Bride - 1
Liburan musim panas...
Rasanya Jude pernah mengatakan kepada keempat gadisnya bahwa tidak ada yang namanya mogok massal. Tetapi kenyataannya mereka semua sekarang di sini, duduk menyilangkan kedua tangannya di dada sambil memberikan tatapan menghakimi. Jude sedang berada di hadapan mereka, duduk sedikit membungkuk, lengannya diletakkan di paha untuk menopang berat tubuhnya. Jude meneliti wajah ke empat gadisnya satu persatu, mencari dari siapa ide konyol itu tercipta. Jude akan melewati Karen, dia tidak akan perduli dengan hal-hal semacam ini. Bahkan Jude yakin dia duduk di sana hanya karena terpaksa. Jude menegakkan punggungnya, "Baiklah, dari mana kita mulai?"
"Kita perlu liburan?" Kyrei memulai, Anna dan Giselle mengangguk. Dan Karen masih tidak perduli.
Liburan musim panas dimulai pekan depan. Beberapa tetangga bahkan sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke suatu tempat. Entah di mana, yang penting tidak di Flirk. Tidak ada orang yang cukup tolol untuk menghabiskan musim panas di flirk. Alasannya sudah jelas. Kalian akan terpanggang dengan mudah jika berada di luar rumah lebih dari sepuluh menit. Atau mungkin kalian bisa memilih tidur sepanjang hari di rumah, memakan makanan kaleng dengan kucing tetangga yang di titipkan padamu jauh-jauh hari.
"Butpo di titipkan padaku pagi tadi." Karen berkata, bukan karena peduli. Ia merasa harus memberitahukan mereka. Atau butpo akan mati kelaparan.
"Apa Mrs.Lupin memberimu makanan kucing juga?" Anna menimpali.
Karen tidak yakin, namun ia mengangguk. Makanan kucing atau anjing, memang apa bedanya?
Jude mendesah, mengingat-ingat kejadian tahun lalu yang hampir menewaskan mereka semua. Flirk adalah kota paling aman yang pernah Jude tinggali, dan ia merasa nyaman di sini. Meskipun mereka terlihat seperti anak muda yang kurang piknik, tetapi masih lebih bagus dari pada melihat mereka terluka.
"Kalian kan tahu, paman tidak---."
"Sekali saja," potong Kyrei. "Sekali ini saja paman kabulkan permintaan kami."
"Apa ini idemu Kyrei?"
"Ahh, umm, aku hanya ... "
Jude berdiri, berjalan mengitari mereka berempat. Jude melihat Kyrei menyenggol kaki Giselle untuk meminta bantuan. Namun Giselle tidak berani memberi tanggapan. Jude tahu apa yang mungkin di khawatirkan Giselle. Mungkin Giselle masih trauma dengan apa yang terjadi pada mereka tahun lalu. Tetapi nyatanya Kyrei dengan wajah polosnya bisa membujuk mereka bertiga untuk ikut berdemo massal. Meminta hak nya sebagai gadis yang perlu liburan, meminta Jude untuk memenuhi kewajibannya sebagai orang tua asuh. Dan sekali lagi, Jude tidak kuasa menolak hal itu dari Kyrei.
"Bagaimana dengan Butpo?"
Mereka semua menoleh kepada Karen, meminta pertangung jawaban gadis itu karena menerima Butpo begitu saja.
"Kita bawa saja," ucap Karen santai.
Apa?
.
.
Kyrei tak lagi berada di tempat tidur ketika Jude mengetuk pintu kamar untuk membangunkannya. Jude menutup pintunya kembali, menatap sekilas ke kamar Giselle yang berada di sisi kanan. Jude baru saja ingin mengetuk pintu kamar Giselle ketika indra penciumannya menangkap bau sesuatu yang terbakar.
"PAAAMMAAANNN."
Jude mendengar suara teriakan dari arah dapur. Ia berlari secepatnya, terbatuk-batuk ketika menghirup asap yang mengepul dari dalam.
Kyrei di sana, menutup hidungnya sambil memandang penggorengan yang hangus terbakar.
"Bisakah kau menjelaskan ini semua?"
"Ah! Ku fikir, kita harus membawa bekal dalam perjalanan nanti."
"Wow, lihatlah! Si pembuat onar." Karen berdiri di sana, menggunakan handuk kecil untuk menutupi hidungnya. "Kau nyaris berhasil membakar rumah ini."
"Sepertinya aku juga harus mulai berfikir bagaimana caranya membakar rambutmu," timpal Kyrei.
Karen memutar bola matanya jengah, berbalik seraya mengacungkan jari tengah, "Coba saja kalau berani."
Kyrei menatapnya kesal, melempar serbet yang ia gunakan untuk menutup hidung, "Awas saja nanti." Kyrei berlalu, membiarkan Jude yang masih memikirkan cara membersihkan kekacauan ini.
"Paman sepertinya harus mulai memikirkan untuk mencari seorang istri." Giselle datang tiba-tiba, membuka jendela agar asapnya keluar.
Jude yang sedang sibuk membersihkan kompor menghembuskan nafas kesal ketika mendengar suara rebut-ribut dari depan. Kyrei berteriak, suara Karen tidak kalah keras. Jude menatap Giselle, mengangkat sebelah alisnya, "Haruskah paman menambah satu orang wanita lagi di rumah ini?" Giselle membalas tatapan Jude, mengerucutkan bibirnya, mulai memikirkan kembali ide bodohnya.
Sudah ku duga.
Tidak ada hal yang baik yang akan terjadi jika Jude mendengarkan ide gila Giselle. Menambah satu wanita lagi dalam hidupnya sama saja menambah seratus helai uban di rambutnya. Selain itu, Jude memang tidak pernah memikirkan tentang pernikahan. Satu kali sudah cukup baginya. Satu kali berfikir tentang menikahi seorang wanita yang sangat amat dicintainya. Dan satu kali juga Jude merasakan betapa menyakitkannya itu. Jude tidak ingin mengulanginya.
"C'MON GIRLS." Jude meneriaki Kyrei dan Karen yang masih saling berteriak. Anna muncul dari kamar, kemudian ikut berteriak. "HARUSKAH KITA SUNTIKKAN OBAT PENENANG?"
Nah! Lihatkan? Memang seharusnya Jude tidak pernah berurusan dengan makhluk yang namanya perempuan.
.
.
.
Gadis itu masih seperti yang ada dalam ingatannya. Senyumannya yang manis, seringainya yang nakal, rambutnya yang hitam terombang-ambing ketika ia melompat-lompat. Entah mengapa ia suka sekali melompat, berlari dan akhirnya terjatuh. Di detik pertama mereka bertemu, Shane sudah jatuh cinta padanya. Di detik di mana gadis itu menendang kakinya, Shane memutuskan untuk tidak pernah melupakannya. Tidak akan pernah. Hingga sekarang, setelah hampir lima ratus tahun, Shane masih menunggunya. Menunggu gadisnya terlahir kembali, terlahir untuk menjadi pengantinnya.
"Bermimpi lagi?" Maxine, dengan suara khas orang bangun tidur menghampiri Shane, menguap sebelum meneguk segelas air. "Kau benar-benar kacau."
Shane mengacuhkan Maxine, berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan otaknya. Untuk menyadarkan dirinya bahwa yang di lihat barusan adalah mimpi. Seperti yang selalu terjadi akhir-akhir ini. Atau mungkin halusinasi. Atau entah apa namanya itu, yang pasti gadis itu tidak pernah berada di sini.
Shane mencoba menyadarkan dirinya agar tidak menjadi gila, memejamkan matanya sejenak di depan cermin. Setelah berhasil mengontrol fikirannya, Shane memutuskan untuk berendam.
Terdengar suara ketukan di pintu, Maxine berdiri di sana sambil berkata, "Apa kita akan pergi ke Glasfire sekarang?"
Shane enggan menjawab. Kota itu adalah kota terkutuk baginya. Kota tempat ia kehilangan ibunya. Tempat di mana ia harus tunduk kepada ayahnya. Tunduk pada aturan-aturan iblis yang mengalir dalam darahnya. Tetapi Shane tidak punya pilihan lain. Inilah dirinya sekarang. Inilah hidupnya sekarang. Dengan enggan, Shane berdehem untuk menunjukkam pada Maxine banwa ia menyetujui idenya itu.
"Atau kita bisa pergi lain kali." Maxine bisa merasakan keengganan dari nada suara Shane. "Sampai kau benar-benar siap."
Shane tahu ia tidak akan pernah siap. Tidak ada satu orangpun yang siap menjadi seorang iblis bukan? Cepat atau lambat, ia harus menemui Luke. Ia tidak bisa selamanya sembunyi dan menolak takdirnya. Semuanya hanya soal waktu.
Ketika tidak mendapatkan jawaban dari Shane, Maxine mengangkat bahu, kemudian pergi untuk membersihkan diri. Sebagai satu-satunya orang yang dekat dengan Shane, Maxine tahu betul apa yang ada di pikiran keponakannya itu. Menunggu seseorang hingga beratus tahun lamanya, hanya untuk mendapati bahwa seseorang itu yang akan membinasakanmu. Menurutmu apa yang harus Shane lakukan?
.
.
.
Tidak ada banyangan sedikitpun mengenai apa itu 'Pekan Raya'. Terlebih lagi bagi mereka yang sejak kecil tinggal di desa terpencil seperti Flirk. Mungkin saja akan ada banyak penjual sayur, pakaian atau makanan aneh yang baru mereka ketahui resepnya. Dan semua itu cukup menarik bagi keluarga kecil Taylor. Karena itu mereka memutuskan untuk mengabiskan liburan musim panas di Glasfire.
Tidak seperti namanya yang terkesan panas, Glasfire merupakan salah satu daerah di Skotlandia yang mempunyai musim panas yang lembab. Cocok sekali bagi mereka yang ingin menghindari sinar matahari di musim panas. Glasfire juga termasuk kota yang banyak di kunjungi oleh wisatawan karena keindahan alamnya.
Di Glasfire banyak terdapat castil-castil kerajaaan yang masih berdiri megah. Banyak yang mengatakan bahwa beberapa dari castil tersebut masih di huni oleh anggota kerajaan. Banyak pula yang mengatakan bahwa di wilayah barat kota Glasfire adalah area terlarang. Area yang tidak boleh dilalui manusia. Sudah ada hukum di Glasfire yang melarang warganya untuk memasuki wilayah tersebut.
Tidak ada yang tahu persisnya, namun banyak yang mengatakan bahwa area terlarang tersebut dihuni oleh makhluk aneh, makhluk yang selama ini hanya dianggap mitos.
Jude menjalankan mobil Fortuner hitamnya melewati lembah Woody yang terkenal dengan pohon raksasa. Mungkin itu hanya istilah yang di gunakan masyarakat setempat. Karena sejauh mata memandang, Jude tidak melihat pohon yang bisa di katakan raksasa. Atau setidaknya sebesar pohon Tane mahuta. Atau mungkin Jude tidak terlalu memperhatikannya.
Giselle duduk di samping Jude, mengenakan topi rajut berwarna ungu tua, bermotif bunga lili putih. Kaos putih bergambar tengkorak, celana jeans robek sangat kontras dengan wajah Giselle yang lembut. Di kursi belakang, Anna dan Kyrei sedang menunjuk keluar jendela, bertukar pendapat mengenai berapa kira-kira luas pegunungan yang mereka lihat saat ini, yang menurut Karen sangat tidak penting untuk dibahas. Jadi, dia memutuskan untuk tidur, memakai earphone di kursi paling belakang. Jude memperkirakaan mereka akan sampai ke rumah Singgah menjelang petang.
"Kau pernah mendengar tentang adanya makhluk aneh di Glasfire?" Itu suara Anna, entah bertanya kepada siapa. Yang pasti mereka berempat tidak ada yang tahu kecuali Jude.
"Paman rasa kita harus membuat peraturan," kata Jude
"Peraturan? Kenapa?"
"Karena paman telah memenuhi keinginan kalian untuk berlibur, jadi kalian harus mengikuti peraturan yang paman buat," jawab Jude. "Bukankah itu adil?"
"Tidak," sergah Karen yang entah bagaimana mendengar obrolan mereka, di saat earphone masih terpasang di telinga. Mungkin saja dia tidak menyalakan MP3 playernya. "Aku tidak merencanakan liburan ini. Jadi aku tidak berkewajiban menuruti peraturan yang paman buat."
"Sayangnya itu juga berlaku untukmu Karen. Karena kau telah membuat kami membawa kucing manja itu kemana-mana."
Karen menoleh ke samping, di tempat butpo yang sedang menjilati bulu-bulunya. Ia tidak tahu bahwa kucing gendut ini akan membuatnya dalam masalah. Jika tau begitu, Karen akan menguncinya di rumah dengan seember air dan sekardus kaleng makanan.
"Kalian tidak diijinkan untuk pulang lewat dari jam 8 malam. Tidak diijinkan pergi sendiri-sendiri." Jude melirik Kyrei dari Kaca spion yang berada di atasnya. Kyrei mengerucutkan bibirnya. Jelas-jelas dengan sifat nya yang suka menghilang itu, Kyrei merasa terbebani.
"Selamat datang di penjara kawan-kawan," ucap Karen sambil merebahkan diri dengan kasar. Membuat Butpo mengeong dan terjun bebas ke bawah.
"Dan kalian di larang untuk pergi ke arah barat," tambah Jude.
"Apa paman percaya ada makhluk aneh di sana?" Giselle bertanya sambil membenarkan letak topinya. Mengulum bibirnya yang kering karena AC.
Jude tidak menjawab. Bagaimana menjelaskan kepada mereka bahwa Glasfire adalah kota para penyihir.
♨♨♨♨♨♨♨♨♨
Anna : Pria tampan itu yang mempunyai lesung pipi.
Giselle : Pria tampan itu baunya harum.
Karen : Pria tampan itu --- Terserah kau saja lah.
Kyrei. : Pria tampan itu Jude
Selamat membaca 😃
Best & Regard
Ray_Hush 😇
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro