ʟɪᴍᴀ
• ʙʀᴇᴀᴋᴀʟᴏᴠᴇ •
Dalam beberapa waktu, setidaknya dua sampai tiga bulan puncak Gunung Bromo mencapai suhu terendah. Karbondioksida yang bersuhu panas bertemu udara dingin dan menimbulkan kepulan asap keluar dari masing-masing mulut. Suhu mencapai tiga derajat, membuat Angger dan Bilqis semakin mengeratkan genggaman mereka.
"Oke?"
Singkat saja, tetapi satu kata itu sukses membuat pipi Bilqis memanas, mengalahkan udara dingin puncak Gunung Bromo. Ia mengangguk susah payah, suhu dingin membuat pergerakkannya terbatas karena otot-otot yang mengencang. Bilqis harus tahan, sebentar lagi pagi menyapa membawa hangat yang sejak tiga jam lalu ia tunggu.
Semburat jingga mulai terlihat ketika mereka menapaki anak tangga terakhir dari puncak Bromo. Angger melepaskan tangan Bilqis ketika suara Indra terdengar. Rizal datang bersamaan dengan Indra yang membawa toa dan meminta seluruh anggota berkumpul untuk berfoto.
Yang tadi dibilang Kak Dhyas itu bener atau cuma main-main?
Gadis berambut gelombang itu menekuk wajah ketika melihat Angger merangkul salah satu senior perempuan di kampusnya. Dari jarak pandang, Bilqis bisa melihat Angger terlihat akrab dan tidak segan merangkul perempuan itu.
Bilqis tahu, ia akan terlihat menyedihkan dan seperti orang bodoh karena sempat menunggu apa yang Angger akan katakan ketika sampai di puncak. Namun, tanpa alasan, entah kenapa Bilqis mengharapkan ia bisa lebih dekat dengan seniornya itu dan sekarang ia merasa malu saat melihat kenyataan yang sebenarnya. Rasanya Bilqis sama sekali tidak ingin lagi melihat Angger.
Senyum yang ia paksakan mengembang ketika Rizal menyapa dan secara sembarangan mengambil gambarnya.
"Kak Rizal apa, sih?" Bilqis menutupi wajahnya. Sempat mencebik kesal sebelum membalikkan tubuh dan membentur sesuatu. Itu Angger yang ternyata sudah berdiri di belakangnya.
"Kak Dhyas?"
Angger mengembangkan senyum sebelum kemudian membalikkan tubuhnya kembali menghadap Rizal.
"Ayo senyum," titahnya seraya menggenggam tangan Bilqis dan membawanya ke atas.
"Udah official aja nih kayanya." Sebuah kelakar dari Rizal sebelum mengintip dari celah view finder dan menekan tombol rana pada kameranya. "Cakep!" serunya kemudian.
"Kita bebas aja sekarang. Nanti jam tujuh kita kumpul lagi di sini buat turun terus sarapan." Angger memberi instruksi yang dijawab dengan anggukan dan seruan oleh para anggota. Ia sendiri mengambil ponselnya dan sebuah sticky notes dari dalam saku jaket dan mengambil gambar kertas berwarna kuning tersebut dengan posisi sunrise.
Bilqis memperhatikan. Lebih kepada diam-diam membaca apa yang tertulis dalam kertas kuning tersebut. Ia bungkam, ketika melihat ucapan selamat ulang tahun pada kertas kuning dan sebuah ajakan ke Gunung Bromo pada kertas berwarna biru.
"Kenapa?"
Pertanyaan yang keluar dari bibir Angger membuat Bilqis tersentak. Ia tersenyum kemudian menggelengkan kepala sebelum menunduk.
Angger memiringkan kepalanya ketika menatap Bilqis yang tertunduk malu. Sepasang matanya mulai menyipit dengan ujungnya yang mengerut, perlahan suara tawanya mengalun melihat semburat merah di wajah Bilqis.
"Muka lo merah banget kenapa? Kedinginan?"
Bilqis menggeleng. "Enggak, 'kok, Kak."
"Terus?"
Bilqis memilih opsi tidak bersuara untuk sesaat. Namun, diam tidak akan membantunya menjawab pertanyaan yang kini bersarang di kepala. Oleh karena itu, dengan deguban jantung yang tiba-tiba saja mengencang, perempuan berusia dua puluh tahun itu memberanikan diri menyuarakan rasa penasaran.
"Kakak foto itu buat apa, Kak? Posting di Instagram?"
Bukannya menjawab, Angger justru menggelak tawa. Seolah hal yang ditanyakan juniornya itu adalah hal yang sangat lucu.
"Emang tampang gue kaya orang-orang yang bakalan posting hal-hal begituan?" Ia berdeham guna meredakan tawa. "Ini tuh buat oleh-oleh. Kurcaci gue di Jakarta senang banget posting hal-hal beginian. Alay emang."
"Kurcaci?"
Angger mengangguk. "Kasir gue! Gue kerja di minimarket, Bil. Mereka tuh udah gue anggap adek sendiri. Makanya permintaan anehnya gue turutin."
Seandainya boleh jujur, Bilqis justru merasa iri dengan kedua kasir Angger yang mendapat perhatian lebih dari sang atasan. Bahkan Angger sampai melakukan hal-hal yang tidak ia sukai demi memenuhi permintaan mereka berdua. Sementara ia? Bahkan hanya untuk meminta nomer ponselnya saja Angger menolak.
Bilqis ingin hilang ingatan saja rasanya saat ini.
Dari ujung horizon sebelah timur, semburat jingga mulai pudar yang digantikan dengan sinar terang matahari. Bilqis mencoba melupakan kejadian beberapa jam lalu saat di Jeep. Sampai sebuah tepukan pada bahunya membuat ia kembali menoleh.
"Kayaknya lo sering banget ngelamun, ya? Sekarang kenapa lagi?"
"Aku nggak ngelamun, 'kok, Kak." Bilqis mencoba mengelak akan pertanyaan Angger. "Aku nyusul yang lain dulu, ya, Kak."
Tepat ketika Bilqis bergerak menjauhi Angger. Laki-laki itu justru menarik pergelangan tangannya hingga membuat ia membentur dada bidang Angger. Keduanya terkesiap dengan kejadian yang sama sekali tidak mereka duga.
"Kayaknya tadi sebelum sampe puncak gue bilang bakalan bikin pengalaman pertama lo nggak bisa dilupain deh," ucap Angger tanpa melepaskan genggamannya pada Bilqis.
Ia melebarkan jarak sebelum melirik jauh pada anggotanya yang sibuk berswafoto dan membuat video. Laki-laki itu kembali menatap Bilqis yang menundukkan kepala dan bergerak mengikis jarak di antara mereka.
Bilqis mundur untuk menciptakan jarak yang Angger kikis. Ia menatap takut pada seniornya yang kini menatapnya dari jarak kurang dari 30 CM dan jangan lupakan. Tersenyum!
Entah apa yang dipikiran Bilqis saat ini. Akan tetapi ia merasa gugup dan menutup matanya erat-erat ketika Angger semakin mengikis jarak mereka.
"Lo berharap apa sampe nutup mata kaya gitu?"
Angger mati-matian berusaha menahan tawanya ketika Bilqis membuka mata dan menatapnya dengan pandangan bodoh. Secara otomatis, semburat merah menjalar ke pipi Bilqis ketika melihat seniornya itu tengah tertawa kecil dengan tangan yang masih bertengger pada bahunya.
"Kak Dhyas lagian apa-apaan, sih? Deket-deket gitu kaya orang ...."
"Kaya orang apa?" Angger menantang ketika Bilqis tidak melanjutkan kata-katanya. Laki-laki itu menatap Bilqis dengan kedua alisnya yang terangkat.
"Enggak tau, ah!" sentak Bilqis kemudian menghalau tangan Angger dari pundaknya.
"Ngambek?"
Bilqis tidak menjawab. Harga dirinya sudah terlalu jatuh di hadapan Angger saat ini. Oke! Yang harus Bilqis ingat adalah untuk melupakan kejadian ini dan berharap tidak bertemu Angger lagi untuk selamanya.
Namun, agaknya ekspektasi itu tidak akan pernah terealisasikan. Karena ketika Bilqis berniat menghindari Angger, laki-laki itu justru kembali menarik tangannya dan dengan singkat menempelkan bibirnya pada ujung bibir Bilqis.
Sangat singkat. Bahkan sebelum Bilqis bisa memproses apa yang terjadi, Angger sudah terlebih dahulu berpindah ke posisi tepat di depannya.
"Untuk yang itu jangan dilupain, ya. Karena gue juga nggak akan lupain."
Dengan detak jantung yang berdegup cepat. Bilqis berusaha mengeluarkan suara dari tenggorokannya. Semakin ia berusaha, semakin sulit suara itu keluar dari pita suaranya. Seolah, pita suaranya rusak karena kejadian beberapa detik lalu.
Angger benar-benar merusak konsentrasinya!
ᴀᴋᴜ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴛᴀʜᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇᴜᴡᴜᴀɴ ᴍᴇʀᴇᴋᴀ :(
Kimnurand_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro