ᴇᴍᴘᴀᴛ
• ʙʀᴇᴀᴋᴀʟᴏᴠᴇ •
Mengabaikan ledak tawa Indra ketika mereka turun dari Jeep ternyata tidak membuat laki-laki berkepala pelontos itu berhenti. Bilqis menjelaskan bahwa ia meminta kontak Angger hanya untuk berkonsultasi perihal tugas kampus. Angger mendengkus, alasan Bilqis jelas tidak masuk akal, karena awal pertemuan mereka Angger sudah menolak mentah-mentah permintaan Bilqis.
"Udahlah, Yas. Pepet aja terus, sampe dapet." Tangan Indra meraih bahu Angger dan menepuk perutnya satu kali.
"Emang duduk di angkot!" seloroh Angger spontan kemudian melepaskan rangkulan Indra dan menjauhinya sebelum berbicara lebih jauh lagi.
"Yas! Tungguin, Yas."
Angger mengabaikan Indra dan bergabung dengan rombongan yang menyusul dengan empat Jeep lainnya. Udara cukup dingin dengan kabut yang menyelimuti sekeliling Simpang Jemplang, sejumlah warung tenda tampak berdiri di tepi jalan kawasan itu. Penjual kacang rebus, jagung rebus, tempe goreng dan sebagainya mulai dikelilingi pembeli yang singgah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke pintu masuk penjagaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
"Selamat pagi semuanya, mulai dari sini kita akan jalan kaki menuju puncak. Saya harap kalian sudah siap secara fisik. Mungkin kalau ada yang merasa nggak enak badan bisa bilang sekarang, biar bisa nunggu di pos aja."
Seruan Angger dijawab riuh semangat para anggota. Rizal yang bertugas membawa kamera membidik laki-laki yang menjadi ketua komunitasnya itu beberapa kali sebelum memberikan tanda oke.
"Kita jalan sekarang, Yas?" Angger mengangguk memberi jawaban pada Rizal.
"Foto dulu rame-rame di depan. Kalo nanti balik mah udah pada capek pasti lupa." Rizal mengusulkan.
"Bener tuh!" Tiba-tiba saja Indra menyahuti. Ia kemudian berjalan ke samping Bilqis dan menyeret mahasiswi cantik itu ke dekat Angger. "Gue titip mereka satu."
"Cieee ...."
Seluruh anggota kompak menyoraki ketuanya. Sementara Bilqis sejak tadi sudah menunduk malu akibat ulah Indra.
Angger bergerak gelisah. Setiap langkah yang diambilnya jadi diliputi ragu ketika sudah berhadapan dengan Bilqis. Terlebih lagi, semua anggota seolah bekerja sama dengan Indra untuk membuat Angger berada di dalam posisi serba salah.
Usai mengambil foto—dengan drama Indra memaksa Angger berfoto bersama Bilqis—mereka berdoa dan melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Bromo. Angger melirik jam sebentar, memastikan fajar tidak akan sampai lebih dulu ke puncak gunung. Ia mengeratkan jaket kemudian memasang kupluk abu-abu di kepalanya.
Jam di pergelangan tangan Angger sudah menunjukkan pukul empat pagi. Ia berada di barisan paling depan ketika melewati anak tangga sampai sosok yang tidak jauh di belakangnya membuat ia menoleh.
"Lo kenapa?" tanya Angger ketika melihat Bilqis menggosokkan kedua tangan secara kasar.
"Enggak apa-apa, 'kok, Kak." Bilqis berusaha tersenyum di depan Angger.
Tidak perlu mencerna terlalu lama, dari bibirnya yang membiru saja Angger tahu jika Bilqis tidak baik-baik saja. Ia mendekati perempuan itu dan menarik tangannya.
"Tanganlo dingin banget." Angger menggenggam tangan Bilqis kemudian membawa pada wajahnya. Laki-laki yang lebih tinggi sepuluh sentimeter dari Bilqis itu mengembuskan napas pada telapak tangan Bilqis, berusaha menyalurkan udara hangat.
"Kan tadi gue bilang. Kalo nggak enak badan tunggu aja di pos." Guratan ekspresi khawatir tercetak jelas di wajah Angger. Alisnya sedikit menukik dengan tangan yang masih berusaha menyalurkan rasa hangat.
"Bilqis kenapa, Yas?"
Pertanyaan itu membuat Angger refleks melepaskan genggaman tangannya. Itu Rizal dan Indra yang melihat gelagat aneh dari belakang dan segera menyusul ke barisan depan.
"Lo bisa tahan? Kalau nggak bisa, mending balik ke pos aja. Dari pada makin parah, di atas nanti makin dingin." Rizal mengusulkan. Laki-laki itu memberikan syal agar digunakan Bilqis untuk menghalau hawa dingin.
"Dingin banget, Yas?" Indra membuka suara.
"Banget." Angger masih memasang gelagat khawatir. "Lo mendingan balik ke pos aja, ya?" Tatapan Angger beralih pada Bilqis.
"Biar gua yang anter deh. Lo, 'kan udah lama nggak nanjak, Yas." Indra memberikan usul yang mungkin bias diambil juniornya itu.
"Oke." Angger memberikan persetujuan.
"A–Aku masih bisa, 'kok, Kak. Kak Indra nggak perlu repot karena aku." Bilqis memotong ketika Angger belum selesai dengan perkataannya. Wajahnya masih pucat dengan bibir yang membiru berusaha untuk tersenyum.
"Lo yakin?" tanya Indra sarat akan minus rasa percaya.
"I—iya aku yakin. Aku cuma belum kebiasa aja sama udara dinginnya. Sekarang udah baikan, 'kok."
"Yaudah. Oke lo boleh lanjut, tapi lo jangan jauh-jauh dari Dhyas, ya? Nanti kangen."
Angger tidak habis pikir, sempat-sempatnya Indra bercanda pada situasi sekarang ini. Jika laki-laki hitung, sudah berapa kali teman satu indekosnya itu membuat Angger menjadi bahan ledekkan semenjak bertemu dengan Bilqis. Otak Angger mulai bekerja agar mengingat perlakuan ini dan membalasnya jika sudah sampai di Jakarta nanti. Tunggu saja!
Perjalanan kembali dilanjutkan, minus drama dari Bilqis atau anggota lain yang mengeluh udara dingin. Sesekali Angger menatap Bilqis yang kini berjalan beriringan dengannya dan kembali membuang muka ketika Bilqis menoleh ke arahnya sebelum kemudian kembali menatap gadis berjaket biru itu dan kembali menoleh ke depan untuk kesekian kali ketika Bilqis menatapnya.
"Kak Dhyas ada yang mau disampein ke aku?" Bilqis melirik gugup seniornya sebelum kembali menunduk.
"Kenapa tadi nggak mau balik aja ke pos?" Angger selalu penasaran dengan gelagat orang lain akhirnya bertanya. "Harusnya kalau emang nggak kuat, ya nggak perlu dipaksain. Nanti kalo lo sakit, gue sama anggota yang lain juga yang repot tahu. Harusnya tadi lo ...."
Tanpa diduga, Bilqis malah membekap mulut seniornya dengan tangan yang terbalut sarung tangan biru. Bilqis baru tahu, ternyata Angger adalah laki-laki yang banyak bicara. Tidak seperti kesan pertama ia mengenal laki-laki itu. Angger terlihat dingin dan enggan membuka suaranya pada Bilqis.
"Ternyata Kak Dhyas ini cerewet banget, ya." Putusnya sepihak tanpa mendapat persetujuan dari sang empunya.
"Ini pengalaman pertama aku naik gunung tahu, Kak. Dan aku suka pengalaman pertama aku ditemani sama Kak Dhyas." Bilqis merekah senyum menatap Angger dengan sinar mata yang Angger tidak sukai karena menimbulkan rasa aneh di dalam dadanya.
Angger jadi bungkam. Mendengar pernyataan Bilqis entah kenapa membuat gelanyar aneh di perutnya. Seperti tergelitik dan ingin segera menarik lengkungan di sudut bibir. Kalimat yang keluar dari bibir tipis yang sedikit membiru itu seolah punya daya magis yang membuat Angger tidak bisa membalas kata-katanya.
Angger menatap lurus ke depan dan melanjutkan perjalanan minus dengan ocehan. Sampai sebelum benar-benar sampai di puncak, laki-laki itu menjeda langkahnya dan menatap Bilqis lengkap dengan senyumannya. Bilqis mengerutkan kening ketika Angger mengulurkan tangan dan memintanya menyambut uluran itu.
Meski diliputi oleh ragu, nyatanya Bilqis tetap menuruti apa yang Angger minta.
"Lo bilang ini pengalaman pertama lo, 'kan?" Kening Bilqis mengerut tetapi tetap mengangguk menjawab laki-laki di depannya.
"Gue pastiin pengalaman pertama ini nggak akan pernah lo lupain nantinya." Sekali lagi Angger menyunggingkan senyum pada junior yang kini menggenggam tangannya.
Kimnurand_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro