Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Persiapan

Selama satu jam Razavi mengurung diri di toilet. Bahkan ia melewatkan pertemuan dengan Pak Oki selaku guru bimbingan olimpiade PPKN. Tadi, pada saat jam istirahat namanya dipanggil melalui ruang pemberitahuan. Embusan napas berat terdengar, langkah kian mengecil menelusuri selasar. Gairah untuk belajar mulai menurun.

Pandangan Razavi tertuju ke arah atap sekolah dengan lekat. Ia ingin ke sana guna menenangkan diri lagi, tetapi siluet wajah marah sang papa terlintas. Membuat kebimbangan dalam hati. Kalau ia membolos satu mata pelajaran, maka ia tidak bisa memprediksi konsekuensi apa yang akan didapat apabila sang papa marah.

Sorot mata kini tertuju pada telapak tangannya. Keringat masih membasahi walaupun sedikit. Obat antiansietas yang dipunya oleh Razavi dulu kini sudah habis. Setiap kali kecemasan muncul, ia selalu mengkonsumsi obat tersebut guna meredakan atau menangani gangguan kecemasan, rasa takut, dan kekhawatiran secara berlebihan.

"Lo mau bolos, Za?"

Tubuh Razavi tersentak mendengar suara seorang gadis di belakangnya. Ia menelan ludahnya sendiri sembari membalikkan tubuh menatap siapa yang mengejutkan secara tiba-tiba. Gadis berambut hitam sebahu itu mengulas senyum kecil mendekat ke arah Razavi.

"Hayo ... tadi jam ketiga keluar kelas ngapain? Sama jam istirahat ke mana? Biasanya di kelas sambil baca buku kayak patung," ucap Aulia masih mengulas senyum di wajah.

Razavi memiringkan wajah sedikit menatap gadis itu. Kemudian menoleh ke sekitar selasar yang terlihat sepi. Dahinya berkerut melihat Aulia yang masih berkeliaran di luar kelas. Perasaan mata pelajaran keempat yakni Matematika, pasti guru Matematika itu selalu hadir.

"Lo ngapain di sini. Kelas enggak ada guru?" tanya Razavi dengan kerutan bingung di dahi.

Aulia membuang muka ke arah lain. Kembali menatap Razavi dengan seulas senyum penuh arti. Lalu menarik lengan laki-laki itu menuju ke arah perpustakaan. Meski Razavi sempat memberontak dan bertanya, Aulia tak menggubriskan. Malah makin menarik Razavi agar mengikuti langkahnya sampai ke perpustakaan.

"Lepas! Lo ngapain pake narik-narik?" Razavi menepis lengan Aulia yang bertengger di pergelangan tangannya. Keduanya kini sudah sampai di depan pintu perpustakaan, saling berdiam juga menatap satu sama lain.

"Biasa aja, dong. Gue cuma bantu lo, kok. Lo enggak mau masuk kelas, 'kan? Dari muka lo aja, gue bisa nebak. Kalo lo lagi enggak ada mood buat belajar," ucap Aulia sembari bersedekap dada.

"Sok tau," elak Razavi sembari menghindari kontak mata dengan Aulia.

Aulia mengembuskan napas kesal. Memilih membuka pintu perpustakaan dan memasukinya untuk mencari buku. Sekaligus untuk tidur, jikalau bisa. Razavi masih berdiri mematung di tempat, merasa ragu antara ikut masuk atau kembali ke kelas memulai pembelajaran bersama Bu Ida.

Namun, kalau ia kembali ke kelas. Maka akan dipastikan otaknya akan mengalami gangguan apabila tidak ada gairah semangat untuk belajar. Jujur saja, setiap kecemasan kambuh dalam diri. Gairah semangat belajarnya mendadak surut. Ia hanya ingin menenangkan diri terlebih dulu walaupun sekejap. Lalu kembali dengan energi baru dan semangat baru.

Lama berpikir, ia menghela napas kasar. Mendorong pintu perpustakaan dan memasukinya mencari sosok gadis yang mulai bersinggah setiap kali mereka bertemu. Berawal dipanggil ke ruang BP, mengobati luka, dan kini mencoba mengajak bolos dari mata pelajaran Matematika.

"Lo belum jawab pertanyaan gue," ujar Razavi saat duduk di hadapan gadis itu.

Aulia hanya mendongak sekilas, kembali membaca buku yang sudah didapatkannya. Mendapatkan respons seperti itu membuat Razavi kembali mengembuskan napas kesal. Entah sejak kapan, ia bisa kenal dengan beberapa teman sekelasnya.

"Gue males belajar MTK, jadi gue izin ke UKS karena kurang sehat."

"Terus ngapain lo di perpustakaan?" Razavi mendelik tajam menatap Aulia, sedangkan yang ditatap merasa tak merespons apa pun.

"Enggak bakalan asik kalo di UKS rebahan doang tanpa membaca sesuatu," balas Aulia sekena. Sorot mata gadis itu masih tertuju pada buku yang sedang dibaca.

Sementara Razavi, ia memilih diam. Kembali memikirkan tentang kehidupannya yang di masa akan mendatang, apakah masih dikendalikan oleh sang papa atau tidak? Ia juga harus memikirkan cara agar Rezky kembali diizinkan pengobatan agar bisa sembuh. Razavi memiliki harapan besar pada sang kakak, menginginkan Rezky kembali seperti sebelumnya.

"Baru kali ini si kutu buku kelas mau diajak bolos pelajaran kesukaannya sendiri." Lama saling berdiam satu sama lain. Aulia kembali membuka suara.

Membuat Razavi menoleh pada gadis itu. Melihat ke arah buku yang sedang dibaca, menggeleng pelan kala membaca judul buku tersebut.

"Lain kali baca buku yang lebih bermanfaat. Baca kok novel roman," ujar Razavi.

Aulia mendongak dari buku yang sedang dibaca. Menatap Razavi dengan satu alis terangkat. Tumben sekali laki-laki yang tidak banyak bicara di kelas, kini mulai cerewet. Awal interaksi mereka seolah-olah kebetulan. Berawal tak peduli, sekarang seakan memahami bagaimana rasanya berada di posisi Razavi yang memilih menepi.

"Kenapa?" Razavi menyentak dengan raut wajah kesal.

Kerutan di dahi Aulia semakin kentara melihat sikap Razavi yang mendadak mengesalkan. Entah karena perubahan emosi atau memang laki-laki itu sedang berada dalam masalah hingga bersikap menjadi laki-laki menyebalkan.

"Baru kali ini gue ngeliat anak pinter dan selalu sendiri di kelas mulai banyak ngomong. Apa lagi sambil pasang muka kesel," komentar Aulia kembali membaca bukunya.

Razavi sedikit terkejut dengan ucapan tersebut. Entah mengapa setiap kali gadis itu berucap, tepat sekali sasaran mengenai hatinya. Razavi hanya mengatupkan mulut sembari menatap lekat gadis yang ada di hadapannya. Sorot mata kini tertuju pada pergelangan tangan Aulia yang tidak memakai jam tangan, bekas luka lama terlihat di pergelangan tangan tersebut seperti memakai gelang.

"Bener ... itu luka self harm," batin Razavi masih memandang lekat luka di pergelangan tangan Aulia. Sadar ke mana arah tatapan Razavi, buru-buru Aulia menyembunyikan goresan luka lama tersebut ke bawah meja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro