Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Belajar masak itu harus ikhlas. [1]


Saat memarkir Bobo di pelataran kos, tubuh Regi sudah tidak ada lagi tenaganya. Semuanya terkuras habis padahal ia sudah makan malam. Harusnya ia memiliki tenaga dong. Tapi tidak. Ia benar-benar lelah. Ingin segera rebah dan tidur karena besok ia harus bangun pagi. Menuju apartemen Barra lagi, hingga enam bulan ke depan.

Rasanya Regi ingin teriak biar lelahnya sedikit hilang tapi mana mungkin. Bisa-bisa ia diguyur air cucian oleh penghuni kos yang lain.

"Neng Regi baru pulang?" tanya Pak Sarmin. Sekuriti kos.

Regi cuma nyengir tanpa menjawab. Rasanya bibir Regi terlalu lelah hanya untuk menjawab 'iya'.

"Neng, ada paket." Sarmin pun menghampiri dengan membawa satu kotak berpita ungu.

Regi menatap kotak itu dengan sangsi. "Dari siapa, Pak?" Ia heran, siapa yang mengirimkannya paket? Ia tak belanja online akhir-akhir ini.

"Enggak tahu, Neng. Cuma terima doang."

Regi mengangguk saja. Diterima kotak itu dengan ragu. Begitu masuk ke kamar kos, kotak itu hanya diletakkan di dekat rak sepatu. Tidak ada nama pengirim pun kartu. Hanya ada tulisan, teruntuk Regi.

Ia pun segera mandi biar sedikit lebih segar dan bisa tidur. Bagi Regi, mandi sebelum tidur itu harus. Kalau pun tidak mandi secara keseluruhan, setidaknya ada air yang mengenai tubuhnya yang lengket. Saat ia membereskan pakaian kotornya, senyum Regi terangkat sedikit. teringat pada kejadian sore dua jam sebelum ia pulang.

"Sore ini kita masak saja, lah. Saya yang beri komando, kamu laksanakan."

Regi tertawa mendengar bahasa yang digunakan Barra. "Aye... aye... captain."

Barra cuma menggeleng tapi senyum kecilnya terbit. Setelah makan siang, ia masuk ke dalam kamar meninggalkan Regi yang sibuk merapikan bekas piring dan mangkuk kotor. Ia tak tahu setelahnya apa yang dilakukan sang gadis. Love tersayangnya mendengkur di tepi ranjang. Nyaman sekali. Biasanya Love tidur di tempatnya tersendiri. Tapi hari ini Barra tidak mau mengambil sebuah risiko. Ia tak ingin mendengar sebuah pengumuman kalau Love, kucing persia yang masih imut juga lucu dan menyenangkan versinya, meninggalkan dirinya karena sapu jahanam yang dipegang Regi.

Entah sudah berapa lama Barra tertidur, ia tak menghitung. Ketika ia keluar kamar, semua kekacauan tadi sudah beres dan rapi serta kembali pada posisi. Beruntung di apartemen ini, Barra tidak mau mendapatkan kiriman guci koleksi sang baginda permaisuri. Kalau tidak, ia tak tahu harus berkata apa kalau-kalau pecah karena ulah Regi tadi. Barra bergidik ngeri membayangkan betapa panjang lebarnya sang ibu berceramah mengenai arti satu guci yang pecah.

"Regi," panggil Barra.

Tak ada sahutan sama sekali. Barra curiga. Ia pun mengitari apartemennya, siapa tahu gadis itu bersembunyi lagi di balik sofa. Atau lebih parah, di balik lemari besarnya yang ada di dekat televisi. Tidak ada. Di semua penjuru apartemen tidak ada kecuali satu tempat. Kamar. Barra pun bergegas mengarah ke sana dan ketika pintunya dibuka cukup kencang, Barra mendesah lega. Sakit karena berjalan mengitari apartemennya terbayar.

Gadis itu di sana. Tidur demikian pulas hingga tak mendengar Barra yang menggunakan tongkat mengarah padanya.

"Regi," panggilnya. Alih-alih khawatir, karena ia pikir, sudah menemukan gadis itu. "Regi," panggilnya lagi. Gadis ini benar-benar mirip mayat kalau tidur. Sama sekali tidak terganggu. Barra memilih duduk di tepi ranjang. Memperhatikan lamat-lamat gadis bar-bar yang tadi sempat ia marahi, berkata ketus juga sempat menggunakan nada tinggi saking gemasnya Barra atas kelakuannya itu.

Rambut panjang Regi hampir menutup wajahnya. Kulitnya bersih, Barra yakin, gadis ini menggelontorkan uangnya untuk merawat diri dengan apik. Wajahnya oval dengan alis yang cukup tebal. Matanya sebenarnya bagus, hanya saja Barra sering kali kesal karena entah kenapa Regi ini mendekati bodoh polos atau polos bodoh. Tatapan matanya yang selalu membuat Barra kesal berlama-lama menatapnya.

Belum lagi bentuk tubuhnya yang tinggi juga proporsional. Kalau Regi mendaftar jadi model, Barra rasa diterima. Mungkin karena setelah bebersih tadi, Regi menghapus make up atau memang tidak mengenakan make up, Barra kurang yakin. Namun satu hal yang Barra sadari, gadis ini innocent tanpa make up.

Ditambah, Regi mengenakan kaus oblong longgar bertulis namanya. Juga celana pendek selutut yang santai sekali dikenakan Regi. Seperti di rumahnya sendiri. Barra geleng-geleng pada akhirnya.

"Regi," panggilnya lagi. Kali ini Barra mengguncang pelan bahu sang gadis. Ini juga sudah sore. Nanti malah terlalu malam untuk sekadar makan malam.

Perlahan kelopak mata Regi terbuka. Hal pertama yang sebenarnya ingin ia lihat adalah sosok sang ibu. Dirinya tadi sempat bermimpi, tidur di pelukan Ambu. Juga ada Disti yang bercerita panjang lebar mengenai sekolahnya.

Ia mengerjap sekali lagi mengharap mimpinya jadi nyata. Tapi ketika kesadarannya mulai penuh, ia mengerut.

"Kenapa kamu manyun gitu?" tanya Barra heran.

Regi pun bangun dari tidurnya. "Bapak ngapain di sini?"

Barra melongo.

"Kalau nagih utang bisa, kan, enggak sampai harus di kamar?"

Barra tidak tahu harus bagaimana.

"Saya tahu, utang saya banyak banget. Tapi saya enggak niat kabur, kok." Regi masih mendumel. Ia segera menyibak selimut yang menyentuh kakinya. Tanpa permisi ia pun melewati Barra. Satu hal yang ia lupa, Barra dan tongkat penopang langkahnya.

"BAPAK!!!"

"Siapa suruh mata kamu enggak dipakai?"

***

Baru saja Regi akan memejamkan mata karena dilirik, jam di dinding sudah menunjuk angka sebelas. Getar ponselnya membuat dirinya menyambar gadget itu dan melihat siapa penelepon laknat maha pengganggu itu.

Barra.

Ya, Tuhan! Tidak ada kah esok hari yang akan datang menyapa? Hingga malam menjelang tidur saja Regi masih harus menerima gangguannya? Padahal pamit pulang tadi, Regi sudah bertanya lho, kira-kira Barra butuh apalagi? Susu, sudah ia buatkan. Camilan, juga sudah ia keluarkan dari kulkas. Juga buah. Oh, jangan lupa satu teko besar air putih di meja makan. Semuanya sudah Regi persiapkan.

"Kenapa, Pak?" Regi tidak membuat-buat nada suaranya yang memang kelelahan.

"Besok jangan telat. Kita masak pagi-pagi. Saya mau makan masakan rumahan. Bukan beli lagi."

Regi menggeram kesal. Ia sudah tahu! Bahkan tiga kali Barra mengingatkannya!

"Kalau Bapak ganggu saya mau tidur, saya bisa kesiangan besok!"

Demi galaksi andromeda yang ada! Barra malah tertawa. Ini Regi mesti membeli sesuatu agar Barra tidak dalam keadaan ngaco seperti ini.

"Ya, sudah. Selamat malam, Regi."

Malas menjawab, Regi memilih segera mematikan dan segera tidur. Dirinya memang luar biasa lelah. Sesukanya ia pada kegiatan berbenah rumah, kali ini ia harus membersihkan apartemen Barra dua kali. Padahal saat pertama kali, ia menyelesaikannya dengan cepat. Selain karena memang hunian Barra rapi juga tidak terlalu kotor, semua furnitur di sana tak terlalu banyak.

Beda halnya ketika Regi yang membuat angin puting beliung dadakan. Regi meringis melihat hasta karya dirinya sendiri. Ini semua salah Love!!! Ia jadi berpikir, kalau Barra tinggal bersama Love, bagaimana ia yang harus beberapa kali ke sana sekadar memenuhi kewajibannya pada selembar surat perjanjian memuakkan itu?

Dalam surat perjanjian itu, tak tertera kalau Barra memiliki peliharaan. Harusnya ia bisa protes, kalau-kalau Barra memintanya mengurus Love. Jangankan ingin didekati, sekadar melihat hewan bernama kucing itu saja, Regi sudah lari terbirit-birit. Pengalamannya pada kucing membuat dirinya trauma tingkat tinggi pada hewan yang banyak orang bilang, hewan lucu dan manis itu.

"Dari mana manis? Luka sepanjang ini karena kucing!" sungutnya ketika melihat satu gurat panjang di dekat betisnya akibat cakaran kucing. Karena Regi telaten merawat bekas luka itu, sekarang hanya sebatas garis samar dengan warna kulitnya. Belum lagi ia ingat, bagaimana kucing itu mengeluarkan taring serta desis galaknya. Dulu. Saat ia berusia tujuh tahun.

Regi. Kucing. Barra.

Disatukan. Maka akan timbul badai besar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro