Bagian 9 - 8316 Laupstad, Norway
"My Lord!!!" Bisma meringis lantaran dirinya terjatuh dari tempat duduk. Pria itu memang tengah berbaring, saat Sam menghentikan mobil secara mendadak pria itupun ikut terpelanting ke depan.
"Ada apa Sam?" Luther membalikan tubuhnya ke arah Samuel. Pria itu tiba-tiba menginjak pedal rem saat Luther menanyakan soal ijin keluarga kepada yang lain.
Suasana menjadi hening selama beberapa detik. Sampai suara Alex menyadarkan Sam yang tengah melamun. "Kalian tidak akan melakukan kesalahan yang kedua kali kan? Cepat jalan sebelum polisi mengejar lagi karena berhenti sembarangan. Apa kamu lelah, Sam? Aku bisa menggantikannya."
"Ah, tidak-tidak, aku hanya sedikit kurang fokus!"
Bentangan laut biru gelap yang tidak berombak menghiasi salah satu sisi jalur E10, sedangkan pada sisi lainnya di dominasi oleh bukit-bukit tinggi yang menjulang. Seharusnya tempat ini berwarna hijau jika dikunjungi saat musim panas. Tapi kali ini, semua objek di sekeliling hampir berwarna putih cerah lantaran salju menutupi semuanya. Hanya beberapa pohon kurus tanpa daun yang menampakkan warna coklatnya. Tinggal sedikit pohon hijau yang masih menyisakan daunnya.
Luther menghidupkan radio mobil, butiran-butiran salju mulai turun lagi seperti gerimis.
'Beberapa penduduk Eropa Utara lebih memilih menghabiskan musim dingin di Eropa bagian Selatan dan Barat, lantaran perkiraan cuaca berubah menjadi lebih dingin dibanding tahun sebelumnya...'
"Oh ayolah, jangan mendengarkan berita yang akan membuat kita menjadi ragu begitu." Bisma mengarahkan tangannya ke depan lalu memindahkan siaran tersebut ke saluran yang lain. Namun, Samuel memindahkannya kembali.
'... Hari ini, 15 Januari. Dihimbau kepada masyarakat untuk tinggal di dalam rumah terlebih dahulu. Dilansir dari informasi Russian Arctic National Park, disana sedang terjadi badai salju, kemungkinan akan sampai ke Norwegia dari arah timur nanti malam. Untuk yang berencana menyaksikan cahaya utara, sepertinya malam ini bukan waktu yang tepat. Langit akan tertutup kabut tebal....'
Hari sudah mulai gelap, mentari terbenam pukul 3 sore, mobil yang ditumpangi ketujuh muda-mudi itu telah sampai di desa Laupstad. Sam memilih untuk mencari penginapan terdekat dari sana.
"Kalian masih bisa berubah pikiran atau mencari tempat tujuan lain. Untuk malam ini, kita akan menyewa sebuah villa untuk istirahat." Samuel membelokan mobilnya ke dalam sebuah gang disebelah kiri. Dengan bantuan google maps ia menemukan sebuah tempat penginapan di desa yang dapat dikatakan cukup pelosok itu.
Jalanan menanjak, terlihat 3 buah bangunan berdiri di atas sana, villa-villa itu berada di dataran lebih tinggi dari jalan yang mereka lintasi. Pada sisi paling kiri terdapat villa berwarna putih, lalu disebelah kanannya berwana merah dan terakhir berwarna coklat. Namanya adalah, penginapan Lavvoen i Austpollen.
Sam memarkirkan mobil di depan sebuah villa yang berwarna putih. Villa itu berbentuk seperti rumah modern pada umumnya, namun alasnya dibangun seperti rumah panggung. Pemandangan sekeliling sudah berwarna putih, ditambah rumah ini juga. Hanya atap hitam dan beberapa jendela yang menjadikan seseorang dapat membedakannya.
"Rasanya aku ingin muntah." Shea menuruni mobil dengan gesit setelah mengucapkan kata itu. Lalu berlari sempoyongan menuju pepohonan kurus dipinggir villa.
"Nona backpaker mabuk perjalanan, ya... Harusnya dia memang berjalan kaki saja."
"Giselle, sampai kapan kamu akan terus melontarkan sindiran-sindiran sinis seperti itu?" tegur Reylan secara halus saat mereka masih di dalam mobil.
"Dingin sekali," kata Bisma seraya menggendong ranselnya.
"Oke, ini Villa yang akan kita tempati." Sam menunjuk ke arah bangunan putih itu.
"Sudah memesan?" tanya Reylan.
"Ya, kita tunggu pemiliknya datang. Mungkin akan agak lama." Sam mematikan mesin, begitu juga dengan radionya, setelah itu ia menuruni mobil.
Benda putih bertekstur empuk menyambut sepatu coklat Sam yang baru saja mendarat. Hembusan angin musim dingin dibarengi butiran salju tidak lebat yang ikut turun dari langit menyadarkan mereka sedang jauh dari rumah.
"Hei, lihatlah. Kita dapat melihat Sunset dari sini!" teriak Luther. Pria itu berjalan ke arah bebatuan di belakang villa dan mendapati pemandangan yang menakjubkan.
Kristin menuruni mobil setelah mendengar teriakan Luther, disusul oleh Reylan yang membawa kamera karena sudah dapat menebak alasan kekasihnya antusias mendatangi Luther.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Alex seraya menghampiri Shea.
"Yes, I'm okey!" jawab Shea sambil melingkarkan ibu jari dam telunjuknya mengisyaratkan kata 'Okey'.
"Ayo kita duduk disana!" ajak Alex saat melihat Shea berjongkok sambil memegangi ranting sebagai tumpuan tubuhnya.
"Dimana?"
"Di teras villa, jika tidak memungkinkan untuk kembali ke dalam mobil, lebih baik kita kesana. Salju-salju itu bisa membasahimu jika terus berdiam disini," terang Alex yang dibalas anggukan oleh Shea.
Samuel menunggu sang pemilik villa datang. Luther, Reylan dan Kristin tengah mengambil beberapa gambar untuk diabadikan. Setelah kurang lebih 15 menit barulah datang seorang pria tua dengan mantel tebal bertengger ditubuhnya.
"Selamat sore!" sapa pria tua itu.
"Selamat sore, Pak. Saya Samuel!" ujar Sam seraya menjulurkan tangannya yang sendari tadi ia simpan dalam saku jaket.
"Saya Pak Damon, baiklah mari kita langsung masuk saja. Saya rasa kalian menunggu cukup lama di luar."
Sam mengajak semuanya untuk masuk setelah Pak Damon selesai membukakan kunci pintu. Pemilik villa itu menunjukan seluruh ruangan seraya menjelaskan fasilitas-fasilitas yang ada dalam villa tersebut. Setelah semuanya selesai, Pak Damon memberitahukan informasi harga yang kemudian disetujui oleh semuanya.
"Terima kasih banyak, Pak. Untuk saat ini kami masih berencana untuk tinggal malam ini saja!" ujar Sam yang kini ikut mengantarkan Pak Damon keluar dari villa.
"Dengan senang hati, saya baru pertama kali menemukan turis dari berbagai negara seperti kalian. Apalagi mendengar penjelasan kalian yang baru mengenal satu sama lain. Itu cukup membuat saya terkejut."
"Ya, kami semua memang sangat mudah mengakrabkan diri!!!" ujar Bisma dibarengi cengirannya, sedangkan Kristin melirik ke arahnya tidak setuju.
"Baiklah kalau begitu, selamat menikmati istirahat kalian. Jangan lupa tetap nyalakan perapian, malam ini akan sangat dingin."
***
Badai salju turun saat malam hari, ketujuh manusia itu tengah berkumpul di ruang tamu. Terdapat 3 buah kamar dalam villa tersebut. Sam yang mengatur bagian kamar untuk keenamnya.
"Nah, sekarang mari kita coba berbaur, bercerita, bermain game atau melakukan sesuatu at—"
"Boleh aku mencoba kuenya, Sam?" kalimat Bisma terpotong oleh Reylan yang tertarik dengan cupcake berwarna kuning emas yang baru saja dikeluarkan oleh Samuel.
"Nah, seperti itu contohnya," kata Bisma sambil menunjuk ke arah Reylan dan Sam.
"Benarkah aku akan tidur dengannya malam ini?" tanya Kristin pada Sam seraya melirik ke arah Shea yang tengah berdiri di dekat perapian.
"Benar, Shea yang meminta juga. Dia tidak mungkin tidur dengan Alex yang notabennya sebagai orang asing. Atau... Kamu ingin tidur dengan Reylan?"
"Tidak, bukan begitu. Aku hanya kurang nyaman saja, sejak awal berjumpa dengannya. Gadis itu sudah menyebalkan."
"Lebih tepatnya kalian berdua memang menyebalkan!" potong Bisma yang langsung mendapat timpukan bantal yang melayang tepat pada wajahnya.
"Ternyata, memang sedingin ini ya?!" Alex menyenderkan kepalanya pada bantal yang ia letakan di kepala sofa, juga selimut yang menutupi bagian kaki hingga perutnya.
"Kalian bisa memikirkan rencana liburan esok hari pada malam ini!" ucap Sam sambil menyodorkan cupcake rasa madu buatan adiknya yang ia bawa dalam wadah crystalwave. Kebetulan ia membawa 8 buah.
"Woah, Carly memang sangat pengertian!" Bisma mencomot satu kue.
"Siapa itu Carly? Pacarmu? Mengapa tidak mengajaknya ikut bersamamu kemari?" tanya Luther.
"Adikku," jawab Samuel. Semuanya mengangguk paham.
"Shea, kemarilah dan coba kue madu yang dapat membantu menghangatkan tubuhmu. Kamu bisa hitam jika terus-menerus berdiri dekat perapian!" panggil Bisma. Gadis itupun langsung menghampiri dan menduduki sofa kosong di samping Samuel.
"Apa yang terjadi dengan tanganmu?"
"Bukan apa-apa, hanya terasa sedikit kaku saja," bohong Shea.
❄️❄️❄️
FYI!
Aku bakal Hiatus nulis dulu :)
Mohon maaf untuk ketidaknyamanannya.
I will be back, but Idk... Kapan baliknya.
Please stay with this story.
I'll Miss you, bye~
Salam hangat, 🌹
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro