Prolog
Sebuah usaha untuk melupakan sejenak fiksasi luka yang selalu bersarang dalam setiap nafas yang diterima.
Mencoba berlari seraya membawa rantai yang terikat kuat di pergelangan kaki manusia agonia.
Kapan para pengecut itu akan berani menghabisi ketidakberdayaannya?
—Borealis di Langit Utara
____________________________________________
"Kamu tidak waras!" ujar Samuel dengan nada sarkastis. Cuaca di tempat itu benar-benar dingin, ditambah perdebatan mereka membuat situasi semakin kacau. Beruntunglah, tenda sudah berdiri kokoh. Setidaknya membantu mengurangi hembusan angin dan hujan salju yang turun begitu deras diluar sana.
"Baiklah, aku memang tidak waras! Kita semua tidak bisa bertahan untuk tetap waras, otak kalian akan ikut membeku dan kita bertujuh berakhir disini!" Bisma membalas sengit perkataan sahabatnya, mengapa Samuel seakan menyalahkan dirinya? Hanya karena ia berjalan beriringan dengan Luther dan tidak menyadari bahwa pria itu mendapati gejala hipotermia. Yang benar saja, lagipula siapa si Luther itu, orang asing yang bergabung dalam perjalanan ilegal ini, bukan? ah, lebih tepatnya mereka semua memang orang asing dari 4 negara yang berbeda.
Kondisi Luther semakin memburuk, dia mengatakan tangannya sudah mati rasa. Semua kata-kata yang ia ucapkan tidak dapat dimengerti oleh yang lainnya-pria itu melantur. Seandainya ia berkata lebih awal, mungkin mereka tidak akan jatuh dalam kondisi seperti ini.
Shea menurunkan tas besar dari pundaknya, ia baru sadar kalau dirinya membawa emergency blanket untuk berjaga-jaga dalam situasi seperti ini. Meskipun hanya membawa satu untuknya pribadi, ia rasa Luther lebih membutuhkannya saat ini.
"Apa yang kamu cari?" tanya Alex saat melihat Shea menggali isi tasnya.
"Aku rasa, aku membawa selimut darurat disini," tunjuknya pada bagian depan tas itu. "Tapi aku tidak menemukannya."
"Mungkin kamu lupa membawanya." Alex berjongkok dan membantu Shea mencari benda itu. Pria itu menyalakan beberapa senter kecil yang ia beli di pasar tradisional hari itu.
Kristin menyodorkan teh hangat yang ia temukan dalam tas Luther kepada Samuel, nampaknya Luther memang berniat melakukan penjelajahan ini sebelumnya. Naasnya, pria itu tidak menyadari gejala hipo yang ia rasakan sendiri saat diperjalanan tadi.
"Aku ingat jelas memasukannya ke dalam sini." Shea tetap mencari benda itu, bahkan barang-barang yang sempat ia packing rapi sudah dikeluarkan semua. Sangat heran dan penasaran, begitulah yang kini ia rasakan.
"Kamu tidak akan menemukannya," sahut Kristin menghampiri mereka sambil menggigit bibir bawahnya.
"Kenapa?"
"Aku membuangnya saat di perjalanan tadi, aku kesal padamu, jadi-"
"Bego!" maki Bisma pada gadis manja itu. Ia tidak habis pikir hanya karena Shea menceritakkan pengalaman mendakinya saat di perjalanan, Kristin melakukan hal konyol itu karena rasa iri.
Reylan berjalan ke arah Bisma, menarik kerah pria itu. "Jaga bicaramu terhadap wanita!"
"Apa? kamu membelanya? Silahkan! Jangan lupa untuk memberitahunya, punya otak itu dipakai, jangan cuma dibawa!"
"Can you all stop? ayo bantu Luther! Cepat berkumpul disini. Alex, tolong ambilkan sebuah scraft dan pasangkan di leher hingga ke dagunya!" titah Samuel.
"Guys, we have any problem!" kata Shea saat mengintip keluar lewat jendela tenda. Ia tak memerdulikan soal tindakan Kristin, tidak ada gunanya mendebatkan sesuatu yang sudah tidak ada.
Semua melirik ke arah yang ditunjuk Shea, gumpalan awan hitam serta kilatan-kilatan listrik terlihat menggulung di atas sana. Pergerakan mata angin membawanya menuju ke arah mereka yang kini berada di pertengahan Gunung Higravstinden.
"Kita harus segera turun, sebelum badai itu menerjang dan merobohkan tenda ini!"
"Tidak akan sempat!" ujar Shea. "Tebing curam dan angin kencang mempermudah resiko yang tidak diinginkan!"
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Kristin dengan nada sedikit panik.
"Kita harus tetap tinggal. Percayalah kita akan baik-baik saja." Bisma mencoba meyakinkan mereka semua.
"Kita berdoa dan berusaha bertahan semaksimal mungkin. Tetap berfikir positif, mari membuat lingkaran diantara tubuh Luther, kita masih punya tugas untuk menolongnya," ujar Samuel. Suara alarm di tangannya berbunyi nyaring, suhu udara menunjukan kelebihan batas aman -11°C.
"Kawan, persiapkan tabung oksigen kalian, kita akan kehilangan kapasitas udara di suhu minus 13 derajat celcius!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro