6
Awas banyak typo bertebaran.
Suna bergegas menuju markas. Walaupun keadaan tubuh dan mentalnya sangat tidak baik-baik saja, prioritas utama Suna sekarang adalah teman-temannya.
Mayat Gin sementara Suna tinggal di tepi jalan tersebut. Suna terpaksa melakukannya. Jika saja ia bisa, pasti Suna sekarang sedang bersama mayat Gin. Tapi Suna tak bisa.
Suna ngebut dengan motor yang entah punya siapa ia ambil. Ia terus-terusan bergumam 'Cepat, cepat, cepat, ayo cepat.'
Beberapa menit berlalu, dirinya sudah sampai di markas.
Keadaan markas sangat berantakan. Puing-puing bangunan banyak bertebaran dimana-mana, mayat rekan sekaligus musuhnya sudah tersaji di depan matanya.
Sepertinya markasnya di bom, pikirnya.
Suna masuk untuk mencari teman-temannya. Debu-debu dan bau anyir darah memasuki indra penciumannya, refleks Suna menutup hidungnya.
"Oi Atsumu! Osamu!" Teriak Suna.
Serasa tidak ada yang menjawabnya, Suna berteriak lagi. "Atsumu! Osamu! Jawab aku!"
Dorr
Terdengar bunyi tembakan di ujung sana, sepertinya itu sinyal dari si kembar. Suna segera berlari menuju sumber suara.
Matanya melihat Atsumu yang setengah badannya tertimpa beton. Ia yang melihat Atsumu meringis kesakitan segera menghampirinya.
"Hei, akan aku bantu mengeluarkan mu."
Tangannya dengan susah payah menyingkirkan beton yang menimpa Atsumu. Setelah berhasil menyingkirkan betonnya, Suna membaringkan Atsumu di tepi.
"Dimana yang sakit?" Tanya Suna dengan suara parau.
"Tangan ku...rasanya mati rasa." Seru Atsumu dengan suara rendah, menahan sakit.
"Baiklah, bertahanlah sebentar lagi. Dimana saudara mu?"
"Eugh sepertinya tak jauh dari lokasi ku berada tadi." Jawab Atsumu sesekali meringis.
Suna segera mencari Osamu, dirinya mencari ke sana dan ke mari dengan tertatih-tatih.
Matanya menangkap tangan seeorang. Di punggung tangannya terdapat tato rubah. Itu Osamu!
Segera Suna menyingkirkan beton yang menimpa Osamu. Saking beratnya, jari tangan Suna sampai berdarah-darah.
Akhirnya Suna berhasil menyingkirkan betonnya. Suna segera menepuk-nepuk pipi Osamu, tapi tak ada reaksi.
Suna dengan segera menaruh kupingnya di atas dada kiri Osamu. "Jantungnya masih berdetak."
Tanpa pikir panjang tentang resikonya, ia segera menelpon ambulan.
ఠ_ఠ
Selagi menunggu ambulan datang, Suna terus terusan mencari rekannya.
Beberapa menit lalu Suna menemukan Akagi di antara bongkahan beton. Kondisinya tak jauh beda dengan Atsumu, hanya saja luka yang diterima Akagi lebih ringan.
Lama tenggelam dalam pikirannya, ia tak sadar sudah berada di belakang markas.
Suna sedikit mengerutkan dahi, karena dari setadi ia tidak menemukan satu pun orang yang lebih tua dua tahun darinya (maksudnya anak kelas 3).
Matanya bergulir ke kanan dan ke kiri guna mencari atensi yang di cari.
Bukannya menemukan yang di cari, malahan Suna melihat musuh bebuyutannya duduk di sebuah bangku lusuh yang berdiri di atas bongkahan beton. Dibagian kepalanya terpasang mahkota sang raja.
Suna mengambil pistol yang berada di pinggangnya, lalu meluncurkan peluru ke arah musuhnya.
Peluru melesat dengan cepat, hanya saja peluru itu meleset dari sasaran. Peluru itu hanya menggores sedikit bagian lengan musuh.
"Ah, itu sakit." Ucap Hinata Shoyo, perkataannya berkebalikan dengan raut wajahnya. Wajahnya tersenyum sumringah.
"Apa perlu ku obati luka yang sakit itu chibi-chan?" Tanya Tsukishima Kei memasang raut mengejek.
Hinata mengabaikan pertanyaan Tsukishima, ia menatap lekat mata sayu Suna yang sudah tertelan oleh amarah.
"Sepertinya kau marah ya?" Tanya Hinata.
Suna diam sebentar, matanya melirik sinis. "Atas dasar apa kau menyerang kami sebrutal ini?"
Si Surai jingga menyilangkan kakinya dan menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi. "Menurut mu atas dasar apa aku menyerang kalian?"
Suna diam, merasa lawannya akan memberi penjelasan lebih.
"Tidak ada alasan khusus sih, hanya soal memperebutkan kekuasaan." Jawab Hinata, lensa almondnya menatap datar si rubah yang sedang menahan amarah.
Suna benar-benar ingin mengamuk sekarang. Alasan mereka --Karasuno-- menyerang kami para rubah hanya karena memperebutkan kekuasaan??! Hell, maksudnya mengapa mereka menyerang kami sebrutal ini??
Tsukishima yang merasa tau apa yang di pikirkan musuhnya langsung berujar "Apa kau tak pernah ikut dalam sebuah misi tuan rubah yang agung? Memang seperti ini yang selalu di kerjakan anak buah mu, kau yang kerjaannya hanya memerintah dan tak pernah ikut andil dalam misi mana tau bagaimana kondisi disaat terjadi penyerangan."
"Oiya, kau kan 'raja' rubah yang tak pernah mau mengotori tangannya."
Apa yang dibilang pria blonde berkacamata semuanya benar. Selama ini ia selalu memberikan misi tanpa mau ikut andil di dalamnya. Menyuruh mereka anak buahnya untuk menyingkirkan semua orang yang menghalangi rencananya dengan cara apapun.
Bukannya memang seperti ini bekerja di dunia gelap? Tapi mengapa saat melihat rekannya dibantai habis rasanya sangat menyakitkan?
Prok prok
Hinata menepuk tangannya guna menarik atensi si rubah. "Kau sedang mencari beberapa rekan mu bukan?"
"Dimana mereka?! Dimana mereka di sembunyikan?!" Perangah Suna.
"Kami tak menyembunyikan mereka kok. Harusnya kau tadi melihatnya sesaat sebelum masuk ke dalam markas lama mu ini."
"Kau ingin melihatnya? Baik akan ku perlihatkan--
Diam-diam Tsukishima menekan sebuah tombol, bibirnya menyeringai mengejek.
Boom
--tubuh rekan mu yang sudah hancur lebur." Lanjut Hinata pelan.
Suna berlari menuju suara tersebut. Hatinya terus terusan menjerit, otaknya terus memikirkan keadaan rekan-rekannya.
Bukan mereka bukan?
Bukan seorang Kita Shinsuke yang selalu menasehatinya bukan?
Bukan Ojiro Aran yang selalu ikut membuli Atsumu ketika ia gagal melakukan misi bukan?
Bukan Omimi Ren yang selalu menemani ia minum kopi bersama bukan?
Saat ini pikiran Suna sedang berkecamuk. Bagaimana bisa orang sekuat mereka di hancurkan semudah ini?
Kehancuran sudah berada di depan matanya. Tubuh yang terpisah dari inangnya berhamburan di mana-mana.
Mayatnya sudah tak bisa di kenali, Si rubah kini menundukan kepalanya.
Iblis oranye berujar dari belakangnya "Selamat tinggal." Lalu pergi bersama pria garam meninggalkan Suna tenggelam dalam kesedihannya.
Tak lama kemudian aparat negara datang, lalu memasang mode waspada.
Yahoo
Aku update nih
Terima kritik dan saran ya
Jangan lupa voment, terimakasih
Salam manis dari Ican
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro