Delete Scene #2
Tae Hwa menghentikan langkahnya dan mendongak ke atas, melihat matahari yang sudah bergeser ke sebelah barat. Lewat tengah hari, sejuah ini, itulah yang diketahui oleh Tae Hwa. Dia kembali mengarahkan pandangannya ke tempat sebelumnya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat keramaian dan mungkin itu adalah desa pertama yang disinggahinya dalam perantauan pertamanya kali ini.
Tae Hwa kembali melangkahkan kakinya menuju desa tersebut. Bukan berniat untuk bersinggah, melainkan hanya melewatinya dan mungkin akan mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan.
Sebuah desa yang tidak jauh berbeda dari desanya, sangat sederhana dengan aktivitas penduduk yang sebagian besar adalah seorang petani. Namun sesuatu yang tidak pernah Tae Hwa alami seumur hidupnya kini terjadi tepat di depan matanya, ketika melihat para penduduk di sana menatapnya dengan tatapan menghormati. Setiap orang yang melewatinya akan selalu menundukkan kepala. Bahkan Tae Hwa sempat melihat aneh ke arah dirinya sendiri. Dia sekilas memiringkan kepalanya dan berpikir sejenak ketika pandangannya tak henti-hentinya melihat kepala yang terus tertunduk di hadapannya. Namun satu jawaban itu berhasil ia dapatkan dan semua itu terjadi mungkin saja karena pakaian yang saat ini ia kenakan.
Senyum Tae Hwa tersungging tak percaya, bahkan hanya dengan memakai pakaian yang mahal dia yang hanya si kambing liar, putra dari tabib gila bisa menjadi seorang bangsawan muda yang begitu dihormati. Sungguh ironis bagi Tae Hwa melihat seperti apa negeri yang akan ia perjuangkan sebagai seorang Hwarang nantinya.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Tae Hwa segera meninggalkan desa tersebut dan melanjutkan perjalanan tanpa membeli sesuatu di desa tersebut. Meski sebenarnya dia memiliki cukup uang untuk membeli beberapa makanan, dia lebih memilih melanjutkan perjalanan dan memakan buah-buahan yang terdapat di hutan yang ia lewati. Tidak sulit bagi Tae Hwa karena sejatinya dia tidak memakan daging dan entah akankah ia tetap menjaga kepercayaan Kim Tae Woo padanya atau sebaliknya. Yang ia lakukan sekarang hanyalah berjalan dan terus berjalan hingga sampai di Seorabol tanpa harus memikirkan kemungkinan apapun yang akan ia hadapi sebelum benar-benar bisa menyandang gelar Hwarang di depan namanya.
Menjelang sore hari Tae Hwa beristirahat di bawah pohon yang berada di tengah hutan. Entah mengapa ia merasa lebih tenang ketika beristirahat di tempat seperti itu. Dan mungkin karena terlalu lelah setelah berjalan seharian, kesadaran Tae Hwa menurun. Perlahan kelopak matanya terpejam. Namun sebuah suara tiba-tiba memasuki alam bawah sadarnya.
"Kakak ... Kakak ..."
Dahi Tae Hwa mengernyit ketika kedua matanya masih terpejam.
"Kakak, cepat bangun! Kakak!"
"Dong Mae sialan! Berani-beraninya dia masuk ke dalam mimpiku," gumam Tae Hwa.
Tidurnya terganggu, kesadarannya sontak kembali setelah mendapatkan kunjungan dari si bandit Dong Mae di dalam mimpinya. Kedua mata itu kembali terbuka, namun ketertegunan sempat terlihat sebelum telapak tangannya menghantam sesuatu.
Si bandit Dong Mae sontak mundur sembari menutupi wajahnya sebelum pada akhirnya jatuh terduduk. Bukan dalam mimpi, si bandit Dong Mae benar-benar muncul di hadapan Tae Hwa secara nyata.
"Apa-apaan dia?" gumam Tae Hwa yang telah mampu menguasai rasa terkejutnya.
Dong Mae kemudian bangkit seakan tak terjadi sesuatu dan kembali menghampiri Tae Hwa dengan wajah yang sama paniknya dengan kedatangannya sebelumnya.
"Kakak, Kakak harus segera kembali ke desa."
Dahi Tae Hwa mengernyit. "Apa maksudmu? Bahkan belum ada satu hari sejak aku meninggalkan rumah."
Dong Mae menjatuhkan kedua lututnya pada tanah dan berusaha untuk meyakinkan Tae Hwa. "Ini benar-benar gawat, Kakak harus kembali ke desa. Aku dan anak buahku tidak bisa melakukan apapun dengan hal ini. Jika Kakak pergi sekarang, Kakak akan menyesal seumur hidup."
Tae Hwa melihat keseriusan dalam ucapan Dong Mae, dan hal itu membuatnya berpikir bahwa telah terjadi hal serius di desanya. Dia kemudian menegakkan punggungnya dan berbicara dengan lebih serius.
"Apa yang terjadi di desa?"
"Mereka datang ke desa dan sudah menguasai desa. Kakak harus segera kembali."
"Mereka siapa yang kau maksud?"
"Kelompok pemberontak," celetuk Dong Mae.
Mendengar hal itu membuat batin Tae Hwa tersentak. Rahangnya seketika mengeras. Tanpa mengatakan apapun, ia berdiri dan langsung berlari menuju desa yang sebelumnya ia lewati. Di sana ia menemukan sebuah kuda dan kemudian menggunakan kuda itu untuk kembali ke desanya. Perasaan khawatir itu kini benar-benar telah mengambil alih akal sehat Tae Hwa.
"Berani kalian menyentuh ayahku, bahkan jika itu hanya seujung jari sekalipun ... aku pastikan akan mengejar kalian sampai mati," batin Tae Hwa, membiarkan hatinya mengeluarkan sebuah kutukan.
••••
Seorabol.
Pintu kamar Wonsanghwa terbuka dari luar, Yi Tae Yong masuk dengan wajah yang terlihat serius.
"Kau sudah mendengarnya?" tegur Tae Yong pada Choi Seung Cheol yang berada di ruangan itu.
"Kelompok pemberontak?" sahut Seung Cheol.
Tae Yong mengangguk. "Benar, mereka sedang dalam perjalanan menuju Seorabol."
"Jeon Won Woo pergi untuk menghentikan mereka."
Tae Yong sempat tertegun. "Kapan dia pergi?"
"Saat ini dia menghadap Baginda Raja. Jika benar dugaanku, dia yang akan bertanggungjawab atas kelompok pemberontak."
Wajah Tae Yong menunjukkan kekhawatiran. Dan tak hanya Tae Yong yang merasakan hal itu, ada banyak orang yang merasakan hal yang sama. Bahkan perang dengan Baekje masih terus berjalan hingga detik ini, tapi kelompok pemberontak tiba-tiba muncul dan mengacaukan pemerintahan.
Tae Yong bergumam, "keadaan ini mungkin akan sangat menguntungkan bagi Baekje."
"Hwarang Kim Han Soo, Hwarang Han Sang Hyuk, Hwarang Jeon Jung Hwan ..."
Perhatian mereka teralihkan oleh suara lantang yang berasal dari halaman. Tak hanya mereka, para Hwarang yang mendengar hal itu sontak keluar. Termasuk dengan ketiga nama yang terpanggil.
Si prajurit berpangkat tinggi itu kembali berbicara, "Baginda Raja menginginkan kehadiran kalian, segera."
"Situasi mungkin cukup sulit jika melibatkan empat Hwarang sekaligus," gumam Seung Cheol.
Yoon Jeong Han yang berada di depan kamar sebelah sempat mendengarnya. Dan ketika Han Sang Hyuk akan pergi, dia menahan lengan teman baiknya.
Jeong Han berbicara dengan suara yang sengaja dipelankan. "Jika situasi benar-benar berbahaya, kirimkan seseorang padaku."
"Jika itu terjadi, bukan aku yang akan mengirimnya. Jangan merindukan aku." Sang Hyuk kemudian pergi bersama dua Hwarang lainnya.
Dan apa yang baru saja terjadi berhasil mengundang kebisingan di asrama Hwarang. Hari itu juga empat Hwarang mendapatkan tugas yang sama namun dengan tempat tujuan yang berbeda. Karena bukan hanya di desa Tae Hwa, kelompok pemberontak telah membagi kelompok dan pergi ke Seorabol secara terpisah.
Para Hwarang pergi dengan membawa prajurit secukupnya yang jumlahnya berada di bawah angka seribu karena perang melawan Baekje jauh lebih penting dibandingkan dengan menghadapi kelompok pemberontak. Lalu, dari keempat Hwarang yang pergi, siapakah dari mereka yang akan berjumpa dengan si kambing liar yang telah membatalkan perjalanan menuju Seorabol.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro