Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2

Awas banyak typo bertebaran.

'Hei lihat, kasihan sekali anak itu.'

'Haha iya, aku juga merasa kasihan.'

'Kapan matinya sih dia?'

'Mungkin besok.'

Bisik-bisik memenuhi organ pendengaran gadis dengan balutan jaket berwarna blue navy. Pandangan tetap lurus kedepan, tak memperdulikan bisik-bisik yang berada di dekatnya.

Sekarang ini sedang di laksanakan jam pelajaran olahraga. Banyak teman kelasnya yang meliriknya, seakan-akan berkata 'Enak sekali ya dia bisa duduk-duduk di bench, hanya karena penyakitnya yang mudah kambuh.'

Dari pintu gym, terlihat para kakak kelas hits yang sedang tebar pesona. Salah satu dari mereka berjalan menuju [name] dan berkata..

"Ayo ikut aku!"

[Name] ditarik secara paksa oleh antek-antek kakak kelas hits yang berbicara pada [name] tadi.

Para kakak kelas tadi membawa [name] ke gudang belakang sekolah yang sudah lama tak terawat. Disana memang tempat para senior menindas junior yang terlihat lemah dan cupu.

Bugh

Suara yang ditimbulkan akibat benturan keras dari badan [name] dengan tembok dibelakangnya.

"Wajah mu sangat cantik, tapi sayang aku tak bisa mempercantiknya." Seru Yachi seraya menangkup kedua pipi [name] lalu mendorongnya dengan keras sehingga kepala [name] membentur dinding dibelakangnya.

Alasan Yachi tak bisa melukai wajah [name] karena tak ingin seseorang yang dia sukai mengkhawatirkan [name] karena luka yang dibuatnya.

" Bisakah kalian tak mem- bully ku? Waktu ku hampir habis didunia ini, jadi biarkan aku menikmati hidupku sebentar." Ucap [name] dengan lemas.

Yachi hanya tersenyum manis mendengarnya, lalu memerintahkan para antek-anteknya untuk mengkeroyok [name].

"Girls bersiap menyerang."

Dengan wajah sombongnya, antek-antek Yachi mengeluarkan sabuk yang terbuat dari kulit. Kalian pasti bisa membayangkan bagaimana sakitnya jika terkena cambukan dari sabuk tersebut.

"Bersiaplah sayang." Seru Yachi sambil mengelus pipi [name].

「【︿】」

Matahari mulai tenggelam, sinar jingganya menyinari beberapa tempat yang terkena sinarnya. Burung-burung berkicau membuat sebuah melodi yang terdengar indah di telinga [name].

Kendaraan berlalu lalang di samping [name]. Saling menyauti klakson masing-masing.

Kaki melangkah terseok-seok menuju apotek yang berada di dekat sekolahnya.

"Ara [name]-chan sudah lama tak bertemu ya?" Ucap apoteker itu.

[Name] hanya tersenyum tak membalas sapaan dari wanita muda yang berprofesi menjadi apoteker itu. "Obat pereda nyeri."

"Seperti biasa ya [name]-chan, ada yang mau ditambah lagi?" Ucap [f/n] seraya menyiapkan pesanan yang [name] sebutkan tadi.

[Name] hanya menggeleng sebagai jawaban, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku roknya.

"Tak usah dibayar [name]-chan, untuk kali ini aku kasih gratis buat [name]-chan!"

Apoteker ini memang akrab dengan [name], mereka sebenarnya se-umuran, hanya saja penjaga apotek ini tak mempunyai uang untuk melanjutkan pendidikannya. Maka dari itu, dirinya memilih untuk bekerja part time untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya.

"Terimakasih."

"Tapi jangan lupa ajari aku pelajaran yang [name]-chan pelajari oke?!" Seru [f/n] dengan riang seraya mengedipkan sebelah matanya.

[Name] tersenyum melihat keantusias-an temannya itu dalam menggali ilmu pengetahuan. "Baiklah, kau bisa datang minggu sore [f/n]-chan. Sampai jumpa!"

"Hati-hati dijalan [name]-chan!" Seru [f/n] seraya melambaikan tangan.

Perjalanan dari apotek menuju rumah [name] tak memakan waktu banyak. Tapi karena [name] sedang lelah, dirinya terpaksa memotong jalan. Melalui gang sempit yang berada di sela-sela gedung pertokoan yang sudah lama tak terhuni.

Tiba-tiba ada beberapa orang berbadan besar menghalangi jalan [name]. [Name] berpikir mereka adalah para penjabat yang sedang bertransaksi narkoba, jadi [name] hanya melewatinya tak ingin ikut campur dengan urusan mereka.

Tapi salah satu dari mereka menepuk pundak [name] dengan keras, lalu menanyakan pertanyaan yang sama sekali tak dimengerti oleh [name].

"Dimana kau menyembunyikan flashdisknya?"

"Maaf tuan, tapi maksudnya apa? Flashdisk?" Ucap [name] seraya menunjukan raut kebingungan.

"Cih tak usah sok polos. Cepat serahkan flashdisknya!"

"Aku benar-benar tak mengerti apa yang anda maksud tuan."

"Hei, dari pada mewawancarainya, lebih baik bawa dia kehadapan bos aja." Ucap salah satunya.

"Benar, lebih baik kita melihatnya dilecehkan oleh salah satu body guard bos. Hahaha." Sahut yang lainnya seraya tertawa terbahak-bahak.

Mendengar percakapan orang berbadan besar didepannya, membuat [name] merasa takut. Dirinya diam-diam mencari cara agar bisa keluar dari situasi yang menakutkan ini.

Tapi rencananya tak berjalan lancar. Salah satu dari orang berbadan besar itu menyadari apa yang direncanakan [name], dengan cepat dia mencekal tangan [name] dengan keras.

"H-hei lepaskan. Ini s-sakit!" Seru [name] berusaha memberontak.

Mereka memaksa [name] untuk memasuki salah satu mobil mewah yang mereka bawa. Selama perjalanan [name] terus meronta-ronta minta di lepaskan, membuat salah satu dari mereka geram.

Bugh

Salah satu dari mereka meninju [name] di pipi dengan keras. Membuat [name] pusing dan juga membuat pipi [name] membiru.

"Diamlah sialan!"

Beberapa menit terlewati, akhirnya sampai di tempat tujuan. Gedung hitam mewah dengan banyak ornamen patung rubah sebagai hiasan. Serta banyak body guard yang berjaga di pintu masuk.

[Name] di paksa masuk ke dalam gedung mewah itu. Menaiki lift, salah satu orang berbadan besar itu memencet tombol yang bertuliskan Boss.

"Berapa lama mereka membangun gedung ini?" Gumam [name] melihat banyaknya deretan tombol yang menempel pada dinding dalam lift.

Akhirnya pintu lift terbuka, menampilkan satu ruangan yang bertuliskan 'CEO of Inarizaki' yang dijaga ketat oleh body guard.

Orang berbadan besar tadi membawa masuk [name] ke ruangan itu.

Ruangan yang di desain klasik namun elegan membuat [name] terpana sebentar sebelum seseorang yang duduk di bangku coklat itu membuka suaranya.

"Sudah datang rupanya, apa dia menjawab apa yang kau tanyakan?" Suara dengan intonasi rendah itu membuat siapa saja yang mendengarnya seketika gemetar takut.

"D-dia tidak menjawab apa yang saya tanyakan. M-maksud saya dia menentang apa yang saya bilang." Jawab orang berbadan besar itu.

"Keluar. Aku ingin bicara empat mata dengannya."

Orang berbadan besar itu dengan segera keluar dari ruangan yang bernuansa abu-hitam itu.

Udara di sekitar [name] mendingin, menambah sensasi kegugupan yang berada di diri [name].

Orang dengan balutan jas berwarna hitam itu berdiri dan membalikkan badannya. Hal yang pertama kali dilihat [name] adalah sorot matanya yang dingin dan tajam.

Suaranya yang ber-intonasi rendah menambah kesan 'intimidasi' pada lawan bicaranya.

"Mari kita mulai sesi tanya jawabnya." Serunya seraya mengeluarkan smirk andalannya.

Tbc

Yahoo~

Hehe maap baru up :)

Maap juga lanjutannya gak sesuai ekspetasi kalian :)

Makasih juga yang udah nungguin book ini up!

Btw bab sebelumnya saia revisi sedikit. Suster Ana saia ganti dengan Suster Shimizu.

Terima kritik & saran!

See u next time :D

Jangan lupa voment yaw~
Terimakasih.

Salam manis dari Ican.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro