Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33 | Kapan Pacaran?

“Kurasa sudah waktunya membuat dirimu setara dengan Gendhis.” Minghao mengambil ponsel dari tangan Kama. Dia mengangkat Kama dan melingkarkan tungkai ramping gadis itu mengelilingi pinggangnya.

“Hao!” Kama memekik kaget. “Lepaskan aku!”

“Tidak mau. Sudah susah payah kudapatkan, tak sudi aku melepasmu begitu mudah.” Minghao membawa gadisnya ke balkon. Cuaca memang dingin, tetapi matahari bersinar cukup hangat. Minghao bersandar ke pagar balkon dengan masih menggendong Kama.

“Kau berharga, Sayangku. Dirimu tidak lebih rendah dibanding sahabatmu. Jika orang tua Gendhis terus mengintimidasimu, aku akan meminta Bing Yi untuk mengirim surat pengunduran dirimu ke Indonesia.”

“Ngawur!” Kama memukul pelan dada Minghao. Namun, senyumnya mulai muncul setelah bersitegang dengan Gendhis beberapa saat lalu.

“Dia tetap sahabatku, Hao. Dia masih belum tahu tentang sikap orang tuanya padaku. Jadi, lebih baik begini dulu untuk sementara waktu. Aku akan terus menjaganya sampai pulang ke Indonesia.”

“Lalu kapan kau akan menjagaku?” Minghao saling menempelkan dahi mereka. Dia pura-pura merajuk. Jaraknya terlalu dekat dengan gadisnya. Dia bisa merasakan napas panas Kama dan tergelitik untuk menyapukan bibirnya ke bibir gadisnya.

“Kau sudah punya banyak penjaga. Astaga.” Kama terkikik geli. 

“Tapi aku hanya mau penjagaan darimu.” Tangan Minghao menyusup masuk ke balik sweater Kama. Detik berikutnya seruan kesakitan lolos dari kerongkongan Minghao.

“Aduh! Aduh! Sayang! Jangan memuntir tanganku! Iya! Iya! Aku tak akan menyentuhmu lagi!”

Minghao menggerutu saat terpaksa menurunkan Kama. Dia mendelik sebal kala menangkap basah gadis itu segera melesat masuk ke apartemen, sengaja meninggalkannya kedinginan di luar.

“Kau memang kuda liar yang sulit dijinakkan.” Minghao mengusap-usap pergelangan tangannya yang dipelintir Kama. Senyum tipis tersungging di wajah tampan lelaki itu.

“Tapi aku punya banyak kesabaran untuk menaklukkanmu, Kama. Lihat saja nanti. Kali ini kau menolakku. Lain kali, kau pasti memohon-mohon padaku agar menyentuhmu.”

Sementara Kama terus melesat masuk kamarnya sendiri dan mengunci pintu. Dia membanting badan ke tempat tidur, nyalang menatap langit-langit kamar. Desahan lega keluar dari mulutnya sebelum berganti dengan kemuraman lagi.

Kama membaca ulang pesan yang baru dikirim oleh ayah Gendhis. Pria paruh baya itu, entah bagaimana caranya, mengetahui bila putri semata wayangnya sibuk mencari pengacara untuk Kama. Dan ayah Gendhis tidak suka.

“Yah, siapa juga yang suka kalau putri kesayangannya berhubungan sama preman kayak aku?” Kama menghembuskan napas panjang, teringat lagi kalimat-kalimat pedas yang mengiringi surel dari ayah Gendhis.

“Bodo amat. Yang penting sekarang Gendhis udah aku amankan. Tinggal ngurusin si Luo Luo.” Kama sekali lagi membaca pesan di ponselnya. Bibirnya meringis merasakan sengatan nyeri tajam di hati.

[Kama, kamu harus tahu tempatmu. Gendhis bukan untuk seseorang sepertimu. Jika kau ingin bantuanku untuk menyelesaikan masalah hukummu, tinggalkan dia segera. Jika tidak, hadapi konsekuensinya sendiri—tanpa aku, kau tak akan bertahan lama.]

“Apa aku benar-benar harus tinggalkan Gendhis?” Kama bertanya lirih pada dirinya sendiri. Dia terus bergumul dengan beban pikirannya sampai kantuk menyergap dan membawanya terlelap ke pulau mimpi.

~~~

Luo Luo semakin viral, hingga membuat Yuxi mulai gerah. Lelaki itu mendiskusikan penyelesaian untuk masalah ini bersama Minghao, mengingat proses pra produksi drama hampir selesai.

“Aku akan bujuk Heidi dan Linghe untuk bersaksi atas kasus Kama. Tapi aku tak bisa menjanjikan hal itu, Yuxi-ge. Aku–”

“Kami tak perlu dibujuk. Katakan, apa yang harus kami bantu agar kasus Kama bisa cepat selesai.”

Minghao yang berada di kantor agensinya spontan menoleh. Di ambang pintu kantornya sudah ada Zhang Linghe dan Wang Heidi. Dua aktor papan atas itu tersenyum cerah sembari melambaikan selembar foto pada Minghao.

“Yuxi-ge, mereka sudah ada di sini. Kita makan malam di kantormu saja.” Minghao menutup telepon dan bergegas menyambut kedatangan dua sahabatnya. Dia mengamati foto yang dibawa oleh dua orang itu dan seketika senyumnya sangat lebar.

“Bagus. Kita bisa manfaatkan ini. Ayo, kita ke tempat Zheng Zongcai.” Minghao memberi isyarat pada Bing Yi untuk mengantar mereka bertiga ke Zou Hong Pictures. “Setelah antar kami, kau pergi jemput Kama. Kita meeting di kantor Zheng Zongcai.”

Salju tipis menyelimuti jalan-jalan Shanghai malam itu, memantulkan cahaya lampu kota yang berpendar lembut. Suasana dingin terasa menusuk, tetapi di ruang rapat Zou Hong Pictures, ketegangan jauh lebih membekukan. Minghao berdiri di depan layar besar, memutar ulang video CCTV yang dia temukan bersama Bing Yi.

Wang Heidi dan Zhang Linghe duduk di sofa, wajah mereka serius, sementara Kama duduk di sudut ruangan, matanya menatap layar tanpa berkedip. Yuxi, seperti biasa, duduk dengan tenang di kursinya. Matanya menelusuri setiap detail video dengan tatapan tajam yang sulit diartikan.

Di layar, Luo Luo terlihat mendekati Kama di bagian depan lobi apartemen. Suara dalam video tidak terdengar, tapi gestur Luo Luo jelas—jari telunjuknya menunjuk wajah Kama dengan gerakan agresif. Bibirnya bergerak cepat, tampak penuh hinaan. Kama, di sisi lain, hanya berdiri diam, mencoba mengabaikan provokasi itu. Hingga akhirnya, ketika Luo Luo terlihat mendorong bahunya, Kama kehilangan kendali, balik mendorong, dan memukul Luo Luo.

“Cukup,” suara Yuxi memecah keheningan. Dia menekan tombol untuk menghentikan video dan berdiri. Tangannya menyentuh tepi meja panjang di depannya. “Aku sudah membuat keputusan.”

Minghao menatap Yuxi dengan tegas. “Video ini cukup untuk membersihkan nama Kama. Tapi aku ingin lebih dari itu. Aku ingin Luo Luo bertanggung jawab.”

Yuxi mengangkat alis. Senyumnya sangat dingin. “Kau pikir aku akan membiarkan masalah ini berlalu begitu saja? Aku sudah menghubungi tim hukum. Lewat namamu, Hao, tim kuasa hukumku akan mengeluarkan Luo Luo dari proyek drama. Kita tidak punya tempat untuk seseorang yang membawa konflik pribadi ke pekerjaan.”

Kama mendongak. Ketegangan di wajahnya terpampang jelas. “Tapi, bagaimana dengan publik? Mereka sudah terlanjur percaya pada cerita Luo Luo. Aku tidak mau mereka berpikir aku hanya mencoba membela diri tanpa bukti.”

Wang Heidi ikut berdiri sembari menyilangkan tangan di dada. Wajah lelaki itu semringah. Dia mengedipkan mata ke arah Kama, tetapi buru-buru menghentikan aksi genitnya saat merasakan tatapan membunuh Minghao menusuk punggungnya. “Tenang, Kama. Aku dan Linghe akan menangani itu.”

Zhang Linghe, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. “Kami akan mengunggah kronologi yang sebenarnya di media sosial. Orang-orang mengenal kami dan mempercayai kami. Jika kami berbicara, mereka akan mendengarkan.”

Kama terperangah. Awalnya dia skeptis dua aktor besar itu akan sudi membantu dirinya. Namun, saat ini Kama merasa seperti dikelilingi oleh orang-orang yang mengulurkan persaudaraan. Kehangatan itu membuat hatinya meleleh.

Tanpa sadar Kama menoleh ke arah Minghao. Dia melihat lelaki itu mengangguk dan bergeser mendekatinya. Pelan Minghao merangkul bahu Kama–yang sengaja dibiarkan saja oleh gadis itu. Sementara di sofa seberang ada Heidi dan Linghe yang tersenyum-senyum penuh arti.

“Aku juga akan merilis video ini bersama pernyataan resmi dari perusahaan. Zheng Zongcai sudah menyetujuinya. Kami akan memastikan semua orang tahu kebenarannya.”

Kama menggeleng. Matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada kalian semua ….”

“Tidak perlu,” potong Yuxi dengan nada dingin. “Kita hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Luo Luo adalah masalah bagi perusahaan ini, dan aku tidak akan membiarkan reputasiku ternoda oleh drama murahan.”

Mereka berlima–minus Bing Yi yang memilih menggosip dengan Jiang Lin di ruangan asisten pribadi Yuxi–mengakhiri pertemuan malam itu dengan makan malam sederhana. Menu delivery dari restoran China langganan pegawai kantor Yuxi yang dipilih untuk menyegel kerja sama berdasar persaudaraan yang baru terbentuk.

Esok harinya, tepat pukul delapan pagi waktu Shanghai, ketika salju mulai mencair dan matahari bersinar cukup hangat bagi orang-orang untuk memulai aktivitas, akun resmi Zou Hong Pictures dan Lotus Fortune House bersama-sama merilis video CCTV lengkap dengan pernyataan tegas.

[Kami tidak menoleransi provokasi atau tindakan manipulatif di lingkungan kerja kami. Video ini adalah bukti bahwa insiden tersebut dipicu oleh tindakan provokatif pihak lain. Kami berdiri di pihak yang benar dan tidak akan membiarkan fitnah mencoreng nama baik salah satu staf kami.]

Tak lama, postingan dari Wang Heidi dan Zhang Linghe pun menyusul. Dalam sebuah foto bersama Kama, mereka menulis cuitan singkat, tetapi penuh makna.

[Kami mengenal Kama sebagai teman dan kolega yang luar biasa. Dia adalah korban provokasi yang direncanakan. Kami mendukungnya sepenuhnya.]

Di unggahan lain, Linghe menuliskan secara detail kronologi di malam pemukulan itu. Dia meminta maaf kepada semua orang karena tidak segera bereaksi, sebab pemikirannya sangat sederhana. Aksi pemukulan itu mampu diselesaikan secara kekeluargaan tanpa melebar ke mana-mana. Saat Luo Luo mulai melancarkan fitnah kejam, Linghe merasa berkewajiban untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Di Weibo dan Instagram pribadinya, Kama juga merilis video permintaan maaf. Dia mengatakan bahwa dia tidak menyesali tindakannya karena hanya melindungi dirinya sendiri dari penghinaan. Namun, dia juga meminta maaf atas kekerasan fisik yang terjadi, dan mengakui kesalahan karena melakukan aksi kekerasan yang tidak disengaja. 

Kama juga mengklarifikasi tentang proses terlibatnya dia dalam agensi Lotus Fortune House murni melalui seleksi berdasar kemampuan, tanpa unsur nepotisme sama sekali, dan berjanji akan menunjukkan kerja kerasnya bersama Sutradara Zheng.

Netizen, yang awalnya menyerang Kama tanpa ampun, mulai berbalik arah. Tagar #JusticeForKama menjadi tren, dan Luo Luo mendapat serangan balik yang tak bisa dia hindari.

Di penghujung hari, keadaan berubah seratus delapan puluh derajat bagi Kama dan Luo Luo. Saat gadis itu datang ke agensi Minghao, semua orang bertepuk tangan dan memeluknya penuh kehangatan. Ada Pei Siheng juga yang langsung merangkul Kama begitu melihat kehadirannya. Tanpa Pei Siheng sadari, sepasang mata tajam Minghao menyala-nyala melihat aksi unjuk keakraban yang diterima oleh Kama dari mentor penulis naskahnya itu.

“Mereka hanya berpelukan biasa. Jangan membunuh orang.” Bing Yi menyodok lembut siku Minghao. 

Yang diajak bicara diam saja. Bing Yi menyeringai dan lanjut bicara.

“Miss Kama memintaku untuk membantunya membuat reservasi di satu restoran kecil yang nyaman dan punya privasi penuh. Dia ingin mentraktir kalian berlima minum.” 

“Kenapa dia minta tolong padamu? Kenapa tidak padaku?” Minghao mendelik kesal.

“Mungkin ….” Mata Bing Yi bersinar jenaka. “Miss Kama lebih nyaman denganku daripada denganmu?”

Lelaki itu tertawa saat melihat kilatan tajam ekspresi Minghao. Buru-buru Bing Yi pergi sebelum mendapat amukan dari bosnya itu. Sementara Minghao masih setia menunggu Kama sampai seluruh staf produksi drama selesai memberinya ucapan selamat.

Lalu malamnya mereka berkumpul kembali di satu kafe kecil tepat di tepi Sungai Huangpu. Kama duduk bersama Minghao, Heidi, Linghe, dan Bing Yi. Yuxi sudah mengabarkan tak bisa ikut datang karena ada pekerjaan yang tak bisa ditunda. Namun, dia dengan murah hati mengganti seluruh pengeluaran Kama malam itu dengan kartu pribadinya. 

Di luar, salju kembali turun, menciptakan suasana damai yang kontras dengan badai yang baru saja mereka lewati. Tidak ada pengunjung di kafe selain mereka membuat suasana jadi lebih akrab dan hangat.

“Aku tidak tahu bagaimana membalas semua ini,” kata Kama sambil memandang keempat orang di depannya.

Minghao tersenyum kecil sembari menyeruput kopinya. Dia memang secara tegas melarang penggunaan alkohol untuk malam ini. “Jangan terlalu dipikirkan. Kau hanya perlu terus bekerja keras. Kami hanya ingin memastikan kau bisa melanjutkan kariermu tanpa gangguan.”

Heidi tertawa kecil. “Dan kalau ada yang berani mengusikmu lagi, pastikan kau memberitahu kami dulu sebelum memukul mereka.”

Semua tertawa ringan, bahkan Kama yang sebelumnya begitu tegang. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, dia merasa bisa bernapas lega.

“Minghao, setelah ini tolong, jangan pernah membantaiku lagi jika berada terlalu dekat dengan Kakak Ipar.” Heidi menoleh pada Minghao.

Mug berisi cokelat hangat di genggaman Kama nyaris tergelincir jatuh saat mendengar perkataan Heidi. “Ka–Kakak Ipar?” Dia membeo kaget.

“Iya, Kakak Ipar. Setelah traktiran malam ini, kalian harus mentraktir kami lagi untuk hubungan kalian.” Heidi mengangkat gelas minumannya. Wajahnya semringah dengan senyum lebar tersungging di wajah.

“Kita lupakan dendam di masa lalu. Mulai saat ini, kita adalah keluarga. Linghe, apa kau tak ingin bicara? Sejak tadi kau terus diam.”

Linghe menyelesaikan kunyahan kacang almonnya lalu menatap bergantian ke arah Kama dan Minghao. “Aku juga menuntut traktiran kalian. Tapi sebelum itu, kalian harus menceritakan, kapan kalian resmi berpacaran?”

~ BERSAMBUNG ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro