Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ulang Tahun Alison

(Kado dari Nadeen buat Alison)

Jam menunjukan pukul tujuh lebih tiga puluh lima menit, di atas tempat tidurku tergeletak dua buah baju yang berwarna putih dan merah hati. Model baju tersebut sangat kontras, baju yang berwarna putih berbentuk blouse dan memiliki lengan panjang dengan tali di pergelangan tangan serta potongan leher berbentuk V.  Baju yang berwarna merah ini hadiah ulang tahunku dari Alison tahun lalu, baju ini berupa gaun panjang selutut tanpa lengan. Sebenarnya ini juga bagus, hanya saja jika dipakai akan terlihat terlalu pas di tubuhku.

Aku sangat menyukai baju yang berwarna putih, tetapi Alison dengan secara terang-terangan memintaku untuk memakai setelan baju yang minim ini di hari ulang tahunnya. Aku mengembuskan napas panjang dan mengambil baju merah itu. Jika saja dia bukan temanku, pasti permintaan itu akan kutolak mentah-mentah. Aku harus mengalah kali ini, karena malam ini semuanya tentang Alison dan untuk pertama kalinya aku menghadiri pesta ulang tahunnya setelah kami berteman cukup lama. Ia juga mengirimkan pesan jika aku akan dijemput untuk menuju ke rumahnya. Tebakanku pasti ia menyuruh Viktor untuk menjemputku.

Segera aku berjalan ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Aku menatap pancaran diriku dalam cermin yang ada di kamar, dengan baju ini aku terlihat sangat berbeda. Terlebih dengan dandanan yang jarang sekali aku aplikasikan di wajah. Aku bahkan tidak bisa mengenali diriku sendiri karena orang yang ada di dalam cermin tersebut terlihat sangat berani, bebas, dan seperti orang yang tidak memiliki masalah.

Aku mengeluarkan kalung peninggalan mendiang ayah yang melingkar di leher dari dalam bajuku dan menggenggamnya. Batu permata itu berkilau dan memancarkan warna layaknya pelangi ketika berada di bawah sinar.

Aku kangen sama ayah.

Saat aku sedang melamun, bel pintu rumahku berbunyi. Itu pasti V. Aku segera mengambil jaket jin berwarna hitam dan juga sebuah tas kecil berwarna hitam, lalu berjalan turun untuk membukakan pintu. Sebuah tas kertas yang berisikan hadiah untuk Alison sudah pun ada di tangan. Kado ini berupa lukisan dirinya, aku meminta tolong mahasiswa seni untuk menggambar foto Alison beberapa hari yang lalu. Dia harus menyukai hadiahku ini, karena aku sudah mengeluarkan uang tiga ratus ribu untuk sebuah lukisan.

"Wow, lo kelihatan beda banget," ucap Viktor mengomentari penampilanku. Seperti biasanya, ia menunjukan senyuman menawannya ketika bertemu dengan orang. Ia menggunakan celana jin hitam dan baju polos berkancing berwarna putih tulang.

"Gue terlalu berlebihan nggak sih? Hadiah dari pacar lo ini."

"Enggak kok. Cocok," katanya. "Pilihan cewek gue emang nggak pernah salah."

Aku memutar mata mendengar ucapan itu yang mana membuatnya tertawa.

"Udah siap? tanya Viktor.

"Udah." Aku mengangguk. "Sorry ya, gue ngerepotin lo lagi. Sebenarnya gue bisa aja ke sana pakai taksi," ucapku pada V.

"Sama sekali nggak," balasnya sambil berjalan menuju mobil dan mengikutinya setelah mengunci pintu. "Gue tahu lo bisa ke sana sendiri, tapi gue sama Ali nggak akan tega kali, Nad."

Betapa beruntungnya aku bertemu dengan mereka.

---

"Ali ada taman belakang," ucap Viktor setelah mengetik sesuatu pada layar ponselnya.

"Oke."

Kami tiba di rumah Alison setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit karena terkendala kemacetan. Beberapa mobil terlihat terparkir di bahu jalan di sekitar rumah Alison karena halamannya yang luas tidak mampu menampung banyaknya tamu yang datang. Aku masih ingat jika Alison mengatakan hanya mengundang sedikit orang, apa pengertian sedikit menurutnya denganku?

Hentakan musik keras bisa terdengar dari kejauhan, bahkan sebelum aku berhasil melangkahkan kaki ke dalam rumah besar yang sudah dipenuhi manusia yang mengejar kesenangan dunia. Dengan embusan napas panjang, aku melihat sekeliling sebelum berjalan masuk mengikuti Viktor. Dalam hati, aku sedikit menyesali keputusanku ini. Di dalam rumah, suara musik semakin keras hingga terasa seperti menghantam dada. Orang-orang yang kukenal maupun tidak bergabung dalam suka ria sambil menari mengikuti alunan musik. Aku bahkan sampai harus berpegangan pada baju Viktor agar tidak terpisah dan tersesat dalam lautan manusia ini.

"Astaga, gue nggak pernah ngebayangin kalau pesta Alison segila ini," ucap jujur pada Viktor yang mana membuatnya tertawa.

"Lo tahu lah sahabat lo itu gimana."

Suara gaduh berpadu dengan tawa Alison yang melengking terdengar saat aku dan Viktor berada di ambang pintu menuju halaman belakang. Menemukan seorang Alison di tengah-tengah keramaian seperti ini tidak akan sulit. Ia akan terlihat berbeda di antara yang lainnya. Alison terlihat sangat memukau dengan gaun pendek berwarna keemasan yang berbahan satin. Ia memegangi perutnya ketika tertawa karena sesuatu yang diucapkan salah satu tamu.

"Suara tawa lo kedengaran sampai dalam," ucapku saat berhasil mendekatinya.

Alison yang terlihat kaget sedikit berteriak dengan gembiranya sambil memelukku. "Ya ampun, gue nggak mimpi 'kan? Seorang Nadeen akhirnya menginjakan kaki di pesta ulang tahun gue."

"Lebay lo …." Aku menepuk punggungnya pelan agar melepaskan pelukannya karena sekarang aku jadi pusat perhatian para tamu. Aku memberikan kado yang tadi kubawa padanya. "Selamat ulang tahun," ucapku.

"Wah … lo nggak harus repot-repot gini kali, Nad. Lo datang ke sini aja gue senang banget. Makasih, ya" ucap Alison dengan antusias sambil menciumi kedua pipiku.

Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha menjauh darinya. "Ewww, lepasin gue!"

Alison, Viktor serta beberapa orang yang menyaksikan kejadian ini hanya tertawa. Mereka seperti menikmati tontonan yang menghibur sementara aku rasanya semakin menyesal untuk datang kemari.

Aku sedikit merasa rileks setengah jam kemudian karena mulai terbiasa dengan atmosfer di pesta ini. Aku duduk bersama Alison dan juga Viktor di salah deretan kursi yang ada di pinggir kolam renang. Obrolan kami melompat dari satu topik ke topik yang lain, sesekali Alison menyambut tamu yang hadir menyapa kami. Sebagian dariku berharap bisa bertemu dengan Sebastian malam ini, karena aku yakin sekali Alison tidak mungkin melewatkan untuk mengundangnya. Namun, laki-laki bermata monolid itu tak kunjung terlihat meski sebentar lagi acara inti akan dimulai.

Sejak mengantarku ke kampus tiga hari yang lalu, aku belum lagi mendengar kabar darinya. Seharusnya ia datang ke kampus kemarin, bahkan Viktor pun tidak tahu ia pergi kemana dan seharusnya kemarin aku membayar hutang padanya. Hutang dari hasil taruhan konyol kami ketika mengerjakan tugas untuk menganalisa sebuah film. Ia memintaku untuk membelikannya tiket festival kampus yang akan diselenggarakan minggu depan. Aku langsung setuju karena aku tidak harus mengeluarkan uang yang banyak untuk membeli tiket itu.

Sebuah panggilan masuk membuat ponselku bergetar di dalam tas. Saat kulihat siapa yang menelepon, senyuman begitu saja terbentuk di bibir. Aku berdiri dari kursi lalu mengatakan pada Alison dan Viktor jika aku mengangkat telepon.

"Jangan lama-lama, bentar lagi gue bakal mulai acaranya," teriak Alison.

"Iya, bawel." Aku berjalan menjauh dari mereka dan berhenti di tempat yang tidak begitu berisik.

"Lo ada di pestanya Alison?" tanya Sebastian sesaat setelah aku menjawab panggilan darinya.

"Iya. Lo kenapa nggak datang ke sini? Alison ngundang lo 'kan? Acaranya udah mau dimulai loh."

"Lo bisa keluar dari situ sekarang? Gue tunggu di depan rumah Alison," ucapnya dengan suara yang terdengar seperti tertahan. Lalu aku mendengar suara benda jatuh di sana.

"Lo ada luar sekarang? Kenapa nggak masuk?"

Setelah aku menanyakan itu, tiba-tiba sambungan telepon terputus begitu saja. Aku merasa ada yang tidak beres dengan Sebastian, terdengar dari suaranya yang berbeda. Dengan tergesa-gesa, aku berjalan keluar dari rumah Alison dan mencari keberadaan Sebastian. Di ujung rumah Alison aku menemukan mobil hitam milik Sebastian terparkir di sana. Ketika kuketuk kaca mobilnya dan Sebastian membuka pintu depan sebelah kiri, aku  sedikit heran saat melihat Sebastian yang menundukan kepalanya dengan rambut yang berantakan. 

"Lo ngapain di luar sini. Acaranya bentar lagi dimulai, gue nggak mau Alison marah gara-gara-" Saat ia menatapku, aku refleks menutup mulut dengan kedua tanganku. Ujung bibir sebelah kanannya memerah dan sedikit berdarah, tulang pipinya pun terlihat membiru. "Astaga, lo kenapa? Hah, siapa yang mukulin lo? Ya Tuhan!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro