Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 11 - Tujuh Kepala

January 16, 2018
Lofoten, Norwegia

Perjalanan belum juga dimulai, sepertinya semua juga masih dibayangi keraguan tentang apa yang sebenarnya harus mereka lakukan selanjutnya. Cuaca ekstrem membuat mental mereka ikut terguncang, seperti kehilangan semangat dan diselimuti keresahan.

"Butuh plester?" Suara bariton dari arah belakang membuat Shea yang tengah asik dalam lamunannya terperanjat.

"Untuk apa?" tanyanya.

"Tanganmu, apalagi?" ucap Alex.

Shea membulatkan kedua bola matanya, bagaimana lelaki itu bisa tahu soal tangannya. Mendadak gadis itu merasakan sesuatu yang tidak nyaman pada perasaannya.

"M-memangnya kenapa dengan tanganku?" tanyanya sedikit gugup.

"Tanganmu, beku 'kan?" ujar Alex.

"Mana ada, mengarang saja kamu ini."

"Bukan itu, maksudku, tanganmu terlalu kering hingga kulitmu terkelupas dan mengeluarkan darah."

"T-tidak." Shea berkata dengan nada yang mulai bergetar.

"Kenapa? Tidak perlu berbohong Shea. Aku tahu itu."

"Kamu memperhatikanku?"

"Semua orang pasti tau karena darahmu sangat banyak di sini," tunjuk Alex pada syal yang Shea gunakan. Menyadari hal itu, dengan segera Shea melepaskan scraf-nya.

Alex mencoba memberikan sesuatu yang mungkin saja dibutuhkan gadis itu. "Shea—"

"Stop calling me!" bentak Shea yang membuat Alex sedikit terkejut.

"Hey! She—"

"Go away!!!"

"Ada apa ini?" tanya Bisma yang baru saja menghampiri keduanya karena mendengar Shea yang sedikit berteriak.

"Apa yang kamu lakukan padanya, Alex?" tanya Bisma lagi.

Pria yang ditanyai itu tidak memberikan jawaban apa-apa, sedangkan Shea memilih bangkit dan meninggalkan keduanya.

"Bukan apa-apa," ujar gadis itu seraya pergi sambil memalingkan muka.

Luther berpapasan dengan Shea yang berjalan keluar dengan wajah tertunduk, bingung dengan apa yang terjadi pria itupun memilih menghampiri Alex dan Bisma.

"Kau mengajaknya melakukan hal yang tidak benar?" tuduh Bisma.

Dengan tatapan tanpa ekspresi Alex menjawab perkataan Bisma,"Otakku masih bekerja dengan baik."

***

Persiapan pendakian hampir sempurna, sejak pagi hingga menjelang sore semua mempersiapkan segala keperluan yang mereka butuhkan—dengan pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Dikarenakan perkiraan cuaca sudah mulai menampilkan kejelasan, rencana pendakian sudah mereka diskusikan untuk berangkat pada tanggal 17 besok.

"Mana lipbalm-ku?" tanya Kristin saat semuanya tengah berkumpul dan mengecek kondisi tubuh masing-masing. Gadis itu menyiapkan stok pelembab bibir, krim wajah serta balsem penghangat yang direkomendasikan oleh Sam.

Bisma yang mendengar kata lipbalm yang diucapkan Kristin segera menyolek krim itu lalu dipakaikan pada bibirnya sebelum gadis itu memintanya kembali.

"Ini, terima kasih, ya!" ucap Bisma seraya menyodorkan sebuah benda dari tangannya.

"Aku bilang lipbalm, Bisma. Bukan balsem penghangat!" timpal Kristin, seketika Bisma langsung merubah ekpresinya dan menyadari ada sesuatu yang salah dengan bibirnya.

Luther yang menyadari kebodohan Bisma menahan tawanya. "Selamat menikmati kehangatan, Tuan Bisma."

"Itulah pentingnya literasi!" seru Alex.

Reylan tertawa terbahak, bibir Bisma itu terlihat memerah sekarang. Dengan situasi seperti ini, meskipun belum terlalu lama bersama, setidaknya mereka mulai berinteraksi dan saling berbagi, seperti yang dilakukan Kristin.

Hingga malam tiba, semua persiapan di cek kembali. Mulai dari alat yang berkategori dibutuhkan seperti tenda, alat safety masing-masing hingga alat pendukung lainnya seperti kamera dll.

"Oke, semuanya sudah selesai. Sebelum istirahat, aku harap kalian benar-benar mempersiapkan diri dengan serius. Jangan melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan."

"Oke, Sam. Kami akan selalu berhati-hati!" ujar Luther.

"Satu lagi, karena di sini posisi kita sebagai orang baru. Tolong hilangkan kata itu. Kita sekarang sebuah tim, jangan lupa untuk saling membantu dan mengingatkan. Tolong untuk saling melunakkan kepala."

Semuanya hanya mengangguk setelah mendengar perkataan Sam, kecuali Reylan.

"Baiklah, sudah selesai pidatonya. Sekarang siapa yang mau kopi," tawar Reylan kepada semua yang langsung di sanggah oleh Samuel.

"Nope, buang minuman itu. Kamu tidak boleh meminum caffein dalam kondisi seperti ini!" tegur Sam.

Reylan menyipitkan kedua matanya, kemudian mengedarkan pandangan ke arah yang lain. "Apakah kalian tidak sadar kalau dari awal pria itu terus-menerus mengatur apa yang perlu kita lakukan, memangnya siapa dia?"

"Kenapa kamu berbicara seperti itu, Reylan?" ujar Alex.

"Apa yang aku katakan itu benar 'kan? Munafik kalau kalian sendiri tidak merasa seperti itu. Aku rasa ini bukan perjalanan penuh aturan 'kan? Mengapa kita tidak bebas melakukan apa yang kita mau. Come on, Dude! Kenapa kita harus mengikuti semua instruksinya?" Reylan semakin menaikan nada bicara dengan penuh emosi.

"Sebab Sam lebih tahu, orang tuanya seorang pendaki. Dia sudah banyak belajar tentang itu, berada dalam situasi seperti ini mungkin Sam tahu bagaimana keamanannya!" timpal Bisma.

"Tahu? Bagaimana dengan pengalaman? Teori saja tidak cukup kalau belum dilakukan. Contohnya aku, jika aku hanya mempelajari bagaimana mengatur kontras, lintas cahaya, ISO, rana, titik fokus dan lain-lain mungkin semua orang bisa, tapi jika tidak ada prakteknya itu tidak akan berguna."

"Kenapa kamu terkesan meremehkan Sam, Rey?" tanya Luther.

"Jika dia belajar tentang hal seperti ini kepada orang tuanya, dia salah. Salah karena mereka berakhir di atas gunung 'kan?"

Sam menggertakkan giginya lalu mengepalkan tangan hingga buku tangannya memutih. Perkataan Reylan benar-benar melukai hatinya, bukan hanya soal dirinya, tapi pria itu sudah terkesan menghina mendiang kedua orang tuanya.

"Aku tidak pernah memaksamu untuk ikut dalam perjalanan ini. Jika kamu memang tidak suka, silahkan angkat kaki dari villa ini ...." ujar Sam seraya mendorong bahu Reylan cukup kencang. Bisma dan Luther mencoba menahan Sam agar keributan tidak semakin merambat lebih parah.

Sam merogoh saku celananya lalu melemparkan kunci mobil yang mereka sewa bersama ke arah Reylan.

"Pergilah kemanapun kamu mau, carilah tempat yang kamu inginkan. Aku akan mengembalikan uang yang telah kamu keluarkan untuk menyewa villa ini! Satu lagi, tutup mulut tidak sopanmu itu!"

Reylan tersenyum meremehkan. "Ohoo, santai Bro! Merasa tersinggung karena ku sebut pemimpin yang tidak cocok, benar begitu?"

"Perhatikan perkataanmu, Reylan!" tegur Luther.

"Baiklah, aku akan pergi. Dia pemimpinnya kan? Itu artinya segala perintah perlu dituruti. Giselle, segera kemas barangmu, kita pergi dari tempat ini ... Untuk kalian yang ingin ikut pergi dengan mobil bersamaku, segera kemas juga bawaan kalian."

Tidak ada yang berbicara lagi setelah itu, kebanyakan dari mereka mungkin saja memihak pada Sam karena memang tidak ada yang salah sebelumnya. Sedangkan Kristin, ia benar-benar merapikan barang bawaannya dan milik Reylan segera menuju ke arah dekat pintu.

"Tunggu, kemana kamu akan pergi?" tanya Shea dengan pelan. Gadis itu tengah terduduk menyilangkan tangan sambil menepuk-nepuk kedua lengannya.

Reylan dan Kristin menahan pergerakannya dan membalikan badan ke arah mereka.

"Mengapa diam? Tidak punya jawaban 'kan?" tanya Alex ikut memojokkan.

"Bahkan kamu tidak punya tujuan sama sekali. Apa kau yakin akan ikut dengan kekasihmu yang tidak jelas itu, Nona?" ujar Bisma.

Kegelisahan tercetak jelas di wajah gadis selebritis asal Spanyol itu. Benar apa yang dikatakan oleh mereka, kekasihnya ini memang tidak memiliki tujuan atau bahkan referensi tepat untuk perjalanannya. Apalagi melihat keadaan cuaca yang seperti ini, Kristin sendiri perlu memerhatikan bagaimana keamanan dirinya.

Sam masih berdiri di antara Bisma dan Luther yang tadi menenangkannya, dengan emosinya yang masih belum mereda. Beruntung ia masih punya akal sehat untuk tidak menghabisi pria tidak sopan itu di tempat ini, mengingat ia masih punya tujuan yang lebih penting untuk diselesaikan di negara ini.

"Jangan mengatur orang yang tidak ingin di atur, biar dia mengikuti kemauannya. Hidup dan matinya bukan tanggungjawab kita 'kan? Hanya saja, kita tidak tahu hal buruk apa yang bisa terjadi di luar sana.

"Terkadang, ada kalanya kita terjebak dalam situasi tidak percaya pada diri sendiri. Setidaknya, meski Sam bertindak seolah ia seorang pemimpin, kita punya satu orang yang bisa dipercaya, orang yang mengetahui bagaimana cara terbaik ataupun prosesnya!" terang Alex.

"Rey, bolehkan untuk kali ini aku tidak setuju denganmu?" ujar Kristin, membuat Reylan berekspresi tidak percaya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro