Bagian 6 - Reylan Aryana
"Bagaimana kalau kita ke pulau bagian utara, Lofoten namanya. Kulihat potret-potret cantik Borealis di pinterest diambil dari sana. Aurora akan terlihat lebih jelas dan yang paling penting disana tidak terlalu ramai seperti di Tromso." Sebuah usul yang aku berikan diterima dengan antusias oleh Giselle, kita akan berangkat kesana pada hari ketiga ini. Setelah selesai mengisi perut kamipun segera bergegas menuju bandara.
Di bandara kami bertemu dengan sepasang Backpacker muda yang nampaknya akan pergi ke Bodo juga, mereka terlihat cocok dan serasi. Apa aku dan Kristin terlihat begitu?——Terkadang aku merasa tidak percaya diri saat jalan bersamanya——dia terlalu cantik dan popular. Akupun bingung mengapa dia bisa menerima seseorang sepertiku ini.
"What the hell?" ujar Giselle saat lensa kameranya jatuh tersenggol tas besar milik wanita dari pasangan yang kusebutkan tadi.
"Aku tidak sengaja!" kata wanita itu.
"Hey! You broke my lens!!!" Giselle menaikan nada bicaranya.
"Kubilang itu bukan salahku, Nona. Mengapa kamu tidak memeganginya dengan erat? Tersenggol sedikit saja jatuh!"
"Jelas-jelas kamu yang salah ya, mengapa malah menyalahkan saya?"
"Em- Nona. Maafkan teman saya ya! Dia tidak sengaja melakukannya." Pria disampingnya mengambil lensa milik Giselle yang terjatuh tadi.
"Kenapa malah kamu yang minta maaf?" Oh ayolah, Bee. Kendalikan emosimu di tempat umum seperti ini.
"Biar saya menggantinya, berapa harganya?" ujar pria itu sambil menyodorkan lensa tadi kepada Giselle.
"Cukup Alex, aku tidak ingin berhutang padamu lebih banyak lagi. Tidak perlu diganti, lihatlah, dia masih punya banyak lensa kamera bukan? Kehilangan satu bukan masalah baginya." Wanita itu menunjuk ke arah tas transparan yang kuletakkan di sebelah kakiku.
"Oh ya! Apakah kamu tahu kalau lensa yang baru saja kamu jatuhkan merupakan lensa terbaik yang saya punya!" Giselle mulai mendekat pada wanita itu, akupun langsung menahannya agar tidak terjadi keributan yang lebih besar.
"Giselle, sudah jangan diributkan. Kita masih punya yang lain, ayo pergi!"
"Tidak bisa begitu, Backpacker abal-abal ini harus bertanggung jawab. Dia salah!" Aku mencoba menahan bahunya, tangan Giselle tepat menunjuk ke depan wajah wanita muda itu.
"Siapa yang kamu sebut backpacker abal-abal, Nona?" Damn it! Wanita itu malah melipat tangannya di depan dada dan menengadahkan ikut kepalanya juga. Dia benar-benar menantang Giselle. Tidak tahukah siapa lawan yang sedang dihadapinya kali ini.
"Siapa lagi kalau bukan kamu!" Giselle baru saja mendorong bahu wanita itu.
"Oh ya! Kamu pikir kamu siapa!?"
Perkelahian kedua gadis itu tidak terhindarkan, mereka saling mendorong dan menjambak rambut satu sama lain. Well, beberapa orang disekitar mulai memusatkan perhatian terhadap kami.
"Shea! Cukup!!!" Pria yang bersama wanita itu membentak, berhasil menghentikan aksi baku tangan keduanya.
"Kita urus ini nanti, pesawatnya sudah mau berangkat. Ini kartu nama saya, saya akan mengganti nominal kerugian lensanya. Kita menuju tempat yang sama, tidak perlu khawatir kami melarikan diri." Pria itu memberikan kartu namanya padaku, dia berasal dari Yunani dan seorang founder perusahaan terbesar di Eropa Selatan.
"Stay calm, Bee. Kita disini untuk bersenang-senang." Aku mencoba mengembalikan mood Kristin. Beruntung perkelahian mereka tidak benar-benar serius, itu hanya berefek pada rambut keduanya yang menjadi berantakan. "Aku bawa lensa Vintage juga, jangan khawatir kehilangan itu!"
Giselle hanya mengangguk seraya membenarkan rambutnya, lalu mengikuti arahan ku dan menyimpan barang bawaan kami di check-in bagasi.
***
Tiba di Bodo, ternyata Lofoten masih jauh juga dari sini, padahal dari Oslo kesini juga sudah memakan waktu 1,5 jam. Transportasi dari Bodo menuju Lofoten memilki 3 jalur, yaitu pesawat, pesiar dan mobil. Sebelum melanjutkan perjalanan aku dan Giselle sepakat untuk turun dan berbelanja terlebih dahulu, begitu juga dengan Alex dan Shea, ngomong-ngomong kami sudah berkenalan.
Selesai berbelanja, kami langsung berangkat menuju pelabuhan untuk menaiki Ferry Moskenes Bodo. Selama perjalanan kami gunakan kesempatan itu untuk beristirahat. Setelah melakukan perjalanan panjang menyebrang pulau sekitar 3 jam lebih. Sampailah kami di Lofoten.
"Kalian berempat, kemarilah!" sahut seorang pria yang kini tengah berdiri di sisi bangunan sebuah rental mobil di pelabuhan. Kami baru saja menuruni Ferry.
Giselle mencekal tanganku. "Bagaimana kalau mereka orang jahat yang hendak merampok kita?" tanyanya.
"Bro, apa kamu akan menghampirinya?" tanyaku meminta persetujuan Alex, tapi pria itu tidak memberiku jawaban sama sekali.
Tiba-tiba saja perempuan bernama Shea itu berjalan ke arah pria yang memanggil kami tadi, tentu saja Alex ikut mengejarnya. Tanpa menunggu lama akupun ikut menarik Giselle juga.
"Bagaimana?" tanya pria muda yang memanggil tadi kepada Shea saat kami baru sampai.
"Apanya yang bagaimana?" Giselle menyambar obrolan mereka, apa rencana yang mereka sepakati.
"Good idea, bagaimana Alex?" Shea meminta persetujuan dari Alex, sedangkan aku masih belum paham dengan situasi ini.
"Hey, apa yang kalian bicarakan?" tanyaku, Giselle kini tengah berdecak sebal terhadap mereka lantaran mengabaikan pertanyaannya.
"Aku menawarkan untuk berbagi biaya sewa bersama untuk menyewa satu mobil ini. Dengan begitu akan lebih ringan biaya yang kita gunakan!" ujar pria muda yang memanggil kami tadi.
"No, I'm not agree!" sambar Giselle setelah pria muda itu menjelaskan ajakannya.
"Siapa juga yang akan mengajakmu!" timpal Shea. Kali ini giliran Giselle yang mengabaikan pertanyaan gadis itu.
"Kemana kamu hendak pergi?" tanyaku pada pria muda itu.
"Reine, Oh ataupun yang lainnya. Dari ujung ke ujung pun bisa, yang pasti melewati jalur A10, Lofoten."
"Em... Tepat sekali, aku dan kekasihku memang hendak pergi kesana!" ujarku sok tahu. Meskipun aku belum menentukan tempat yang tepat untuk memburu cahaya utara itu, tapi Lofoten ini berada tepat di lingkar Arktik sehingga bisa terlihat di manapun. Jika beruntung.
"Kami juga!" ucap Alex singkat.
Tiba-tiba saja Giselle mencekal lenganku. "Rey, aku tidak mau!"
"Kenapa? Ini ide yang bagus Giselle, kita tidak perlu menaiki transportasi beberapa kali jika menggunakan mobil pribadi. Kita juga bisa berhenti di tempat yang kita mau." Aku mencoba membujuknya.
"Jadi, bagaimana? Aku tidak memaksa jika kalian tidak mau," kata pria yang mengajak berbagi uang sewa tadi.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Pria itu terlihat menghubungi seseorang, tak lama kemudian munculah dua orang lain menghampiri kami. Pria yang satu memiliki perawakan tinggi dan tegap, sedangkan yang satunya terlihat lebih pendek, mungkin tingginya sama denganku, hanya saja dia lebih kurus.
"Tunggu, siapa mereka? Kalian bukan komplotan perampok kan?" tanya Giselle dengan curiga—lagi.
Salah satu pria yang baru datang itu tertawa. "Apakah penampilan kami seburuk itu, Nona? Perkenalkan namaku Bisma Delmora. Cowok tampan berkebangsaan negara Cristiano Ronaldo." ujarnya sambil menyodorkan tangannya.
Dengan cepat akupun langsung menerima uluran tangan itu. "Saya Reylan Aryana, kekasih dari Kristin. Senang berkenalan dengan turis negara tetangga!" ujarku seraya menampilkan senyum palsu.
"Ohoo, kalian dari Spanyol? Sangat tidak terduga. Perkenalkan namaku Bisma dan ini temanku, Samuel."
Pria bernama Samuel itu ikut menjulurkan tangannya, kami semua memperkenalkan diri satu sama lain.
"Apa kalian juga dari Spanyol?" tanya Samuel.
"Tidak, kami dari Athena!" Jawaban itu berasal dari Shea.
"Mereka berpasang-pasangan, Sam. Mengapa kita pergi berdua seperti ini? Apa kita seorang pasangan juga?" Pria yang dipanggil Sam itu langsung mendaratkan sebuah jitakkan di kepala Bisma.
"Kami hanya teman!" ucap Alex. What? Kukira mereka seorang pasangan, sungguh!
Orang yang mengajak berbagi sewa itu bernama Luther. Lelaki itu berasal dari Praha, Republik Ceko. Disaat kami dari tiga negara datang berpasangan, meskipun Shea dan Alex berkata mereka tidak berencana pergi bersama, Luther justru datang sendirian.
Entah kebetulan seperti apa yang menjadikan pertemuan kami, kita bertujuh memiliki tujuan sama. Yakni Lotofen.
"Baik, para Tuan dan Nona, untuk mempersingkat waktu mari kita kumpulkan uang sewanya!" ujar Luther sambil tersenyum memamerkan gummy smile yang ia miliki.
—
Gummy Smile : Senyum yang terlalu banyak menampilkan gusi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro