang tersebut sangat saya sayangi..."

Kemudian ia menatap wajah Dazai dengan serius, "Tidak mungkin saya bisa sampai membunuhnya."

Dengusan kasar terdengar kemudian dari Dazai. "Dasar lemah," ia mencela.

Setelah itu Dazai berdiri dan berlalu. Namun sebelum ia pergi, pria itu sempat berbisik di telinga Akutagawa.

"Ano ko o tanomu yo, Ryuunosuke-kun."

Akutagawa tertegun hingga pintu bar tertutup sepenuhnya. Dazai sudah sepenuhnya keluar dari sana.

Dalam diam pemuda itu berujar lirih, "Yahari, Dazai-san wa..."

Sementara itu di luar, tepat di mulut gang Dazai bisa melihat sesosok wanita berbaju serba hitam dengan badan mungil berdiri sambil mengentakkan kaki dan melipat tangannya di depan dada. Mimik wajahnya terlihat sangat kesal.

"Malam ini kau tidur di luar, kuso-mackarel!" hardiknya.

Ekspresi wajah menderita langsung dibuat oleh Dazai. "Eee??? Nande?? Hidoi!!"

Masih kesal, wanita tadi melempar topinya pada Dazai. "Kau minum alkohol lagi, kan? Kono baka yarou!!"

"Aku tidak minum, kok, Chuuya!! Aku cuma nongkrong dan memberi wejangan pada orang kepercayaanku saja..." rengek Dazai dramatis.

"Alasan!"

"Nee, nee... Chuuya tteba..." masih memohon, kali ini Dazai menarik-narik lengan istri mungilnya itu.

Sang istri dengan bodo amatnya berbalik meninggalkan dia. "Ayo, lah. Kita ada misi di kota sebelah. Sepertinya lagi-lagi kekuatan pasangan soukoku dibutuhkan di sana."

"Aduh, iya... Iya..." Dazai menyusul. Pria itu lantas merangkul istrinya.

"Jadi, nanti malam aku ngga tidur di luar, kan?" masih sempat-sempatnya.

"Mati saja sana kau!"

-

-

-

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Akutagawa harus bergegas. Gin pasti sudah menunggunya cukup lama di rumah.

Saat pemuda itu tengah berlari tergesa diantara bangunan gudang pelabuhan, ia melihat sesosok gadis berlari dari kejauhan.

Akutagawa tentu sangat terkejut mendapati sosok gadis itu. "...anak itu..."

Akutagawa langsung banting setir. Ia mengikuti larinya si gadis. Itu karena tak lama setelah ia melihat gadis itu lewat, sekelompok orang bersenjata mengikutinya. Tidak salah lagi, gadis itu adalah Atsushi. Apa yang gadis itu lakukan di tempat seperti ini?

Akutagawa merasa heran. Seharusnya ia membenci gadis itu. Memang iya, dia membencinya karena perlakuan pilih kasih yang ditunjukkan Dazai. Tapi kenapa, rasanya berat untuk bersikap cuek pada gadis itu?

Rasanya, Akutagawa tidak bisa meninggalkan gadis itu begitu saja.

Ia melihat mereka masuk ke sebuah gedung terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan. Akutagawa mempercepat langkahnya. Ia tidak boleh sampai kehilangan jejak.

Rupanya tempat itu gedung yang terbakar dalam sebuah tragedi beberapa tahun lalu. Suasana begitu gelap. Akutagawa hanya dapat memanfaatkan cahaya dari luar gedung untuk membantunya mencari jalan. Ia tak mungkin menyalakan senter sendiri. Ia tak mau sampai ketahuan orang-orang itu, kan?

Sialan. Karena gelapnya suasana, Akutagawa benar-benar kehilangan mereka. Tempat itu sangat luas. Akutagawa tak mungkin menyisirinya satu persatu. Bisa saja Atsushi akan celaka sebelum ia menemukannya, kan?

Tiba-tiba sesorot cahaya dari jendela terdekat menyilaukan matanya. Akutagawa melihat ke luar. Bulan sedang purnama. Cahayanya begitu terang dan bentuknya bulat sempurna.

Saat Akutagawa tengah melamun, terdengar suara yang sangat keras dari lantai atas. Sontak ia terkejut, lalu memacu langkah mencari tangga untuk naik.

Suara itu terdengar seperti raungan binatang besar. Ia jadi heran. Suara binatang apa itu? Dan lagi, ini di kota Yokohama. Mana mungkin seekor binatang buas berkeliaran tanpa menimbulkan kehebohan?

Sesampainya di atas, ia benar-benar terkejut. Orang-orang tadi tengah diserang secara brutal oleh seekor harimau putih berukuran besar. Akutagawa belum pernah melihat harimau sebesar itu.

Saat itulah ia menyadari, ia mengenali harimau putih itu. Gadis yang selalu ia panggil "Jinko"

Ia adalah Atsushi.

"Jinko, hentikan ini semua!" seru Akutagawa. Ia tak bisa membiarkan harimau itu mengamuk lebih lama. Amukannya bisa meruntuhkan gedung ini dan itu buruk. Bisa jadi dia akan mencelakakan orang lain di luar gedung ini, kan?

Akutagawa harus menghentikannya.

"Jinko, tenangkan dirimu! Berhenti!" serunya sembari berusaha menghentikan harimau itu dengan rashoumon-nya.

Harimau itu sangat kuat. Ia berusaha meronta dari cekalan rashoumon. Akutagawa pun merasa amat kewalahan. Yang lebih parah, keadaan gedung itu sangat rapuh. Langit-langit di lantai itu mulai runtuh. Akutagawa semakin kehabisan pilihan.

Mumpung belum terlepas, ia segera berlari ke arah Atsushi yang semakin mengamuk.

Rupanya cekalan rashoumon tak bisa bertahan lebih lama. Harimau raksasa itu berhasil melepaskan diri dan menerjang ke arah Akutagawa.

"Yamero, Jinko!" Akutagawa masih berusaha. Gadis itu masih belum sadar juga, membuat Akutagawa berdecak.

"Atsushi!!"

Akhirnya, Akutagawa berhasil memanggil gadis itu dengan nama aslinya.

Sepertinya usahanya barusan membuahkan hasil. Tiba-tiba harimau itu dikelilingi cahaya biru yang menyilaukan. Akutagawa sampai menutup matanya karena terlalu silau.

Ketika cahaya itu menghilang, yang ada hanya seorang gadis duduk meringkuk sedang terisak. Atsushi menangis tersedu sementara Akutagawa menatapnya sedih dalam diam.

"Aku ini monster," kata gadis itu di tengah isakannya, "yang bisa kulakukan hanya mencelakai orang lain."

Akutagawa masih diam mendengarkan.

"Aku selalu saja menyebabkan masalah. Aku juga sering menyeret orang lain dalam bahaya. Semua akan lebih baik kalau aku tidak pernah ada!"

Perkataannya terhenti. Dirasanya sesuatu menyelimuti punggungnya. Rupanya Akutagawa memakaikan jas panjangnya padanya.

"... Jujur saja, aku membencimu, Jinko," katanya terang-terangan. Atsushi Terkejut dengan pengakuan itu.

"Kau diberkati banyak hal yang tidak kumiliki. Kau diperlakukan dengan baik oleh Dazai-san dan Chuuya-san. Kau disebut-sebut punya kekuatan yang sangat hebat. Kau disukai banyak orang, tidur di bawah naungan atap yang nyaman tanpa latihan keras yang menyiksa dan dinginnya jalanan kumuh di luar sana.

"Benar-benar, kau ini membuatku iri. Kau mungkin anjing tersesat, tapi aku ini adalah anjing sial. Kau masih jauh lebih baik dariku. Tapi..."

Atsushi bisa melihat senyum tipis tersungging di bibir Akutagawa. "Kau tahu? Sepertinya aku sudah menemukan apa yang paling aku takutkan."

"...Eh?"

Akutagawa membelai pipi Atsushi, menghapus jejak airmata di sana. "Kapanpun kau dalam kesulitan, jika kau tak bisa mengatasinya sendiri, panggillah namaku. Aku akan datang membantumu."

Setelah itu ia berdiri. Karena hal yang paling kutakuti adalah, kalau kau tidak ada disini, Atsushi.

-

-

-

"Oy, kuso mackarel, aku ingin bertanya padamu," ujar Chuuya tiba-tiba saat ia dan suaminya itu dalam perjalanan pulang sehabis misi.

"Hm? Nani, Chuuya?"

"Memang benar kau memungut mereka berdua, baik Akutagawa maupun Atsushi. Tapi kenapa kita hanya mengadopsi Atsushi? Saat aku mengusulkan untuk mengadopsi Akutagawa dulu kau sangat menentangnya. Tapi saat aku ingin mengadopsi Atsushi kau langsung setuju."

Senyum kekanak-kanakan terpatri di wajah Dazai, membuat Chuuya semakin illfeel dibuatnya.

"Aku ingin punya menantu laki-laki, hehe..."

Chuuya memandang wajah idiot di hadapannya ini dengan datar. "Sungguh alasan yang luar biasa konyol. Menyesal aku sudah tanya," cibirnya.

Dazai tertawa mendengarnya. "Tentu saja alasanku tidak hanya itu, Sayang~" katanya sambil menangkup kedua pipi Chuuya gemas. Chuuya yang kesal balas menangkup pipi Dazai sambil menggerutu.

Saat mereka sedang mesra-mesranya, terdengar suara menyambut dari dalam. "Oh, Dazai-san, Chuuya-san. Okaerinasai~"

"Wah, Atsushi-chan. Tadaima!" Dazai membalas ceria. Mereka masuk ke dalam rumah. Atsushi pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan sementara Chuuya mengikutinya untuk membantu.

Dazai baru akan masuk ketika ia mendengar seseorang memanggilnya dari belakang. Ketika ia berbalik, ternyata Akutagawa yang memanggilnya.

"Saya ingin memulai latihan, guru," katanya dengan mimik dan intonasi serius.

Dazai menyeringai. "Ini masih pagi sekali, lho, Akutagawa-kun," katanya.

"Tidak masalah."

"Sepertinya kau semangat sekali."

Mendengar itu, senyuman tipis Akutagawa buat di bibirnya. "Ha'i, saya ingin menjadi lebih kuat lagi."

Untuk sesaat, Dazai menatap muridnya ini dengan tatapan teduh. Setelah mendengus pelan, ia berlalu sembari berujar, "Masuklah. Lebih baik kau makan dulu bersama kami biar tidak pingsan nanti."

"Ah, tidak, terimakasi-"

"Pelatihanku akan sangat keras, lho..."

Akutagawa terdiam. Setelah menghela napas dan tersenyum, ia berjalan menyusul Dazai ke dalam.

"wakarimashita, sishou..."

***

So, how? Hehheh

Yang jas itu, Kafka terinspirasi dari BSD S3 momen asique eps 12😏

Mau bikin fanartnya tpi spidol habis. Kapan kapan lah ya:v

See you next chapter :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro