Empat
Hati-hati typo bertebaran
Suara pecahan barang terus bersautan ditengah malam yang ditemani oleh guyuran hujan deras. Seorang pria perlahan mengambil salah satu pecahan kaca dari salah satu barang yang terlempar hingga pecah. Ia mendekati pria paruh baya yang sudah tergeletak berhamburkan darah diseluruh tubuhnya.
"Kamu pikir, kenapa saya sampai bisa dititik ini, Khazar." Pria itu perlahan menyayat sedikit demi sedikit tangan dan kaki seseorang yang tergeletak yang bernama Khazar.
Khazar mengerang kesakitan saat pria itu tak henti-hentinya menyiksanya, "Tolong, berhenti Tama." lirih Khazar, bahkan suaranya hampir tak terdengar lagi.
Tiba-tiba pria itu tertawa keras, "Sekarang baru kau bilang berhenti, saat kau menyiksa Hana dan ia memohon padamu untuk berhenti, apa pernah kau menuruti perkataannya?"
Pria itu menekan lebih dalam membuat Khazar berteriak sampai suara teriakkannya tak bersuara, "Tolong, T-tama."
"Dengar Khazar, setelah kau tiada, akan ku pastikan putra bungsu kesayanganmu akan menjadi milikku."
Ditengah kesadarannya yang hampir hilang, Khazar menggelengkan kepalanya pelan mendengar penuturan Pria dihadapannya.
"Siapa namanya? Dika? Randika? Ah, aku harus memberitahunya jika sang ayah tercintanya ini adalah monster sesungguhnya."
"Sampaikan salamku pada Hana, mungkin dia akan membalas semua perlakuan keji mu itu di akhirat, Khazar."
C
H
A
P
T
E
R
4
~~~
Setelah Dika dan Nara sampai rumah, Nara dengan cepat menyuruh para maid untuk menutup semua pintu dan menyuruh penjaga diluar untuk mengunci gerbang. Dika yang melihat ingin sekali menenangkan Nara, namun ia tak tau apa yang harus ia katakan padanya.
"Mah." Panggil Dika pelan.
Nara tak menjawab panggilan Dika, ia sibuk menghubungi Alby dan Abrisam untuk pulang kerumah sekarang.
Dika perlahan menghampiri Nara dan langsung memeluknya erat, Nara yang terkejut pun mulai membalas pelukan Dika.
"Tenang mah, ada Dika disini."
"Maafin mamah ya, mamah terlalu panik."
Nara melepas pelukannya, menggenggam kedua tangan Dika. Menatap Dika dalam, "Kamu tau ga sih, kamu itu mirip sekali dengan ayahmu."
Dika tersenyum menanggapi ucapan Nara, "Dika tau kok, kan Dika mau jadi kayak ayah, jadi orang baik yang bisa bantu semua orang."
Nara tersenyum sendu penuh arti, "Dika, kamu ga harus seperti ayah untuk jadi orang yang baik, sayang. Kamu bisa jadi diri kamu sendiri, jadi Dika yang baik hati." Nara kembali membawa Dika kedalam pelukannya.
Tiba-tiba pintu utama terbuka dengan keras, menampilkan Alby dengan kondisi yang acak-acakan. Keringat yang membasahi tubuhnya, setelan jas yang dipakainya sudah tak rapih dan jangan lupakan raut khawatir yang sangat jelas terpampang diwajahnya.
"Dika, Mamah." Panggil Alby
Dika dan Nara langsung melepaskan pelukannya, menatap Alby yang menghampiri mereka berdua. "Kalian berdua baik-baik aja kan?"
"Ka Aby tenang aja, aku baik-baik aja kok. Tapi tangan mamah kayaknya memar deh, liat tuh sampe merah gitu." ucap Dika.
Nara yang mendengar cukup terkejut, bagaimana Dika tau jika pergelangan tangannya memarr, apa ia memperhatikannya sedari tadi. Alby langsung memegang tangan Nara, "Ka Sam belum sampai?" tanya Aby
Dika dan Nara hanya menggeleng sebagai jawaban, Nara tiba-tiba mengelus pundak Alby. "Tenang, ini cuma luka kecil kok. Nanti dikompres air hangat juga langsung sembuh."
Alby menghela nafasnya, "Udah coba lapor polisi, Mah?"
Nara menggeleng pelan, "Mamah ga tau Al mau ngomong apa nanti sama polisi, wajahnya aja mamah ga liat karna tertutup gitu."
"Kalau suaranya?" Tanya Dika yang membuat mereka berdua menoleh kearahnya.
"Dika liat kok, tadi dia ngomong sesuatu ke mamah kan?"
Sekarang semua pasang mata menatap ke arah Nara, "Dia ngomong apa, mah?" tanya Alby
Bukannya menjawab, Nara malah menatap balik Alby dengan tatapan penuh arti. namun sepertinya Alby paham akan tatapan Nara. "Sudah, kita tunggu yang lain saja, kita bicarakan lagi hal ini nanti. Sekarang Mamah sama Dika istirahat ya, biar Aby siapkan air hangat buat kompres tangan mamah."
"Dika, kamu juga istirahat, inget kamu itu baru sembuh."
"Tapi, mamah."
"Kalau kamu mau sekolah besok, turuti apa kata kakak."
Alby memegang pundak Dika, "Inget kesehatan kamu itu nomor satu, jangan khawatirin mamah, udah ada kaka yang akan jagain mamah."
Alby mengusap kepala Dika, "Inget ya Dika Istirahat, kejadian tadi ga usah dipikirin, kalau ada apa-apa kakak ada dikamar mamah."
Dika mengangguk mengiyakan perkataan Alby, ia pun pergi menuju kamarnya mengikuti perintah sang Kakak.
~~~~~~
Makan malam hari ini bisa dikatakan cukup lengkap, Rian yang jarang pulang pun menyempatkan untuk pulang hari ini. Sejak kejadian tadi siang, mereka jadi sangat khawatir, takut akan kejadian yang buruk terulang kembali. Suasana makan malam pun menjadi lebih sepi, walaupun anak-anak Bratajaya hadir semua namun tak ada candaan Rey dan Rezvan yang meramaikan malam ini.
"Dika masih dikamarnya?" tanya Dirga.
"Tadi mamah udah suruh kak Sam buat panggil Dika, paling bentar lagi juga turun."
Abrisam perlahan mengetuk pintu Dika, memanggilnya pelan, namun karena merasa tak ada jawaban ia pun membuka pintu kamar Dika yang memang jarang dikunci itu. Dilihatnya Dika masih tidur diatas kasurnya dengan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhnya.
Abrisam mendudukan tubuhnya dikasur Dika, membuka selimut yang menutupi wajah sang adik. Mengelus kepalanya pelan, karena terusik Dika pun membuka matanya.
"Pusing ya? tubuh kamu agak panas, tadi siang diminum ga obatnya?"
Dika mengangguk pelan, "Di minum kok."
"Mamah manggil buat makan malan, kamu kuat ga? apa mau kakak bawain aja makanannya kesini."
Dika mencoba bangun mendudukan dirinya dikasur, "Ga mau makan disini, maunya ikut makan bareng dibawah."
Abrisam berdiri dan merentangkan tangannya, "Sini kakak gendong."
"Ga ada ya, aku bisa jalan sendiri." Ucap Dika
Abrisam hanya tertawa kecil, ia pun membantu Dika bangkit dan berjalan menuju ruang makan.
Setelah sampai meja makan, Dika langsung duduk ditempat biasa ia duduk. Mereka pun mulai acara makan malamnya. Dika yang duduk disamping Rey heran melihat Rey yang diam. Biasanyakan dia yang paling banyak omong.
"Kenapa tuk muka, kok kusut gitu?" Tanya Dika
Rey menatap tajam kearah Rezvan, Rez yang ditatap pun sedikit terkejut. "Ka Rez tuh." tujuk Rey
"Kenapa gua?"
"Tadi siang ngapain aja sama anak baru itu? sampe lupa sama adiknya sendiri."
Rezvan mengerutkan keningnya, "Anak baru?"
Tiba-tiba Rezvan tertawa keras, "Oh si Bima. Lu dari tadi marah sama gua gegara gua deket sama si Bima?"
"Bima? siapa Bima?' Tanya Dika
"Jadi ada anak baru dari kelasnya si Rey, nah dia itu mau masuk ekskul seni musik, ya karna ketuanya ga masuk otomatis gua yang ngurusin dong. Lagian kasian juga dia diem aja didepan pintu, yaudah sekalian aja gua ajak kenalan."
"Terus?"
"Ya itu bocil satu ngambek gegara gua deket-deket sama si Bima itu, lagian emang kenapa sih."
"Ga suka aja, kayaknya itu orang ga baik deh." ucap Rey
"Emang kamu udah kenal sama Bima? kok langsung ngejudge orang itu ga baik?" tanya Dirga yang sedikit penasaran dengan perbincangan ketiga adiknya ini.
"Engga sih, cuma Rey ga suka aja sama tatapan matanya. Dia itu terus natep Rey pas jam pelajaran berlangsung, terus juga perasaan Rey tuh kayak bilang buat jangan deket-deket sama itu anak, eh ka Rez malah deket-deket."
"Itu cuma perasaan lo aja kali, cil. Cemburuan." mereka semua kecuali Rey tertawa mendengar penuturan Rezvan.
"Oh iya, besok Dika masuk sekolah kan?" tanya Rezvan
Dika hendak mengangguk menjawab, namun dihentikan oleh Sam, "Jangan dulu ya, Dik. Kamu demam."
Nara langsung menatap Dika, "Kamu demam?" tanya Nara
"Ga demam, ini cuma emang lagi hangat aja tubuh Dika."
"Alasan klasik." ucap Rian
Dika menundukkan kepalanya, kemudian ia menatap memohon pada Abrisam.
"Dika dibolehin sekolah ya kak, janji semua perintah kakak bakal Dika turutin deh. please banget kak, besok itu udah hari terakhir sebelum acara."
Abrisam berpura-pura berfikir, "Tapi janji dulu, kamu harus ikuti semua perintah kakak."
Dika mengangguk menyetujui, ia pun menunjukkan jari kelingkingnya. "Janji kak."
~~~~
Rezvan berjalan mendekati Dika yang masih sibuk melatih anak-anak lain, bersama seorang laki-laki muda dibelakangnya.
"Dika, kenalin ini Bima."
Dika tersenyum pada Bima, ia mengulurkan tangannya, "Salam kenal, Saya Randika Bratajaya, kamu bisa panggil Kak Dika aja, saya disini sebagai ketua Ekskul seni musik."
Bima membalas uluran tangan Dika, "Salam kenal juga ka, saya Tamara Bima murid baru di kelas 10-2, kakak boleh panggil saya Bima, mohon bimbingannya kak."
"Bima, kamu mau masuk bagian apa. Vokal, atau alat musik?" tanya Rezvan
"Aku bisa main piano, Kak."
Dika dan Rez saling pandang, "Boleh kami minta kamu buat mainin? satu lagu aja, boleh?"
Bima mengangguk antusias, "Boleh, Kak."
Sometimes, I don't know who I am
Doubting myself again
Can't find a light in the dark
And I'm finding myself in the rain
Tryna get out of the pain
Know that I've come so farI made a promise, I'll never run and hide
I'm getting stronger, I'm getting stronger
A little longer I'm getting stronger
Now I finally found my wings, I let go of everything
Decided to follow my heart
And I finally able to breathe
Finally able to see Just who I was born to be
I'm waking up in my dream
~Dream - Babymonster~
Keheningan melanda setelah Bima menyelesaikan permainan musiknya serta nyanyiannya. Hingga Rezvan bertepuk tangan yang kemudian disusul oleh Dika.
"Permainan yang bagus, Bima." puji Dika
"Bahkan suaramu juga cukup merdu, aku sangat menyukainya." Ucap Rezvan yang terkagum dengan nyanyian Bima.
Bima tersenyum sangat senang mendengar pujian yang diberikan oleh Dika dan Rezvan, "Sekarang, kau sudah menjadi bagian dari anggota seni musik." ucap Dika
Tiba-tiba dering telfon milik Dika berbunyi, menampilkan nama Rey dilayar ponsel.
"Siapa?" tanya Rezvan
"Rey, kayaknya dia udah nunggu di kantin."
"Wah, ini bocil pasti lagi ngamuk nih. Ayo cepet kita ke kantin." Rezvan menarik tangan Dika
"Bima, makasih banyak ya buat nyanyian dan permaian musiknya. Nanti kita ketemu lagi pulang sekolah, oke." setelahnya Rezvan benar-benar menarik Dika untuk pergi meninggalkan ruang musik.
Setelah Dika dan Rezvan pergi meninggalkan ruangan, Bima mulai membereskan kembali alat musik yang baru saja ia gunakan. Entah perasaannya atau bukan, ia merasa seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Dengan cepat ia mengambil barangnya dan pergi dari ruangan musik.
.
.
.
.
.
.
To
Be
Continued
Kenalin semua ini Bima... >_<
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro