Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15 | Dasar Cowok Mesum!


Selamat libur panjang, Readers.
Mari, kita ikut terbang ke hati Minghao.

••••••••••


“Miss Kama, aku diperintahkan oleh Tuan Minghao untuk menjemput Anda.”

Kama mengerang keras. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Pesawat yang akan mereka gunakan untuk pergi ke Quanzhou akan take off dua jam lagi. Dan Kama masih belum selesai berkemas.

“Tunggu sebentar!” Kama melesat naik ke kamar asramanya lagi setelah menemui Bing Yi di lobi. Dia melempar apa pun yang bisa dimasukkan ke koper, menyambar ransel, dan membawa lagi satu kantong kertas besar.

Saat turun ke lobi, Bing Yi menatap tanpa ekspresi ke arah barang bawaan Kama. Namun, dengan sopan, dia mengalihkan tatapan ke arah lain.

“Di pesawat nanti ada camilan dan makanan, Miss Kama. Anda tidak perlu membawa sendiri.” Bing Yi membantu gadis itu memasukkan koper ke bagasi mobil.

“Sahabatku yang memberikan ini. Rugi dong, kalau tidak dibawa.” Kama mengangkat tas kertasnya. “Tenang saja. Aku akan membaginya denganmu nanti.”

“Sahabat Miss Kama adalah ….”

“Gendhis. Dia sahabatku sejak kuliah Program Sarjana di Indonesia. Sekarang kami meneruskan Program Master di tempat yang sama dan dia juga jadi teman sekamarku.” Kama menjelaskan tanpa diminta.

Bing Yi terdiam. Meski begitu, dia merekam setiap keping informasi yang didengarnya dari Kama.

Nama Gendhis membawanya pada pertemuan rahasia dengan Jiang Lin, asisten pribadi dari Zheng Yuxi. Dia dan Jiang Lin memang menjalankan komunikasi diam-diam di belakang para tuan muda keluarga Zheng dengan tujuan yang sangat mulia.

“Kita tak akan ketinggalan pesawat, kan?” Kama terdengar cemas. “Aku tadi sudah berusaha secepat mungkin.”

“Anda tidak akan pernah ketinggalan pesawat, Miss Kama.” Bing Yi memutar roda kemudi. Mobil kini memasuki jalur lalu lintas padat menuju timur pusat kota Shanghai, tempat Bandara Pudong berada.

“Untunglah.” Kama menempelkan dahi di kaca jendela mobil. “Bosmu itu sangat menyebalkan. Sudah arogan, playboy kelas kakap pula.”

“Anda salah menilai sosok Tuan Minghao, Miss Kama.” Bing Yi berkata tenang, tetapi tegas.

“Anda dan sebagian besar orang menuduh Tuan Minghao playboy, seolah dia pencari perhatian di tengah kerumunan. Tapi saat Anda mengenalnya lebih dekat, Anda akan tahu. Tuan Minghao bukan perayu, dia-lah yang selalu dirayu.”

Kening Kama berkerut. “Wajar saja kau membela dia. Kau asisten pribadinya.”

Bing Yi tertawa kecil. “Dan wajar pula bila Anda mengatakan hal itu. Tapi percayalah pada kata-kataku. Aku undang Anda untuk mengenal Tuan Minghao lebih dalam lagi selama pekerjaan di Quanzhou ini.

Dia tak pernah melemparkan satu kata gombal pun lebih dulu. Yang dia lakukan hanyalah bersikap sopan pada mereka yang datang menghampiri, karena menolak terlalu kasar bukanlah sifatnya.”

Kama mencubit-cubit bibir. Perkataan Bing Yi berbalik seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengan berbagai pemberitaan di media tentang sosok Zheng Minghao.

“Aku tak bilang dia sempurna, tetapi kalau Anda mengenalnya sebaik aku, Anda akan tahu. Minghao bukan orang yang bermain-main dengan hati,” imbuh Bing Yi lagi.

Kama tidak merespons, tetapi benaknya berkecamuk dengan pembelaan Bing Yi. Setiap perkataan lelaki itu sangat kontradiktif dengan perlakuan Minghao padanya.

Mereka tidak bicara lagi. Perjalanan dari Yangpu tempat asrama Kama berada menuju Bandara Pudong tidak terlalu jauh. Kurang dari setengah jam kemudian, mereka sudah memasuki area bandara.

“Loh, tidak turun di gate depan?” Kama kebingungan saat mobil terus melaju melewati titik drop off penumpang.

“Tidak. Penerbangan kali ini khusus, jadi kita langsung menuju ke apron [1].”

Kama tidak mengerti. Namun, saat mobil yang disopiri Bing Yi mulai memasuki area khusus dan berhenti di dekat satu pesawat berwarna putih dengan selarik palet biru di bagian lambung, mata Kama sontak melotot.

Private jet?” Kama tidak bodoh. Dia bisa mengenali jenis pesawat apa yang terparkir di apron, tepat di samping mobil Bing Yi berhenti.

“Benar. Anda dan Tuan Minghao akan pergi ke Quanzhou secara privat. Silakan, Miss Kama. Anda bisa menunggu di dalam. Koper dan ransel Anda akan saya masukkan.”

Kama setengah linglung. Otaknya susah diajak berpikir. Mungkin saat ini level kecerdasan Kama turun jadi imbisil setelah melihat jenis kemewahan terbaru yang diperolehnya untuk pergi ke Quanzhou.

Seolah belum cukup kejutan diterima Kama, saat memasuki pesawat gadis itu kembali menerima pemandangan di luar nalar. Tampak Minghao duduk di salah satu kursi kulit. Laptop menyala di depannya dan setumpuk kertas tersusun rapi di kursi sebelahnya. Penyuara nirkabel terlihat terpasang di telinga. 

Minghao melambai saat melihat kedatangan Kama. Dia memindahkan tumpukan kertas ke pangkuannya dan memberi isyarat agar gadis itu duduk di sebelahnya.

“Yuxi-ge, aku tidak mungkin mengubah judul sekarang juga. Beri aku waktu. Dua hari lagi judul terbaru akan aku kirim ke dirimu.” Minghao bicara tegas.

Diam-diam Kama mengamati lelaki itu. Dalam mode serius seperti sekarang, Minghao terlihat sangat berbeda dibanding hari-hari biasanya.

Minghao yang sekarang ini tidak urakan dan slengekan. Minghao yang sekarang ini … keren.

Kama tersentak, merasa kaget dengan pemikirannya sendiri. Cepat-cepat dia memalingkan muka, menghindari berserobok pandang dengan lelaki itu.

“Baik. Baik. Jika kau merasa judul yang sekarang tidak menjual, aku dengan rela hati akan merombaknya. Kau bisa tenang, Yuxi-ge.”

Kama mengamati kuku-kukunya. Dia menunggu Minghao selesai bicara. Namun, gadis itu terkesiap kala merasakan dagunya dijepit dan ditarik mendongak ke arah Minghao.

“Kenapa menghindariku?” tanya lelaki itu dingin. Rupanya dia sudah selesai menelepon.

“Hao, lepas,” suara Kama sangat lirih.

Minghao terdiam. Tidak ada reaksi apa pun dari lelaki itu. Pandangan mereka terkunci satu sama lain.

Kama menelan ludah. Jarak mereka yang sangat dekat membuat dadanya serasa ingin meledak. Kama memberanikan diri mengamati Minghao dan melihat pandangan lelaki itu turun ke bibirnya.

Tanpa sadar Kama menjilat bibir yang mendadak terasa kering. Minghao tidak lagi melihat matanya. Minghao melihat ke arah lain. Minghao melihat bibirnya!

“Tuan Minghao, di mana harus kutaruh–”

Minghao sontak melepas pegangannya di dagu Kama. Gadis itu juga spontan mundur menjauh. Keduanya memalingkan pandangan ke arah berlawanan.

Sementara Bing Yi dan satu pramugari tersenyum simpul. Tanpa rasa berdosa, Bing Yi mengangkat tas laptop di tangannya.

“Kuharap, aku tidak mengganggu apa pun kegiatan yang hendak kalian lakukan.” Bing Yi menyeringai.

“Duduk sana ke kursimu sendiri,” dengkus Minghao.

“Aku akan duduk, tapi setelah kuberikan ini pada Miss Kama.”

Bing Yi meletakkan tas laptop ke pangkuan Kama. Dia mengedipkan sebelah mata.

“Hadiah dari bos baru Anda. Kemarin dia khusus memilih sendiri laptop ini untuk Anda gunakan bekerja.”

“Bing Yi.” Minghao menatap tajam sahabatnya.

“Maaf, keceplosan.” Bing Yi cengengesan lalu segera kabur pergi bersama pramugari.

Tinggal Kama yang termangu. Kepalanya menunduk. Bobot laptop terasa jelas di pangkuannya. Logo di bagian depan tas sudah menunjukkan berapa harga barang elektronik itu. Amat-sangat-mahal.

“Laptopku masih bagus, kok.” Kama menyodorkan hadiah Minghao ke arah si pemberi.

“Sudah tua. Aku sudah melihatnya. Saat dinyalakan, suaranya tidak kalah dengan baling-baling helikopter.”

“Tapi masih bisa dipakai.” Kama bersikeras.

“Untuk penulisan draf naskah dan riset, kau butuh laptop yang mumpuni.”

Penjelasan Minghao langsung membungkam keinginan Kama untuk menolak barang pemberian lelaki itu. Dia memelototi laptop yang kini kembali ke pangkuannya.

“Tapi aku tak bisa menerima barang semahal ini,” bisik Kama.

“Anggap saja itu pinjaman.”

“Oke, deal!”

Minghao langsung bengong. 

Semudah itu? Dia bertanya dalam hati.

“Mana kru yang lain?” Gadis di sampingnya celingukan mencari penumpang lain di pesawat yang sudah mulai proses lepas landas. Suara pilot berbicara dalam Bahasa Mandarin tidak terlalu didengarkan gadis itu.

“Mereka sudah duluan ke Quanzhou. Kama, sabukmu.”

Punggung gadis itu seketika merapat ke sandaran kursi. Tangannya mengepal erat di pegangan kanan dan kiri. Kama benar-benar berharap Minghao tidak mendengar suara jantungnya yang nyaris merobek dada.

Pasalnya lelaki itu bersikap sangat gentleman dengan membantu memasang sabuk pengaman Kama. Pasalnya lagi, gestur tubuh Minghao terlalu intim. Badan mereka hampir bersentuhan, di angle yang tepat bahkan memancing kesalahpahaman karena terlihat Minghao seperti tengah mencium Kama.

Lalu fantasi indah Kama buyar seketika. Sepotong kalimat Minghao membuat emosi Kama dengan cepat meluap hingga ubun-ubun.

“Aku salah mengira, dadamu ternyata tidak kecil, Kama.”

Gadis itu refleks mengayunkan tangan menampar bagian belakang kepala Minghao. “Dasar cowok mesum!”

~~ BERSAMBUNG ~~


Catatan Kaki:

[1] Apron bandara adalah area di bandara yang berfungsi untuk memarkirkan pesawat, menaikkan dan menurunkan penumpang, mengangkut barang, dan mengisi bahan bakar pesawat. Apron merupakan bagian penting dari operasional penerbangan, sehingga tidak sembarangan kendaraan bisa memasuki area ini.

••••••••••


Dapat cipokan maut dari Bebs Minghao nih, Readers, biar makin rajin berjejak di lapak ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro