Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01_free (crime) time

"Beneran? Nggak mau magang semester depan aja?"

Harusnya, ketika Nadya terus melontarkan pertanyaan itu, bak repetisi yang bersirkulasi, Issa menjadikannya kesempatan untuk berpikir ulang. Akan tetapi, dasarnya sok tahu, gadis itu justru memberikan jawaban independen yang statis. Tidak ada variabel yang dibiarkan memengaruhi.

Keukeuh, tetapi berakhir misuh-misuh dalam hati. Tepatnya, di hari ini. Hari pertamanya menjalani aktivitas sebagai mahasiswa magang divisi Marketing Communication

Dalam keadaan apa pun, Issa itu cenderung tidak bisa diam. Pun setiap mengikuti kelas, ia hampir sepuluh menit sekali ditegur oleh Nadya karena bolak-balik meminjam bolpoin, melongok catatan, mencoret-coret buku, hingga menerbangkan pesawat kertas. Sudah seperti anak TK yang belum memiliki desain sempurna untuk mencurahkan kepatuhan.

Sedang saat ini, sudah lebih dari tiga puluh menit dia duduk di depan komputer dengan gambar dinosaurus simetris, yang entah sudah berapa kali ditabrakkan pada kaktus dengan sengaja. Tentu saja, oleh Issa.

Wajah gadis itu sudah tidak karuan. Ditekuk dengan mata mengantuk, juga posisi duduk dengan punggung yang dijatuhkan pada sandaran kursi.

Untuk kali kesekian, embusan napas terdengar. Untungnya, semua orang yang berada di ruangan besar dengan puluhan kubikel ini memiliki kegiatannya masing-masing, sehingga tidak sempat menangkap ekspresi nonverbal sarat kebosanan yang dilontarkan Issa.

Ah, sepertinya memang hanya Issa yang tidak memiliki kesibukan sama sekali.

Khawatir kepalanya akan jatuh ke atas meja jika tidak segera mengusir kantuk, Issa memilih berdiri dan menyambangi kamar mandi. Lagi. Ya, mungkin ini sudah ketiga kalinya dalam tiga puluh menit terakhir Issa melakukan hal yang sama.

Gadis itu paling malas re-apply make up, tetapi tidak mau juga riasan tipis tanggal dari wajahnya. Untung saja, produk yang mempercantik matanya memiliki sifat water dan transfer proof. Dia tidak perlu khawatir maskaranya luntur setelah meneteskan sedikit air di sana.

Issa bersandar pada tembok, meletakkan sebelah siku ke wastafel sembari mengutak-atik ponselnya.

Tidak berselang lama, nada sambung terdengar dan butuh puluhan detik sampai orang di seberang menghentikannya.

"Apaan lagi, sih, anjir?"

Refleks, Issa menjauhkan ponsel dari telinga kala suara keras menghantam rungu. Dipandangnya layar ponsel dengan detik panggilan yang terus berjalan. Namun, seolah tidak peduli dengan kejelasan kesal milik seseorang di balik nama "Nanaddd" itu, Issa kembali mendekatkan alat komunikasi ke telinga, membawa diri bersandar dengan lebih lesu lagi.

"Bosen." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Issa. "Boseeen anjir. Gue pulang aja apa, ya." Ujung kemeja abu-abu yang dia pakai, menjadi sasaran empuk untuk dipelintir hingga kusut.

"Lo beneran minta diarak keliling kampus ya, Sa. Nggak abis pikir sumpah. Siapa yang kemarin ngotot mau magang semester ini padahal gak punya instansi tujuan? Siapa yang mutusin buat magang di waktu-waktu terakhir pendaftaran, padahal sebelumnya keukeuh mau nge-projeck di LPM aja?"

Issa melengkungkan bibirnya. Sebenarnya, menghubungi Nadya sama artinya mencari mati. Namun, bagaimana lagi? Teman dekatnya Issa ya cuma Nadya. Raja juga, sih. Tapi ... sudahlah, dia jadi makin kesal kalau membicarakan Raja.

"Nggak tahu, tuh, siapa."

Di seberang, dengkusan kesal terdengar. "Gangguin Raja ajalah, sana."

"Raja lagi ada kerjaan."

"Ya gue juga? Kita sama-sama magang, kalo lo lupa. Lagian ini hari pertama, bukannya eksplor hal baru, lo malah gangguin gue."

Mendengar hal itu, Issa menegakkan tubuh. Tampaknya, Nadya tidak membaca dengan cermat rentetan pesan panjang yang dikirimkan gadis itu via chat.

"Ih? Dibilang gue nggak ada kerjaan! Tadi cuma suruh buat dua caption, terus udah? Anjir, tau gitu gue mending daftar jadi admin olshop aja, dapet gaji."

"Demi apa, sih, ini udah mau jam pulang kerja, lo cuma disuruh itu?" Kali ini, Nadya terdengar lebih tertarik dibandingkan sebelumnya.

Sedangkan Issa memutar bola matanya. Sepertinya Nadya memilih opsi mark as read tanpa benar-benar membaca pesan Issa.

Namun, dia memilih untuk menyuarakan keluhan dibanding menciptakan sesi ngambek pada sang sahabat. "Kesel, bosen, ngantuuuk. Gue pengen pulang banget," katanya dengan nada mengayun.

Nadya tergelak. Mungkin gadis itu bisa membayangkan kondisi Issa. Maksudnya, sehari-hari bersama Issa di kampus, dia hampir tidak pernah melihat gadis itu diam dan tenang. Sedang sekarang, tidak mungkin Issa akan berulah di tempat yang notabene baru meski sudah bosan setengah mati. Tentu, ini siksaan.

"Lah, kata lo Raja ada kerjaan? Kok lo enggak?"

"Ish. Raja tuh langsung ke lapangan hari ini! Diajak liputan hard news, mana dikasih pinjem kamera profesional. Sumpah, mukanya ngeledek banget, Nad, pas keluar ruangan tadi." Kaki jenjang berbalut high weist hitam itu dibawa bergerak, mondar-mandir di koridor bilik toilet perempuan.  "Kayaaak, semua orang tuh sibuk, bahkan Raja yang anak magang. Tapi gue? Dari tadi cuma mainan dino jelek gegara internet pun mati."

"Hah?" Tawa milik Nadya seolah ditahan sekuat tenaga. Meski Issa yakin, Nadya sedang tidak di ruang kerja karena tadi pun gadis itu membutuhkan waktu lama untuk menjawab panggilan Issa. Akan tetapi, siapa pun yang mengenalnya sudah pasti tahu sekeras apa suara tawa Nadya jika dilepas dari kontrol. "Demi apa, sih, internetnya mati?"

"Sumpah! Mana belum isi kuota? Bayangin seberapa keselnya gueee, Nad!"

"Ya lagian, bokap lo disuruh ngisiin pulsa buat amunisi lima tahun ke depan aja sanggup, tapi lo-nya hobi banget minta tethring sama cari Wi-Fi gratisan. Punya kuota cuma buat chat doang gitu. Giliran gini, cengo kan. Mampuuus dah, bosen bosen lo."

"Rese banget elah." Tembok kembali menjadi sasaran Issa untuk menyandarkan punggung.

Nadya menanggapi kekesalan Issa dengan meredakan tawa. "Santai, Sa. Nikmati aja. Baru hari pertama ini."

Kaki yang semula berhenti, kini dibawa berjalan mondar-mandir lagi, lebih mengentak dari sebelumnya. Sedang tangan Issa berangsur terangkat dan bergerak ke mana-mana sebagai ekspresi kesal. "Ya karena itu? First impression, loh, Nad! Hari pertama aja udah ngeselin kayak gini. Contoh aja, nih, internet is something urgent, but they don't check it up periodically. Terus kayak they didn't give any warm greeting ke anak magang. Gimana ke depannya?"

"Aduh, angkat tangan, deh, gue kalo lo ngomelnya udah based on analysis gini. Kita sambung nanti, sekarang gue mau lanjut nguli dulu. Oke? Bye, pengangguran."

"Eh? Nad!"

Telat. Nadya memutus sambungan mereka secara sepihak, membuat Issa sekali lagi mengentakkan kaki sebelum meraih kenop pintu kawasan kamar mandi wanita ini.

Dengan tanpa menghapus raut cemberut, Issa bergerak dengan fokus mata pada ponselnya, pada ruang obrolan dengan Nadya yang dipenuhi pesan sepihak milik Issa.

Sampai ketika kepalanya mendongak, Issa terkejut bukan main. Seorang lelaki dengan lanyard di leher dan kaus selengan bertuliskan "PERS" di dada kanan, tengah memandangnya datar. Di tangan lelaki itu terdapat secangkir kopi. Tidak heran, sebab kamar mandi memang berada tepat di samping pantry.

Karena tidak kunjung ada pergerakan dari orang itu, Issa memilih menganggukkan kepala tanda sapa, tentu dengan senyum yang buru-buru diulas. Namun, Issa segera melongo sebab bukannya membalas meski dengan senyum tipis, lelaki itu justru membalikkan tubuh dan membuka kabinet atas dapur. Benar-benar mengabaikan Issa.

Tengsin, tentu saja. Kesal, jangan lagi ditanya. Kalau saja tidak ingat situasi, lelaki itu sudah ia ajak berdebat panjang.

Namun, Issa memilih menahan diri dan melangkah ke sebuah ruangan besar dengan tulisan "News Room and Marketing Communication" di atasnya.

"Sombong banget." Gadis itu baru menggerutu setelah duduk di atas kursi. Cukup keras.

Untung kubikel di sebelah kirinya kosong, entah si pemilik pergi ke mana. Sedangkan di sisi kanan adalah jalan selebar dua bahu yang memisahkan Issa dengan deretan kubikel milik pekerja divisi berita.

Gadis itu baru saja hendak membuka-buka folder komputer, sebab melihat dinosaurus dan kalimat "No internet" barang satu menit lagi dapat membuat amarahnya memuncak.

Eh? Issa terpikirkan satu hal. Lelaki tadi ... tidak mendengarkan gerutuan nyerempet makian Issa di kamar mandi, kan? 

"Nggak mungkin, lah, ya. Suara gue nggak keras-keras amat. Iya, kan?" Gadis itu mengangkat bahu, kemudian membenarkan posisi tubuh dan kembali pada aktivitas yang tertunda. Mengabaikan pemikiran sekilasnya barusan.

Namun, baru sampai pada klik pertama, Issa merasakan kehadiran seseorang di sebelahnya. Seorang lelaki menunduk di samping mejanya dengan tiba-tiba, membuat gadis itu menjauhkan tubuh kikuk dan memberi tatapan bingung.

Hingga tidak sampai satu menit, lelaki itu menegakkan tubuh, meski gerakan selanjutnya membuat Issa semakin tercekat.

Dia mendekat pada komputer Issa, membuat sang "pemilik" mendorong kursi dan tubuhnya ke belakang, membiarkan lelaki itu mengambil alih kendali mouse meski tak memiliki clue sama sekali mengapa dia melakukannya.

Satu hal yang Issa tahu, layar komputernya kini menampilkan gambar produk Victoria Secret yang berderet. Parfum? Lip care? Tas? Tentu saja bukan. Sebab sebelum internet terputus, Issa sedang melihat-lihat beragam model panties yang dipajang di website resmi brand ternama itu.

Benar. Celana dalam! Seluruh tubuh Issa panas bukan main.

Mungkin itu juga yang membuat sang lelaki belum bergerak dari posisinya. Sepertinya dia sama-sama membeku, sebagaimana Issa.

Hingga satu dehaman membuat sang gadis ingin menenggelamkan diri ke palung terdalam di dunia.

Tubuh lelaki itu menegak, sedang Issa tidak berani menoleh sama sekali.

"Itu ...," ucap sang lelaki menggantung.

Ya Tuhan, gue bisa ngilang aja nggak, sih, ini?

Dehaman lagi, sebelum kata demi kata kembali terdengar. "Kabel LAN kamu nggak kenceng, makanya internet kamu mati. It's not about us not checking the internet regularly, it's about you having a problem and not trying to fix it. Kamu bisa ngecek dulu, atau kalau emang sebodoh itu tentang teknologi, bilang ke staf lain, bukannya menggerutu ke orang luar. Again, kamu yang butuh ilmu di sini, makanya cari, jangan cuma minta disuapi. One more thing, stop swearing. Talking bad is a crime."

Jika sebelumnya Issa malu bukan main, kini jantung gadis itu berdetak berantakan. Lelaki itu adalah orang yang sama dengan yang dia temui di pantry dan sudah pasti dia mendengar percakapan Issa dengan Nadya.

Tubuh Issa berangsur kaku!

Belum sempat membalas, lelaki dengan tinggi semampai itu sudah berlalu meninggalkan Issa, menuju kubikel ujung di baris sebelah kanannya.

"Anjir." Issa bergumam dengan tubuh yang segera melemas, bersandar pasrah pada kursi.

Lelaki itu memang bukan supervisor-nya, tetapi mereka berada di ruang kerja yang sama. Bukankah kemungkinan bagi keduanya untuk berinteraksi atau sekadar berpapasan sangatlah besar?

Entah akan seburuk apa hari-hari magangnya ke depan. Issa sudah pasrah.

GLOSSARIUM

LPM : Lembaga Pers Mahasiswa. Unit kegiatan mahasiswa (seperti ekstrakurikuler di SMA) yang bergerak di bidang jurnalisik.
News Room: Ruang redaksi atau tempat di mana semua produk berita diproduksi. Para jurnalis sampai redaktur di perusahaan media biasanya bekerja di ruangan ini. Kalau di tempat Issa magang, ruangannya digabung sama divisi Marketing Communication juga. Nanti aku jelasin sambil jalan ^^
Marketing Communication atau Marcomm: Divisi yang memiliki fokus untuk mempromosikan instansi dan produknya, mulai dari membangun brand awareness hingga lobby dan negosiasi untuk menjaga hubungan dengan klien dan konsumen, dan lainnya.

***

Hai! Salam kenal dari Keissa Ceroboh Keihl!  Satu part sepanjang ini, cukup atauu perlu aku kurangi?Oh, iyaa. Kasih tahu aku tentang first impression kalian buat cerita ini, donggg. Hehe

February 12, 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro