2
Oh, ya, ampun.
Ya, ampun.
Catriona sangat ingin menjerit. Dalam kereta kuda yang minim pencahayaan, Catriona dibawa terpental ke sana ke sini. Kepalanya sudah berulang kali terantuk atap kereta. Jalan macam apa yang dipilih Hector dan rombongannya, sampai-sampai kereta tidak berhenti bergoyang. Jelas bukan jalanan yang wajar dilalui kereta.
Beberapa jam yang lalu, Catriona menyusup ke dalam kereta. Tanpa dibantu siapapun dan diketahui siapapun. Badannya yang kurus memudahkan untuk bersembunyi di celah peti dan barang yang ada di kereta. Tapi saat itu dia tidak pernah mengira perjalanan impiannya membutuhkan pengorbanan besar. Perut Catriona mual. Ruangan pengap meski tak panas karena udara malam yang dingin perlahan merayap melalui jendela-jendela kecil yang ada di tiap sisi kereta. Tetap saja Catriona sangat ingin muntah.
Rombongan Hector terdiri dari Hector dan dua pria yang menunggangi masing-masing kuda, serta seorang kusir kereta. Rombongan kecil untuk perjalanan jauh. Tanpa disadari siapapun, satu orang penyusup. Catriona.
Rombongan berhenti di Aberdeen. Hector dan tiga pria itu menepi di sebuah penginapan kecil. Catriona mengintip penginapan itu dan berpikir dia bisa beristirahat sejenak. Tetapi perkiraannya salah. Hector dan kawan-kawan hanya mengganti kuda mereka, lalu meneruskan perjalanan. Catriona menganga tidak terima. Siapa Catriona bisa mengeluh di perjalanan ini. Dia hanya penyusup.
Catriona mengeluarkan jahe dari saku roknya. Menggigit sedikit dan mengunyahnya. Catriona butuh pengalihan dari rasa mual karena perjalanan buruk ini.
Rombongan Hector tidak lagi berhenti kecuali saat mereka tiba di Durham, Nottingham, dan Bedford. Hector hanya berganti kuda dan makan, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Catriona menduga Hector bukan manusia biasa. Tentu Hector jenis peranakan manusia, kuda, serigala, dan ular. Ketahanan tubuh pria itu dan kawan-kawannya sangat mengerikan. Catriona harus membiasakan diri makan cepat sebelum mereka selesai, atau perutnya akan bergolak di sepanjang perjalanan. Catriona sangat mempertanyakan kemampuan metabolisme para pria. Pria Highland tepatnya.
"Kita memasuki London, My Lord. Kemana sekiranya kita pergi? Penginapan atau kediaman Thompson?" Kusir kuda bertanya.
Catriona yang sedang menggaruk punggung, lantas meninggalkan aktivitas. Dia mengintip dari jendela kecil yang letaknya paling dekat dengan kursi kusir.
"Kurasa kediaman Thompson. Kita akan meminta rekomendasi Lady Thompson mengenai penginapan di sini," jawab Hector penuh wibawa.
Catriona mengangguk-angguk. Dia tidak sabar bertemu Ainsley dan juga ... Mama. Catriona menarik buntalan barang bawaannya. Wanita-wanita di klan mengatakan pentingnya kesan pertama. Catriona berpikir dia perlu memberikan kesan yang baik pada Ainsley dan Mama. Dia membuka buntalan itu, lalu mengambil kotak bedak yang dicuri dari Bibi Angelica.
Semoga Santo Edward tidak menghukum kenakalan Catriona. Semoga juga Bibi Angelica tidak melaporkan kehilangan bedak pada ayahnya.
Catriona menepuk bedak itu menggunakan benda berbulu lembut ke wajahnya, menirukan bagaimana Angelica menggunakan bedaknya. Catriona menatap pantulan wajahnya pada cermin bergagang kulit kerang yang juga dicuri dari kamar Angelica. Kemudian mengintip ke jendela. Tampak jalanan kota yang ramai oleh pejalan kaki dan kendaraan. Dia menemukan beberapa wanita bangsawan Inggris berkulit putih berjalan sambil memayungi diri. Putih, tentu saja. Bibi Angelica bilang Sessanach suka wanita putih. Catriona menepuk lebih banyak bedak, menutupi kulit wajahnya yang tidak terlalu putih karena seringnya bermain di padang rumput sepanjang musim.
Tidak buruk, pikirnya. Wajah Catriona putih semua, tidak sesuai warna kulit lehernya. Catriona tidak menyadari itu. Anak perempuan itu terlalu berbangga hati pada buah karya kecantikan pertamanya.
∆∆∆
"Lord Carrick!" Seorang pria bertopi rendah menghadang rombongan Hector.
"Kau?" Hector mengamati pria itu curiga. Kemudian matanya membesar oleh ingatan siapa pria itu. "Apakah terjadi sesuatu?" bisiknya.
"Anda mengenalinya, My Lord?" Tanya salah seorang pria penunggang kuda.
"Ya, dia Tony Abbott. Kaki tangan Lord Thompson." Hector menatap satu per satu anggota rombongannya. Kemudian beralih pada Tony. "Ada apa?"
"Dia tidak di rumah," jawab Tony misterius.
"Kemana dia?"
"Saya rasa saya tahu, tapi saya memerlukan bantuan Anda untuk menemukan dia."
Hector memahami maksud ucapan Tony. Dia mengangguk sekali. "Kuharap perjalanan panjang tidak menurunkan jiwa prajurit kalian," goda Hector pada anggota rombongannya.
"Tentu tidak," seringai penunggang kuda lain.
Tony yang tidak membawa kendaraan menumpang di sebelah kusir. "Ayo!" Hector mempercepat laju kudanya dan rombongan mengikuti. Mereka melewati kediaman Thompson, berbelok di ujung gang, persis seperti yang dilakukan wanita dalam pengamatan Hector tadi.
Tony mengarahkan jalan. Berbelok ke sana, berbelok ke sini. Rombongan berjalan menjauhi perumahan elit London, menjauh dari kediaman Thompson. Mereka menuju ke kanal besar yang dilalui kapal-kapal.
"Dermaga," gumam Hector, "apa yang Ainsley lakukan di dermaga?"
"Kemana kita akan pergi, My Lord?"
Hector menoleh pada rombongan, sama bertanya-tanya seperti mereka. Hector menatap Tony, meminta jawaban pada pria yang mengantar mereka ke sini. Tapi Tony hanya menggeleng, sama tidak tahunya. "Kita harus menyusuri tempat ini," putus Hector.
Rombongan mereka pun mendekati dermaga. Hector dan para penunggang kuda turun dari pelana. Kusir dan Tony ikut turun dari kereta. Mereka menambatkan kuda dan kereta pada sebuah palang.
"Jaga mereka, jika dalam tiga jam kami tidak kembali, hubungi Lord Mansell. Dia akan membantumu mengirim pesan kepada Lord Thompson," pesan Tony serius kepada kusir.
Si kusir mengiyakan. Hector, Tony, dan dua penunggang kuda berjalan menuju dermaga. Si kusir membuka kereta, mengambil karung kecil berisi wortel. Dia tidak mengunci pintu kereta lagi.
Catriona mengambil kesempatan untuk keluar saat si kusir sibuk memberi makan kuda-kuda. Pandangan Catriona menyisir sekeliling. Bertanya-tanya yang mana tempat tinggal Ainsley dan Mama. Dia memilih memeriksa sendiri. Tidak mungkin Hector pergi terlalu jauh. Catriona berjalan menjauhi dermaga, berkebalikan arah kepergian Hector.
∆∆∆
"Tidak ada!" Rengek Catriona pada langit London yang berubah gelap. Dia sudah berputar dan tetap tidak menemukan rumah Thompson dimanapun.
Catriona berjalan kembali ke tempat kuda-kuda dan kereta Hector berada. Dia masih di atas bukit yang mengarah ke dermaga sewaktu dia melihat rombongan Hector berjalan menjauh.
"Oh, tidak. Tunggu. Tunggu aku. Aku masih di sini!" Teriak Catriona panik. Dia berlari. Mengangkat roknya tanpa sungkan mengejar rombongan Hector. Tetapi mereka tidak berhenti. Mereka tidak mendengar teriakan Catriona. Mereka tidak tahu penyusup kecil itu tertinggal.
"Hector! Hector! Berhenti! Hector! Berhenti! Ajak aku bersamamu!"
Catriona terus berlari. Dia tidak sadar menginjak lumpur. Kakinya terpeleset. Badannya limbung ke belakang. Berkali-kali kakinya bergerak tidak karuan ke belakang. Lalu...
BAP!
"Eyuuuh," ringis Catriona.
Dia baru saja jatuh terpelanting ke belakang. Jatuh ke tempat yang agak empuk, berlendir, dan amis.
"Kau pencuri cilik!"
∆∆∆
Zachary berjalan santai menyusuri dermaga. Dia telah menghabiskan sepanjang hari memeriksa laporan usaha perkapalannya. Sekarang Zach butuh udara segar. Langit malam London sama sekali tidak romantis, tak ada taburan kerlip bintang. Bahkan udaranya busuk, hasil limbah asap pabrik. Digabung amis dari hasil penangkapan ikan. Zach terlalu terbiasa dengan lingkungan ini. Dia tidak pernah mempermasalahkan lingkungan ini. Bagaimana pun lingkungan ini yang membuatnya tetap menghasilkan uang.
"KAU AKAN MASUK KE PENJARA, KAU PELACUR KECIL!"
Zach berhenti karena suara bentakan itu. Dia memutar tumitnya menuju asal suara.
"Kapten Ferguson, apa yang terjadi?" Zach membelah kerumunan pekerja kapal. Menemukan seorang anak perempuan berlutut ketakutan di bawah kemarahan Kapten Ferguson.
"Lord Phillips," seru Ferguson berubah lembut dan hormat, berkebalikan sikapnya barusan. "Pencuri ini masuk ke dalam peti ikan. Dia hendak mencuri ikan-ikanku."
Zach menatap mata hijau si anak. Polos, pikirnya. Kemudian beralih kepada Ferguson. "Dimana petimu berada?"
"Masih di atas kapalku, My Lord," jawab Ferguson mengiba.
"Adakah yang melihat anak ini masuk ke kapal?"
Semua pekerja menggeleng. Hanya Ferguson yang mengangguk.
"Kau melihatnya masuk ke kapalmu?"
"Tidak mendengar persisnya. Aku mendengar suara 'BAP' sangat besar lalu menemukan anak ini dalam petiku."
"Sudahkah kau bertanya pada anak ini, Kapten?"
"Buat apa, My Lord? Dia hanya pencuri cilik dan calon gundik."
"Betapa lancang ucapanmu, Tuan. Aku bukan pencuri ataupun calon gundik seperti yang kau tuduhkan. Aku sudah berusaha menjelaskan sejak tadi. Aku tidak sengaja terpeleset dan jatuh ke kapalmu. Maksudnya, maksudku ke peti ikanmu. Aku tidak mencuri!" Bantah anak perempuan itu berapi-api.
Zach mendengarkan. Dia memang merasa tidak percaya tuduhan Ferguson sejak awal.
"Mengapa kau tidak mendengarkan penjelasannya, Ferguson?" Zach tidak terpancing emosi si anak. Dia bertanya dengan hormat ke Ferguson.
"Karena itu yang sering terjadi. Gundik-gundik kecil dibawa ke sini lalu diantar menggunakan kapal menuju negara yang memesan. Penampilan mereka mirip anak ini. Memakai bedak yang sangat putih, lebih putih dari warna kulit mereka. Anak-anak itu berasal dari tempat yang kumuh, My Lord," jelas Ferguson. "Beberapa dari mereka kabur karena tidak ingin dijual."
"Penjualan manusia," gumam Zach.
Si anak mendengar ucapan Zach dan melotot ketakutan. "Tidak, aku bukan mereka. Aku bukan berasal dari tempat yang kau bilang. Aku adalah anak dari keluarga..." Si anak berpikir keras lalu melanjutkan, "keluarga baik-baik."
Zach mengamati anak itu. Dia berjongkok, menumpang satu lengan pada satu lutut. "Est-ce tu comprends le fraincais?" Tanya Zach yang dijawab anggukan oleh si anak. (Bisakah kamu mengerti bahasa Perancis?)
"Comment tu t'appelles?" Tanya Zach pada si anak dalam bahasa Perancis. (Siapa namamu?)
"Je m'appelle Catriona Annabelle," jawab si anak sama fasihnya dengan Zach. (Namaku Catriona Annabelle.)
"Ou-viends tu?" (Darimana asalmu?)
"Je viends de Scotland." (Aku berasal dari Skotlandia.)
Para pekerja dan Ferguson melirik tidak paham pembicaraan Zach dan si anak. Bahasa Perancis bukan bahasa yang umum bagi mereka. Kebanyakan kalangan atas yang mempelajarinya.
"Baiklah, Ferguson," Zach berdiri tegak. Dia menarik kerutan pada jasnya akibat berjongkok. "Aku akan mengatasi anak ini. Kau bisa melanjutkan pekerjaanmu."
Ferguson terhenyak. Namun dengan cepat mengubah keterkejutannya. Dia tersenyum sambil berkata, "Aku mengikuti perintah Anda, My Lord."
Zach tidak suka sikap penjilat, tetapi ini London. Menjilat atau ditindas. Tak ada tempat bagi mereka yang lemah di kalangan bawah. Zach tetap menghormati Ferguson karena hasil kerjanya yang memuaskan selama ini.
"Miss Catrine, bangunlah," perintah Zach.
"Namaku Catriona," koreksi Catriona dengan nada kesal.
"Itu nama yang aneh. Anak perempuan biasanya bernama Catrine," sahut Ferguson.
"Sayangnya aku setengah Skotlandia," Catriona terang-terangan melawan ucapan Ferguson. Tadi dia sangat ketakutan menghadapi badan besar Ferguson yang menariknya bagai menarik karung. Sekarang dia berani karena tahu atasan Ferguson berada di pihaknya.
"Anak kecil-"
"Sudahlah," potong Zach. Dia lelah dan batal menenangkan diri. Setidaknya berikan waktu bagi Zach menjauh dari polusi suara Ferguson yang memekakkan.
"Selamat malam, kawan. Sampai jumpa lagi," kata Zach begitu santun. Dia bahkan mengangkat topi tingginya tanpa sungkan. Para pekerja membalasnya tak kalah sopan dan membukakan jalan baginya. Catriona membuntuti.
"Mengapa kau bersikap baik kepada mereka?"
"Apa maksudmu?" Tanya Zach tanpa niat berhenti berjalan.
"Mereka jahat sekali kepadaku. Apalagi si besar bau itu. Dia mengataiku."
"Namanya Ferguson. Lagipula..." Zach berhenti, sengaja mengamati penampilan Catriona yang membuat Catriona salah tingkah. "Kau berbau ikan. Kau lebih bau."
Catriona menepuk dahinya dengan gaya berlebihan. Ini bukan masuk rencananya. Dia tidak menyangka akan jatuh ke dalam tumpukan ikan.
"Bagaimana, Sir, aku tidak mengenalmu. Apakah kau keberatan menyebutkan namamu?" Catriona mengganti topik pembicaraan. Mereka kembali berjalan menyusuri jalan yang disinari lampu penerangan jalan.
"Kurasa kau mendengar bagaimana Ferguson menyebutkan namaku."
"Ya, aku dengar kau dipanggil Lord Phillips. Tapi apa tidak ada yang lainnya?"
"Tidak ada."
"Hanya Lord Phillips? Tanpa gelar? Tanpa nama baptis? Apa kau bercanda?"
Zach meringis. Anak perempuan ini sangat cerewet. Terus berbicara tanpa ditanya dan diminta.
"Ini perjalanan pertamaku meninggalkan rumah. Bukan berarti aku hanya tinggal di rumah. Sesekali Papa mengajakku mengunjungi kerabat, tapi masih di Skotlandia. Baru sekali ini aku ke London. Apa kau cium bau itu? Siapa yang buang air di jalan?"
"Itu bau limbah," jawab Zach geli. Anak ini benar-benar konyol dan polos. Tidak tahu banyak hal mengenai London.
"Bagaimana kalian bisa tinggal di tempat bau begini?"
"Seingatku Aberdeen membangun beberapa pabrik, apa di sana tidak bau?" Balas Zach.
"Rumahku dekat Aberdeen. Aku tinggal di Lennox Terrance, beberapa jam saja dari Aberdeen. Dan tidak. Di sana tidak bau. Kau tahu, di belakang rumahku ada danau. Kadang aku mandi di sana."
"Kau tidak takut beruang?"
"Beruang? Aku belum pernah bertemu beruang di Skotlandia. Yang bisa kau temui itu Hamish."
"Haggis? Aku pernah makan."
"Bukan Haggis, tapi Hamish. Hamish itu sapi Highland."
"Ah, sapi berbulu. Aku ingat. Nah, kita sudah sama Miss Catrine."
"Catriona."
Zach tertawa. Dia sengaja mengusili Catriona. Senang melihat wajah kesal Catriona.
"Ayo, masuk."
"Tunggu!"
"Ada apa?"
Catriona memberikan tatapan sendu. Rasa tidak nyaman menjalari Zach. Apa ada yang salah darinya?
"Kau tidak membawaku naik kereta ke rumahmu? Kau punya rumah besar, tapi tidak punya kereta," oceh Catriona.
Zach tertawa. Dia tidak menyangka kekonyolan anak ini lebih parah dari dugaannya.
"Maaf, aku tidak meminta kusir menjemputku. Aku harap kau memaafkan sikap kasarku."
"Kau menertawaiku," rengek Catriona masih tidak terima.
"Dengan ketulusan hati, maafkan aku, Miss Ca-"
"Catriona!"
"Ya, Catriona." Zach menawarkan lengannya dan disambut Catriona tanpa ragu. "Kami tidak punya haggis, tapi ada sup hangat untukmu."
"Apakah aku bisa berganti pakaian?"
Kepala pelayan menyambut kedatangan mereka. Meski sejangka dia terkejut mendapati tuannya datang bersama anak perempuan paling berantakan yang pernah dilihatnya.
"Erick Jacksons, perkenalkan Miss-"
"Catriona Annabelle."
Kepala pelayan itu menunduk penuh hormat. Catriona ikut menekuk lutut, membalas sikap hormat Erick.
"Malam ini dia akan menginap di sini. Besok aku akan mengantarkan Miss Cat-"
"Catriona."
"Ya." Zach tidak tergantung ucapan Catriona yang terus memotong ucapannya saat menyebut nama Catriona. "Kuharap, kita mempunyai pakaian yang pantas untuk tamu kita."
"Tentu, My Lord. Silakan mengikutiku, Miss Catriona."
"Tunggu, Miss."
"Ya?"
"Siapa keluargamu?"
Catriona melipat tangan di dada. "Seperti kau yang tidak mau menjawabku, kecuali sebutan Lord Phillips. Kau tidak akan menerima jawaban yang lain."
Setelah Erick memimpin jalan Catriona ke lantai dua dan meninggalkannya sendiri, Zach melepaskan tawanya. Anak perempuan konyol itu pintar sekali menjawab pertanyaan orang.
###
11/05/2019
Aku kasih tau kalian ya, nama dia Catriona Annabelle Thompson 😂
Why cerita ini ga pake blurb?
Why cerita ini update seminggu sekali?
Why harus hisfik?
Why cerita lain Miss Bebek ga dilanjut?
Why...
Why...
Why...
Ga ada jawaban 😚 aku cuma mau memenuhi minatku setiap masuk wattpad dan aku di sini memuaskan pembaca pertamaku.
Kalo ada yg nemu plagiat cerita aku, tolong kasih tau ya 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro